Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 114070 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Mugia Suwantari
"Suatu perkawinan akan membawa akibat bagi hubungan suami isteri dengan anak yang dilahirkan dimana suami isteri harus memelihara anaknya serta membiayai kehidupannya hingga dewasa dan kewajiban itu berlaku terus meskipun perkawinan antara kedua orang tua terputus. Hal ini ditegaskan dalam Hukum Islam, UU Perkawinan No. 1/1974 Pasal 41, juga dalam Pasal 105 dan Pasal 156 Kompilasi Hukum Islam. Walaupun telah diatur dengan jelas masalah akibat perceraian terhadap pemeliharaan dan pendidikan serta biaya hidup anak, akan tetapi dalam prakteknya kewajiban tersebut sering tidak dilaksanakan. Akibatnya anak hidup terlantar dan berada dibawah pemeliharaan dan penguasaan orang yang tidak seharusnya. Dalam hal terjadi perceraian timbul masalah mengenai hak pemeliharaan anak dan nafkah (biaya pemeliharaan anak). Pada umumnya hak pemeliharaan anak jatuh pada pihak isteri dengan kewajiban memberi nafkah atau biaya pemeliharaan anak pada suami. Dalam praktek sering terjadi walaupun Pengadilan sudah memutuskan hak asuh anak pada isteri dan memerintahkan suami untuk memberi biaya pemeliharaan anak, suami tidak melaksanakan kewajibannya tersebut sehingga isteri hanya menang diatas kertas. Untuk mengatasi masalah tersebut UU No. 1 /1974 maupun KHI telah mengatur mengenai permohonan untuk meminta pada Ketua Pengadilan Agama atau Ketua Pengadilan Negeri yang memutuskan proses perceraian untuk mengeluarkan surat perintah sita esekusi. Upaya ini hanya bisa dilakukan jika suami adalah orang yang punya penghasilan lain halnya jika suami adalah orang yang tidak punya penghasi1an maka tuntutan isteri atas nafkah anak akan sia-sia UU No. 1 /1974 dan KHI juga memberikan perlindungan bagi hak anak atas nafkah, baik pada masa perkawinan maupun pasca perceraian. Tetapi dalam pelaksanaanya kadang terjadi penyimpangan yang disebabkan beberapa faktor, diantaranya kurangnya kesadaran hukum suami mengenai tanggung jawabnya terhadap anak, faktor budaya, kurang sempurnanya Undang-undang, dan lain-lain ."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2000
S21074
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Endriati
"Sebelurn lahir dan berlakunya Undang Undang Perkawinan, poligami banyak terjadi pada masyarakat bangsa kita yang mayoritas jumlah penduduknya beragama Islam, dimnana perkawinannya dilakukan menurut Hukum Islam yang telah diresepiir kedalam Hukurn Adat. Foligami yang dilakukan pada masa lalu sering diterapkan dengan tidak menuruti ketentuan dalam Hukurn Islam dan dilakukan dengan sekehendak hati saja serta hanya memperturutkan kepuasan hawa nafsu. Sehingga tidak mengherankan jika poligami ini menimbulkan bencana dan malapetaka yang sangat tragis yang tidak saja melanda dirinya, istri-istrinya, dan anak-anaknya, tetapi juga melanda masyarakatnya. Dengan lahirnya Undang undang No.1 tahun 1974 yang diundangkan tanggal 2 Januari 1974 dan berlaku efektif sejak tanggal 1 Oktober 1975 masalah poligami ini kita tentukan pengaturannya pada pasal 3 ayat (2) sampai_dengan pasal 5. Sesuai dengan Hukum Islam yang murni (khusus untuk poligami, Undang Undang Perkawinan menjunjung tinggi ketentuan agama dan kepercayaan orang seorang dalam masyarakat kendatipun membuka kemungkinan untuk melakukan poligami bagi seorang suami, tetepi tidaklah berarti poligami tersebut bisa dilakukan dengan seenaknya, maka Undang Undang Perkawinan serta Peraturan Pelaksanaannya menentukan secara kongkrit dan tegas mengenai batasan keadaan yang bagaimana seorang suami boleh melakukan poligami. Undang Undang Perkawinan menentukan dengan tegas, bahwa kini poligami tidak dapat dilakukan oleh setiap orang dengan sekehendak hati saja atau asal dikehendaki oleh pihak pihak yang bersangkutan saja, tetapi poligami hanya dapat dilakukan setelah ada izin dari pengadilan, yang untuk ini wajib terlebih dahulu mengajukan permohonan secara tertulis kepada pengadilan didaerah tempat tinggalnya pemohon. Pengadilan hanyalah memberikan izin kepada seorang suami untuk beristri lebih dari seorang (melakukan poligami) apabila ada alasan yang dapat dibenarkan dan telah memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1989
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erna Sjafitri
Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lia Amalia
