Ditemukan 122476 dokumen yang sesuai dengan query
H. Erdinal Rasjidin
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1987
S-Pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Agus Yanto
"Skripsi ini membahas mengenai Gugatan atas Harta Bersama Akibat Perceraian Menurut KUHPerdata dan UU No. 1 Th. 1974. Menurut KUHPerdata dengan perkawinan terjadi percampuran harta secara bulat, kecuali adanya perjanjian perkawinan. Harta bersama menurut KUHPerdata termasuk aktiva dan passiva. Apabila terjadi perceraian harta bersama dibagi dua antara suami-isteri. Isteri mempunyai hak eksklusif untuk melepaskan hak atas harta bersama. Menurut UU No. 1 Th. 1974 harta bersama adalah harta yang diperoleh selama dalam proses perkawinan. Apabila terjadi perceraian harta bersama dibagi menurut hukum masing-masing, yaitu hukum agama, hukum adat, dan hukum lainnya. UU No. 1 Th. 1974 tidak mengatur detil mengenai harta perkawinan dan mengenai mekanisme pelepasan hak atas harta bersama tidak diatur, ini berbeda dengan KUHPerdata. Skripsi ini juga menganalisis Putusan Pengadilan Negeri Bogor No. 73/Pdt/G/2003/PN.Bgr.
This thesis discusses The Join Property lawsuit Due to Divorce According to The Book of the Civil Law and Act Number 1 of 1974 on Marriage. According to The Book of Law Civil Law by mixing marital property occurs as a whole, unless the marriage covenant. Matrimonial property according to The Book of Law Civil Law including assets and liabilities. In case of divorce joint property divided between husband and wife. Wife has the exclusive right to release the right to join property. According to Act Number. 1 of 1974 on Marriage join property is property acquired during the marriage process. In case of divorce join property is divided according to their respective laws, namely the religious law, customary law and other laws. Act Number 1 of 1974 did not set up details about the marital property and mechanism of waiver of join property is not set, this is different from The Book of Civil Law. This thesis also analyzes The Bogor District Court Decision No.73/Pdt/G/2003/PN.Bgr."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
S1320
UI - Skripsi Open Universitas Indonesia Library
Bramandyo Yudha Pratama
"Permasalahan dalam perkara gugatan ini Putusan No. 572/Pdt.G/2013/PN.Jkt.Sel. dimulai ketika Tergugat tidak melaksanakan Akta Kesepakatan Bersama antara Tergugat dan Penggugat yang akhirnya berujung pada ditemukannya alat-alat bukti formil yang justru semakin melemahkan posisi Tergugat dalam persidangan atas gugatan dari Penggugat. Dan kesemuanya ini bermula atas pembagian harta bersama antara Penggugat dan Tergugat yang dilaksanakan secara mandiri atas kesepakatan masing-masing pihak, yang pada akhirnya ternyata ditemukan bukti-bukti formil yang menjadikan akta kesepakatan bersama tersebut harus dan patut batal demi hukum.
Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini ialah metode penelitian kepustakaan, yang bersifat yuridis normatif dan bersumber dari data sekunder, yakni berupa studi dokumen. Berdasarkan kuat dan solidnya pembuktian formil yang yang dipaparkan oleh Pihak Penggugat terkait harta yang sepatutnya termasuk dalam harta bawaan dari Penggugat, serta ketidakabsahan Akta Kesepakatan Bersama Nomor 19 tertanggal 24 Oktober 2012 antara Penggugat dan Tergugat maka wajar dan patut ketika Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dalam pokok perkaranya memutuskan seperti yang terlampir dalam Putusan No. 572/Pdt.G/2013/PN.Jkt.Sel.
Dan, berdasarkan paparan yang Penulis telah jelaskan dalam sub Bab 4 Skripsi ini, maka putusan Majelis Hakim terhadap gugatan atas harta benda perkawinan pasca perceraian Putusan No. 572/Pdt.G/2013/PN.Jkt.Sel. telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, yang kesimpulan Penulis ini diperkuat oleh Putusan Nomor 2898 K/Pdt/2015 di tingkat kasasi terkait perkara a quo terlampir.
