Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 190976 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Andjar Ekasanto
"Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui keputusan hakim yang menerapkan UUPA dalam menyelesaikan sengketa tanah di Pengadilan, di samping juga untuk mengetahui keputusan hakim yang dengan kebebasannya menjelaskan suatu peraturan perundang-undangan. Di bidang Hukum Agraria Rasional, telah ada UUPA dengan perangkat peraturan pelaksananya yang cukup lengkap. Namun demikian, ada kalanya untuk suatu persoalan terdapat suatu peraturan yang tidak jelas, tidak lengkap, atau bahkan peraturannya tidak ada. Dalam hal demikian, peran keputusan hakim sebagai Jurisprudensi menjadi sangat penting. Penerapan dan penjelasan suatu peraturan perundang-undangan oleh hakim nampak dalam penyelesaian persoalan-persoalan mengenai jual bell tanah, sertifikat hak atas tanah, pembebasan hak, hipotik/ credietverband, penyerobotan tanah, tanah garapan, penelantaran tanah dan Iain-lain. Metode penelitian adalah penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan. Meskipun Jurisprudensi dapat melengkapi peraturan perundang-undangan, namun penulis menyarankan, demi terciptanya kepastian hukum sebaiknya semua soal di bidang hukum agraria sedapat mungkin dituangkan ke dalam bentuk peraturan perundang-undangan (tertulis)."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1986
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Retnaning Dyah Satyawati
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1987
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Weliana Salim
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1985
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Setia Alam
"Penulis dalam pembuatan tesis ini telah melakukan penelitian terhadap 2 (dua) masalah pokok mengenai apakah pelaksanaan pendaftaran tanah terhadap pembeli lelang sudah menjamin kepastian hukum dan apakah Sertipikat merupakan Surat Tanda Bukti Hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang "Kuat" perlu diubah menjadi sebagai alat pembuktian yang "Mutlak" demi kepastian hukum. Metode Penelitian ini adalah kepustakaan atau yuridis normatif, yang ditinjau dari sudut sifatnya adalah eksplanatoris dimaksudkan untuk menguji hipotesa tertentu dimana pengetahuan tentang masalah utama telah cukup diketahui. Sementara itu, sudut berlakunya berbentuk evaluatif, yaitu dimana penelitian ini akan menilai program-program yang dijalankan, dalam hal ini adalah pelaksanaan PP No. 24 tahun 1997.
Tujuan dari penelitian untuk mengatasi masalah dimana sebelumnya tahapan proses ditempuh melalui pencarian fakta lapangan atas permasalahan utama, menemukan masalah dan identifikasi masalah. Kepastian hukum dalam pelaksanaan lelang belum terlaksana dengan baik karena walaupun terdapat peraturan-peraturan akan tetapi nergantung kepada para pihak yang terlibat didalamnya, yaitu Peserta Lelang, Pemenang Lelang, Pemohon Lelang maupun Pelaksana Lelang dalam hal ini adalah Negara. Dalam pelaksanaan lelang khususnya lelang atas tanah diperlukan surat keterangan mengenai tanah yang akan dijadikan objek lelang, yaitu adanya Surat Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT) yang diterbitkan oleh Kantor Pertanahan atas pemintaan Kantor Lelang, selain itu pula pembeli lelang harus memperhatikan dan mengetahui data fisik objek lelang. Perlunya perubahan sistem publikasi untuk jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan seperti yang telah dinyatakan dalam pasal 19 ayat (1) UUPA jo. pasal 32 ayat (1) PP No. 24 Tahun 1997 bahwa sertipikat yang merupakan surat tanda bukti yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat adalah kurang kuat, akan tetapi seharusnya merupakan alat bukti hak "Mutlak"."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
T36597
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sheila Erika Suredja
"Dalam proses pendaftaran tanah seringkali timbul suatu masalah yang salah satunya adalah terbitnya tumpang tindih sertipikat diatas suatu bidang tanah yang sama. Salah satu contoh kasusnya terdapat pada Putusan Mahkamah Agung Nomor 734 PK/Pdt/2017 yang terjadi di Kota Bandung. Dalam kasus ini, penulis melakukan analisis mengenai bagaimana kesesuaian pertimbangan dan amar putusan majelis hakim dan perlindungan hukum bagi pemegang hak atas tanah pada kasus tumpang tindih dalam putusan Mahkamah Agung Nomor 734 PK/Pdt/2017. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan menggunakan studi dokumen. Berdasarkan analisis Penulis maka ditemukan bahwa penyebab terjadinya tumpang tindih sertipikat adalah adanya ketidaktelitian dari Kepala Kantor Pertanahan Kota Bandung yang melakukan pelanggaran asas-asas umum pemerintahan baik. Simpulan dari penelitian adalah terdapat pertimbangan hakim yang kurang tepat mengenai asal-usul objek sengketa yang merupakan tanah negara dan pemenuhan syarat sah perjanjian serta juga perlindungan hukum pemegang hak berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Nomor 734 Pk/Pdt/2017 belum tercapai karena belum diterapkan peraturan perundang-undangan sebagaimana mestinya.

