Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 60542 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Universitas Indonesia, 1984
S21633
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fifan Alamsyah Ramly
"ABSTRAK
Masalah penahanan diatur dalam pasal 20 sampai 31 KUHAP (Kitab UndangUndang Hukum Acara Pidana). Diantara pasal-pasal tersebut, pada pasal 29 (1) KUHAP inilah yang menimbulkan masalah. Dikatakan menimbulkan masalah karena beberapa Hakim pada Pengadilan Tinggi mengajukan permohonan perpanjangan masa penahanan kepada Mahkamah Agung terhadap terdakwa yang sedang di proses pemeriksaan dan akan habis masa penahanannya, dan Mahkamah Agung menolak permohonan perpanjangan masa penahanan ini dengan berdasarkan pada pasal 29 KUHAP juga."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kindangen, Henry Yoseph
"ABSTRAK
Keberadaan lembaga penahanan sering juga disebut sebagai salah satu upaya
paksa dalam proses penegakan hukum pidana sering dianggap sebagai sebuah ”a
necessary evil” atau hal yang menyakitkan namun tetap diperlukan dan tidak
dapat dihindari. Upaya untuk membatasi agar penahanan benar-benar digunakan
sebagai sebuah upaya terakhir (last resort) pada dasarnya tidak cukup dengan
sebatas mengatur secara ketat mengenai syarat-syarat dapat dilakukannya
penahanan, melainkan harus diimbangi dengan sebuah mekanisme pengawasan
yang efektif untuk menjamin bahwa berbagai syarat-syarat tersebut dipatuhi oleh
aparat penegak hukum dalam menerapkan kewenangannya. Peran pengadilan
menjadi sangat penting untuk menjamin bahwa kepentingan dan kebutuhan untuk
melakukan penahanan dipertimbangkan secara obyektif dan bukan semata-mata
bersandar pada aspek subyektifitas dari instansi yang melakukan penahanan
tersebut. Permasalahan menjadi menarik mengingat dengan dianutnya prinsip
diferensiasi fungsional dalam KUHAP, maka masing-masing lembaga penegak
hukum berwenang untuk melakukan penahanan sesuai dengan tingkatan
pemeriksaannya masing-masing. Namun demikian, terlepas dari pemisahan secara
tegas berbagai fungsi tersebut, KUHAP juga mengatur sebuah mekanisme lain
yang dapat difungsikan sebagai bentuk pengawasan terhadap penggunaan
penahanan pra persidangan, yaitu melalui mekanisme perpanjangan penahanan.
Tesis ini akan berupaya untuk mengupas mengenai keberadaan lembaga
perpanjangan penahanan sebagai pengawasan terhadap penahanan pra
persidangan, termasuk kelemahan-kelemahan yang terdapat dalam aturan
mengenai perpanjangan penahanan dalam KUHAP seta bentuk pengawasan
terhadap penahanan pra persidangan dalam Rancangan Undang-Undang Hukum
Acara Pidana yang saat ini sedang dibahas di parlemen.

ABSTRACT
The existence of the detention as an effort in the process of criminal law
enforcement is often regarded as a "a necessary evil", which is painful yet
necessary and unavoidable. Efforts to limit the use of pre trial detention as the last
resort is not enough basically by strictly regulate the conditions of detention, but
must be balanced with an effective monitoring mechanism to ensure that the terms
and conditions is observed by law enforcement officers in applying its authority.
Role of the courts is essential to ensure that the interests and needs to make an
arrest and detention to be considered objectively and not solely rely on the
subjectivity aspect of the agency making the arrest. Issues have become
particularly attractive given the espoused principles of functional differentiation in
KUHAP (The Book of Criminal Procedure Code of Indonesia), the respective law
enforcement agencies are authorized to issue detention order in accordance to
each level. Nevertheless, in spite of the strict separation of these functions, the
Criminal Procedure Code also regulates a mechanism that may be used as a form
of control over the use of pre-trial detention, the detention extension mechanism.
