Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 131531 dokumen yang sesuai dengan query
cover
M. Yusuf Iman Santoso
"Sejak adanya Deregulasi Pemerintah Di Bidang Keuangan Moneter Dan Perbankan yang dikenal dengan nama Paket Kebijaksanaan 27 Oktober 1988 (PAKT0-27), maka pertumbuhan dunia perbankan di Indonesia demikian pesatnya dan persaingan di antara bank juga semakin meningkat sehingga yang pada mulanya masalah Kredit Pemilikan Rumah bagi golongan ekonomi menengah dan rendah merupakan monopoli pihak Bank Tabungan Negara, tetapi sejak adanya PAKTO-27 bank-bank lainnya juga telah menawarkan kepada nasabahnya jenis Kredit Pemilikan Rumah seperti yang diberikan oleh pihak Bank Tabungan Negara. Dengan semakin meningkatnya persaingan antar bank, maka jalan satu-satunya bagi Bank Tabungan Negara agar tidak kehilangan para nasabahnya adalah dengan mengeluarkan berbagai jenis produk perbankan yang salah satunya adalah Kredit Upakara (KUPARA) pada tahun 1990. Kredit Upakara adalah kredit yang diberikan oleh Bank Tabungan Negara untuk keperluan perbaikan/perluasan bangunan rumah tinggal dan keperluan lainnya yang sifatnya akan menambah nilai rumah tersebut. Setiap pemberian kredit oleh suatu bank maka bank yang bersangkutan selalu mensyaratkan adanya suatu jaminan. Di dalam perjanjian Kredit Upakara antara pihak Bank Tabungan Negara dengan debitur ditentukan bahwa yang menjadi jaminan adalah tanah dan bangunan yang akan diperbaiki/diperluas dengan menggunakan fasilitas Kredit Upakara tersebut yang akan diikat sebagai jaminan kredit berupa Hipotik. Menjelang dilakukan realisasi kredit, PPAT juga akan mempersiapkan/membuat akta pemasangan hipotik yang akan ditandatangani bersamaan dengan penandatanganan perjanjian kredit. Berdasarkan akta otentik pemasangan hipotik tersebut, oleh PPAT yang bersangkutan didaftarkan di Kantor Badan Pertanahan Nasional Seksi Pendaftaran Tanah. Dengan pendaftaran di Kantor Badan Pertanahan Nasional, maka hipotik tersebut dianggap telah lahir. Apabila pihak Bank menganggap bahwa debitur telah melakukan wanprestasi, maka penyelesaiannya pertama-tama akan dilakukan somasi sebanyak tiga kali dalam jangka waktu tiga kali angsuran dan apabila. tidak berhasil maka Bank Tabungan Negara sebagai bank milik pemerintah menyerahkan pengurusan piutangnya kepada PUPN (Panitia Urusan Piutang Negara). Jika piutang yang dijamin dengan hipotik telah dibayar lunas, maka hipotik menjadi hapus. Kemudian atas permohonan pihak-pihak yang bersangkutan harus dilakukan pencoretan/roya hipotik tersebut dari buku tanah."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1991
S20539
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rocelia Sulyanegara
"Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk memberikan gambaran mengenai eksekusi terhadap jaminan Hipotik yang dilakukan oleh Bank Tabungan Negara sebagai Bank Pemerintah dalam prakteknya di dunia perbankan dengan melalui Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara. Dalam penulisan skripsi ini, metode penelitian yang dipergunakan adalah penelitian hukum normatif dan penelitian hukum empiris. Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Perbankan, mensyaratkan adanya jaminan pada setiap pemberian kredit yang dilakukan pihak Bank. Jaminan tersebut dapat berupa Hipotik, Credietverband, Gadai dan Fiducia. Tanah-tanah yang dapat dijadikan jaminan adalah tanah hak milik, hak guna usaha dan hak guna bangunan. Dalam hal ini, Bank Tabungan Negara selaku kreditur memilih Hipotik sebagai bentuk pengikatan jaminan untuk Kredit Pemilikan Rumahnya. Untuk mencegah adanya debitur yang cidera janji, terutama karena tidak membayar angsuran bulanan dan karena debitur terlambat melakukan pembayaran angsuran bulanan alau penunggakan-penunggakan pembayaran angsuran bulanan, maka pihak kreditur mengharuskan adanya Surat. Kuasa memasang Hipotik. Pemasangan Hipotik dalam bentuk Surat. Kuasa ini dilihat dari kepentingan Bank mengandung resiko yang besar antara lainnya itu jika debitur cidera janji dengan adanya tunggakan angsuran. Pendaftaran Hipotik hanya dilakukan bila perlu, yaitu jika debitur menunjukkan gejala cidera janji. Untuk dapat menyelesaikan tunggakan angsuran Kredit. Pemilikan Rumah dengan baik, maka Bank Tabungan Negara melakukan pelbagai upaya hukum. yakni dengan pembinaan debitur dan penyelamatan kredit dalam pelaksanaan Perjanjian KPR-BTN, data serta sistem yang mendukung penyelesaian tunggakan angsuran KPR-BTN. Penjadwalan Ulang tunggakan dan angsuran KPR-BTN, pelaksanaan denda tunggakan, alih debitur KPR-BTN, dan pemberkasan BUPLN. Apabila BTN tidak dapat menyelesaikan kredit macet secara intern sebagai upaya hukum terakhir BTN menyerahkan pengurusan piutang macet sama sekali tersebut dalam bentuk penyerahan pengurusan tunggakan angsuran KPR-BTN kepada BUPLN yang merupakan wakil dari BTN yang dapat. melakukan eksekusi terhadap Jaminan Hipotik."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1991
