Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 150279 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Puteri Hikmawati
Fakultas Hukum. Universitas Indonesia, 1989
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sukurmin
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1989
S21752
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdul Kadir Sangadji
"Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, diberikan kewenangan khusus berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 Tentang Cukai untuk melakukan serangkaian tindakan penyidikan atas tindak pidana dibidang Cukai. Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Bea dan Cukai dapat melakukan penahanan terhadap seseorang yang diduga melakukan tindak pidana di bidang Cukai, namun kewenangan yang dimiliki PPNS Bea dan Cukai hanya terdapat dalam tindak pidana yang diatur secara limitatif dalam pasal 63 ayat (2) Undang-undang Nomor 11 Tahun 1995 Tentang Cukai. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) memberikan kewenangan kepada penyidik Polri untuk melakukan penyidikan terhadap semua tindak pidana berdasarkan rumusan Pasal 7 ayat (1) dan (2) KUHAP. Hubungan kerja antara Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Bea dan Cukai dengan Penyidik Polri adalah sebagai hubungan koordinasi dan pengawasan, pemberian petunjuk dan bantuan, laporan dimulainya penyelidikan dan penghentian penyidikan. Dalam melakukan serangkaian penyidikan penyidik Polri lebih banyak berperan memberikan petunjuk dan melakukan pengawasan terhadap penyidikan tindak pidana Cukai.
Pada kenyataan di lapangan masih saja terjadi penerapan hubungan dan kedudukan yang tidak tepat antara Penyidik Pegawai Negeri Sipil Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dengan Penyidik Polri dalam penyidikan tindak pidana Cukai. Demikianlah yang terjadi pada penahanan dalam kasus tindak pidana pemalsuan pita Cukai terhadap tersangka Ny. Erni Rusdiana, pada tahap penyidikan di Polri tersangka sudah ditahan sampai batas waktu maksimal penahanan, kemudian Direktorat Jenderal Bea dan Cukai melakukan penahanan kembali terhadap tersangka dalam tindak pidana yang sama, seharusnya tersangka tidak boleh dilakukan penahanan kembali lagi karena tersangka pada tahap penyidikan di Polri sudah dilakukan penahanan selama 120 (seratus dua puluh) hari. Akibat hukum dari penahanan kembali oleh PPNS Bea dan Cukai menimbulkan penahanan yang tidak sah. Terhadap penahanan yang tidak sah tersebut, tersangka Erni Rusdiana melakukan upaya hukum Praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
S22285
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Krisna Dwi Astuti
"Tindak Pidana Kepabeanan merupakan tindak pidana yang mempunyai karakter tersendiri yang mempunyai akibat sama bahayanya dengan tindak pidana korupsi, karena mempunyai dampak yang sangat besar baik dapat merugikan keuangan negara maupun perekonomian negara yaitu dapat mematikan industri dalam negeri. Oleh karena itu tindak pidana penyelundupan memerlukan penanganan yang khusus untuk menindak para pelakunya. Kewenangan untuk menyidik terhadap tindak pidana kepabeanan tersebut sebelumnya berada di tangan Kejaksaan RI. Kemudian berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan kewenangan tersebut beralih ke tangan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, dalam hal ini Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Bea dan Cukai diberikan kewenangan khusus untuk menyidik baik tindak pidana maupun pelanggaran kepabeanan termasuk tindak pidana penyelundupan. Pemberian kewenangan dalam UU No. 10 Tahun 1995 tersebut merupakan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana pasal 6 ayat (1). Kemudian kewenangan tersebut dipertegas dengan Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun 1996 tentang Penyidikan Tindak Pidana di Bidang Kepabeanan dan Cukai. Sehingga dengan ini kedudukan PPNS Bea dan Cukai berada pada lini terdepan untuk menangkap Serta menindak setiap tindak pidana kepabeanan yang terjadi. Dalam perjalanannya pelaksanaan kewenangan penyidikan tersebut mendapat permasalahan baik dalam penegakan hukum terhadap pelanggaran pasal-pasal dalam IH] Kepabeanan maupun dalam hal melakukan koordinasi dengan penyidik dari instansi lainnya. Hal ini terjadi karena terjadi tumpang tindih pada pasal-pasal dalam UU Kepabeanan maupun tumpang tindih pada peraturan yang mengatur mengenai kewenangan menyidik tersebut, juga dalam hal koordinasi antar lembaga baik dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai maupun dengan instansi lain di luar DJBC. Sehingga menimbulkan kesalahpahaman dalam penerapannya dan berdampak pada penegakan hukumnya. Rancangan Undang-Undang Kepabeanan pada saat ini telah disusun untuk mengatasi Salah satu masalah tersebut, diantaranya dengan memperluas pengertian/cakupan penyelundupan dengan tujuan untuk lebih dapat menjerat setiap tindak pidana kepabeanan yang terjadi. Hal ini akan berakibat pada makin besarnya tugas Serta tanggungjawab dari PPNS Bea dan Cukai. Oleh karena itu diperlukan juga pembaharuan pejabat yang berwenang untuk. menyidik tindak pidana kepabeanan tersebut."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16418
