Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 102091 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Farida Pratiwi
Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pardede, Profit
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1985
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zico
"Menurut data dari Otoritas Jasa Keuangan di tahun 2016, lembaga keuangan konvensional, seperti bank telah melakukan pengaliran dana melalui kredit kepada masyarakat sebesar Rp.660 triliun sedangkan kebutuhan masyarakakat sebesar Rp.1.649 triliun. Kemudian, berdasarkan hasil studi Polling Indonesia menunjukkan bahwa sekitar 171,17 juta orang atau 64,8% masyarakat Indonesia sudah menjadi pengguna internet. Sehingga dengan perkembangan teknologi dan
kebutuhan masyarakat tersebut, ada alternatif pembiayaan baru, yaitu Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi oleh Financial Technology Peer to Peer Lending. Maka dari itu, penulis menyoroti permasalahan pengaturan yang berlaku di Indonesia khususnya mengenai pengaturan mengenai perjanjian dari kedua kegiatan pembiayaan tersebut. Penulis melakukan perbandingan mengenai pengaturan yang berlaku di Indonesia terkait perjanjian dari kedua kegiatan tersebut yang dilakukan dengan metode penelitian yuridis normatif dan alat pengumpulan data yang digunakan adalah studi dokumen. Dari penelitian yang telah penulis lakukan, penulis menemukan 5 (lima) persamaan dan 9 (sembilan) perbedaan di antara perjanjian kredit dan perjanjian layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi. Berdasarkan penelitian tersebut, penulis memiliki saran, yaitu pada kredit bank dapat diberlakukan suatu pengaturan sehingga perjanjian kredit dapat dilakukan melalui jaringan internet. Sedangkan pada layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi perlu diatur prinsip-prinsip pemberian kredit yang dijadikan pedoman oleh penyelenggara layanan untuk memberikan suatu pinjaman karena pemberian pinjaman oleh
pemberi pinjaman kepada penerima pinjaman dilakukan tanpa bertemu secara langsung sehingga berisiko tinggi.

Based on the data collected from the Financial Services Authority in 2016, conventional financial institutions, such as bank has funded as much as Rp.660 trillion, while the needs of the community is around Rp.1.649 trillion. Then, based on the results of the Polling Indonesia study, it showed that around 171.17 million or 64.8% Indonesians had become internet users. So with the development of the technology and the needs of the community, there is new financing alternative, namely Information Technology-Based Lending Services by Financial Technology Peer to Peer Lending. Therefore, the author highlights the regulatory issues that apply in Indonesia, especially on the regulations of the agreement between the two financing activities. Author makes comparison of the applicable regulations regarding the agreement of the two financing activities carried out with the
normative juridical research method and the data collection tool used is the study of documents. Based on the research that the author has done, author found 5 (five) similarities and 9 (nine) differences of regulation in Indonesia between the bank loan agreement and the IT-based lending services agreement. Based on this research, the author has suggestions, bank loan can be regulated so the agreement can be made through the internet network. Whereas in IT-based lending services, it
is necessary to regulate the principles of lending which are used as guidelines by the service providers to give a loan because the lending by the lender to the debtor is done without direct meeting so it has high risk
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Karina Alexandra
"Kehadiran teknologi finansial memudahkan masyarakat untuk mengakses produk dan jasa keuangan. Salah satu jenis teknologi finansial, yaitu layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi (LPMUBTI) menjadi alternatif untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan bagi individu dan pelaku usaha kecil. Dalam LPMUBTI, pemberi pinjaman menghadapi berbagai macam risiko. Penelitian ini membahas dua permasalahan. Pertama, membahas bagaimana pengaturan perlindungan hukum bagi Pemberi Pinjaman dalam LPMUBTI di Indonesia berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 77/POJK.01/2016 tentang LPMUBTI dan peraturan terkait lainnya. Kedua, membahas bagaimana implementasi perlindungan hukum bagi pemberi pinjaman dan bagaimana tanggung jawab penyelenggara LPMUBTI terhadap pemberi pinjaman dalam LPMUBTI di Indonesia. Bentuk penelitian yang digunakan adalah yuridis-normatif dengan tipe penelitian deskriptif analitis. Hasil penelitian yang didapatkan adalah, berdasarkan POJK Nomor 77/POJK.01/2016, Penyelenggara LPMUBTI wajib melakukan perlindungan hukum preventif dan perlindungan hukum represif. Perlindungan hukum preventif dan represif tersebut mampu memberikan perlindungan secara komprehensif bagi pemberi pinjaman dari risiko gagal bayar dan memberikan perlindungan secara mendasar bagi pemberi pinjaman dari risiko kebocoran data. Dalam prakteknya, Penyelenggara juga menyediakan opsi asuransi untuk melindungi Pemberi Pinjaman dari gagal bayar. Penelitian ini memberikan dua saran untuk meningkatkan perlindungan hukum bagi pemberi pinjaman. Pertama, menyarankan agar dibentuk suatu badan pusat data yang mengelola dan melindungi data pribadi dan data transaksi para pengguna LPMUBTI. Kedua, menyarankan agar dibuat pengaturan hukum yang secara khusus mengatur mengenai perlindungan data pribadi untuk lebih melindungi Pemberi Pinjaman dalam LPMUBTI.