Issues regarding this lawsuit Court Decision No. 572 Pdt.G 2013 PN.Jkt.Sel began when the defendant didn rsquo t fulfill the agreement between Defendant and Plaintiff which lead to discovery of illegal evidence brought before the court of law. Agreement on divorce property between Defendant and Plaintiff which was consensually, yet to be found illegal and supposed to be null and void.The method of research that was used in this thesis based on literature study which cathegorised as normative juridical and sourced by data sekunder. Based on solid formal evidence brought by the Plaintiff, regarding which property that was initally belong to the Plaintiff before the marriage, and also the illegality of the agreement on the divorce properties Agreement Number 19 dated on October 24th 2012 between Plaintiff and Defendant hence should be accorded fair and proper when Panel of Judges of South Jakarta Distric Court decided as what is in Court Decision No. 572 Pdt.G 2013 PN.Jkt.Sel.All and all, based on Author judgements which has written in sub Bab 4 of this thesis, the Court Decision regarding Lawsuit on Divorce Properties Court Decision No. 572 Pdt.G 2013 PN.Jkt.Sel. has already accorded with National Law of Indonesia on marriage related issue, which strengthen by Court Decision No. 2898 K Pdt 2015 of Indonesian Supreme Court regarding this matter attached."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S69558
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Samosir, Leony
Depok: Universitas Indonesia, 2006
S22219
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Achmad Sumarjoko
"Lembaga harta bersama seperti yang terdapat dalam Undang-undang No. 1 Tahun Tahun 1974 tentang Perkawinan adalah harta benda yang diperoleh selama perkawinan baik oleh suami maupun istri. Lembaga ini juga dikenal dalam hukum adat sedangkan dalam hukum Islam ada dua pendapat mengenai harta tersebut, pendapat yang pertama tidak mengenal adanya harta bersama, kecuali dengan jalan syirkah atau perkongsian antara suami istri yang dibuat sebelum atau pada saat perkawinan berlangsung dan pendapat yang kedua menqenai adanya harta bersama menurut hukum Islam, hal ini didasari dengan sendirinya ada harta bersama antara suami istri selama perkawinan berlangsung. Pembagian harta bersama bila perkawinan mereka (suami istri) itu putus karena perceraian, per1mbangan pembagiannya berbeda-beda, baik menurut hukum adat maupun hukum Islam. Dalam hal ini bisa saja pencari keadilan bagi para suami pada masyarakat Jawa Tengah itu memilih hukum adat yang lebih menguntungkan (sapikul sagendong), hal ini didasari Pasal 37 jo penjelasan UU . No. 1/1974 tentang Perkawinan. Meskipun para pencari keadilan dapat memilih menurut hukumnya masing-masing, akan tetapi hukum Islam-lah yang harus mereka pergunakan, sebagaimana diketahui bahwa bagi orang Islam, maka berlakulah hukum Islam dan hukum adat hanya berlaku bagi orang Islam kalau tidak bertentangan dengan agama Islam dan hukum Islam. Jadi hukum yang tepat bagi masyarakat hukum adat Jawa Tengah yang menganut harta gono gini dan beragama Islam ialah merujuk kepada Kompilasi Hukum Islam, adapun pembagiannya baik suami maupun istri ialah masing-masing berhak 1/2, hal ini sesuai dengan Pasal 97 Kompilasi Hukum Islam dan melalui lembaga Pengadilan Agama mereka (suami istri) dapat berperkara. Dengan demikian maka Pasal 37 jo penjelasan UU. No. 1/1974 belum mernberikan kepastian serta tidak adanya keseragaman hukum mengenai pembagian harta bersama dalam perkawinan apabila terjadi suatu perceraian."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
S21144
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
J. Satrio
Bandung: Citra Aditya Bakti, 1991
346.016 SAT h
Buku Teks SO Universitas Indonesia Library
Soekardi R Mangoendiwiryo
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1983
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Kanthy Prio Utomo
"Seperti diketahui pokok tujuan dari perkawinan adalah bersama-sama hidup pada satu masyarakat dalam suatu ikatan perkawinan. Menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, bahwa ikatan perkawinan akan membawa akibat pada suami-isteri, yaitu timbulnya hak dan kewajiban suamiisteri, harta benda perkawinan, kedudukkan anak, hak dan kewajiban orang tua terhadap anak.Pada prinsipnya dalam hukum Islam tidak mengenal adanya istilah harta bersama. Harta benda dalam perkawinan bagi suami-isteri merupakan suatu masalah yang pokok. Hal itu karena harta benda mempunyai pengaruh yang besar terhadap kehidupan keluarga. Harta benda suami-isteri dalam perkawinan diatur dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, pasal 35, 36, dan 37. Sedangkan menurut hukum Islam, suami dan isteri mempunyai kekayaan masing-masing, misalnya barangbarang yang mereka dapat dari hibah dan warisan. Dalam hal ini kekuasan terhadap barang-barang tersebut tetap berada di pihak yang mempunyai barang-barang tersebut. Mengenai harta kekayaan suami-isteri tidak saling beban membebani, yang artinya dalam hukum Islam harta bawaan masing-masing, tetap menjadi milik dan dibawah kekuasaan masing-masing. Dalam hal kedua belah pihak akan mengadakan penggabungan harta bawaan tersebut, maka penggabungan harta itu diperbolehkan dan sangat dianjurkan. Bentuk penggabungan dan penyatuan harta itu dilakukan dengan syirkah (perkongsian)."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004