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Tindak Pidana Kepabeanan merupakan suatu tindak pidana
khusus yang diatur di luar Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP), yaitu dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995
tentang Kepabeanan. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995
tentang Kepabeanan juga telah mengatur kewenangan
penyidikan suatu tindak pidana kepabeanan yang secara
khusus diberikan kepada penyidik pegawai negeri sipil
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Undang-Undang Kepabeanan
pun mengatur kewenangan penyidikan suatu tindak pidana
kepabeanan dimungkinkan untuk beralih kepada penyidik POLRI
apabila terpenuhi syarat keadaan tertentu yang disebutkan
dalam peraturan kepabeanan terkait. Pada dasarnya sebagai
penyidik pegawai negeri sipil, keberadaan penyidik pegawai
negeri sipil Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tidak
terlepas dari pengawasan dan koordinasi dengan penyidik
POLRI. Namun mengingat penyidik pegawai negeri sipil
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai telah dilengkapi
kewenangan untuk dapat melakukan upaya paksa penangkapan,
penahanan, penggeledahan, dan penyitaan, maka penyidik
POLRI tidak banyak terlibat langsung dalam proses
penyidikan di lapangan, terkecuali apabila kewenangan
penyidikan telah beralih kepada penyidik POLRI. Penyidik
POLRI akan lebih banyak berperan memberikan petunjuk dan
melakukan pengawasan terhadap penyidikan tindak pidana
kepabeanan. Pada kenyataannya, di lapangan masih saja
terjadi penerapan hubungan dan kedudukan yang tidak tepat
antara penyidik pegawai negeri sipil Direktorat Jenderal
Bea dan Cukai serta penyidik POLRI, dalam penyidikan tindak
pidana kepabeanan. Demikianlah yang terjadi pada penyidikan kasus tindak pidana kepabeanan atas tersangka Abdul Waris Halid."
Universitas Indonesia, 2006
S22291
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dominggus Reformator Olua
Jakarta: Intelektual Writer, 2021
343.056 DOM p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Ihsan
"Dalam pelaksanaan tugas pokok menegakkan hukum dan memelihara keamanan serta ketertiban masyarakat, salah satu tugas yang dilaksanakan Kepolisian RI, adalah melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya. penyidikan pada dasarnya merupakan suatu kegiatan pencarian informasi. Informasi yang telah dikumpulkan ini kemudian digolong-golongkan, untuk dilihat segi manfaat dan peruntukannya yang dapat menunjang kegiatan pengungkapan suatu kasus. Selain itu kegiatan penyidikan ditata secara manajerial dan dilakukan dengan melibatkan disiplin ilmu lainnya, guna membantu kegiatan pengungkapan perkara.
Sebagai gerbang awal masuknya kasus pidana umum, penyidik Polri juga harus memahami mengenai pembuktian, kendati pun ketentuan pembuktian lebih ditujukan pada pengadilan tetapi kebanyakan terjadi bahwa yang pertama-tama menemukan bukti sehubungan dengan kejahatan adalah kepolisian dan disamping itu Undang-Undang Hukum Acara Pidana, menyebutkan bahwa tugas penyidikan adalah untuk mencari serta mengumpulkan bukti, yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.
Pasal 183 Undang-Undang Hukum Acara Pidana mensyaratkan minimal 2 (dua) alat bukti yang sah ditambah keyakinan hakim untuk menentukan salah atau tidaknya terdakwa. Berpijak dari ketentuan tersebut, maka penyidik setidak-tidaknya harus mengumpulkan minimal 2 (dua) bukti yang saling bersesuaian dan dari persesuaiannya itu membuat terang suatu tindak pidana.
Semakin canggihnya teknologi, modus operandi kejahatan juga dilakukan secara rapi dan semakin minim bukti yang ditemukan sehingga menyulitkan dalam pengungkapannya. Oleh karena itu, kepolisian juga harus mampu memanfaatkan ilmu dan teknologi dalam penyidikan tindak pidana agar pengungkapan tindak pidana berjalan lebih objektif. Disinilah peranan ahli dalam bidang tertentu yang latar belakang keahliannya ilmu pengetahuan dan teknologi membantu proses penyidikan dan keterangan yang diberikannya juga termasuk alat bukti yang sah menurut Undang-Undang Hukum Acara Pidana."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16447
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agan R. Mahendra
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004
S22304
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harun Alrasjid Kartakusumah
Jakarta: Universitas Indonesia, 1984
S21596
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>