In the land registration process, problems often arise and one which is the issuance of overlapping land certificates on the same plot of land. One example of this issue is the Supreme Court Decision Number 734/PK/Pdt/2017 which occurred in the city of Bandung. In this case, the author analyzes how the considerations and decisions made by the panel of judges match the law and legal protection for the right land holders in overlapping cases in the Supreme Court Decision Number 734/PK/Pdt/2017. The research method used in this thesis is normative juridical using document studies. Based on the author’s analysis, it was found that the cause of overlapping certificates was the inaccuracy of the Head of Bandung City Land Office who violated the general principles of good governance. The conclusion of the research is there is an inappropriate judge’s consideration regarding the origin of the object of dispute which is a state land and the fulfillment of legal requirements of the agreements as well as the legal protection of the right holder based on the Supreme Court Decision Number 734/PK/Pdt/2017 has not been achieved."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anna Maria Ira Kelana
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
T36898
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"The article is descriptive and was conducted in the Province of West Sumatra, where ganggam bauntuak exists. The result of research indicated that first, the mechanism for implementing of the conversion of ganggam bauntuak land right is carried out in accordance with Regulation of the Ministry of Agriculture and Agrarian Affairs (PMPA) No 2 of 1962. Second, the major contributing factor to cases of deviation in which ganggam bauntuak right is converted into right of ownership is the existence and nature of ganggam bauntuak right itself, which in an adat right of ownership and not only right of use. Third, the kind of right that is appropriate for ganggam bauntuak land, as perceived by the community, is right ownership, not right of use: this right covers particularly land for housing development, but it can also include agricultural land and the abligation of ganggam bauntuak land-holders when exercising their right to put in a request for conversion is generally payment of cost incurred in writing of a little-deed."