S21147
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
A. Damanhuri
Bandung: Mandar Maju, 2007
346.016 DAM s
Buku Teks Universitas Indonesia Library
Trinata Santri
"
ABSTRAKPerjanjian utang piutang merupakan suatu perjanjian dimana seseorang menyerahkan uang dan pihak yang lain berkewajiban untuk mengembalikannya. Pihak yang menyerahkan uang tersebut berhak untuk meminta kembali uangnya kepada pihak yang lain guna untuk memenuhi prestasi yang harus dilakukan oleh pihak si berutang. Menurut Pasal 1131 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, perjanjian yang dibuat tersebut akan mengikat setiap benda milik si berutang untuk dijadikan jaminan pelunasan utang. Jaminan terhadap perjanjian yang dibuat oleh kedua belah pihak meliputi harta bawaan suami istri serta harta campur suami istri yang didapat selama perkawinan. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 35 (1) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Menurut Pasal 1318 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, apabila salah satu pihak dalam perjanjian meninggal dunia sebelum menunaikan prestasinya, maka perjanjian tersebut dapat diwariskan kepada ahli warisnya untuk menyelesaikan penunaian prestasi orang yang meninggal. Dengan demikian, timbul permasalahan tentang harta yang dijadikan jaminan pelunasan utang, apakah harta bawaan istri dapat dijadikan jaminan pelunasan utang suami dan dapat diletakan sita jaminan oleh pengadilan, dan apabila salah satu pihak dalam perjanjian meninggal sebelum menunaikan prestasinya, apakah ahli waris diharuskan membayar utang beserta dengan bunga dan kerugiannya? Dalam meneliti permasalahan tersebut, penulis menggunakan penelitian hukum normatif. Mahkamah Agung Republik Indonesia memutuskan bahwa harta bawaan istri tidak dapat dijadikan jaminan pelunasan utang suami dan tidak dapat diletakkan sita jaminan sesuai dengan Pasal 35 ayat (2) jo Pasal 36 ayat (2) Undang-undang Perkawinan. Berdasarkan pada Pasal 175 ayat (2) Kompilasi Hukum Islam, Mahkamah Agung Republik Indonesia juga memutuskan bahwa ahli waris bertanggungjawab hanya terbatas pada jumlah atau nilai harta peninggalan Pewaris. Pelaksanaan terhadap perjanjian utang piutang yang terdapat dalam masyarakat, diharapkan lebih memperhatikan peraturan-peraturan yang ada, yaitu Kitab Undang-undang Hukum Perdata, serta memperhatikan apakah harta bawaan/pribadi masing-masing suami istri atau harta persatuan/campuran yang menjadi jaminan.
ABSTRAKThe agreement of the debit and credit is an agreement where someone handed over his money and the other side has an obligation to return him. The side that handed over this money has the right to ask again for his money from the other side to fill the achievement that must be carried out by the side that owned the money. According to the Article 1131 of Civil Code, the agreement that was made will tie every each property object of the owned money to be made off the paying guarantee of the debt. The guarantee towards the agreement cover the husband and wife's dowry as well as the mixed wealth along the marriage. This is accordance with the Article 35 (1) Number Regulation 1 in 1974 about the Marriage. According to the Article 1318 of Civil Code, if one of the side agreement died before fulfilling his achievement, then this agreement could be bequeathed to his heir to complete the achievement of the person who died. Therefore, emerged the problem about the wealth that was made the paying off guarantee of the debt, could the wife's dowry be made the paying off guarantee of the husband's debt and could be despised seized the guarantee by the court, and if one of the sides in the agreement died before fulfilling his achievement, was his heir required to pay the debt along with the interest and his loss? In researching this problem, I used the normative legal research. The Republic of Indonesia Supreme Court decided that the wife's dowry could not be paying off guarantee of her husband's debt and could not be placed seized the guarantee in accordance with the Article 35 (2) jo 36 (2) Marriage regulation. Based on the Article 175 (2) of the Compilation of the Islam Law, the Republic of Indonesia Supreme Court also decided that the responsibility of his heir was only limited in the value of the Heir of the legacy wealth. The Implementation toward the agreement of the debit and credit that is receive in the community, is hope more pay attention to the available regulation, that is the civil code, and as well as pay attention to whether dowry the husband and wife or the association wealth that become the guarantee."
2007
T19104
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library