Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 95623 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Patricia Sri Ambarawati
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1996
S20663
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Rumah Sakit Pusat Pertamina; FKUI, 1991
344.041 2 INF
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Ratna Sari Dewi
"Pelayanan kontrasepsi dan kesehatan reproduksi yang berkualitas telah menjadi tuntutan berbagai lapisan masyarakat. Kebijakan pelayanan kontrasepsi tidak lagi berorientasi kepada pencapaian kuantitas tetapi juga harus berorientasi pula pada pemenuhan permintaan kualitas. Jumlah kasus komplikasi dan kegagalan kontrasepsi dapat dipandang sebagai indikasi derajat kualitas pelayanan KB, mulai dari pelayanan KIE, konseling, pelayanan kontrasepsi, sampai pelayanan pasca pemasangan /pemberian alat kontrasepsi yang meliputi kunjungan ulang dan rujukan. 13 kasus komplikasi berat akibat penggunaan alat kontrasepsi ditemukan di Kecamatan Pasar Minggu Tahun 2007. Penilaian mutu tindakan non medis pelayanan kontrasepsi perlu diketahui karena dengan jumlah kasus yang masih tinggi dapat menimbulkan rumors di masyarakat sehingga menurunkan minat untuk mengatur kelahiran. Pelayanan kontrasepsi membutuhkan suatu pengkomunikasian yang baik antara bidan dan klien. Klien membutuhkan informasi yang adekuat untuk dapat memilih alat kontrasepsi yang sesuai dengan dirinya dan Bidan harus mengikuti standarisasi pelayanan sesuai dengan petunjuk profesi untuk menentukan apakah penggunaan alat kontrasepsi sudah sesuai dengan kondisi kesehatan klien dan memonitoring penggunaan alat kontrasepsi sehingga tindakan pencegahan dan penanggulangan efek samping dapat segera dilakukan.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif deskriptif yang akan memberikan gambaran mutu tindakan non medis pelayanan kontrasepsi oleh Bidan melalui pendekatan sistem. Penelitian dilaksanakan di 10 puskesmas di wilayah Kecamatan Pasar Minggu mulai dari Bulan Mei ? Juni 2008. Sampel penelitian adalah 11 Bidan yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pelayanan KB di puskesmas. Pengumpulan data dilakukan dengan cara mengumpulkan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara bidan menggunakan alat bantu kuisioner dan hasil observasi dengan menggunakan alat bantu checklist. Data sekunder diperoleh dari telaah dokumen laporan bulanan klinik KB, register klinik, kartu status, dan informed consent. Pengolahan dan analisis data pada penelitian ini menggunakan program SPSS. Analisis data yang digunakan adalah analisis univariat dengan menghitung distribusi frekuensi dari masing-masing variabel. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa rata-rata bidan yang bertanggung jawab dalam pelayanan KB sudah cukup senior dengan masa kerja lebih dari 10 tahun. Sebagian besar bidan tidak hanya bertanggung jawab terhadap pelayanan KB. Tingkat pengetahuan mengenai pelayanan kontrasepsi cukup baik sebesar 72,7%. Bidan sebagian besar telah mengikuti pelatihan konseling dan pelatihan pencatatan pelaporan pelayanan kontrasepsi sebesar 72,7%. Ketersediaan sarana penunjang tindakan non medis pelayanan kontrasepsi sudah cukup tersedia. Keterampilan bidan dalam memberikan konseling dengan baik sebesar 72,7%.
Penapisan pada klien baru dengan baik sebesar 63,6%. Bidan yang pernah merujuk klien sebesar 72,7% Pelaksanaan pencatatan pelayanan kontrasepsi dengan benar sebesar 18,2% dan pelaporan dilaksanakan dengan tepat waktu. Kelengkapan kartu status dan informed consent sebagian besar tidak lengkap. Dari penilaian mutu tindakan non medis pelayanan kontrasepsi oleh Bidan di Puskesmas Wilayah Kecamatan Pasar Minggu dengan melihat gambaran masukan, proses, dan keluaran, mutu tindakan non medis pelayanan kontrasepsi yang telah berjalan masih kurang baik dan perlu untuk dilaksanakan peningkatan pelayanan kontrasepsi terutama pada pelayanan konseling, penapisan klien baru, dan pencatatan."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dedi Afandi
"Sebelum tahun 1950-an hubungan dokter-pasien adalah hubungan yang bersifat paternalistik, yaitu pasien selalu mengikuti apa yang dikatakan dokternya tanpa bertanya apapun, dengan prinsip utama adalah beneficence. Sifat hubungan paternalistik ini kemudian dinilai telah mengabaikan hak pasien untuk turut menentukan keputusan. Sehingga mulai tahun 1970-an dikembangkan hubungan kontraktual. Konsep ini muncul berkaitan dengan hak menentukan nasib sendiri (the right to self determination) sebagai dasar hak asasi manusia dan hak atas informasi yang dimiiiki pasien tentang penyakitnya sebagai mana yang tertuang dalam Declaration of Lisbon (1981) dan Patients's Bill of Right (American Hospital Association,1972)- pada intinya menyatakan "pasien mempunyai hak menerima dan menolak pengobatan, dan hak untuk menerima informasi dari doktemya sebelum memberikan persetujuan atas tindakan medik".
