Ditemukan 112850 dokumen yang sesuai dengan query
Bambang Sularso
Depok: Universitas Indonesia, 1987
S-Pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Yovita Pradita Abimanyu
"Tesis ini membahas mengenai pembuatan akta wasiat oleh notaris seharusnya memperhatikan ketentuan asas legitime portie yang berlaku sebagai dasar dalam pembuatan akta wasiat tersebut. Hal ini karena setiap ahli waris harus menerima bagian mereka sesuai dengan ketentuan perundang-undangan tanpa ada yang merasa dirugikan sehingga dapat memberikan kepastian bagi para ahli waris dan menghindarkan dampak tuntutan hukum yang dapat timbul dikemudian hari. Permasalahan dalam tesis ini adalah implikasi hukum terhadap bagian mutlak ahli waris legitimaris dari adanya suatu akta wasiat yang dibuat berdasarkan akta kesepakatan bersama dimana isinya melanggar bagian mutlak (legitieme portie) dan notaris yang membuat akta wasiat tersebut dinyatakan melakukan perbuatan melawan hukum. Metode penelitian yang digunakan adalah doktrinal dengan menggunakan data sekunder berupa studi kepustakaan dan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa akta wasiat yang isinya melanggar bagian mutlak (legitime portie) ahli waris legitimaris tidak serta merta langsung batal atau batal demi hukum, melainkan dapat diajukan gugatan dari ahli waris untuk menuntut bagian mutlaknya sehingga akta wasiat tersebut menjadi tidak dapat dilaksanakan dan bagian mutlak ahli waris legitimaris yang terlanggar akan dikembalikan sesuai dengan besarnya bagian mutlak yang dimiliki oleh ahli waris legitimaris yang menuntut tersebut sedangkan sisanya akan diberikan kepada ahli waris yang sesuai dengan akta wasiat tersebut. Selain itu, dalam pembuatan akta wasiat tersebut, Notaris tidak terbukti telah melakukan perbuatan melawan hukum karena pembuatan akta wasiat tersebut telah memenuhi syarat formil dan syarat materiil sahnya suatu akta sehingga notaris tidak dapat dimintakan pertanggungjawaban mengenai gugatan tersebut.
This thesis discusses the making of a will by a notary who should pay attention to the provisions of the legitime portie principle that apply as the basis for making the will. This is because each heir must receive their share in accordance with statutory provisions without anyone feeling disadvantaged so as to provide certainty for the heirs and avoid the impact of lawsuits that may arise in the future. The problem in this thesis is the legal implications for the absolute part of the legitimacy of the heirs from the existence of a will made based on a deed of mutual agreement where the contents violate the absolute part (legitieme portie) and the notary who made the will is declared to have committed an unlawful act. The research method used is doctrinal by using secondary data in the form of literature studies and qualitative approaches. The results of this study reveal that wills whose contents violate the absolute part (legitime portie) of legitimacy heirs are not immediately null and void, but a lawsuit can be filed from the heirs to demand their absolute part so that the will becomes unenforceable and part absolute legitimacy heirs who are violated will be returned in accordance with the size of the absolute share owned by the legitimacy heirs who claim it while the rest will be given to the heirs in accordance with the deed of will. In addition, in making the will, the Notary was not proven to have committed an unlawful act because the making of the will had fulfilled the formal and material requirements for the validity of a deed so that the notary could not be held responsible for the lawsuit."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Simarmata, Yustisia Setiarini
"Hibah sejatinya dilakukan saat pemberi dan penerima hibah masih hidup, namun ada kalanya terdapat hambatan untuk membuat akta hibah sehingga dibuat perjanjian pendahuluan hibah, atau biasa dikenal dengan akta pengikatan hibah. Akta pengikatan hibah menjadi masalah ketika pada perjalanannya, penghibah sudah meninggal saat terjadinya hibah. Di lain pihak, akta wasiat merupakan kehendak bebas seseorang terhadap harta peninggalannya ketika ia meninggal kelak. Meski akta wasiat merupakan kehendak bebas dari seseorang, namun undang-undang memberikan batasan-batasan terhadap akta wasiat termasuk kepada istri dari perkawinan kedua. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai kekuatan akta perjanjian pengikatan diri untuk melakukan penghibahan sebagai dasar pembuatan akta hibah apabila penghibah meninggal dunia dan bagaimana kedudukan akta wasiat yang melebihi perolehan istri dari perkawinan kedua. Agar dapat menjawab permasalahan tersebut digunakanlah metode penelitian yuridis normatif dengan tipe penelitian deskriptif analitis. Hasil analisis adalah akta perjanjian pengikatan diri untuk melaksanakan penghibahan tidak dapat dijadikan dasar pembuatan akta hibah setelah penghibah meninggal dunia karena tidak sesuai dengan prinsip hibah itu sendiri dan akta wasiat yang isinya melebihi bagian yang seharusnya diperoleh istri dari perkawinan kedua menjadi tidak dapat dilaksanakan. Hendaknya pihak yang akan melepaskan haknya, atau penghibah, melampirkan surat pernyataan persetujuan dari para ahli waris atas hibah yang dilakukan olehnya. Notaris diharapkan dapat turut aktif memberikan penyuluhan hukum terkait Legitieme Portie dan batasan-batasan dalam pemberian wasiat.
Grants are actually made when the giver and recipient of the grant are still alive, but there are times when there are obstacles to making a grant deed so that a preliminary grant agreement is made, or commonly known as a grant binding deed. The deed of grant binding became a problem when on its way, the grantor had died during the grant. On the other hand, a will is a person's free will for his inheritance when he dies later. Even though a will is the free will of a person, the law places limitations on wills including wives from second marriages. The issues raised in this study are regarding the strength of the deed of binding agreement to make a grant as the basis for making a grant deed if the grantor dies and how the position of the will deed exceeds the acquisition of the wife from the second marriage. In order to be able to answer these problems, normative juridical research methods are used with analytical descriptive research types. The result of the analysis is that the deed of binding agreement to carry out the gift cannot be used as the basis for making the deed of grant after the grantor dies because it is not in accordance with the principle of the grant itself and the will deed whose contents exceed the portion that should have been received by the wife from the second marriage cannot be implemented. The party that will relinquish his rights, or the grantor, should attach a statement of approval from the heirs for the grant made by him. Notaries are expected to be able to actively participate in providing legal counseling related to Legitieme Portie and limitations in granting wills."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Hartono Soerjopratiknjo
Yogyakarta: Seksi Notariat FH-UGM, 1983
346.05 HAR h
Buku Teks Universitas Indonesia Library
Farah Meutia
"Penelitian ini terkait dengan permasalahan pembagian waris yang disebabkan oleh adanya pemberian hibah wasiat kepada salah satu ahli waris. Dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 2665 K/Pdt/2019, para ahli waris dari perkawinan pertama pewaris melakukan gugatan pembatalan hibah wasiat. Permasalahan dalam penelitian ini adalah mengenai pembatasan yang diperbolehkan dalam hibah wasiat dan perlindungan hukum serta pembagian waris sebagai akibat dari pembatalan hibah wasiat. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan tipologi penelitian eksplanatoris. Data yang dipakai dalam penulisan ini adalah data sekunder, yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Untuk menganalisis data-data tersebut, digunakan metode analisis kualitatif, dengan bentuk hasil kajian berbentuk eksplanatoris analitis. Hasil analisis penelitian menunjukkan bahwa hibah wasiat dalam putusan ini dianggap melanggar bagian mutlak (legitime portie) para ahli waris Golongan I dikarenakan pemberian hibah wasiat hampir sebesar 100% harta warisannya. Bagian mutlak hanya dapat diterapkan pada ahli waris dalam garis lurus kebawah maupun keatas yang dalam putusan ini faktor legitime portie yang digunakan adalah ¾ (tiga per empat) karena jumlah anak-anak yang dilahirkan lebih dari 3 (tiga) orang. Selanjutnya mengenai perlindungan hukum dan akibat pembatalan hibah wasiat terhadap pembagian waris dalam kasus ini para ahli waris dapat melakukan upaya perlindungan hukum secara represif yaitu dengan mengajukan gugatan pembatalan hibah wasiat melalui pengadilan. Hakim memutuskan hibah wasiat tidak sah kecuali hanya untuk 1/3 (sepertiga) bagian dan ahli waris lainnya sebesar masing-masing 1/6 (seperenam) bagian dari sisa harta pewaris.
