Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 87287 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hutabarat, Mirella
"ABSTRAK
Penulisan skripsi ini bertujuan untuk meninjau tentang kewenangan seseorang untuk memberikart hipotik atas benda tak bergerak yang diperoleh dari jual beli dengan hak membeli kembali dikaitkan dengan asas nemo plus (tak seorangpun dapat memindahtangankan suatu hak melebihi hak yang dipunyai), sehingga di dalam keseliiruhan penulisan ini akan diperoleh suatu gambaran sampai di manakah kewenangan orang tersebut serta bagaimana penerapannya dalam situasi kehidupan hukum agraris nasional yaitu Undang-Undang Pokok Agraria. Dalam rangka penyusunsa:n skripsi ini, penulis mencari dan mertgumpulkan data-data dengan menggunakan raetode penelitian kepustakaan dan metode penelitian lapangan. Seiring dengan perkembangan serta peningkatan irama kegiatan di bidang pembangunan khususnya bidang ekonomi, volume permintaan kredit/modal terutama di kalangan dunia usaha pun meningkat. Pemenuhan permintaan modal/kredit oleh lembaga perkreditan/bank/pihak tertentu biasanya disertai dengan adanya suatu jaminan yang dimaksudkan bagi keamanan modal dan kepastian hukum bagi pemberi modal. Jaminan tersebut dapat berupa jaminan kebendaan dan j.aminan perorangan. Jaminan yang difokuskan dalam penulisan ini adalah jaminan kebendaan dengan hipotik. Saat ini hipotik mendapat pengaturan secara materiil dalam Buku II Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia Bab XXI serta secara formil diatur dalam Undang- Undang Pokok Agraria No. 5 Tahun 1961 tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria. Pihak peminjam di dalam memberikan hipotik haruslah orang yang berwenang. Bila pihak peminjam tersebut mempunyai pemilikan yang diperoleh dari jual beli dengan hak membeli kembali -yang merupakan jual beli yang tidak mengalihkan benda secara penuh- maka ia tidak berwenang memberikan hipotik (penerapan asas nemo plus dalam pasal 1168 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata). Tapi Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia sebagai peraturan materiil lembaga jaminan hal tanggungan (hipotik) memberikan suatu kesempatan bagi seseorang yang hendak memberikan hipotik atas benda tak bergerak yang diperoleh dari jual beli dengan hak membeli kembali dengan syarat tertentu. Dalam pelaksanaannya berdasarkan peraturan formilnya yaitu Undang-Undang Pokok Agraria dan peraturan pelaksanaannya tidak memberi kemungkinan untuk dilakukan pemberian hipotik demikian."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1989
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Darma Manuswa
"Lembaga jual-beli dengan Hak membeli kembali diatur dalam Kitab Undang-undang Perdata Buku 3, Titel 5 Bab IV. Hak untuk membeli kembali ini timbul karena adanya perjanjian, bahwa si penjual dapat mernbeli kembali barangnya dari si pembeli dengan harga semula dan dengan membayar sejumlah uang ganti rugi sebagaimana diatur dalam pasal 1532 Kitab Undang- undang Hukum Perdata. Lembaga tersebut diciptakan, agar supaya seseorang karena membutuhkan uang, terpaksa harus menjual harta/barangnya; dengan kemungkinan bila kelak keadaan mengizinkan, ia dapat membeli kembali barangnya itu. Jangka waktu untuk membeli kembali itu tidak boleh melampaui 5 tahun. Jika suatu jangka waktu telah diperjanjikan, maka berarti si pembeli dalam jangka waktu tersebut, tidak dapat menjual lagi barang tersebut pada orang lain. Setelah melewati jangka waktu, dan si penjual tidak menggunakan haknya untuk membeli kembali, barang itu sepenuhnya menjadi milik si pembeli. Tetapi tidak dapat diharapkan bahwa si pembeli akan memegang teguh janji ini. Kalau harga barang tersebut naik ada kemungkinan si pembeli akan menjualnya lagi kepada pembeli lain. Maksud pembuat undang-undang adalah baik, akan tetapi dalam praktek sering timbul kebalikannya dan timbul permasalahan. Sering terjadi, si penjual menemui kesulitan untuk menggunakan hak membeli kembali itu, karena si pembeli menghindar dalam jangka waktu yang telah diperjanjikan. Dan si pembeli baru muncul setelah lewat jangka waktu yang diperjanjikan. Perjanjian jual-beli dengan hak membeli kembali didalam praktek sering dipakai untuk menutupi perjanjian pinjam-meminjam uang dengan jaminan kebendaan, yang seharusnya dibuat dalam bentuk hipotik. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1989