Emergence of financial technology democratizes access to financial products and services. Peer to peer lending (P2P Lending), an application of financial technology, becomes an accessible alternative for individuals and small businesses in Indonesia to obtain financing. In P2P Lending, lenders may face various risks. This research examines two problems. First, it examines the legal protection for lenders in P2P Lending based on Financial Services Authority’s Regulation (POJK) no. 77/POJK.01/2016 on P2P Lending Services and other related regulations is examined. Second, it examines the implementation of legal protection for lenders and the responsibilites of P2P Lending companies to lenders. The method used in this research is juridical-normative with descriptive-analytical typology. On the regulatory problem, this research shows that, according to POJK no. 77/POJK.01/2016 and other related regulations, P2P Lending companies must implement preventive and repressive measures. These preventive and repressive measures comprehensively cover default risk and rudimentarily cover data breach risk. On the implementation problem, P2P companies have been offering insurance and provision fund to minimize lenders’ risk of loss. This research provides two suggestions to improve legal protection for lenders. First, creation of an institution that manages and protects P2P Lending participants’ personal and transactional data. Second, creation of regulations to comprehensively cover the issues of data privacy to improve the protection of lenders in P2P Lending"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Miranti Verdiana
"Peer to peer lending, bagian dari financial technology fintech , di Indonesia telah melahirkan Perjanjian Pelaksanaan Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi LPMUBTI yang diatur oleh POJK tentang LPMBUTI, disamping telah hadir Perjanjian Pinjam Meminjam dan Perjanjian Kredit. Penelitian ini hendak menganalisis perbandingan Perjanjian Pinjam Meminjam, Perjanjian Kredit, dan perjanjian Pelaksanaan LPMUBTI, menganalisis mengenai Dana Proteksi yang diberikan oleh Penyelengara LPMUBTI di Perusahaan X, dan menganalisis mengenai perlindungan hukum bagi Pengguna LPMUBTI di Perusahaan X. Penelitian skripsi ini merupakan penelitian yuridis normatif yang menghasilkan tipologi penelitian deskriptif. Penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat sejumlah persamaan dan perbedaan diantara tiga bentuk perjanjian tersebut. Persamaan intinya adalah Perjanjian Pelaksanaan LPMUBTI dan Perjanjian Kredit merupakan perjanjian dengan syarat khusus yang diatur diluar KUHPerdata innominat, sedangkan terhadap Perjanjian Pinjam Meminjam berlaku ketentuan KUHPerdata nominat. Didalam Perjanjian Pelaksanaan LPMUBTI, terdapat hubungan hukum berupa perjanjian pemberian kuasa antara Penyelenggara dengan Pemberi Pinjaman serta Perjanjian Kredit antara Pemberi Pinjaman dengan Penerima Pinjaman. Terdapat hubungan Pelaku Usaha Perdagangan Melalui Sistem Elektronik berupa Penyelenggara Sarana Perantara dengan Konsumen sehingga para pihak tunduk kepada UU ITE, PP Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik, UU Perdagangan, dan UU Perlindungan Konsumen. Hasil analisis mengenai Dana Proteksi di Perusahaan X yang dikaitkan dengan sejumlah ketentuan yang ada, memberikan hasil bahwa Pasal 43 huruf c POJK LPMUBTI mengenai larangan Penyelenggara memberikan jaminan atas segala bentuknya atas pemenuhan kewajiban pihak lain sesungguhnya kurang memberikan perlindungan hukum bagi Pengguna LPMBUTI di Perusahaan X, terutama bagi Pendana. Di sisi lain, POJK LPMUBTI tidak mengatur bahwa klausul yang bertentangan dengan undang-undang adalah batal demi hukum.