This research is related to the problem of inheritance distribution caused by the granting of a will to one of the heirs. In the Supreme Court Decision Number 2665 K/Pdt/2019, the heirs of the testator's first marriage filed a lawsuit for the cancellation of the will grant. The problem in this study is regarding the permissible limitations in will grants and legal protection as well as inheritance distribution as a result of the cancellation of will grants. This study uses a normative juridical research method with an explanatory research typology. The data used in this paper is secondary data, which consists of primary legal materials, secondary legal materials, and tertiary legal materials. To analyze the data, a qualitative analysis method was used, with the results of the study in the form of an analytical explanatory. The results of the research analysis show that the testamentary grant in this decision is considered to violate the absolute portion (legitime portie) of the Group I heirs because the grant of wills is almost 100% of the inheritance. Legitime portie can only be applied to heirs in a straight line down or up where in this decision the factor of legitime portie used is (three quarters) because the testator’s has more than three children. Furthermore, regarding legal protection and as a result of the revocation of testamentary grant on the distribution of inheritance, in this case the heirs can take repressive legal protection efforts, namely by filing a lawsuit for the cancellation of the will through the court. The judge decided that the testamentary grant was invalid except for only 1/3 (one third) of the share and the other heirs for 1/6 (sixth) each of the remaining estate of the testator."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Lisha Trie Caesarani
"Dalam Hukum Islam wasiat dibawah tangan harus memenuhi syarat dan rukun wasiat, sedangkan menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata wasiat dibawah tangan selain wasiat kodisil harus dilakukan penyimpanan kepada Notaris, namun terdapat perbedaan pada praktiknya sebagaimana dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 1318 K/Pdt/2018 yang memberi keabsahan atas wasiat dibawah tangan tanpa disaksikan oleh dua orang saksi dan tidak dilakukan penyimpanan kepada Notaris. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis keabsahan wasiat dibawah tangan sebagai dasar pembagian harta kepada anak angkat dan kedudukan anak angkat sebagai ahli waris yang didasarkan atas wasiat dibawah tangan pada Putusan Mahkamah Agung Nomor 1318 K/Pdt/2018 yang masing-masing dianalisis menurut Hukum Islam dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Penelitian ini menggunakan bentuk penelitian yuridis normatif yang mencakup penelitian perbandingan hukum dengan tipologi eksplanatoris dan menggunakan data sekunder. Hasil penelitian ini adalah menurut hukum Islam, wasiat dibawah tangan sebagai dasar pembagian harta kepada anak angkat sebagaimana dalam Putusan tersebut diatas adalah sah, namun harus disesuaikan dengan batas maksimum yang dapat diterima yaitu sepertiga bagian dari harta peninggalan. Sedangkan menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata adalah tidak sah karena perkara dalam Putusan tersebut diatas tidak dilakukan penyimpanan kepada Notaris sebagaimana diatur dalam Pasal 932 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Kemudian menurut Hukum Islam anak angkat tidak dapat tampil sebagai ahli waris namun berhak mendapatkan wasiat wajibah. Sedangkan menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang dilengkapi Staatsblad nomor 129 tahun 1917 bahwa anak angkat dapat menjadi ahli waris.