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tobing, Parluhutan H. L.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1983
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nahari Agustini
"Masalah mengenai jual beli dengan hak membeli kembali - sedang dipersoalkan pada akhir-akhir ini. Ada yang berpendapat bahwa lembaga ini tidak dikenal dalam sistem hukum Nasional, dan oleh karena itu harus dihapuskan. Dalam penulisan ini, penulis menitik beratkan pada penelitian kepustakaan (library research) Selain itu juga penulis bahas yurisprudensi-yurisprudensi terbaru. Lembaga jual beli dengan hak membeli kembali ini merupakan variasi dari bentuk jual beli pada umumnya, dimana pihak - penjua1 diberi kesempatan untuk membeli kembali barang yang te lah dijualnya dalam uaktu tertentu. Dalam praktek sehari- hari fungsi lembaga ini sering diselewengkan untuk kepentingan pihak Kreditur yang biasanya ekonomis kuat. Ternyata bahwa pada azasnya hukum Adat tidak mengenai - lembaga ini, karena sifat jual beli menurut hukum Adat adalah terang dan tunai dimana jual beli itu dimaksudkan untuk mengalihkan hak secara mutlak, sedangkan pada jual beli dengan hak membeli kembali peralihan haknya bersifat sementara. Namun demikian, ada wilayah-wilayah tertentu, mengenai barang- barang tertentu dan untuk tujuan-tujuan tertentu yang mengena 1 lembaga ini. Contohnya Minangkabau, untuk harta pusaka dan untuk tujuan tertentu. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa lembaga ini dikenal dalam hukum Adat sebagai pengecualian. Dalam UUPA jelas tercantum bahwa segala perjanjian yang mengenai tanah, harus menggunakan hukum Adat, sedang hukum Adat pada azasnya tidak mengenai lembaga ini. Oleh karena itu sebaiknya diinstruksikan pada para Notaris agar tidak membuat perjanjian jual beli dengan hak membeli kembali yang obyeknya mengenai tanah."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1983
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jutina Imelda Tarmizi
"Jual beli dengan hak membeli kembali dilakukan dengan motivasi pinjam-meminjam uang dengan jaminan. Tetapi fungsinya berubah menjadi alat pemerasan bagi golongan ekonomi lemah yakni debitur, yang dilakukan oleh kreditur. Dalam perjanjian sering kali terdapat cacat kehendak dari pihak debitur. Cacat kehendak dapat dilihat dari adanya pasal-pasal perjanjian yang merugikan debitur . Dengan adanya cacat kehendak, perjanjian tidak memenuhi syarat sebagaimana yang dinyatakan dalam pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yaitu sepakat mereka yang mengikatkan dirinya. Oleh karenanya perjanjian dapat dinyatakan batal. Perjanjian jual beli dengan Kitab Undang-Undang Hukum hak membeli kembali menurut Perdata tidak dikenal dalam Hukum Adat. Perjanjian yang di gunakan dalam Hukum Adat sebagai lembaga pinjam meminjam uang yang hampir mirip dengan jual beli dengan hak membeli kembali adalah jual gadai atau gadai. Sepanjang mengenai tanah berlaku Hukum Agraria. Hukum Agraria menggunakan Hukum Adat untuk segala perbuatan yang berkaitan dengan tanah. Oleh karena itu jika obyeknya adalah tanah lembaga jual beli dengan hak membeli kembali tidak dapat dipakai lagi. Untuk benda bergerak masih berlaku ketentuan jual beli dengan hak membeli kembali dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Hampir semua perjanjian jual beli dengan hak membeli kembali oleh hakim dianggap sebagai perjanjian pinjam-meminjam uang dengan jaminan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1992
S20436
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sintya Liana Sofyan
"ABSTRACT
Tesis ini membahas mengenai transaksi jual beli saham yang diperdagangkan di bursa efek namun dengan perjanjian bahwa saham tersebut akan dibeli kembali pada suatu waktu dengan harga tertentu pula, yang dikenal dengan istilah ?repo? (repurchase). Didalam prakteknya perjanjian jual-beli surat berharga dengan hak membeli kembali sering dipakai untuk menyelubungi suatu perjanjian pinjaman uang dengan pemberian jaminan kebendaan - misalnya saham - yang seharusnya dibuat perjanjian gadai saham. Saat krisis finansial melanda Indonesia, perusahaan yang melakukan transaksi Repo harus menanggung resiko untuk membayar kekurangan dana atau melakukan top up saham karena saham yang menjadi underlying transaksi mengalami penurunan nilai akibat krisis finansial. Hal ini menyebabkan rasio jaminan