S20575
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aris Susanto
"Dalam suatu perjanjian kredit dibutuhkan suatu jaminan. Kreditur membuat suatu jaminan yang merupakan suatu jaminan tambahan demi keamanan prestasi yang telah diberikannya. Hak Tanggungan yang merupakan lembaga jaminan untuk benda yang tidak bergerak, yang menggantikan kedudukan Hipotik di bidang tanah serta Credietverband setelah berlakunya Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah pada tanggal 9 April 1996. Dengan berlakunya undang-undang ini perlu dilakukan penyesuaian-penyesuaian dalam pelaksanaan kredit perbankan di Indonesia yang menggunakan tanah dan benda-benda di atas tanah."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1996
S20733
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitrilia Novia
"Skripsi ini dibuat dalam rangka memenuhi prasyarat dalam mencapai gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Lebih jauh skripsi ini juga memberikan gambaran dan analisa yuridis yang lebih jelas mengenai masalah pelaksanaan hipotik sebagai jaminan kredit, baik menurut teori maupun praktek, yang dalam hal ini terjadi di Bank X, tujuannya adalah agar dapat memperoleh pengertian-pengertian yang lebih mendalam yang dapat berguna dalam praktek sehari-hari. Metode Penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kepustakaan dan metode penelitian lapangan. Secara prinsip, Hipotik merupakan perjanjian accessoir, namun dalam praktek dapat terjadi praktek yang dapat mengurangi sifat accessoir dari hipotik, seperti kredit hipotik, yaitu hipotik yang diberikan untuk menjamin kredit yang tidak diserahkan sekaligus akan tetapi diserahkan kreditur kepada debitur sesuai menurut keperluan debitur. Selain itu juga dijumpai praktek pembaharuan hutang yang berbeda dengan pembaharuan hutang yang biasa kita kenai dalam KUHPer. Dapat dilakukan pencairan kredit setelah diberikannya Surat Kuasa Memasang Hipotik merupakan masalah berikutnya yang menjadi perhatian dalam penulisan skripsi ini. Karena pada saat itu hipotik belum lahir. Analisa ini dilakukan dengan perhatikan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Disamping mengingat ketentuan dalam undang-undang, maka praktek-praktek tersebut digunakan untuk menghemat waktu dan biaya dalam memberikan jasa pembiyaan dalam mendukung transaksitransaksi perusahaan dan perdagangan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1994
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Miranti
"Hipotik Atas Satuan Rumah Susun Dalam Pemberian Kredit Bank Dengan Bank Tabungan Negara Sebagai Tinjauan, SKRIPSI, Penulisan bertujuan memberikan gambaran yang jelas mengenai masalah hipotik atas satuan rumah susun dalam praktek pemberian kredit di bank, yaitu bagaimana tata cara pemberian kreditnya, bagaimana tata cara pembebanan hipotiknya, bagaimana roya hipotiknya dan bagaimana eksekusi hipotiknya. Penulisan ini mempergunakan metode penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan di Bank Tabungan Negara dengan tehnik wawancara. Ketentuan yang mengatur mengenai hipotik ini adalah ketentuan yang terdapat dalam Kitab Undang Undang Hukum Perdata dan UU No.16/1985 tentang Rumah Susun, terutama yang menyangkut mengenai hipotik atas satuan rumah susunnya. Hipotik merupakan hak kebendaan atas barang-barang tak bergerak, untuk mengambil penggantian dari padanya pelunasan suatu perikatan. Proses pembebanan hipotik atas satuan rumah susun, dalam praktek, adalah sama dengan pembebanan hipotik atas rumah atau tanah. Perbedaannya hanya terletak pada masalah eksekusinya. Disarankan agar penyelesaian eksekusi lelangnya dapat lebih disederhanakan prosedurnya sehingga dapat menguntungkan semua pihak."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1995
S20664
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tobing, Eric O.L.