This thesis will attempt to strip the existence of an extension detention mechanism
as supervision of pretrial detention, including the weaknesses of extension
detention mechanism according to KUHAP (The Book of Criminal Procedure
Code of Indonesia) and also about the form of supervision of pretrial detention
according to Criminal Procedure Code Draft which is currently being discussed in
the House."
2013
T35479
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rainer Faustine Jonathan
"Pengaturan mengenai syarat-syarat upaya paksa penahanan dalam peraturan peraturan perundang-undangan di Indonesia belumlah memadai. Kurang memadainya pengaturan tersebut menyebabkan ketidakpastian hukum dalam pelaksanaan upaya paksa penahanan dalam penegakan hukum sehari-hari. Ketidakpastian hukum tersebut berpotensi menimbulkan kerugian bagi masyarakat. Metode penelitian yang digunakan pada penulisan ini adalah metode yuridis normatif. Hasil dari penelitian ini menyarankan agar dilakukannya revisi terhadap Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana dan Peraturan Kapolri nomor 14 tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana agar di dalam kedua peraturan perundang-undangan tersebut, diatur lebih jelas mengenai upaya paksa, khususnya penahanan.

The regulations for conditions of validity of forceful measures in Indonesian legislation is not regulated clearly and well enough yet. The lack of regulations leads to legal uncertainity in the implementation of detention in law enforcement daily activities. The legal uncertainity has the potential to cause harm to society. Research methods used in this research is juridist normatives. The result of this research suggest that revision of the Law Number 8 of 1981 on Criminal Procedure and Police Chief Regulatory Number 14 of 2012 on Management of Criminal Investigation in order in both laws, shall be clear about the forceful measures, especially detention."
Depok: Universitas Indonesia, 2013
S44768
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andit Koeskamdani P.
1986
S21654
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pasaribu, Evi Riyanti
"Penahanan merupakan salah satu bentuk upaya paksa yang membatasi kebebasan bergerak seseorang. Pemberlakuan KUHAP menetapkan secara limitatif wewenang penahanan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum dalam setiap tingkat pemeriksaan untuk menghindarkan tersangka atau terdakwa dari pembatasan hak asasi tanpa dasar. Penahanan mempunyai arti penting karena dapat mencegah tersangka atau terdakwa melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti, atau mengulangi tindak pidana. Penahanan bukanlah pemidanaan karena seseorang yang berstatus tahanan belum tentu bersalah. Hal ini didasarkan pada asas praduga tidak bersalah yang terdapat dalam KUHAP. Tersangka atau terdakwa wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang memperoleh kekuatan hukum tetap yang menyatakan kesalahannya. Pengaturan penangguhan penahanan dalam Pasal 31 KUHAP sesuai dengan asas praduga tidak bersalah dan hak asasi manusia untuk hidup bebas. Penuntut umum memiliki wewenang untuk memberikan penangguhan penahanan setelah menerima tanggung jawab atas tersangka. Berdasarkan Pasal 31 KUHAP penuntut umum dapat memberikan penangguhan penahanan dengan atau tanpa jaminan berdasarkan syarat yang ditentukan. Tidak ada ketentuan yang mengatur secara rinci dan jelas mengenai alasan dan jaminan dalam pemberian penangguhan penahanan. Pada praktiknya penuntut umum memberikan penangguhan penahanan terhadap tersangka berdasarkan pertimbangan yang bersifat subyektif. Hal ini kurang memberikan kepastian hukum dan tidak ada pembatasan yang obyektif untuk menilai tindakan penuntut umum dalam memberikan penangguhan penahanan."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
S22135
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hutasoit, Paul Sabar Hamonangan