Prinsip otonomi pasien ini dianggap sebagai dasar dari doktrin informed consent. Tindakan medik terhadap pasien harus mendapat persetujuan (otorisasi) dari pasien tersebut, setelah ia menerima dan memahami informasi yang diperlukan.(1,2,3,4,5,6,)
Di Indonesia, penghormatan atas otonomi pasien ini telah diatur dan dirumuskan dalam Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI) khususnya pasal 7a, 7b dan 7c, dimana seluruh dokter di Indonesia harus menghormati hak-hak pasien. Penghormatan atas hak ini lebih lanjut juga diatur dalam peraturan perundang-undangan RI secara implisit terdapat dalam amandemen UUD 1945 pass! 28G ayat (1) yang menyebutkan "setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi,...dst"."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T21256
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ria Novida Kamaluddin
"Jumlah dan pertumbuhan penduduk Indonesia saat ini masih merupakan angka yang berbahaya bagi suatu negara berkembang. Untuk mengatasi masalah ini, Pemerintah antara lain mengambil kebijaksanaan yang berusaha menekan angka kelahiran serendah mungkin melalui Program (Gerakan) Keluarga Berencana. Dalam pelaksanaan Keluarga Berencana digunakan bermacam alat kontrasepsi, yang satu diantaranya merupakan kontrasepsi efektif, yaitu kontrasepsi mantap, dilakukannya dengan metode operasi, bersifat relatif permanen, serta dapat menimbulkan efek samping pada waktu pemasangannya . Dibandingkan kontrasepsi mantap untuk pria (vasektomi), maka yang lebih banyak dipilih di Indonesia adalah kontrasepsi mantap wanita (tubektomi), dengan perbandingan 6:1. Dalam pemasangan alat kontrasepsi jenis ini, sudah ada standar-standar baku yang ditetapkan oleh Perkumpulan Kontrasepsi Mantap Indonesia (PKMI), sehingga dokter-dokter tertentu saja yang dapat melakukannya, dan harus sesuai dengan standar-standar medis tersebut. Kenyataannya saat ini banyak terjadi kasus-kasus yang merupakan keadaan yang tidak diinginkan dari pemasangan alat kontrasepsi mantap, walaupun tidak sampai diajukan ke Pengadilan. Namun dengan makin meningkatnya kesadaran hukum pada masyarakat, maka makin meningkat pula kesadaran masyarakat tersebut akan hak dan kewajibannya. Oleh karena itu sudah saatnya bagi para dokter untuk benar-benar memperhatikan persyaratan yang ditetapkan dan terutama mengingat pada dasar-dasar hukum dalam hubungan pasien-dokter, dan pada informed consent agar masing-masing pihak merasakan adanya perlindungan hukum. Kesalahan yang terjadi dimungkinkan karena tiga hal keadaan kelalaian, yaitu 1). dokter tidak memenuhi standar, 2) dokter memenuhi standar, akseptor tidak, 3) dokter dan akseptor memenuhi standar (resiko medis). Menurut penulis, dengan memperhatikan kondisi yang ada, maka secara hukum perdata tidak semua kerugian selalu dapat diminta pertanggungjawabannya pada dokter, melainkan harus dilihat penyebabnya : apakah dokter, akseptor, atau keadaan diluar dokter dan akseptor yang bersangkutan. Kerugian yang ditimbulkan karena dokter tidak memenuhi standar medis yang telah ditetapkan, dapat diminta pertanggungjawabannya sebagai perbuatan melanggar hukum, yang didasarkan pada pasal 1365 K.U.H.Perdata."