saham tidak memenuhi rasio jaminan yang disepakati didalam perjanjian Repo saham sebagai akibat harga saham yang mengalami penurunan secara langsung sehingga menurunkan rasio jaminan saham transaksi repo sebagaimana diperjanjikan. Apabila Perusahaan Efek tidak dapat melakukan penambahan jaminan saham maka Perusahaan Efek dapat dikatakan telah wanprestasi. Masalah hukum yang timbul dari permasalahan diatas adalah transaksi jual beli saham menjadi transaksi hutang piutang. Tesis ini juga membahas ketentuan dalam perjanjian repo saham yang diharapkan dapat mencegah sengketa dikemudian hari apabila dikemudian hari transaksi ini menjadi transaksi pinjaman dengan jaminan saham. Selain itu dibahas mengenai upaya-upaya yang dilakukan otoritas bursa dengan upaya preventif atau pencegahan agar tidak terjadi kerugian bagi pihak manapun termasuk investor.

ABSTRACT
This thesis discusses about sale and purchase transaction of stocks traded in Bursa Efek Indonesia, of which such selling the stocks is tagged with right to repurchase them on a specific time in the future with a predetermined repurchase price ? known as ?repo? (repurchase). On current practices, repo transaction contract agreement is often being used to cover up an agreement of collateralized loan, with securities used as the collateral. This kind of transaction actually require securities-collateral contract agreement (gadai saham) instead. During financial crisis in Indonesia, companies entering shares- repo transactions is burdened with the risk of requirement to provide additional funding or to top up the shares due to decline of share?s market price. Such decline impact on the change of actual share collateral ratio against the contractual collateral ratio, consequently the company should provide additional shares in order to maintain the total value as per agreed collateral ratio. When the company fail to provide the additional shares, it is assumed as contract breach. The legal issue take place on the situation above is that there is a change of view from share trading into loan transaction. This thesis also defines rules and regulations on the shares repo contract agreement to anticipate potential dispute between the related parties should the share trading transaction is transformed into loan transaction with share as collateral. In addition to this, the thesis describe preventive action points which should be performed by stock exchange authority to avoid any financial loss born by any parties, include the investors themselves.
"
2010
T26739
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Adara Skyla Sakinah
"Ketentuan perjanjian pengikatan jual beli (PPJB) seringkali disalahgunakan oleh masyarakat. Hal ini ditunjukkan dengan adanya peristiwa hukum perjanjian utang dengan jaminan hak atas tanah 送ang dikemas dalam bentuk PPJB dengan klausul ƒhak membeli kembali ƒang bertujuan untuk mengalihkan kepemilikan tanah debitur kepada kreditur jika debitur wanprestasi. Adapun, permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah akibat hukum perjanjian utang yang dibuat sebagai perjanjian jual beli hak atas tanah dengan hak membeli kembali, keabsahan Akta Jual Beli (AJB) jika PPJB yang mendasarinya memuat klausul hak membeli kembali, dan peran serta tanggung jawab notaris dan PPAT jika terdapat perbedaan fakta hukum antara PPJB yang ditata dengan AJB berdasarkan kasus pada Putusan Mahkamah Agung Nomor 407 K/Pdt/2022. Metode penelitian hukum yang digunakan adalah yuridis normatif dengan tipe penelitian eksplanatoris. Hasil analisis menunjukkan bahwa perjanjian hutang yang dikemas sebagai perjanjian jual beli hak atas tanah dengan hak membeli kembali memutuskan bahwa perjanjian menjadi batal demi hukum. Uang yang disebutkan dalam PPJB bukanlah uang pembayaran jual beli, melainkan uang pinjaman, sehingga perbuatan hukum pada AJB dianggap tidak memenuhi unsur tunai dan transaksi jual beli tidak sah. Notaris berperan penting dalam hal transaksi jual beli hak atas tanah, salah satunya adalah pembuatan PPJB. Namun dalam praktiknya pembuatan PPJB tidak selalu dilakukan di hadapan notaris. Hal ini memicu terjadinya permasalahan hukum, seperti pemuatan klausul terlarang dalam PPJB yang bersangkutan. Dengan demikian, jika para pihak hendak membuat suatu AJB, PPAT harus menyelaraskan antara data dan dokumen yang benar serta keselarasannya dengan undang-undang.