"Maraknya trend melarikan diri ke luar negeri yang dilakukan oleh para tersangka pelaku kejahatan, termasuk diantaranya Hendra Rahardja tersangka korupsi kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia yang melarikan diri pada tahun 1997, tidak dapat dipungkiri semakin mempersulit aparat penegak hukum untuk melakukan proses penegakan hukum. Pemerintah Indonesia, dalam hal ini Kepolisian Republik Indonesia meminta bantuan untuk dilakukan penangkapan terhadap mereka kepada kepolisian negara lain melalui International Criminal Police Organization (ICPO)-Interpol) atau yang lebih dikenal dengan Interpol. Permintaan penangkapan terhadap mereka memerlukan persyaratan agar penangkapan tersebut sah menurut peraturan perundang-undangan sehingga tidak terjadi pelanggaran terhadap hak-hak asasi mereka. Hendra Rahardja yang ditangkap oleh Kepolisian negara Federal Australia atas dasar permintaan Kepolisian Republik Indonesia mengajukan gugatan praperadilan bahwa penangkapannya tidak sah dan gugatan tersebut dikabulkan oleh Hakim Praperadilan dalam Putusan No.07/Pid/Prap/2000/PN.JAK.SEL. Keabsahan suatu penangkapan terhadap seorang tersangka yang dilakukan oleh kepolisian negara lain atas dasar permintaan Kepolisian Republik Indonesia mensyaratkan adanya Surat Perintah Penangkapan yang sah berdasarkan Pasal 17 KUHAP jo Pasal 18 ayat (1) KUHAP jo Penjelasan Pasal 18 ayat (1) yang menjadi dasar diterbitkannya Interpol Red Notice. Persyaratan ini telah dipenuhi oleh Kepolisian Republik Indonesia sehingga Putusan No.07/Pid/Prap/2000/PN.JAK.SEL. adalah tidak tepat menurut peraturan perundang-undangan."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
S22075
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bandung: Alumni, 1972
345.025 98 RUL
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Bandung: Alumni, 1974
345.025 98 RUL
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Sari Anggaini
"Penelitian ini mengkaji tentang Penerapan Prosedur Detensi Imigrasi di Jepang yang Berimplikasi pada lamanya Masa Pendetensian di Masa Pandemi Covid-19. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan Penerapan prosedur detensi imigrasi yang berimplikasi pada lamanya masa pendetensian dan implikasi yang diakibatkan oleh penerapan prosedur Detensi migrasi tersebut pada masa pandemi Covid-19. Penelitian ini menggunakan tinjauan perspektif institusional dengan metode kualitatif dengan menganalisis dokumen resmi negara seperti Undang-undang, prosedur resmi yang di keluarkan oleh otoritas Imigrasi Jepang, berita-berita dari surat kabar dan jurnal. Penelitian ini menemukan bahwa penerapan prosedur Detensi Imigrasi di Jepang berimplikasi pada semakin panjangnya masa pendetensian deteni dan meningkatnya populasi deteni pada Fasilitas Detensi Imigrasi di Jepang di masa pandemi Covid-19 sehingga memaksa Pemerintah Jepang untuk membebaskan deteni. Penelitian ini juga menemukan bahwa terdapat korelasi antara ideologi homogenitas etnis yang diyakini oleh masyarakat Jepang yang cenderung menghambat integrasi imigran ke dalam masyarakat Jepang dengan lamanya masa pendetensian bagi deteni.

This study examines the Implementation of Immigration Detention Procedures in Japan and Its Implications on the Length of Detention Period amid Pandemic of Covid-19. This study is aimed to describe the implementation of immigration detention procedures impact on the length of detention period and describe its implication amid Pandemic of Covid-19 trough institutional perspective. A qualitative research method applies to this study by analyzing official documents derived from the state such as Japan Immigration Control and Refugee Recognition Acts, official procedures issued by the Japanese Immigration authority, newspapers and journal news. This study found that the implementation of immigration detention procedure in Japan implicate on the lenght of detention period. Moreover, the implemetation of immigration detention procedure has increased the population of immigration detention facilities in Japan, nacessitating Japanese Government to release detainees amid Pandemic. This study also found the correlation between ethnic homogeneity in Japan and the prolonged immigration detention"
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>