Peer to peer lending, a part of financial technology presence in Indonesia, have made a new type of agreement called IT Based Lending Services, following the existence of Loan Agreement and Credit Agreement. This thesis analyze about the comparation between Loan Agreement, Credit Agreement, and IT Based Lending Service, also analyze about the Protection Fund given by Company X, as well as legal protections for the user of the IT Based Lending Services platform facilitated by Company X. This thesis is a library research which delivers descriptive research typology. This thesis shows that there are some similarities and differences between these three types of agreement. The main similarity between the IT Based Lending Service and Credit Agreement is both are not specifically regulated by the provisions in the Indonesia Civil Code innominat, while on the other hand Loan Agreement is specifically regulated by the provisions in the Indonesia Civil Code nominaat . In the IT Based Lending Services Agreement, there is a legal relationship of Delegation of Authority Agreement between the Business Entities and the Lender and also a credit agreement between the Lender and the Borrower. There is an e Commerce Business Entities relationship in the form of Intermediary Business Entities and Consumer in IT Based Lending Service, so that it is regulated by Indonesia rsquo s Law of Electronic Information and Transactions, Regulation of The Government concering Electronic System and Transaction Operation, Law of Trade, and Law of Consumer Protection. The analysis result of Protection Fund in Company X and the existing regulations, gives the conclusion that the Article 43 of Financial Authority Regulation concerning IT Based Lending Service still attributes a minimum protection for the User of the services facilitated by Company X, especially for the Lender. On the other hand, Financial Authority Regulation concerning IT Based Lending Service does not regulate whether the status of the agreements that are contradictive with the provisions of Law are void by law or not."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
S68923
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anthonia Yasmine
"Dalam kehidupan sehari-hari, setiap manusia akan selalu membuat, mengadakan maupun melaksanakan perjanjian. Hampir setiap aspek dari kehidupan manusi aa tidak dapat luput dari perjanjian. Perjanjian telah menjadi bagian dari kehidupan manusia. Setiap kali mereka membeli suatu barang, atau membayar suatu jasa seperti memotong rambut, mereka sebenarnya melakukan suatu perjanjian. Suatu perjanjian dapat dilakukan baik secara lisan maupun secara tertulis. Seperti di ketahui bersama bahwa untuk suatu perjanjian tertulis, maka akan ada surat untuk membuktikannya secara formil di kemudian hari apabila timbul masalah. Adapun menurut hukum, mengenai pembuktian mengacu kepada Pasal 1865 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Pasal 164 HIR . Untuk perjanjian tertulis, surat merupakan alat bukti sah yang memiliki kekuatan pembuktian terhadap perjanjian yang dilaksanakan. Akan tetapi, tidak semua perjanjian dibuat secara tertulis, banyak yang dibuat hanya secara lisan. Pembahasan dalam skripsi ini berkaitan dengan kedudukan perjanjian lisan menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, kekuatan hukum dari suatu perjanjian lisan dan kekuatan pembuktian satu perjanjian lisan dalam perkara perdata. Metode penelitian yang dilakukan adalah metode kepustakaan dengan pendekatan yuridis normatif sedangkan metode analisa data dilakukan secara kualitatif. Dalam analisis yuridis suatu perjanjian lisan ini, mengacu pada suatu kasus perjanjian lisan berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 466/PDT.G/1997/PN.JAK.SEL."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
S21234
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Hapsari Rini Handayani
Universitas Indonesia, 1991
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Evi Yuniarti
"Salah satu sumber pendanaan penting dalam dunia usaha berasal dari lembaga perbankan yang bidang usaha utamanya antara lain menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat dalam bentuk pemberian kredit guna mendukung pembangunan dan memutar roda perekonomian. Setiap bank mengharapkan kredit yang telah diberikan kepada debitur dapat kembali dengan lancar sesuai dengan yang telah diperjanjikan dan menghasilkan keuntungan yang optimal. Hingga saat ini perjanjian kredit yang dibuat antara bank dan debitur telah dibuat dengan semata-mata berdasarkan pada asas konsensualitas atau asas kebebasan berkontrak.
Dalam perjanjian kredit kedudukan bank sebagai kreditur dengan debitur tidak pernah seimbang. Perbedaan kedudukan itu adakalanya bank lebih kuat daripada debitur bila debitur itu termasuk golongan ekonomi lemah. Hal ini disebabkan klausula berat sebelah yang cenderung atau lebih menguntungkan atau melindungi kepentingan bank atau sebaliknya dijumpai pula lebih menguntungkan atau melindungi kepentingan debitur. Apakah asas kebebasan berkontrak yang tidak terbatas yang dijadikan landasan hukum dalam pembuatan perjanjian kredit antara bank dan debitur dapat menciptakan keadilan bagi para pihak yang membuatnya ? Tolak ukur apakah yang seyogyanya dapat dijadikan pedoman agar klausul yang ditetapkan dalam perjanjian kredit itu merupakan klausul yang wajar dan tidak memberatkan salah satu pihak ? Metode yang dilakukan dalam penulisan ini adalah penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis normatif yang menjadi landasan paradigma berpikir.
