Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 80923 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Puspito Adi
"Salah satu Kebijaksanaan pemerintah di bidang Kesehatan adalah penekanan seminimal mungkin akan ketergantungan pada kebutuhan obat import, dengan membuka kesempatan investasi baik melalui penanaman modal asing maupun modal dalam negeri. Diharapkan obat-obat patent yang selama ini diimpor dari negaa asal pembuatnya, sudah dapat diproduksi di dalam negeri. Akan tetapi ada berapa obat patent tertentu yang belum memungkinkan diproduksi oleh perusahaan-perusahaan farmasi PMA di Indonesia yang memiliki hak patent dari nama dagang obat tertentu tersebut. Hal ini disebabkan karena produksi yang mereka miliki belum lengkap dan belum memadai untuk itu. Untuk mengatasi hal tersebut pihak PMA melakukan suatu upaya terobosan dengan jalan mengadakan kerja sama dengan pihak perusahaan farmasi swasta nasional yang telah memiliki sarana produksi yang lengkap dan memadai. Kerja sama tersebu menyebabkan timbulnya hubungan hukum yang menerbitkan hak-hak dan kewajiban pada masing-masing pihak yang dituangkan dalam bentuk suatu perjanjian pembuatan obat, yang di kalangan farmasi dikenal dengan nama Toll Manufacturing Agreement. Perjanjian ini merupakan suatu jaminan kepastian hukum dan sekaligus menunjukkan atau membuktikan adanya kepercayaan dari pihak asing bahwa perusahaan farmasi swasta nasional juga telah mampu memproduksi-obat dengan mutu yang baik dan memenuhi standard mutu internasional serta memberikan alih teknologi dan nilai tambah yang sangat penting bagi perkembangan perusahaan farmasi swasta nasional. Dalam penyusunan skripsi ini, selain menggunakan metode penelitian kepustakaan yaitu dengan mempelajari literatur yang terkait dengan judul skripsi, juga dilakukan penelitian lapangan pada sebuah Perusahaan Farmasi Swasta Nasional di Jakarta."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1989
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Edwinal Rahadian
"Skripsi ini membahas mengenai perlindungan hukum bagi pihak pemborong dalam pelaksanaan perjanjian pemborongan dalam hal terjadi penurunan nilai uang akibat krisis, dengan bentuk penelitian yuridis normatif, metode penelitian studi kepustakaan, dan menggunakan data sekunder. Pada dasarnya peraturan perjanjian pemborongan yang termuat dalam KUHPerdata mengatur bahwa setelah terjadi persetujuan kontrak pemborongan, pemborong tidak diperbolehkan untuk meminta kenaikan harga atas alasan apapun. Hal ini memberatkan pihak pemborong dalam hal-hal tertentu contohnya penurunan nilai uang secara drastis akibat suatu krisis. Skripsi ini membahas perlindungan hukum apakah yang melindungi pemborong dalam keadaan seperti demikian. Hukum perdata internasional mengenal prinsip hardship disamping prinsip force majeure, sedangkan di Indonesia tidak, namun ada satu asas umum perjanjian yang sangat berkaitan dengan prinsip tersebut dan akan dibahas dalam skripsi ini.

This thesis discusses the legal protection for the contractor in the execution of chartering agreements in case of impairment of money due to the crisis, with the shape of the normative juridical research, literature study method, and using secondary data. Basically chartering agreement regulations contained in the Civil Code stipulates that after the approval of the contract works, the contractor is not allowed to ask for a price increase for any reason. It is burdensome to the contractor in certain cases for example, drastically declining value of money as a result of a crisis. This thesis discusses whether the legal protection that protects the contractor in such a case. International law recognized the principle of hardship in addition to the principle of force majeure, while in Indonesia, but there is a general principle of the treaties relating to these principles and will be discussed in this thesis."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S64375
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raizha Champaio Mohans
"Dalam upaya untuk meningkatkan tingkat inklusi keuangan di Indonesia, Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan mengatur mengenai layanan keuangan dengan konsep branchless, yaitu Layanan Keuangan Digital dan Laku Pandai. Dalam pelaksanaannya, kedua layanan tersebut memiliki sifat dan visi yang serupa. Namun, kedua layanan turut memiliki perbedaan-perbedaan yang terdapat di dalam produk yang dilibatkan. Penelitian ini membahas mengenai perbandingan yang menyatakan persamaan dan perbedaan dari Layanan Keuangan Digital dan Laku Pandai. Perbandingan tersebut dilakukan berdasarkan beberapa aspek yang esensial dari kedua layanan. Penelitian ini dilakukan dengan metode yuridis normatif dengan tipologi penelitian deskriptif analitis. Dari penelitian ini, ditemukan bahwa kedua program menggunakan agen dalam memberikan layanan kepada masyarakat. Namun, produk yang diatur pada Laku Pandai adalah berbentuk tabungan, sedangkan pada Layanan Keuangan Digital adalah Uang Elektronik. Dalam pelaksanaanya, penyelenggara dapat menyelenggarakan kedua program dan menggabungkan keduanya ke dalam satu kerja sama dengan agen. Oleh karena itu, yang dapat dilakukan oleh Pemerintah terkait hal ini adalah menyamakan nama dan logo kedua program, sehingga masyarakat tidak bingung, Pemerintah juga perlu melakukan pemasaran dan penyuluhan yang lebih besar terkait kedua program branchless banking tersebut sehingga masyarakat mengetahui adanya Laku Pandai dan Layanan Keuangan Digital.

