Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 116044 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Miranti
"Hipotik Atas Satuan Rumah Susun Dalam Pemberian Kredit Bank Dengan Bank Tabungan Negara Sebagai Tinjauan, SKRIPSI, Penulisan bertujuan memberikan gambaran yang jelas mengenai masalah hipotik atas satuan rumah susun dalam praktek pemberian kredit di bank, yaitu bagaimana tata cara pemberian kreditnya, bagaimana tata cara pembebanan hipotiknya, bagaimana roya hipotiknya dan bagaimana eksekusi hipotiknya. Penulisan ini mempergunakan metode penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan di Bank Tabungan Negara dengan tehnik wawancara. Ketentuan yang mengatur mengenai hipotik ini adalah ketentuan yang terdapat dalam Kitab Undang Undang Hukum Perdata dan UU No.16/1985 tentang Rumah Susun, terutama yang menyangkut mengenai hipotik atas satuan rumah susunnya. Hipotik merupakan hak kebendaan atas barang-barang tak bergerak, untuk mengambil penggantian dari padanya pelunasan suatu perikatan. Proses pembebanan hipotik atas satuan rumah susun, dalam praktek, adalah sama dengan pembebanan hipotik atas rumah atau tanah. Perbedaannya hanya terletak pada masalah eksekusinya. Disarankan agar penyelesaian eksekusi lelangnya dapat lebih disederhanakan prosedurnya sehingga dapat menguntungkan semua pihak."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1995
S20664
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Setia Darmawan
"Satuan rumah susun sebagai jaminan hutang dalam perjanjian kredit pemilikan rumah melalui fasilitas kredit Bank Tabungan Negara. Salah satu unsur kesejahteraan rakyat adalah terpenuhinya kebutuhan akan perumahan. Dalam memenuhi kebutuhan akan perumahan ini, terutama di kota-kota besar yang padat penduduknya sedang di lain pihak tanah yang tersedia terbatas, telah diambil kebijaksanaan untuk membangun Rumah Susun yang serasi, seimbang dan selaras dengan lingkungannya. Pada mulanya pembangunan rumah susun itu sendiri menimbulkan berbagai masalah hukum mengingat. belum adanya Undang-undang condominium di Indonesia. Berbagai masalah hukum itu antara lain apakah satuan rumah susun itu dapat dimiliki secara individual dan apakah satuan susun itu dapat dijadikan jaminan karena dalam pengertian rumah susun itu sendiri terkandung unsur pemilikan bersama, baik bagian-bagiannya maupun tanahnya. Sejak dikeluarkannya Undang-undang No. 16 tahun 1985 tanggal 31 Desember 1985, maka semua permasalahan tersebut telah mendapat jalan pemecahannya. Dalam Undang-undang Rumah Susun tersebut diatur antara lain; bahwa satuan rumah susun tersebut dapat dimiliki secara individual, sedangkan hak milik atas satuan rumah susun tersebut meliputi hak atas bagian bersama, tanah bersama dan bersama, yang semuanya tak terpisahkan dari satuan benda rumah susun yang bersangkutan dan merupakan satu kesatuan. Tanda bukti pemilikan atas satuan rumah susun adalah sertifikat hak milik atas satuan rumah susun. Satuan rumah susun dapat dijadikan jaminan_hutahg berbentuk Hypotik atau Fidusia tergantung dari status hak atas tanah dimana rumah susun itu dibangun. Untuk memperoleh pemilikan atas satuan rumah susun dapat dilakukan dengan pembayaran tunai kredit. Bagi yang ingin memperoleh melalui kredit atau harus mengajikan permohonan kredit pemilikan rumah ke pada Bank Tabungan Negara, yaitu Bank yang ditunjuk sebagai Bank penyelenggara kredit pemilikan Rumah oleh Menteri Keuangan dengan SK. No. B-49/MK/VI/1974. Dan sebagai jaminan kredit itu adalah Satuan rumah susun itu sendiri."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1991
S20421
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Puti Irma Zenobya
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1994
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rocelia Sulyanegara
"Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk memberikan gambaran mengenai eksekusi terhadap jaminan Hipotik yang dilakukan oleh Bank Tabungan Negara sebagai Bank Pemerintah dalam prakteknya di dunia perbankan dengan melalui Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara. Dalam penulisan skripsi ini, metode penelitian yang dipergunakan adalah penelitian hukum normatif dan penelitian hukum empiris. Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Perbankan, mensyaratkan adanya jaminan pada setiap pemberian kredit yang dilakukan pihak Bank. Jaminan tersebut dapat berupa Hipotik, Credietverband, Gadai dan Fiducia. Tanah-tanah yang dapat dijadikan jaminan adalah tanah hak milik, hak guna usaha dan hak guna bangunan. Dalam hal ini, Bank Tabungan Negara selaku kreditur memilih Hipotik sebagai bentuk pengikatan jaminan untuk Kredit Pemilikan Rumahnya. Untuk mencegah adanya debitur yang cidera janji, terutama karena tidak membayar angsuran bulanan dan karena debitur terlambat melakukan pembayaran angsuran bulanan alau penunggakan-penunggakan pembayaran angsuran bulanan, maka pihak kreditur mengharuskan adanya Surat. Kuasa memasang Hipotik. Pemasangan Hipotik dalam bentuk Surat. Kuasa ini dilihat dari kepentingan Bank mengandung resiko yang besar antara lainnya itu jika debitur cidera janji dengan adanya tunggakan angsuran. Pendaftaran Hipotik hanya dilakukan bila perlu, yaitu jika debitur menunjukkan gejala cidera janji. Untuk dapat menyelesaikan tunggakan angsuran Kredit. Pemilikan Rumah dengan baik, maka Bank Tabungan Negara melakukan pelbagai upaya hukum. yakni dengan pembinaan debitur dan penyelamatan kredit dalam pelaksanaan Perjanjian KPR-BTN, data serta sistem yang mendukung penyelesaian tunggakan angsuran KPR-BTN. Penjadwalan Ulang tunggakan dan angsuran KPR-BTN, pelaksanaan denda tunggakan, alih debitur KPR-BTN, dan pemberkasan BUPLN. Apabila BTN tidak dapat menyelesaikan kredit macet secara intern sebagai upaya hukum terakhir BTN menyerahkan pengurusan piutang macet sama sekali tersebut dalam bentuk penyerahan pengurusan tunggakan angsuran KPR-BTN kepada BUPLN yang merupakan wakil dari BTN yang dapat. melakukan eksekusi terhadap Jaminan Hipotik."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1991
S20575
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Endah Kuswinda Purwati
"Endah Kuswinda Purwati. Pemberian Kuasa Kepada Bank Dalam Kaitannya Dengan Pembebanan Hipotik Sebagai Jaminan Kredit Pada Bank Rakyat Indonesia. - SKRIPSI, 1992.
Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk memberikan gambaran yang jelas mengenai praktek pemberian kuasa untuk memasang hipotik alam dunia pe rbankan , berikut masalah hukum yang terjadi diaalam praktek dan penyelesaiannya. Metode yang digunakan adalah metode penelitian hukum normatif dan metode penelitian hukum empiris. Pasal 24 ayat (1) UU No. 14 Tahun 1967 tentang Pokok-pokok Perbankan, menentu kan oahwa bank d ilarang untuk memberikan kredit tanpa adanya jami nan. Dan salah satu bentuk jaminan adalah hipotik hak atas tanah. Hipotik hak atas tanah merupakan lembaga jaminan yang terkena wajib daftar pada register umum. Pendaftaran ini memberikan kedudukan preferent kepada pemegang hipotik, sehingga pelunasan piutang pemegang hipotik itu dapat didahulukan. Namun ketentuan yang bermaksud memberikan perlindungan pada kreditur tidak selamanya diikuti dalam praktek. Dilihat secara teoritis, praktek semacam ini bagaimanapun juga akan mendatangkan kesulitan bagi bank karena terdapat kemungkinan bank akan kehilangan hak istimewanya. Pihak bank sendiri menganggap praktek tersebut tidak menyulitkan, karena bank mempunyai cara tersendiri untuk menghindari hal semacam itu. Walaupun demikian didalam prakteknya, terkadang terjadi juga masalah-masalah yang membutuhkan penanganan yang profesional tanpa harus menimbulkan kesulitan bagi kedua belah pihak."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1992
S20356
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizi Umi Utami
"Saat ini kebutuhan rumah diperkotaan sejak tahun 1989-2000 diperkirakan mencapai 900.000 unit pertahun. Dengan semakin sempitnya lahan yang tersedia menyebabkan kebutuhan rumah menjadi salah satu permasalahan yang di hadapi oleh pemerintah daerah dan masyarakat di kota-kota besar. Salah satu penyelesaiannya adalah dengan membangun Rumah Susun. Rumah susun terdiri atas bagian-bagian yang dapat dimiliki dan dihuni secara terpisah yang disebut dengan Hak Milik atas Satuan Rumah Susun (HMSRS). Kepemilikan rumah susun dilakukan dengan jual beli baik secara tunai maupun angsuran. Kebanyakan dari calon pembeli memilih dengan cara angsuran atau kredit melakui fasilitas KPR. Cara pembayaran seperti ini, akan ditunjuk suatu benda sebagai jaminan oleh pihak pemberi kredit, dalam hal ini bank. Benda yang ditunjuk sebagai jaminan dalam KPR adalah rumah yang akan dibiayai dengan Fasilitas KPR itu sendiri. Dengan mengingat ketentuan dalam UURS No. 16 Tahun 1985 jo UUHT No. 4 Tahun 1996 maka HMSRS merupakan salah satu objek yang dibebani dengan Hak Tanggungan. Cara pembebanan HMSRS sebagai objek Hak Tanggungan sama dengan objek hak tanggungan lainnya yaitu diawali dengan pemberian Hak Tanggungan dan kemudian dilakukan pendaftaran pada kantor pertanahan tingkat kabupaten/kotamadya. Penulisan ini dilakukan dengan penelitian kepustakaan dan diperkuat dengan penelitian lapangan. Tujuan penulisan ini adalah untuk membandingkan proses pembebanan yang ada dilapangan dengan ketentuan yuridis yang berlaku saat ini."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2002
