Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 132464 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Moenartining
"Penerbit buku dengan pengarang buku mempunyai hubungan yang sangat erat dan saling kait-mengkait dalam penerbitan buku. Namun demikian hubungan yang sangat erat dan saling mengkait itu kenyataannya tidaklah sedemikian sehat karena kendatipun hubungan penerbit buku dengan pengarang buku itu sudah tertuang dalam suatu perjanjian, masih juga timbul adanya ketidakpuasan yaitu dari pihak pengarang buku.
Ketidakpuasan itu timbul dikarenakan adanya ketidakseimbangan antara hak dan kewajiban dari penerbit buku dan pengarang buku. Perjanjian yang sudah merupakan standart itu, lebih banyak menguntungkan pihak penerbit buku dan pula upaya pengawasan tentang berapa banyak buku yang telah diterbitkan oleh penerbit buku dan berapa banyak buku yang telah dipasarkan dan yang telah terbeli, hampir-hampir tidak dipunya oleh pihak pengarang buku.
Sebagai upaya untuk mencegah dan mengatasi agar pihak pengarang buku tidak dirugikan maka perlu adanya keterbukaan dari pihak pengarang buku dalam menentukan isi perjanjian, prosentasi honorarium pengarang harus ada ketentuan atau ada batas minimum yang memadai hasilnya bagi pengarang dan adanya perhatian pemerintah untuk terciptanya perjanjian yang seimbang guna memperhatikan kepentingan pengarang."
Universitas Indonesia, 1983
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Henny Santoso
"Seiring dengan keadaan perekonomian yang semakin ketat dengan adanya Kebijaksanaan Uang Ketat (Tight Money Policy) dimana kredit perbankan tidak lagi dapat diperoleh dengan mudah, maka dengan adanya usaha anjak piutang yang merupakan salah satu alternatif lembaga pembiayaan, dapat dijadikan jalan keluar bagi para pengusaha untuk mengatasi masalah cas flow dan credit department suatu perusahaan dalam rangka meningkatkan aktivitas produksinya. Dengan dikeluarkannya Keputusan Presiden R.I. no 61 tahun 1988 tentang Lembaga Pembiayaan dan Surat Keputusan Menteri Keuangan R.I. No 1251/KMK.O13/1988 tanggal 20 Desember 1988 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan, kegiatan factoring semakin banyak dilakukan. Hal ini terbukti dengan semakin banyaknya bank, lembaga keuangan bukan bank, dan perusahaan anjak piutang yang memberikan fasilitas jasa anjak piutang. Akan tetapi kedua ketentuan di atas hanya mengatur mengenai perusahaan anjak piutang, tidak mengatur mengenai syarat-syarat dan isi perjanjian yang dibuat oleh para pihak serta hampir tidak mengatur kegiatan perusahaan anjak piutang. Di dalam K.U.H.Perdata sebenarnya ada pengaturan mengenai perjajian anjak piutang, akan tetapi perjanjian anjak piutang dalam K.U.H.Perdata berbeda dengan perjanjian factoring. Oleh karena itu, dasar hukum perjanjian factoring adalah asas kebebasan berkontrak yang diatur dalam pasal 1338 ayat 1 K.U.H.Perdata. Sebagai konsekwensinya, dalam praktek timbul bermacam-macam jenis perjanjian factoring, karena apapun boleh diperjanjikan asal tidak bertentangan dengan UU, ketertiban umum, dan kesusilaan. Dalam pelaksanaannya, kegiatan usaha anjak piutang tidak terlepas dari masalah-masalah yang timbul. Permasalahan yang timbul ini berdampak terhadap upaya yang dapat dilakukan dalam mengatasi hambatan-hambatan tersebut. Dalam skripsi ini akan dikemukakan empat upaya yang dapat dilakukan oleh perusahaan anjak piutang (factor) dalam menghadapi piutang yang tidak tertagih. Salah satu diantaranya adalah penyelesaian suatu sengketa melalui musyawarah atau perdamaian yang dilakukan oleh perusahaan anjak piutang dengan kesepakatan para pihak. Keadaan seperti ini menimbulkan pertanyaan sampai sejauh mana kepastian hukum penyelesaian suatu sengketa atau perselisihan tersebut, sehingga mempunyai kekuatan mengikat para pihak untuk mentaatinya. Upaya hukum perusahaan anjak piutang melalui gugatan perdata yang diajukan ke pengadilan negeri memberikan kelebihan-kelebihan dibandingkan melalui musyawarah atau perdamaian, karena keputusan hakim lebih mempunyai kekuatan mengikat dan kepastian hukum bagi para pihak untuk mentaatinya. Dan untuk memajukan perusahaan anjak piutang di Indonesia, juga untuk melindungi para pihak yang terlibat dalam kegiatan anjak piutang , kiranya masih diperlukan seperangkat peraturan yang secara khusus mengatur kegiatan anjak piutang tersebut."