"Perkawinan merupakan salah satu bentuk ibadah yang sakral pada Allah swt. Oleh karena itu, pelaksanaan perkawinan harus sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, serta memenuhi rukun dan syarat perkawinan. Perkawinan yang tidak memenuhi ketentuan rukun dan syarat perkawinan pada dasarnya harus dibatalkan melalui permohonan pembatalan perkawinan, agar terhindar dari kebathilan. Pembatalan perkawinan yang dilaksanakan di Indonesia didasarkan pada ketentuan hukum Islam, Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 dengan Peraturan Pelaksananya yaitu Peraturan Pemerintah Nornor 9 tahun 1975, serta Kompilasi Hukurn Islam (KHI). Penulisan ini bertujuan untuk menjelaskan pembatalan perkawinan yang diatur dalam hukum Islam, Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 dengan Peraturan Pelaksananya yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975, serta Kompilasi Hukum Islam (KHI) di Indonesia, serta melakukan analisis terhadap putusan Pengadilan Agama Cibinong Nomor 790/Pdt .G/2003/PA.Cbn. Putusan tersebut membatalkan perkawinan poligami yang dilaksanakan tanpa adanya izin dari istri sebelumnya, dan pengadilan agama. Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode penelitian kepustakaan dan lapangan, dengan data yang berasal dari sumber kepustakaan dan hasil wawancara. Kesimpulannya, hukum Islam, terutama Al-Qur'an mengatur pembatalan pembatalan perkawinan dalam bentuk ketentuan umum, sedangkan Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam (KHI), mengatur secara lebih khusus dan rinci tentang pembatalan perkawinan. Selain itu, putusan Pengadilan Agama Cibinong tentang pembatalan perkawinan Nomor 790/Pdt . G/2003/PA. Cbn telah sesuai dengan ketentuan hukum Islam, Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam (KHI) tentang pembatalan perkawinan. Saran yang dapat diberikan adalah dengan melakukan perneriksaan serta pengawasan yang lebih baik dalam pelaksanaan perkawinan, penegakkan sanksi yang tegas bagi pihak yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan pelaksanaan perkawinan, meningkatkan mutu pelayanan perkawinan, dan pihak yang akan melaksanakan perkawinan harus lebih mengenal pasangannya, agar terhindar dari cacat pada rukun dan syarat perkawinan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
S21371
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmania
"Suatu perkawinan bertujuan untuk kebahagiaan para pihak yang melakukannya suami dan isteri. Perbuatan hukum yang sangat penting dalam ehidupan seseorang itu diharapkan berlangsung abadi sampai kematian memisahkan keduanya, oleh karenanya perceraian antara suami dan isteri dalam hukum Islam adalah terlarang dan tidak disukai Allah, Hadist Rasul mengatakan bahwa perbuatan halal yang paling dibenci Allah adalah talak (perceraian). Namun apabila kehidupan rumah tangga pasangan tersebut tidak bisa dipertahankan lagi, maka barulah hukum Islam membuka pintu perceraian. Dan akibatnya perbuatan itu berpengaruh besar terhadap suami isteri tersebut, maupun terhadap anak-anak mereka. Berbagai hal timbul terhadap anak yang akhirnya berdampak negatif terhadapnya, mereka mengalami berbagai hambatan yang berpengaruh pada perkembangan dan kehidupannya kini dan kemudian hari, nafkah dan biaya pemeliharaannya kurang terjamin, pendidikan dan kehidupan sosial lainnya tidak terselenggara secara baik sehingga merugikan anak itu sendiri serta menghambat lajunya pembangunan Bangsa. Namun terhadap permasalahan yang demikian hukum Islam telah memberikan pedoman-pedoman yang dapat ditentukan dalam Alquran dan berbagai sumber hukum islam lainnya. Demikian juga Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan secara umum juga mengatur perlindungan kesejahteraan anak dalam berbagai bentuknya. Peninjauan dari segi hukum terhadap aspek-aspek pemeliharaan anak menurut kedua sumber hukum itu ditujukan untuk mengetahui secara mendalam mengenai masalah tersebut, sehingga diharapkan dapat memperjelas pemahaman kita atas hal tersebut untuk menuju ke arah perbaikan-perbaikan yang semestinya."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1995
S20602
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Husnisyah
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1990
S20394
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
T. Rizal Paripurnawan
Universitas Indonesia, 1986
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pinpin Nagawan
Universitas Indonesia, 1987
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>