Ditemukan 138425 dokumen yang sesuai dengan query
Peni Lestari
Universitas Indonesia, 1987
S-Pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
T.A. Hanafiah Nanda Fajar
"Dewasa ini dunia kedokteran telah menemukan cara yang efektif guna mengatasi masalah-masalah pasangan yang tak kunjung dikaruniai anak meskipun telah lama menikah. Bagi pasangan yang tidak dapat memiliki keturunan melalui proses pembuahan alamiah dapat memiliki keturunan melalui proses bayi tabung. Akan tetapi proses penanaman kembali embrio ke rahim si istri ada kalanya tidak berjalan muluss atau bahkan tidak dapat dilakukan karena suatu hal rahim si istri tidak dapat menerimanya untuk mengatasi hal-hal tersebut diatas maka digunakan rahim pengganti atau surrogate mother untuk dapat membesarkan zigot atau embrio tersebut sampai si bayi lahir. Selain mengundang problem etik dan moral penerapan teknologi bayi tabung dengan menggunakan rahim Ibu pengganti Juga menyebabkan permasalahan mengenai kedudukan hukum dari anak yang dilahirkan tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana status atau kedudukan anak yang dilahirkan dari rahim ibu ยท pengganti jika di tinjau dari Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan."
Depok: Universitas Indonesia, 2001
S21116
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Fransiska Nona Kartika
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
S24560
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Ade Mufti Hakim
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
T36590
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Mukmin Amarullah
"Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Tujuan perkawinan dapat tercapai bila perkawinannya sah yaitu apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya. Sebagai bukti bahwa sudah dilakukan perkawinan, maka setiap perkawinan harus dilakukan di hadapan Pegawai Pencatat Perkawinan dan dicatat pada kantor pencatatan perkawinan. Rumusan dan pengertian perkawinan tersebut di atas diatur dalam Undang-Undang Perkawinan yang walaupun sudah dibuat sesempurna mungkin tetapi masih dapat disalah gunakan karena adanya pasalpasal yang sumir sehingga terjadi penyelundupan hukum seperti misalnya terjadinya perkawinan beda agama baik yang dilakukan di Indonesia maupun di luar negeri yang seharusnya hal tersebut tidak boleh terjadi karena pada hekekatnya sesungguhnya tidak ada satu pun agama yang membolehkan umatnya menikah dengan pasangan kawinnya yang berbeda agama, karena setidaknya akan mendapat masalah pada keabsahan perkawinan dan keabsahan anak yang dilahirkan dari perkawinan beda agama. Maka melalui penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis-normatif dengan tipologi penelitian bersifat eksplanatoris dengan bentuk evaluatif, telah secara khusus meneliti mengenai keabsahan anak yang lahir dari perkawinan beda agama berdasarkan Undang-Undang Perkawinan. Beberapa pokok permasalahan yang ditemukan adalah apakah anak yang dilahirkan dari perkawinan beda agama dapat digolongkan sebagai anak yang sah, dan apakah anak yang dilahirkan dari perkawinan beda agama dapat digolongkan sebagai ahli waris yang sah dari kedua orang tua biologisnya. Sebagai kajian lebih mendalam kami bahas mengenai kasus perkawinan beda agama yang telah terjadi antara pasangan artis Indonesia. Dan kami berkesimpulan bahwa perkawinan beda agama adalah tidak sah sehingga anak yang dilahirkan dari perkawinan beda agama dapat disamakan sebagai anak luar kawin karenanya hanya mempunyai hubungan perdata terhadap ibu dan keluarga ibunya akibatnya anak tersebut tidak dapat mewaris dari ayah biologisnya."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
T37742
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Marlisye Pandin
"Tujuan Perkawinan adalah untuk membentuk keluarga yang kekal dan sejahtera jasmani dan rohani, merupakan kewajiban kedua orang tua untuk menjaga keharmonisan dalam keluarga, karena keharmonisan dalam rumah tangga merupakan hal yang utama untuk mewujudkan pelaksanaan kesejahteraan anak, orang tua yang pertama dan bertanggung jawab atas kesejahteraan anak. Bila terdapat penyalah gunaan kekuasaan atau penelantaran anak maka orang tua dapat dicabut hak penguasaan anaknya. Walaupun tidak secara tegas dicantumkan namun masih dapat kita jumpai pasal-pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang mengatur tentang hal-hal yang berhubungan dengan penyelenggaraan kesejahteraan anak yaitu dalam bab-bab yang mengatur tentang kekuasaan orang tua dan Perwalian. Hal yang mendasari setiap putusan Hakim di Pengadilan adalah untuk memberikan kesejahteraan anak dengan mengutamakan kepentingan anak."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1995
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Ririn Andiana Astari