S20898
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ngurah B. Sucika
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1985
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ponco Prawoko
"Kredit Pemilikan Rumah (KPR) adalah kredit yang bertujuan membantu masyarakat yang memerlukan rumah untuk dapat membeli rumah dengan fasilitas kredit yang diberikan oleh Bank Tabungan Negara. Pemberian KPR sebagaimana dalam pemberian kredit perbankan terdapat beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh calon debitor. Persyaratan terhadap watak, kemampuan, modal, agunan, dan prospek usaha calon debitor harus dipenuhi. Di dalam KPR biasanya yang dijadikan jaminan adalah berupa jaminan pokok, yaitu rumah yang dibeli dengan KPR beserta tanahnya. Untuk menjamin dan kepastian pelunasan utang debitor, maka dilakukan pengikatan jaminan terhadap rumah dan tanah obyek KPR. Bentuk lembaga pengikatan jaminan yang yang kuat adalah Hak Tanggungan, yang mempakan satu-satunya lembaga hak jaminan atas tanah sejak berlakunya Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah. Masalah yang sering teijadi dalam pemberian KPR adalah todit macet, dimana debitor cidera janji dalam membayar kembali utangnya sesuai dengan yang dipeijanjikan. Di dalam masalah kredit macet biasanya BTN akan berusaha agar debitor masih dapat membayar angsurannya, dan apabila ternyata sama sekali tidak dapat meneruskan pembayaran angsuran, rumah beserta tanah tersebut akan diserahkan kepada pembeli lain yang bersedia meneruskan kreditnya atau akan dilakukan eksekusi benda obyek jaminan KPR melalui pelelangan umum."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1996
S20680
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lukman Boenjamin
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1980
S16510
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Yusuf Iman Santoso
"Sejak adanya Deregulasi Pemerintah Di Bidang Keuangan Moneter Dan Perbankan yang dikenal dengan nama Paket Kebijaksanaan 27 Oktober 1988 (PAKT0-27), maka pertumbuhan dunia perbankan di Indonesia demikian pesatnya dan persaingan di antara bank juga semakin meningkat sehingga yang pada mulanya masalah Kredit Pemilikan Rumah bagi golongan ekonomi menengah dan rendah merupakan monopoli pihak Bank Tabungan Negara, tetapi sejak adanya PAKTO-27 bank-bank lainnya juga telah menawarkan kepada nasabahnya jenis Kredit Pemilikan Rumah seperti yang diberikan oleh pihak Bank Tabungan Negara. Dengan semakin meningkatnya persaingan antar bank, maka jalan satu-satunya bagi Bank Tabungan Negara agar tidak kehilangan para nasabahnya adalah dengan mengeluarkan berbagai jenis produk perbankan yang salah satunya adalah Kredit Upakara (KUPARA) pada tahun 1990. Kredit Upakara adalah kredit yang diberikan oleh Bank Tabungan Negara untuk keperluan perbaikan/perluasan bangunan rumah tinggal dan keperluan lainnya yang sifatnya akan menambah nilai rumah tersebut. Setiap pemberian kredit oleh suatu bank maka bank yang bersangkutan selalu mensyaratkan adanya suatu jaminan. Di dalam perjanjian Kredit Upakara antara pihak Bank Tabungan Negara dengan debitur ditentukan bahwa yang menjadi jaminan adalah tanah dan bangunan yang akan diperbaiki/diperluas dengan menggunakan fasilitas Kredit Upakara tersebut yang akan diikat sebagai jaminan kredit berupa Hipotik. Menjelang dilakukan realisasi kredit, PPAT juga akan mempersiapkan/membuat akta pemasangan hipotik yang akan ditandatangani bersamaan dengan penandatanganan perjanjian kredit. Berdasarkan akta otentik pemasangan hipotik tersebut, oleh PPAT yang bersangkutan didaftarkan di Kantor Badan Pertanahan Nasional Seksi Pendaftaran Tanah. Dengan pendaftaran di Kantor Badan Pertanahan Nasional, maka hipotik tersebut dianggap telah lahir. Apabila pihak Bank menganggap bahwa debitur telah melakukan wanprestasi, maka penyelesaiannya pertama-tama akan dilakukan somasi sebanyak tiga kali dalam jangka waktu tiga kali angsuran dan apabila. tidak berhasil maka Bank Tabungan Negara sebagai bank milik pemerintah menyerahkan pengurusan piutangnya kepada PUPN (Panitia Urusan Piutang Negara). Jika piutang yang dijamin dengan hipotik telah dibayar lunas, maka hipotik menjadi hapus. Kemudian atas permohonan pihak-pihak yang bersangkutan harus dilakukan pencoretan/roya hipotik tersebut dari buku tanah."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1991
S20539
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>