"Dalam suatu perjanjian pemberian kredit dibutuhkan adanya suatu jaminan, dimana jaminan ini berfungsi untuk memperkuat kedudukan Bank selaku pemberi kredit agar piutangnya dilunasi oleh pihak debitur yang meminjam uang dari pihak kreditur atau bank selaku pemberi kredit. Kredit KPR yang diberikan oleh pihak PT. BANK BNI (PERSERO) tbk mensyaratkan adanya suatu jaminan yang berupa Hipotek, Tetapi sekarang sejak berlakunya Undang-Undang Hak Tanggungan no 4 tahun 1996 pihak PT. Bank BNI (Persero) tbk di dalam melakukan pemberian kredit KPR kepada para debiturnya tidak lagi mempergunakan Hipotek lagi melainkan mempergunakan Hak Tanggungan sebagai jaminannya dengan tanah dan rumah dari debitur sebagai agunannya. Pihak PT. BANK BNI (PERSERO) tbk dalam hal ini telah melaksanakan pengikatan jaminan berupa Hak Tanggungan sesuai dengan apa yang telah diatur di dalam Undang-Undang Hak Tanggungan, meskipun dalam prakteknya Undang-Undang Hak Tanggungan ini belum dapat di1aksanakan secara penuh dan konsekwen dikarenakan masih adanya pengecualian-pengecualian tertentu terhadap pasal-pasal dari Undang-Undang Hak Tanggungan ini, dimana contohnya adalah di dalam pemberian kredit KPR ini dimana di dalam pengikatan jaminannya hanya mempergunakan Surat Kuasa Memberikan Hak Tanggungan tanpa diikuti dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1997
S20725
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ponco Prawoko
"Kredit Pemilikan Rumah (KPR) adalah kredit yang bertujuan membantu masyarakat yang memerlukan rumah untuk dapat membeli rumah dengan fasilitas kredit yang diberikan oleh Bank Tabungan Negara. Pemberian KPR sebagaimana dalam pemberian kredit perbankan terdapat beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh calon debitor. Persyaratan terhadap watak, kemampuan, modal, agunan, dan prospek usaha calon debitor harus dipenuhi. Di dalam KPR biasanya yang dijadikan jaminan adalah berupa jaminan pokok, yaitu rumah yang dibeli dengan KPR beserta tanahnya. Untuk menjamin dan kepastian pelunasan utang debitor, maka dilakukan pengikatan jaminan terhadap rumah dan tanah obyek KPR. Bentuk lembaga pengikatan jaminan yang yang kuat adalah Hak Tanggungan, yang mempakan satu-satunya lembaga hak jaminan atas tanah sejak berlakunya Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah. Masalah yang sering teijadi dalam pemberian KPR adalah todit macet, dimana debitor cidera janji dalam membayar kembali utangnya sesuai dengan yang dipeijanjikan. Di dalam masalah kredit macet biasanya BTN akan berusaha agar debitor masih dapat membayar angsurannya, dan apabila ternyata sama sekali tidak dapat meneruskan pembayaran angsuran, rumah beserta tanah tersebut akan diserahkan kepada pembeli lain yang bersedia meneruskan kreditnya atau akan dilakukan eksekusi benda obyek jaminan KPR melalui pelelangan umum."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1996
S20680
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Heru Sulistyo
Universitas Indonesia, 1983
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Euis Arina
"Merebaknya kasus perumahan pada dasarnya diawali dengan ketidaksesuaian
antara apa yang diperjanjikan dengan yang tersurat dalam perjanjian jual beli yang
ditandatangai oleh konsumen. Fakta-fakta yang ada semakin membuka mata bahwa
Konsumen berada pada posisi yang lemah serta perlindungan hukum terhadapnya
belum terjamin sebagaimana yang diharapkan. Faktor utama yang menjadi kelemahan
Konsumen adalah tingkat kesadaran Konsumenakanhaknya masih rendah. Hal ini
terutama disebabkan oleh rendahnya pendidikan Konsumen, sehingga dalam
pelaksanannya, pengembang selalu menjadi pihak yang kuat dan Konsumen sebagai
pihak yang lemah. Pada umumnya Konsumen tidak memahami isi perjanjian bahkan
langsung menandatangani perjanjian, sebelum memastikan apakah pengembang atau
agen pemasarannya itu sudah mencantumkan secara tertulis janji-janji yang sudah
disepakati atau belum dalam perjanjian tersebut, sehingga bias melindungi Konsumen
secara hukum. Demikian juga dalam pelaksanaan Perjanjian Pengikatan Jual Beli
antara Developer dengan Konsumen, pengembang secara seragam memberlakukan
Perjanjian Baku (Standart Contract) dalam setiap Perjanjian Pengikatan Jual Beli
rumah, dimana seluruh isi dari Perjanjian Pengikatan Jual-Beli tersebut ditentukan
secara sepihak oleh pengembang yang posisinya lebih kuat disbanding Konsumen.