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1994
S20529
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rr. Indira Laksmi
"Tidak ada abstrak"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1986
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rambe, Lokot
"ABSTRAK
Pembangunan Nasional sebagai sarana untuk menciptakan kesejahteraan rakyat secara merata, didalam pelaksanannya mamerlukan pembiayaan yang cukup besar baik dalam bentuk rupiah maupun devisa. Untuk mendukung kelancaran panbangunan tersebut, maka pengerahan dana ini tidak saja diandalkan dari ekspor minyak dan gas bumi yang merupakan bagian terbesar dari penerimaan devisa negara, namun oleh pemerintah telah diambil kebijaksanaan untuk mendorong peningkatan ekspor barangbarang; diluar minyak dan gas bumi (non-migas).
Karet, sebagai salah satu mata dagangan ekspor non-migas yang potensial, memegang peranan penting didalam penerimaan devisa negara. Hal ini mengingat bahwa karet merupakan mata dagangan ketiga setelah minyak dan gas bumi, serta kayu yang memberikan andil yang cukup besar didalam penerimaan devisa bagi negara dan merupakan mata dagangan yang memberi sumber penghidupan bagi rakyat banyak di Indonesia.
Untuk mendorong peningkatan ekspor mata dagangan karet ini telah diambil langkah-langkah ke arah itu, baik oleh produsen/eksportir, assosiasi maupun pamerintah. Dipihak pemerintah telah dikeluarkan kebijaksanaan-kebijaksanaan dibidang pembinaan mutunya serta menciptakan iklim terhadap kelancaran arus barang ekspor nonMigas ini didalam rangka memantapkan pasaran di luar negeri atau menciptakan daya saing mata dagangan ekspor Indonesia, baik dari segi mutu maupun harga.
Kesemua usaha-usaha tersebut, belum menjamin bahwa Pembeli/konsumen akan menganggap bahwa mata dagangan karet Indonesia selalu bermutu baik. Kenyataannya dengan adanya heterogenitas persyaratan yang diminta porteli antara lain pengujian mutu mata dagangan karet, yang harus dilakukan pengujiannya kembali di luar negeri oleh pihak pembeli dan dilain pihak adanya persaingan yang ketat antara negara-negara produsen karet serta eksportir yang kurang disiplin, mengakibatkan kedudukan eksportir Indonesia berada pada posisi yang lemah, begitu juga hukum positip yang ada belum mendukung ke arah perbaikan yang
diharapkan.
Dari kenyataan yang begitu kompleks, maka untuk melindungi semua pihak yang berhubungan dengan perdagangan karet ini, pihak Organisasi Karet Internasional (International Rubber Association) yang beranggotakan negara-negara konsumen, produsen serta perusahaan-perusahaan yang erat hubungannya dengan barang jadi karet telah menyusun konsep kontrak dagang yang berlaku secara intemasional, namun dari tiga konsep yarg diajukan baru satu konsep yang disetujui.
Dalam skripsi ini ditinjau perjanjian karet tersebut dari sudut KUH Perdata Indonesia sebagai Hukun Positif serta untuk melihat sampai sejauhmana perjanjian tersebut dapat menunjang kebijaksanaan pemerintah didalam peningkatan ekspor non-migas.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1986
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jenny Tajuw
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1983
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitorus, A.E.B.