In the effort to escalate the financial inclusion rate in Indonesia, Bank Indonesia and Financial Services Authority (OJK) regulate about Layanan Keuangan Digital and Laku Pandai as forms of financial services with branchless concept. The implementation of both services conceived similar nature and vision of the two. Nevertheless, both services stil have several distinction of the products involved. This research is concerned around the comparison which states the similarity and differences of Layanan Keuangan Digital and Laku Pandai. Said comparison is done with considerations of certain essential aspects of the services. The method of the research is normative juridical and descriptive-analytical research typology. From this research, it was found that both programs are using agents as a way to give financial services to the public. However, the type of products that are regulated on Laku Pandai is savings, while Layanan Keuangan Digital regulates Electronic Money. When implemented, facilitator can facilitate both programs and combine it into one cooperation with agents. What can be done by the regulators is to combine both programs under one name, therefore, the public won’t be confused. Regulators also need to promote and educate the public regarding both of these branchless banking programs so the public knows about Laku Pandai and Layanan Keuangan Digital."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia , 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
NI Luh Komang Anik Susiana Oktavia
Depok: Universitas Indonesia, 2010
S26469
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Audley Al Rasyid
"Safe Deposit Box merupakan salah satu jasa yang ditawarkan oleh banyak Bank di Indonesia, salah satunya di Bank Mandiri. Dalam perjanjian sewa Safe Deposit Box, pihak yang terkait adalah Bank dan Nasabah. Perjanjian tersebut berbentuk Perjanjian Standar dimana sudah berbentuk formulir dan berisi peraturan yang dimana Nasabah hanya memiliki pilihan untuk menerima atau menolak. Perjanjian Standar tersebut seringkali menjadi permasalahan karena seringnya isi perjanjian tersebut lebih menguntungkan pihak pembuatnya yaitu pihak Bank, seperti pencantuman Klausa Eksonerasi yang dapat melepas tanggung jawab hukum pihak pembuat perjanjian. Oleh karena itu, Undang Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen menjadi perlindungan hukum bagi Nasabah karena membatasi hal tersebut agar Nasabah tidak dirugikan. Dan karena perjanjian adalah menjadi undang-undang bagi pihak-pihaknya, maka perjanjian tersebut tidak hanya dapat menjadi perlindungan hukum bagi Nasabah, tetapi dapat pula menjadi perlindungan hukum bagi Bank.

Safe Deposit Box is one of the services offered by many banks in Indonesia, one of which is at Bank Mandiri. In the Safe Deposit Box rental agreement, the relevant parties are the Bank and the Customer. The agreement is in the form of a Standard Agreement which is in the form of a form and contains rules which the Customer only has the choice to accept or reject. The Standard Agreement is often a problem because often the contents of the agreement are more beneficial to the maker, namely the Bank, such as the inclusion of an Exoneration Clause that can release the legal responsibilities of the party making the agreement. Therefore, Law No. 8 of 1999 concerning Consumer Protection becomes legal protection for the Customer because it limits it so that the Customer is not disadvantaged. And because the agreement is a law for the parties, the agreement can not only be a legal protection for the Customer, but can also be a legal protection for the Bank."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia , 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitorus, Caleb Kharis Nathanael
"Globalisasi pasar modal menimbulkan tantangan tantangan, baru. Salah satu tantangan yang muncul di era globalisasi ini adalah masalah mengenai yurisdiksi. Di masa ini, perusahaan-perusahaan Indonesian dapat terkenakan yurisdiksi asing, salah satunya dalah rezim pasar modal Amerika Serikat. Ketentuan anti-fraud Amerika Serikat dapat berlaku secara extraterritorial, hal ini membuka kemungkinan untuk perusahaan Indonesia untuk dikenakan tindakan oleh pengadilan Amerika Serikat. Walaupun memang ada beberapa kondisi yang harus dipenuhi untuk mengenakan perusahaan Indonesia dengan hukum pasar modal Amerika Serikat, kemungkinan tersebut tetap ada. Tesis ini menggunakan metode normatif yuridis untuk menilai kondisi yang membuat perusahaan Indonesia menjadi subjek hukum pengadilan Amerika Serikat. Penilitian ini menyimpulkan bahwa hal hukum pasar modal Amerika dapat berlaku terhadap perusahaan Indonesia jika ada perbuatan/efek yang cukup signifikan di dalam wilayah A.S. Untuk mengurangi risiko ini, perusahaan perusahaan tersebut harus menstrukturkan transaksi mereka lebih baik untuk menghindari timbulnya yurisdiksi asing. Terlebih lagi, pemerintah harus ikut serta dalam meningkatkan kesadaran perusahaan perusaahn tersebut supaya mereka dapat menghadapi kondisi ini dengan lebih baik.