Depok: Universitas Indonesia, 1991
S20503
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Denny Rahmansyah
"Dalam kehidupan kita sehari-hari kita pasti pernah mengalami sakit, dan apabila sakit maka kita akan pergi ke dokter untuk memeriksakan diri. Berarti telah terjadi hubungan antara dokter dan pasien yang mana pasien datang dengan penyakit untuk diobati sampai sembuh dan dokter mengobati penyakit hingga tuntas. Seorang pasien mempunyai hak untuk menerima atau menolak t ndakan medik yang diberikan, setelah mendapat informasi yang cukup dari dokter. Ada pasien yang menolak tindakan medik dari dokter, misalnya seorang pasien yang menolak untuk dioperasi padahal bila ingin sembuh satu-satunya jalan adalah melalui operasi tadi. Adapula pasien pulang paksa yang meminta agar, tindakan medis itu dihentikan. Hal ini menimbulkan kontradiksi karena tugas dokter adalah berusaha dengan sungguh-sungguh mengobati dan merawat pasien hingga tuntas."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2000
S20796
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dhatu Anggraini Dangkeng
"Pendahuluan: Salah satu penilaian akreditasi adalah hak dan kewajiban pasien membuat keputusan medis. Penelitian dilakukan untuk mengetahui mutu kelengkapan dan ketepatan pelaksanaan persetujuan tindakan medis di Rumah Sakit Royal Taruma sebagai bentuk hak pasien dan kewajiban rumah sakit.
Metode: menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif dengan metode cross sectional. Data primer wawancara 11 orang pihak rumah sakit. Data sekunder random sampling, 96 sampel rekam medis ditelaah didalamnya 4 jenis persetujuan tindakan medis (tindakan anestesi, operasi, darah dan produk darah, tindakan berisiko tinggi), didapatkan total 174 sampel persetujuan tindakan medis.
Hasil dan kesimpulan: dari telaah dokumen pada 5 aspek dalam formulir persetujuan tindakan medis, yaitu bagian identifikasi pasien, identifikasi dokter, identifikasi pemberi persetujuan, informasi penting dan autentikasi masih ditemukan ada beberapa bagian dalam persetujuan tindakan medis yang terlewat dan tidak diisi dengan lengkap. Rata-rata identifikasi pasien terisi 86.59% dan tidak terisi 13.41%. Rata-rata identifikasi dokter terisi 83.91% dan tidak terisi 16.09%. Rata-rata 78.44% identifikasi pemberi persetujuan terisi dan 21.56% tidak terisi. Rata-rata 52.11% informasi terisi dan 47.89% tidak terisi. Rata-rata 86.98% bagian autentikasi terisi, namun masih terdapat 13.02% bagian yang tidak terisi. Regulasi serta desain formulir yang berlaku mengacu pada undang-undang dan standar akreditasi, namun masih perlu diperbaiki. Dokter dan karyawan rumah sakit royal taruma mengetahui dan bersikap positif terhadap persetujuan tindakan medis. Cara komunikasi dokter dalam pelaksanaan persetujuan tindakan medis sudah sesuai dengan aturan tata cara. Kendala yang dikeluhkan oleh dokter adalah tingkat pemahaman pasien dan penundaan pemberian keputusan oleh pasien atau keluarga pasien.

Introduction: one of accreditation judgement point is patient rights and obligations to make a medical decisions. this study done to know quality of completeness and
implementation accuracy of medical informed consent in Royal Taruma Hospital as patient right and hospital obligation.
Methode: this study use qualitative and quantitative approachment with cross sectional methode. primary data by interviewed 11 hospital employer. Secondary data done by random sampling, 96 medical records reviewed inside by 4 type of informed consent (anesthetic procedure, operation procedure, blood dan blood product, and high risk procedure) to total 174 sample of informed consent form.
Result and conclusion: from 5 aspects in medical procedures approval form reviewed,
identification of patients, identification of doctor, approver identification, important
information and autentication was still not with completed. The average identification
patients 86.59% filled and 13.41% not filled. The average doctor identification 83.91% filled and 16.09% not filled. The average identification approver occupied 78.44% filled
and 21.56% did not filled. The average health information filled 52.11% and 47.89 % did not filled. The average 86.98% autentication filled but 13.02% did not filled. Regulation
and form design made based on stated bills and accreditation standart, but still need to fix. Doctor and employer have knowledge and show positif reaction toward informed consent regulation. Doctors communication on implementation informed consent are refer to hospital regulation. Obstacles that are complained by doctors are patients level of understanding and postponement decision by the patient or the patient family.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
S10297
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>