Unwritten will is a testament made in front of a notary. According to Islamic law, an Indonesian unwritten will must be carried out by fulfilling the requirements of a will, while according to the civil code, an unwritten will must be saved by a notary. However, there are differences in practice as in the Decision of the Supreme Court Number 1318 K/Pdt/2018 which give the validity of an unwritten will without being witnessed by two person and not saved by a notary. The purpose of this research is to analyze the validity of the unwritten will as a basis for distribution of assets to the adopted child and the position of adopted child as a heir based on the unwritten will, both of them is analyzed according to Islamic law and Indonesian civil code in the decision of the supreme court number 1318 K/Pdt/2018. This research use a normative juridical research which includes comparative law research with an explanatory typology and use secondary data. The results of this research are according to Islamic law, the unwritten will as the basis for distribution of assets to adopted child is valid but must be adjusted to the maximum acceptable limit, which is one third of the inheritance. Meanwhile, according to the Civil Code, it is invalid because the case in the Decision above is not saved by notary as regulated in Article 932 of the Civil Code. Then according to Islamic law, adopted child cannot appear as a heir but entitled to a mandatory will. Meanwhile according to the civil code which is equipped with staatsblad number 129 of 1917 that adopted child can appear as a heir."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Siti Kartini Saudiah
"Surat wasiat adalah surat yang berisi keinginan terakhir dari seseorang atas hartanya setelah ia tiada. Pengaturan mengenai wasiat diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer). Pembuatan wasiat di luar wilayah negara Indonesia oleh Warga Negara Indonesia (WNI) harus mengikuti aturan yang tercantum dalam pasal 945 KUHPer. Aturan tersebut menyatakan bahwa surat wasiat yang dibuat oleh WNI di luar negeri wajib mengikuti aturan formil mengenai pembuatan surat wasiat di negara dimana surat wasiat dibuat. Akan tetapi, isi dari surat wasiat yang dibuat tunduk pada hukum nasional si pembuat wasiat (Pewaris). Dalam tesis ini dibahas mengenai bagaimana pembuatan Surat Keterangan Hak Mewaris (SKHM) atas pembuatan wasiat yang dibuat di luar negeri, oleh warga negara Indonesia, dan akan dilaksanakan di Indonesia? Serta bagaimana pembagian warisan yang seharusnya berdasarkan kasus ini?
Metode penelitian yang dipakai adalah kepustakaan yang bersifat yuridis normatif, dengan menggunakan data sekunder yang terdiri bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Notaris membuat SKHM berdasarkan surat pemberitahuan dari Pusat Daftar Wasiat Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (DEPKUMHAM RI). Surat pemberitahuan tersebut memberitahukan ada atau tidak adanya surat wasiat yang dibuat oleh seseorang. Surat wasiat yang dibuat di luar negeri apabila tidak diikuti pendaftaran ke Pusat Daftar Wasiat pada DEPKUMHAM RI tidak dapat dilaksanakan- Karena tidak didaftarkan maka surat wasiat yang dibuat di luar negeri dianggap tidak ada. Sehingga, pembagian harta waris oleh Notaris dibuat berdasarkan KUHPer, tanpa memperhatikan adanya wasiat. Sebaiknya, dibuat peraturan yang jelas mengenai prosedur pembuatan SKHM di Indonesia dengan memperhatikan golongan-golongan penduduk di Indonesia."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16540
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Alim Sri Handayani
"Pewarisan berdasarkan wasiat merupakan penyimpangan dari pewarisan menurut undang-undang. Dalam praktek di masyarakat, seringkali. terjadi perkawinan di bawah tangan dan pengangkatan anak. Mereka tidak dapat mewaris berdasarkan undang-undang, oleh karena itu pewarisan berdasarkan wasiat mempunyai peranan yang sangat penting. Agar mereka yang tidak dapat mewaris berdasarkan undang-undang, dapat menikmati warisan dari pewaris berdasarkan wasiat. Tetapi yang menjadi pokok masalah adalah apakah pewarisan berdasarkan wasiat yang diatur dalam. KUHPerdata masih dipergunakan dalam kehidupan dimasyarakat sekarang ini? Jika masih dipergunakan, bagaimana