Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 21244 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Pardede, James
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1985
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
H.M. Muniarto
Universitas Indonesia, 1987
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dyah Prativi I
"Perjanjian pemborongan pekerjaan untuk pelaksanaan konstruksi ini bersifat timbal balik yang menimbulkan hak dan kewajiban bagi penyedia jasa (pemborong) maupun pengguna jasa (pemberi tugas). Penyedia jasa mengikatkan diri untuk melakukan penyelenggaraan pembangunan atas permintaan pengguna jasa, dan pengguna jasa mengikatkan dirinya untuk membayar harga borongan atas pekerjaan yang dilakukan penyedia jasa, dimana harga tersebut ditentukan secara negosiatif oleh kedua pihak. Wanprestasi dalam perjanjian dapat dilakukan oleh kedua pihak. Dengan adanya peraturan perundang-undangan baru yaitu UU No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi, PP No. 29 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi dan Keppres No. 18 Tahun 2000 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Instansi Pemerintah, maka baik penyedia jasa maupun pengguna jasa dapat dikenakan sanksi, denda serta pemutusan perjanjian oleh pihak yang dirugikan, setelah pihak yang merugikan terlebih dahulu dinyatakan wanprestasi dengan suatu akta lalai (somasi). Dalam praktek, perselisihan yang terjadi biasanya diselesaikan melalui suatu media di luar pengadilan, yaitu dengan panitia pendamai melalui musyawarah mufakat, mediasi ataupun arbitrasi untuk mencapai hasil akhir yang mengikat dan diharapkan menguntungkan kedua belah pihak."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2001
S20779
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Helsi Yasin
"Dalam suatu perjanjian pemborongan (pelaksanaan pekerjaan), pihak pemberi pekerjaan (obligee) biasanya mewajibkan kontraktor (principal) menyediakan suatu surat jaminan. Kewajiban principal ini biasanya dituangkan dalam suatu kontrak kerja antara obligee dan principal. Tanpa adanya surat jaminan ini obligee tidak akan pernah bersedia menjalin kerjasama dengan principal, karena hal ini memang diwajibkan oleh pemerintah. Sebelum keluarnya Keppres No. 14 A / 1980, surat jaminan ini biasanya diterbitkan oleh Bank dalam bentuk garansi bank, tetapi setelah keluarnya Keppres tersebut, surat jaminan ini dapat dikeluarkan oleh lembaga keuangan non bank dalam bentuk surety bond. Walaupun surety bond ini mempunyai banyak kelebihan dan kemudahan untuk memperolehnya, tapi banyak pihak lebih menyukai bank garansi sebagai surat jaminan. Penulisan ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif, di mana datanya diambil dari kepustakaan ( c.ni.-i sekunder ) dan lapangan ( data primer ). Ketidakpopu lerar; surety bond ini menyebabkan timbul keraguan, ke dalam perjanjian yang mana surety bond ini dapat dikategorikan dan kenapa pemerintah mengeluarkan lagi surat jaminan surety bond ini sebagai alternatif bank garansi. Padahal kenyataannya bank garansi sudah demikian diminati oleh para pelaku pasar terutama oleh obligee dan para pemilik proyek, sehingga para kontraktor golongan ekonomi lemah tetap berada pada sisi yang tidak menguntungkan. Untuk memperoleh bank garansi ini, biasanya pihak bank membutuhkan kontra garansi yaitu agunan ( collatéral ) berupa dana nasabah yang diblokir oleh bank. Kurang percayanya obligee kepada surety bond disebabkan surat jaminan yang dikeluarkan oleh surety company ini untuk memperolehnya tidak memerlukan kontra garansi sebagaimana halnya pada bank garansi sehingga menimbulkan keraguan di pihak obligee, apalagi proses pencairan klaimnya mempergunakan prinsip-prinsip asuransi yang dianggap berbelit-belit oleh obligee."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2002
T36342
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitanggang, Okcar
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1985
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irmatan
"Perjanjian pembarongan adalah persetujuan dengan mana pihak yang satu, si pemborong, mengikatkan diri untuk menyelenggarakan suatu pekerjaan bagi pihak yang lain, pihak yang memborongkan, dengan menerima suatu harga yang ditentukan. Ada pun alasan penulis untuk memilih topik mengenai pelaksanaan perjanjian pemborongan adalah karena akhir-akhir ini pembangunan sarana perhubungan seperti peningkatan jalan dan jembatan semakin meningkat sehinqga penting untuk mengetahui pelaksanaan perjanjian pemborongan pada prakteknya. Peraturan pemborongan pekerjaan diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata dan A.V. tahun 1941 tentang syarat-syarat umum untuk pelaksanaan pemborongan pekerjaan umum di Indonesia. Untuk pemborongan pekerjaan yang pembiayaannya berasal dari anggaran pemerintah berlaku pula Keputusan Presiden tentang pelaksanaan APBN yang disempurnakan setiap lima tahun sekali khususnya mengenai pelelangan yang mendahului ter jadinya perjanjian pemborongan pekerjaan, Berlakunya Keputusan Presiden ini karena menyangkut keuangan negara yang cukup besar yang harus dapat dipertanggungjawabkan pengunaannya oleh instansi pemerintah yang bersangkutan. Keputusan Prssiden ini tidak berlaku untuk pemborongan pekerjaan yang pembiayaannya bukan berasal dari anggaran pemerintah."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1995
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agung Rachmadi
"ABSTRAK
Sesuai dengan semakin banyaknya kegiatan pembangunan phisik dewasa ini terutama yang menyangkut proyek-proyek pembangunan phisik yang di laksanakan secara swa kelola oleh pihak pemerintah biasanya pemerintah sebagai pihak boawheer lebih banyak menentukan isi dari perjanjian pemborongan tersebut, Hal ini dilakukan karena semata-mata bertalian erat dengan kesejahteraan, kesehatan dan keselamatan umuni yang mengikatnya.
Dalam perkembangan dan prakteknya di Indonesia sekarang ini banyak terjadi unsur pelaksana dan perencanaan itu berada dalam satu tangan. Hal demikian ini terjadi karena perusahaan pemborong besar itu dapat memiliki ahli-ahlinya sendiri yang sekaligus' dapat merteliti dan merencanakan type bangunan yang
di maksud. Keadaan demikian ini di biarkan saja oleh pemberi kerja karena kenyaataannya dapat menekan ongkos pembiayaan dari anggaran yang tersedia, Kemungkinan lainnya juga terjadi sebaliknya babwa pemerintah selaku pihak yang memborongkan sekaligus merupakan perencana dari bangunan tersebut.

"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1985
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
F.X. Djumialdji
Jakarta: Rineka Cipta, 1991
346.02 DJU p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
F.X. Djumialdji
Jakarta: Rineka Cipta, 1995
346.022 DJU p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>