"Perkembangan masyarakat dewasa ini memudahkan terjadinya hubungan antar-manusia di mana interaksi dan komunikasi lebih terasa luas, tanpa mengenal batas-batas wilayah daerah maupun negara. Fenomena tersebut menciptakan suatu dampak baru bagi kehidupan antara sesama anggota masyarakat, antara lain, terbukanya jenjang hubungan menuju rumah tangga yang terjadi diantara pria dan wanita yang berbeda latar belakang kewarganegaraan. Kecenderungan ini sebenarnya sudah lama dikenal sebagai perkawinan internasional, yang melibatkan dua orang yang berbeda kewarganegaraan. Di sebutnya perkawinan tersebut sebagai perkawinan internasional disebabkan Pasal 57 Undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan membatasinya sebagai perkawinan antara dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan, karena perbedaan kewarganegaraan di mana salah satu pihak berkewarganegaraan asing dan salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia. Adanya fenomena hukum tersebut menimbulkan konsekuensi hukum terhadap kedudukan anaknya jika perkawinan tersebut putus akibat perceraian, khususnya dalam situasi isteri tidak mengikuti kewarganegaraan suami adalah jiKa kedudukan anak tidak dipersengketakan dalam kasus perceraian tersebut, kedudukan hukum anak akan ditentukan secara mufakat oleh kedua belah pihak, yaitu mengikuti kedudukan hukum bapak atau ibunya. Akan tetapi, jika terjadi sengketa, hakim lebih mempertimbangkan aspek kualifikasi dan karakter pribadi yang subtantif di antara bapak atau ibunya."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2002
S20475
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Siti Utami
"Pada dasarnya negara meletakkan konsep pernikahan sebagai hubungan hukum antara seorang pria dengan seorang wanita untuk hidup bersama dengan kekal, yang sah menurut hukum agama dan kepercayaannya dan diakui oleh negara merupakan konsep yang sudah baku. Konsepsi tersebut menegaskan pernikahan sebagai bagian dari aspek psikologis, biologis, religius, dan yuridis. Perlunya pengakuan hukum negara dan agama merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, sehingga ketiadaan pengakuan salah satu di antaranya di anggap sebagai ketiadaan pernikahan. Namun dalam perkembangan sekarang, ada kecenderungan terjadinya pernikahan yang dilakukan tanpa adanya pengakuan hukum negara. Ketiadaan pengakuan ini sering kali disebut sebagai perkawinan di bawah tangan yang terjadi karena alasan ketidakmampuan ekonomis dan ketiadaan izin dari atasan atau isteri sebelumnya. Oleh sebab itu, skripsi ini akan mengkaji tiga masalah dalam perkawinan di bawah tangan, yaitu pertama, bagaimana pandangan Undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan terhadap status hukum perkawinan di bawah tangan? Ke dua bagaimana kedudukan dan hak isteri di dalam perkawinan di bawah tangan ? Ke tiga, bagaimana permasalahan hukum yamg kemungkinan terjadi dalam perkawinan di bawah tangan? Pembahasan akan permasalahan tersebut akan diteliti dengan pendekatan yuridis-normatif sehingga menghasilkan kesimpulan pertama undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan memandang status hukum perkawinan di bawah tangan sebagai perkawinan yang batal demi hukum dan tidak dapat di kategorikan sebagai perkawinan yang sah berdasarkan ketentuan Pasal 2 ayat (1) dan (2) UU No. 1 tahun 1974. Kedua 1 Kedudukan dan hak isteri di dalam perkawinan di bawah tangan adalah sangat lemah karena tidak dapat melakukan hubungan keperdataan. Ketiga, permasalahan hukum yang terjadi dalam perkawinan di bawah tangan adalah mengenai status hukum perkawinan yang menyulitkan posisi pasangan suami isteri tersebut dalam melakukan hubungan keperdataan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003
S21208
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Universitas Indonesia, 2007
S21434
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Hutari Hayuning W.P.
"In Indonesian Marriage Law under Law number I year 1974 have stipulated that for the legal marriage is comply under the religion's norms of the parties and existing regulations. The case on inter-religians marriage can be percepted from the article 2 section I of the law the couple ought to conduct under their's religion norms. Ana' genera! thought in differents religions norms have also restricted inter-religions marriage. This explanation then will also effective to all Indonesian citizen?s whom have got their married in foreign country. The author suggested that the most favour ways to do is by change his/her religion to same of their couple's religion to solve this problem."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
HUPE-36-2-(Apr-Jun)2006-219
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library