As capital markets continue to become more globalized, new challenges will inevitably arise in the sector, one of which is jurisdictional issues. Indonesian companies face the risk of incurring foreign jurisdiction: particularly American securities law regime. U.S. securities anti-fraud provisions extend extraterritorially, opening up the possibility of Indonesian companies to be subject both private and public action in U.S. federal courts. Although there are certain conditions that must be fulfilled in order for an Indonesian company to fall to foreign securities litigation, the risk is very much apparent. This thesis normative juridical research to assess the conditions which would render Indonesian companies to be a subject to U.S. securities litigation. Upon research, this thesis concludes that Indonesian companies are subject to U.S. securities litigation provided that a sufficient level of conduct/effects exist within U.S. territory. To mitigate this risk, companies must structure their transactions better to avoid incurring foreign jurisdiction and the government must also play a part in raising awareness of said risk to companies."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maulana Hasanuddin
"Penanaman modal asing secara langsung di Indonesia harus dilakukan dalam bentuk pendirian perusahaan joint venture antara investor asing dengan investor nasional, sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Selain berdasarkan adanya ketentuan Undang-undang, pendirian perusahaan joint venture juga dilakukan berdasarkan pertimbangan politik, ekonomi, sosial dan budaya yang berkaitan dengan kepentingan para pihak terutama insvestor asing dalam melakukan investasi di Indonesia. Perusahaan joint venture ini didirikan dalam bentuk Perseroan Terbatas, yang tunduk kepada Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
Sebelum membentuk Perusahaan Joint Venture para pihak terlebih dahulu membuat perjanjian joint venture yang menjadi dasar pendirian perusahaan joint venture. Dalam merumuskan perjanjian joint venture para pihak terikat dengan kaidah-kaidah yang terdapat dalam hukum perjanjian baik yang bersifat nasional maupun internasional seperti pacta sunt servanda, consensus, dan kebebasan berkontrak, karena para pihak berasal dari Negara yang berbeda. Dalam perjanjian joint venture ditetapkan tujuan dan kebijakan dari perusahaan joint venture yang dapat dipergunakan untuk menafsirkan perjanjian-perjanjian yang dibuat oleh perusahaan dengan para partner.
Oleh karenanya dipandang perlu untuk mengkoordinasikan perjanjian joint venture dengan Anggaran Dasar Perusahaan Joint Venture yang tunduk kepada Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Struktur perjanjian joint venture itu sendiri sekurang-kurangnya meliputi: objek usaha patungan, modal dan proporsi masing-masing pemegang saham, kepemilikan saham dan kemungkinan pengalihan saham pada pihak lain, penambahan modal dan pengeluaran saham baru, pengurusan perusahaan, kontrol atau pengendalian perusahaan, alih teknologi dan pengetahuan, lisensi paten dan merek dagang, klausul wanprestasi, keadaan darurat, klausul pilihan hukum dan klausul penyelesaian sengketa, pengakhiran perjanjian, dan pengaturan tentang amandemen atau perubahan perjanjian.
Dalam hal adanya sengketa pada perusahaan joint venture, apabila sengketa tersebut terjadi antara pemegang saham, maka penyelesaiannya dapat dilakukan melalui arbitrase atau melalui pengadilan tergantung kepada choice of jurisdiction yang menjadi kesepakatan kedua belah pihak. Apabila sengketa tersebut terjadi antara direksi, atau antara pemegang saham dengan direksi perusahaan joint venture (kasus gugatan derivatif), maka penyelesaiannya dilakukan melalui Pengadilan Negeri menurut Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Apabila sengketa yang terjadi antara investor asing dengan Pemerintah, maka penyelesaiannya dapat dilakukan melalui arbitrase internasional, seperti ICSID, atau lembaga penyelesaian sengketa lainnya yang disepakati oleh kedua belah pihak.