The existence of the Conditional of Sales and Purchase Agreement (CSPA) is frequently abused by the public. This is evidenced by the inclusion of a buyback rights clause in the CSPA to envelope a loan arrangement with land rights security with the purpose of transferring land ownership from the debtor to the creditor in the event of default. Issues raised by this study relate to legal ramifications of a debt agreement made as a land sale and purchase agreement with buyback rights, legality of the Deed of Sale and Purchase (DSP) if the underlying contains a buyback rights clause, and roles and responsibilities of a notary and Land Deed Official (LDO) if there are discrepancies of legal facts between the CSPA and DSP based on Supreme Court Decision Number 407 K/Pdt/2022. The method of law research used is normative judicial with explanatory research type. Result of analysis indicate that the debt arrangement, disguised as land sale and purchase agreement with buyback rights, renders the contract null and void. The money stipulated in the CSPA is not the payment for the sale and purchase, rather as a lent money, therefore legal actions on the DSP does not fulfill the cash element and the transaction is illegal. However, in practice the CSPA is not always prepared before the notary. This trigger legal issues, such as the inclusion of illegal clauses in the CSPA. Accordingly, the LDO shall properly take into account the conformity between data and documents as well as the law."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Frieska Renita Hartanto
"Aktivitas yang padat dapat membuat salah satu pihak yang ingin mengadakan suatu transaksi jual beli tidak dapat hadir dalam perbuatan akta jual beli, untuk itu pihak yang tidak hadir itu menguasakan kepada pihak lain untuk mewakili dalam transaksi jual beli tersebut. Pemberian kuasa adalah suatu perbuatan hukum yang bersumber pada persetujuan/perjanjian. Tata cara pemakaian kuasa lisan tidak diatur secara tegas dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata oleh karenanya notaris jarang sekali membuat akta jual beli dan penyerahan hak dengan menggunakan kuasa lisan membeli.
Hal-hal apa saja yang harus diperhatikan sebelum membuat akta jual beli dan penyerahan hak dengan menggunakan kuasa lisan, Dapatkah kuasa lisan dipakai untuk perbuatan akta jual beli dan penyerahan hak serta apa alasan notaris tersebut menerima kuasa lisan, meskipun kuasa lisan tersebut dari pihak kedua (pembeli), Bagaimana tanggung jawab notaris apabila disuatu hari pihak kedua yang memberikan kuasa lisan tersebut menuntut dan menyatakan bahwa ternyata dia tidak pernah memberikan kuasa, Dapatkah perbuatan hukum jual beli dan penyerahan hak itu dapat dimintakan pembatalan oleh salah satu pihak dengan adanya kuasa lisan tersebut.
Metode penelitian yang digunakan adalah kepustakaan yang bersifat yuridis normatif, penelitian ini dapat dilakukan atau ditunjukkan terhadap peraturan-peraturan tertulis atau hukum positif.
Secara umum aspek-aspek yang harus diperhatikan dalam pemberian kuasa membeli secara lisan,yaitu pihak yang memberi kuasa mengenal penerima kuasa dan mempercayainya dan pihak pejual juga harus menyetujui penunjukkan penerima kuasa lisan dengan demikian notaris dapat membuat akta jual beli dan penyerahan hak, notaris dapat dimintakan tanggungjawabnya apabila terjadi sengketa, seorang notaris tidak hanya menuliskan apa yang diinginkan para pihak dalam suatu akta.
Sebaiknya notaris memberikan konsultan hukum mengenai peraturan yang akan diterapkan dalam akta, notaris tidak kebal hukum jika ada sengketa mengenai akta yang dibuatnya. Salah satu pihak dapat mengajakan permohonan pembatalan suatu akta notaris apabila terdapat pihak yang dirugikan dengan adanya akta tersebut, karena akta notaris adalah akta otentik yang merupakan bukti sempurna jika terjadi sengketa antara para pihak dalam akta tersebut."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
T16483
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rouli Anita Valentina
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2000
S25980
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>