Kesimpulan dari penulisan ini adalah bahwa asas kebebasan berkontrak yang tidak terbatas dapat menciptakan ketidakadilan apabila para pihak mempunyai kedudukan yang tidak seimbang. Negara bukan saja berwenang tetapi bahkan berkewajiban untuk campur tangan membatasi berlakunya asas kebebasan berkontrak yang tidak terbatas. Tolak ukur yang dapat dipakai untuk menentukan klausul-klausul dalam perjanjian kredit yaitu asas ketertiban umum, asas moral atau kesusilaan, asas kepatutan dan asas itikad baik."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16553
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irwan
"Tesis ini membahas mengenai peran dan tanggung jawab Notaris selaku pejabat umum dalam membuat perjanjian kredit yang status hukum objek jaminannya berupa hak atas tanah belum beralih ke tangan debitur PT.Y dalam hal ini Notaris sangat berperan penting dalam pembuatan perjanjian kredit yang dimintakan oleh pihak Bank X dikarenakan terdapat tanggung jawab yang harus dipikul oleh Notaris IS dalam pembuatan akta tersebut. Dalam perjanjian kredit Bank X prinsip kehati-hatian ini tidak dilaksanakan oleh Notaris IS.
Penelitian ini menggunakan bentuk penelitian yuridis normatif yaitu penelitian yang menekankan pada penggunaan norma-norma hukum secara tertulis serta didukung dengan akta perjanjian kredit Bank X terkait dengan peran Notaris dalam Perjanjian Kredit. Selain itu tipe penelitian yang digunakan penelitian ekplanatoris artinya penelitian berusaha menjelaskan objek penelitian yaitu mengenai peran Notaris dalam perjanjian kredit yang status objek hak atas tanahnya belum jelas dikaitan dengan akta perjanjian antara Bank X dengan PT. Y.
Dari hasil penelitian studi kasus tersebut dapat disimpulkan bahwa, perjanjian kredit antara Bank X dengan PT.Y menjadi batal demi hukum karena terdapat kausa tidak halal bertentangan dengan peraturan yang berlaku dan peran Notaris dalam hal ini seharusnya memberikan penyuluhan hukum dan merealisasikan akta tersebut dengan benar agar tidak terjadi masalah dikemudian harinya, akibat dari akta tersebut Notaris IS dapat dijatuhi sanksi Administratif, sanksi Perdata, maupun sanksi Pidana dikarenakan tidak menjalankan prinsip kehati-hatian dalam hal pembuatan akta.

This thesis discusses about the role and responsibility of Notary as public official in drafting a credit agreement whereas the warranted object? legal status, which is a land, has not been transferred to the company Y as a debtor. In this case, the Notary held a very important role in drafting a Credit Agreement which is requested by bank X due to the responsibility being shouldered by Notary IS. However, Notary IS failed to abide this principle and affected the Credit Agreement of bank X.
This research utilizes normative juridical approach by emphasizing on the application of written legal norms supported by the Credit Agreement of bank X to highlight the role of Notary in Credit Agreement. In addition, explanatory research was also applied to explain the research object which points out to the role of Notary in Credit Agreement which involves an unidentified warranted land as a legal object in relation with the Credit Agreement between Bank X and Company Y.
Based upon the case study, it can be concluded that the Credit Agreement became nullified by law due to the unlawful clause which violates the applicable regulation and Notary should have provided legal counsel and amended the agreement accordingly to prevent further errors. Based upon this face, Notary IS is liable for administrative sanctions, civil sanctions and criminal sanctions for failing to apply precautionary principle in drafting the agreement.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T30654
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Kusumawati H.
"ABSTRAK
Penyusunan skripsi ini adalah menggunakan metode penelitian perpustakaan dan lapangan.
Tujuan dari pertanggungan adalah pengalihan resiko. Dalam rangka/konteks perjanjian kredit antara bank dengan nasabah, adakalanya bank pemberi kredit tersebut membuka perjanjian pertanggungan dengan lembaga pertanggungan kredit guna mencegah hal-hal atau kejadian-kejadian yang tidak tertentu dalam waktu perjanjian kredit berlangsung ataupun sesudah berakhirnya perjanjian kredit tersebut, tapi pihak penerima kredit tidak dapat mengembalikan kreditnya.
Bantuan dalam bentuk pertanggungan kredit adalah dimaksudkan menjamin penggantian kerugian bagi bank sebagai akibat tidak dapatnya dibayar kembali kredit tersebut oleh nasabah bank yang bersangkutan.
Perjanjian kredit antara bank dengan nasabah dan perjanjian pertanggungan antara bank dengan pihak lembaga pertanggungan (perusahaan asuransi) sangat penting, karena menyangkut suatu kepastian hukum baik dari segi perjanjiannya maupun segi jaminannya.
"
1985
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>