Depok: Universitas Indonesia, 1986
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cecilia Winata
"Salah satu tujuan dari perkawinan adalah untuk memperoleh keturunan yang dapat meneruskan garis keluarganya. Karena itu, pada jaman dahulu mereka akan dianggap sial ( kurang beruntung ) apabila tidak mempunyai anak untuk meneruskan garis keturunan mereka. Mereka akan melakukan apa saja untuk dapat memperoleh keturunan, mulai dari menikah kembali sampai hal pengangkatan anak. Pada masa sekarang ini, dimana tekhnologi telah semakin pesat berkembang diberbagai bidang, muncul satu kemungkinan yang memperbesar kesempatan pasangan suami-isteri untuk dapat memperoleh keturunan, yakni dengan cara fertilisasi invitro atau yang lebih dikenal dengan nama program bayi tabung di Indonesia. Program bayi tabung tersebut berbagi atas 8 jenis, salah satunya adalah program bayi tabung yang mempergunakan rahim wanita lain sebagai tempat dari sel telur yang telah menjadi embrio. Wanita yang telah bersedia untuk menyediakan rahim tersebut disebut sebagai surrogate mother atau ibu pengganti. Proses ini biasanya akan disertai oleh perjanjian yang berisi bahwa bayi yang akan dilahirkan akan diserahkan kepada pasangan suami-isteri dengan biaya tertentu. Perjanjian semacam ini telah menjadi hal yang biasa di negara-negara semaju Amerika Serikat. Akan tetapi yang menjadi persoalan adalah, apabila terdapat kasus surrogate mother di Indonesia, apakah perjanjian surrogate mother tersebut sah atau tidak ditinjau dari. Hukum Perdata Barat Indonesia dan apakah perjanjian jenis ini dapat diterapkan dalam kehidupan hukum di Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2001
S20463
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Norma Agnes
"Pemberian kredit melalui perbankan telah banyak membantu masyarakat umumnya dan pemerintah khususnya datam melaksanakan pembangunan. Manfaat dari pemberian kredit ini terutama sangat dirasakan oleh masyarakat yang memiliki usaha bersama maupun perorangan, karena dengan fasilitas kredit yang disediakan dapat membantu mereka untuk menambah modal dan mengembangkan usahanya. Namun pemberian kredit ini banyak menimbulkan masalah. Pertama masalah perjanjian kredit yang syarat-syaratnya dibuat dan ditentukan terlebih dahulu secara sepihak oleh kreditur. Perjanjian yang demikian, oleh para ilmuwan dianggap mengandung kelemahan, karena menyimpang dari pasal 1320 KUHPerdata jo pasal 1338 KUHPerdata. Kedua, masalah grosse akta sebagai perjanjian sampingan yang melekat pada perjanjian kredit (perjanjian pokok). Dalam praktek sering terjadi tumpang tindih antara grosse akta pengakuan hutang dan grosse akta hipotik. Dan masalah lainnya adalah kesalahan yang dilakukan pihak bank dalam memilih salah satu dari bentuk grosse akta. Mengenai permasalahan pertama setelah diadakan penelitian ternyata perjanjian kredit pada dasarnya tidak menyimpang dari pasal 1320 KUHPerdata jo pasal 1338 KUHPerdata. Karena perjanjian kredit memenuhi keempat syarat sahnya perjanjian (sesuai pasal 1320 KUHPerdata). Dan karena perjanjian kreditnya dibuat secara sah, maka perjanjian itu berlaku sebagai undang-undang bagi kreditur dan debitur (sesuai ketentuan pasal 1338 KUHPerdata). Tumpang tindih antara grosse akta pengakuan hutang dan gross akta hipotik dapat dihindari dengan jalan memilih salah satu dari bentuk grosse akta tersebut. Sebab pencampur adukan antara dua bentuk grosse akta dapat mengakibatkan cacat hukum. Dan sebaiknya bentuk yang dipilih adalah grosse akta hipotik karena perjanjian kredit bank tidak memenuhi syarat-syarat untuk dituangkan dalam grosse akta pengakuan hutang."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1991
S20542
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
T. Narman Djohar Setiawan
1987
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>