JHYUNAND 6:8 (1999)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Mugaera Djohar
"Menurut Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1961 yang kemudian diganti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 setiap perbuatan hukum atas tanah, baik berupa peralihan hak maupun penjaminannya harus dilakukan dengan akta Pejabat. Pejabat yang dimaksud adalah Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) sebagaimana ditentukan dalam Peraturan Menteri Agraria Nomor 10 Tahun 1961. Camat adalah PPAT sementara, walaupun kehadirannya masih dibutuhkan oleh masyarakat terutama di Kota Salatiga. Sebelum berlakunya Undang-Undang Rumah susun Serta Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan mengenai PPAT tersebut hanya diatur oleh Peraturan Pemerintah. Dengan metode penelitian Kepustakaan yang bersifat Yuridis Normatif, penelitian ini memberikan analisa terhadap masalah kedudukan Camat sebagai PPAT Sementara dan Dapatkah kedudukan Camat sebagai PPAT Sementara dipertahankan. Sebaiknya kedudukan camat sebagai PPAT sementara dihapus terutama untuk daerah-daerah yang sudah ada Pejabat Pembuat Akta Tanahnya. Dan menggingat masih banyak di kota salatiga tanah-tanah yang belum bersertipika, peran Camat sabagai Pamong Praja dan PPAT masih banyak berperan dan dibutuhkan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
T22888
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dhimas Nugroho Priyosukamto
"ABSTRACT
Tanah merupakan salah satu sumber daya alam yang dikuasai oleh negara dengan tujuan untuk mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran bagi seluruh rakyat. Pemerintah menerapkan pembatasan terhadap kepemilikan tanah di Indonesia. Pemerintah melarang badan hukum memiliki hak milik atas tanah, kecuali badan hukum yang dinyatakan oleh peraturan pemerintah. Dalam transaksi yang terkait dengan pertanahan, tidak jarang dijumpai badan hukum yang tidak ditunjuk Pemerintah yang mengupayakan agar dapat memperoleh tanah dengan status hak milik dengan mekanisme perjanjian pinjam nama nominee . Penelitian ini bersifat deskriptis analitis dengan metode pendekatan yuridis normatif berdasarkan data sekunder yang diperoleh dari hasil penelitian kepustakaan dan data primer. Pada kasus yang dibahas, kedua putusan menyatakan bahwa pemilik sesungguhnya dari tanah dan bangunan adalah pihak penggugat yang merupakan badan hukum berbentuk Perseoan Terbatas dan atau Yayasan. Dalam putusan, diketahui Majelis Hakim tidak mempertimbangan perjanjian nominee yang dibuat penggugat dengan tergugat sebagai upaya penyelundupan hukum tetapi menjadikannya dasar bahwa tanah dan bangunan sebenarnya adalah milik penggugat. Padahal perjanjian nominee tersebut apabila diuraikan berdasarkan syarat-syarat sah suatu perjanjian, maka perjanjian tersebut tidak memenuhi syarat ldquo;suatu sebab yang halal rdquo;. Hal ini karena perjanjian nominee tersebut melanggar Pasal 21 ayat 2 jo Pasal 1 ayat 1 PP No 38 Tahun 1963 dan Pasal 26 ayat 2 UUPA. Sehingga seharusnya perjanjian nominee tersebut menjadi batal demi hukum karena melanggar hukum. Akan tetapi, didalam kedua putusan Majelis Hakim mengakui keabsahan perjanjian nominee tersebut. Oleh karena itu, putusan ini merupakan suatu penemuan hukum dimana Majelis Hakim mengakui keabsahan perjanjian nominee yang dibuat oleh badan hukum.

ABSTRACT
Land is one of the natural resources which the state controls with the aim of realize prosperity and prosperity for all people. The government imposed restrictions on the ownership of land in Indonesia. The government banned legal entities to have rights upon land, except for those entitled by the government regulation. In transactions related to lands, it is not a rare sight to see legal entities which are not appointed by the government seeking to acquire the status of land ownership with the mechanism of Declaration of Trust Nominee Agreement . This research is descriptive analytical with a normative juridical approach based on secondary data obtained from the literature research and primary data. In the discussed cases, both verdicts stated that the true owner of the land and buildings were the plaintiffs which are legal entities in the form of a Limited Company or Foundation. In the verdict, the judges did not take into consideration the nominee agreement which was in fact created by the plaintiff and defendant as an attempt of penyelundupan hukum, but made it as the basis that the land and buildings are actually owned by the plaintiff. Whereas if the nominee agreement is broken down into the terms outlined by the agreement principles, then the said agreement does not qualify a cause that is halal . This is because the nominee agreement violates Article 21 paragraph 2 in conjunction with Article 1 1 of Government Regulation No. 38 of 1963 and Article 26 paragraph 2 of UUPA Basic Agrarian Law Act . So that the nominee agreement should become null and void because it clearly violates the law. However, in both verdicts the judges recognized the validity of the nominee agreement. Therefore, this decision is a legal discovery where the judges recognize the validity of a nominee agreement made by a legal entity."
2017
S68156
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>