pembuatan wasiat dalam prakteknya dan apa saja yang menjadi syarat pembuatan wasiat ? Dalam rangka pengumpulan data, penulLs melakukan penelitian kepustakaan yaitu lewat buku-buku, catatan kuliah, peraturan perundang-undangan dan juga melakukan penelitian lapangan dengan mencari data mengenai intensitas pembuatan dan penyimpangan wasiat di Departemen Kehakiman dan HAM, serta wawancara beberapa Notaris. Ternyata berdasarkan penelitian penulis, pewarisan berdasarkan wasiat masih dipergunakan dalam masyarakat sekarang ini walaupun intensifas pembuatan dan penyimpanan wasiat sangat kecil. Tetapi hal ini dapat dijadikan. bukti bahwa ketentuan mengenai pewarisan berdasarkan wasiat dalam KUHPerdata masih berlaku dan terpakai di masyarakat . Oleh karena itu, mengingat peranannya yang sangat besar dalam kehidupan bermasyarakat khususnya pad masa sekarang ini, perlu adanya sosialisasi mengenai pewarisan berdasarkan wasiat baik melalui pendidikan, penyuluhan maupun pembinaan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2002
S21132
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Universitas Indonesia, 1986
S20041
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Morly Samantha Dione Putra
"Penelitian ini membahas mengenai tanggung jawab pelaksana wasiat yang diamanatkan dalam akta hibah wasiat. Pelaksana wasiat yang memiliki konflik kepentingan berpotensi menghambat pelaksanaan amanat wasiat. Terutama pada kasus yang diangkat berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Nomor 701 PK/Pdt/2018, pelaksana wasiat yang ditunjuk tidak menjalankan kewajibannya berdasarkan akta hibah wasiat. Hal tersebut terjadi karena terdapat konflik kepentingan yang disebabkan pelaksana wasiat yang merupakan ahli waris golongan 2 (dua) dan tidak terdapat ahli waris legitimaris. Notaris sebagai pejabat pembuat akta yang dalam kasus ini membuatkan akta wasiat memiliki peran dan tanggung jawab tertentu. Untuk menjawab permasalahan digunakan metode penelitian hukum yuridis-normatif dengan tipologi penelitian eksplanatoris. Hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh simpulan bahwa penunjukan pelaksana wasiat perlu diperhatikan apakah memiliki konflik kepentingan berkaitan dengan pelaksanaan wasiat. Simpulan kedua Notaris dalam menjalankan jabatannya perlu memberikan penyuluhan hukum mengenai akta yang dibuatnya. Dalam pembuatan akta wasiat, Notaris perlu memberikan penjelasan mengenai hukum waris kepada penghadap sebelum penandatanganan akta wasiat. Sebagai tambahan, sebaiknya Notaris meminta pelaksana wasiat yang ditunjuk oleh pembuat wasiat untuk ikut hadir menghadap Notaris saat penandatanganan akta sebagai saksi pengenal penghadap. Lebih lanjut pelaksana wasiat sebaiknya diminta menandatangani surat pernyataan untuk menegaskan akan melaksanakan wasiat sebaik-baiknya.
This study discusses the liabilities of the executor as mandated in the testament (bequeathed grant). The executor who has a conflict of interest has the potential to hinder the implementation of the testament. Especially in this case based on the Supreme Court Decision Number 701 PK/Pdt/2018, the appointed executor of the testament is a class 2 (two) heir and there are no legitimaris heir. The notary as the official making the deed who in this case makes the will has a certain role. To answer the problem, a juridical-normative legal research method is used with an explanatory research typology. The results of the research conducted, it was concluded that the appointment of the executor of the testament needs to be considered whether there is a conflict of interest related to the implementation of the testament. The second conclusion is that a Notary in carrying out his position needs to provide legal counselling regarding the deed he made. In making a testament, the Notary needs to provide an explanation of the inheritance law to the appearer before signing the testament. In addition, the Notary should ask the executor of the testament appointed by the testator to be present before the Notary at the signing of the deed as identifying witness. Furthermore, the executor should be asked to sign a statement to confirm that he will carry out the will as well as possible."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library