Foreign direct investment in Indonesia shall be realized in form of joint venture company established by domestic and foreign investor, which is stipulated by law number 25 of 2007 concerning Investment. Beside according to the provisions of the law, the carrying out of establishment of joint venture company also based on politic, economic, and socio-culture considerations related to all parties interests, especially foreign investors in making investment in Indonesia. The joint venture company was established in the form of Limited Liability Company, which is subject to Law Number 40 of 2007 concerning Limited Liability Company.
Before establishing joint venture company, all parties make a joint venture agreement that will be the groundwork of establishing that company. To formulate the joint venture agreement, the all parties was bound by norms contained in law of contract both nationally and internationally, such as pacta sunt servanda, consensus, and freedom of contract, because they come from different nations. The policy and purpose of joint venture company was stipulated by Joint venture agreement that can be used as a tool or guidance of contracts interpretation made by company with partners.
Because of that, it is necessary to coordinate joint venture agreement with article of association of joint venture company pursuant to law number 40 of 2007 concerning Limited Liability Company. The structure of the joint venture agreement itself include at least : the object of joint venture, initial capital and capital contribution, equity ownership and and the possibility of transfer of shares on the other party, capital increase and issuance of new shares, the management of company, control of the company, transfer of technology and know-how, patent and trademark licenses, profit sharing, breach of contract clause, force majeur clause, choice of law clause, and dispute settlement clause, termination of contract, and rules concerning the amendment of contract.
In the event any dispute arises in connection with joint venture company, if the dispute arises between shareholders of the company, the settlement may be carried out through arbitration or through the Court depending on choice of jurisdiction agreed by the parties. If the dispute arises between directors of the company, or between shareholder and directors of the company (derivative suit case), the settlement must be carried out through the Court, pursuant to law number 40 of 2007. If the dispute arises between foreign investor and Government, the settlement may be carried out through the international arbitration, such as ICSID, or other dispute settlement body agreed by the parties.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
T37829
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ika Widyasari
Depok: Universitas Indonesia, 2003
S23625
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jesica Deviana
"Pertumbuhan sektor industri tekstil memunculkan fenomena pencemaran limbah tekstil yang dikualifikasi sebagai limbah bahan berbahaya dan beracun limbah B3. Kondisi nyata pencemaran limbah tekstil terjadi di Jawa Barat, khususnya DAS Citarum beserta anak sungainya. Hingga saat ini masih banyak perusahaan tekstil yang belum melaksanakan kewajiban pengelolaan limbah B3. Penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian hukum yuridis normatif. Permasalahan yang diteliti antara lain mengenai pengaturan tanggung jawab perusahaan tekstil dalam pengelolaan limbah B3 menurut peraturan perundang-undangan di Indonesia, sistem pengelolaan limbah B3 di PT. Kahatex II dalam mencegah pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup, serta kebutuhan pengaturan ke depan terkait pengelolaan limbah B3 cair yang dibuang ke sumber air.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa suatu perusahaan tektil bertanggung jawab untuk melaksanakan kewajiban dan tidak melakukan larangan yang diatur dalam izin pengelolaan limbah B3 maupun peraturan perundang-undangan terkait pengelolaan limbah B3. Selanjutnya PT. Kahatex II sebagai penanggungjawab usaha dan/kegiatan telah memenuhi tanggung jawab pengelolaan limbah B3 yang dibebankan terhadapnya. Kemudian terdapat kebutuhan pengaturan ke depan terkait pengelolaan limbah B3 cair perusahaan tekstil seperti pengaturan lebih lanjut mengenai kewajiban pengurangan limbah B3 dan sanksinya, standar kepekatan warna atau kekeruhan air limbah, penetapan baku mutu air sungai serta daya tampung beban pencemaran sumber air.

The growth of companies in textile industry raises the phenomenon of environmental pollution by textile waste pollution that is qualified as waste of hazardous and toxic materials waste of B3. The actual condition of environmental pollution by textile waste happened in Citarum River Basin and Citarum tributaries. Until now some of textile companies still throw out textile waste to the river without processing on installation of waste water treatment. The research method of this thesis is normative and juridical research. This thesis will examining the regulation in Indonesia about liability of textile industry in waste management of hazardous and toxic materials, the waste management system in PT. Kahatex II and future regulation that related to waste management of liquid hazardous and toxic materials.
This research concludes that a textile company has some responsibility to fulfill its obligations on secure license from the authority and any regulation that related to waste management of hazardous and toxic materials. Furthermore, PT. Kahatex II has fulfilled the responsibilities on waste management of hazardous and toxic materials. Through this research, Indonesia need develop the regulations for the waste management of liquid waste from textile company such as regulation about penalty for disobeying the obligation to reduction waste of B3, color standard of water waste from textile company, quality standard of water and carrying capability of the river."
Depok: Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>