Penggunaan Perjanjian Baku (Standart Contract) tersebut banyak menimbulkan
kerugian bagi Konsumen pembeli rumah karena ternyata pengaturan hak dan
kewajiban dalam Perjanjian Baku tersebut tidak seimbang dan cenderung
menguntungkan pengembang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan
perjanjian pengadaan perumahan antara Developer, Bank dan Konsumen dan
mengetahui upaya perlindungan hokum bagi Konsumen dalam memahami isi
perjanjian serta kendala-kendala yang dihadapi oleh Bank apabila ada para pihak yang
tidak memenuhi isi perjanjian tersebut. Berdasarkan hasil penelitian, Kendala yang
dialami oleh Bank akibat macetnya pembayaran yang dilakukan oleh Konsumen
adalah ketidakfahaman Konsumen akan isi perjanjian, dimana mereka menuntut
sesuatu janji dari Developer yang tidak dituangkan dalam perjanjian tersebut sehingga
hal ini yang mengakibatkan lemahnya Konsumen untuk menuntut secara hukum.
Penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian bersifat deskriptif. Deskriptif
dimaksudkan disini untuk memberikan gambaran data tentang pelaksanaan perjanjian
Developer, Konsumen dan Bank serta implikasinya bagi Bank sebagai penyedia dana,
secara khusus dalam pelaksanaannya di Bank BTN cabang Bandung Timur.
Pendekatan yang digunakana dalah bersifat Yuridis Normatif yang mengutamakan
tinjauan dari segi peraturan hukum yang berlaku serta data maupun dokumendokumen
yang mempunyai kaitan dengan permasalahan dalam penelitian ini.
Kata Kunci: Perlindungan Hukum Konsumen dalam Kepemilikan Perumahan.

The incidence of housing problems basically begins with the discrepancy
between what was agreed and written in the contract of sale which signed by the
consumer. The existing facts will open our eyes that the customers’ position is in a
weak side, so legal protection against not guaranteed as expected. The main factor is, consumer awareness of right levels is too weak. This is mainly due to lower consumer education, so that on the implementation, the customers is always put as a weak group compared to the developer. In general, the consumers has signed the agreement without knowing the contents, before ensuring whether the developer or marketing agent has put in writing the promises that have been agreed or not in the agreement, so that consumers can legally protect. Similarly, in the execution of binding agreements between the developer and the consumer,the developers uniformly
execute contract standard in every binding trading agreement of houses, which all of
the content of the binding trading agreement was determined unilaterally by the
developer that has stronger position then the consumer. The using that standard
contract bring a lot of loss to the house consumer because actually the arrangement of
rights and obligations in standard contract is not equal and tend to exceptionally
beneficial the developer. The purposes of this research are to investigate the
undertaking of an agreement in housing project, between developer, customer, and
Bank and to determine the effort on legal protection for consumer in understanding
the content of the agreement and also to examine the problems faced by Bank BTN,
Bandung Timurbranch in undertaking agreement of housing project, and to recognize
the ways how to overcome the problems if there is one side that does not meet the
contents of the agreement. Based on the research results, the losses suffered by the
bank due to lack of consumer’s understanding into contents of the agreement, where
they demanded a promise from the developer, which is not contained in an agreement
letter, which lead to consumer weakness on legally demand.This research was
conducted with the descriptive research method, Here is intended to provide a
descriptive overview of the data on the implementation of the agreement among
developer, consumers and its implications for Bank BTN as a fund provider
particularly on the implementation at Bank BTN in East Bandung branch in terms of
applicable legislation as well as the data and documents which is concerned with the
problems in this research. The approach used was juridical-normative which
emphasized the use of the prevailing laws and regulations as well as data and
documents that were related to this research to form a point of view.
Keywords: Law of Consumer Protection in Real Estate Ownership.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 1995
S20660
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>