Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 168861 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Danny Andria I Istomo
"Status hukum seseorang menunjukkan kedudukanya di dalam lalu lintas hukum suatu masyarakat. Kepastian mengenai status hukum diperoleh dengan melakukan pendaftaran dan pencatatan atas peristiwa yang berhubungan dengan kehidupan pribadi seseorang yang menentukan status hukum tersebut. Pencatatan antara lain perkawinan dan perceraian yang telah mengalami unifikasi yaitu dikeluarkannya UU No 1 Tahun 1974 serta PP No 9 Tahun 1975."
Universitas Indonesia, 1987
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Akhir-akhir ini, Perkawinan beda agama menjadi
fenomena tersendiri dalam masyarakat. Masyarakat tetap
melakukan perkawinan beda agama dengan berbagai upaya.
walaupun mereka mengetahui bahwa perkawinan beda agama
tidak dapat dicatatkan di Kantor Urusan Agama atau Kantor
Catatan Sipil. Penafsiran yang berbeda terhadap pasalpasal
yang ada dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan, menambah kerumitan dari pelaksanaan
perkawinan beda agama. UU No. 1/1974 tidak melarang
perkawinan beda agama, akan tetapi masyarakat awam
menafsirkan bahwa UU No. 1/1974 melarang perkawinan beda
agama. Sebenarnya yang melarang perkawinan beda agama
adalah agama dari kedua calon mempelai. Apabila hukum
agama mengatakan bahwa perkawinan beda agama yang
dilakukan umatnya adalah tidak sah, maka KUA atau KCS
tidak dapat mencatatkan perkawinan tersebut, dasar
hukumnya adalah pasal 2 ayat (1) UU No. 1/1974. Akibat
hukum dari perkawinan beda agama yang dilarang oleh
agamanya tidak dapat dicatatkan akan berakibat buruk
terhadap status hukum suami isteri, status anak, harta
benda dalam keluarga dan pembagian warisan. Oleh karena
itu, pemerintah harus bersikap aktif dalam mengatasi
masalah perkawinan beda agama. Pemerintah harus giat
melakukan sosialisasi kepada masyarakat tentang pemahaman
perkawinan beda agama sebagaimana yang telah diatur dalam
UU No. 1/1974. Sehingga, masalah yang akan timbul dari
perkawinan beda agama dapat dicegah sedini mungkin."
[Universitas Indonesia, ], 2005
S22228
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuliandayani
"Untuk menentukan kedudukan seseorang ada beberapa kejadian yang penting dan salah satu diantaranya adalah kelahiran. Kelahiran merupakan peristiwa hukum karena terdapat kaedah-kaedah hukum yang memberi akibat kepada peristiwa tersebut. Oleh karena itu perlulah seseorang memperoleh suatu kepastian tentang adanya kejadian tersebut. Lembaga Catatan Sipil memungkinkan pencatatan s elengkap-lengkapnya dan oleh karenanya memberikan kepastian yang sebesar-besarnya mengenai kejadian tersebut. Dengan dicatatnya suatu peristiwa kelahiran pada register catatan sipil maka yang bersangkutan serta: orang-orang yang berkepentingan mempunyai alat bukti yang sah serta kuat tentang peristiwa kelahiran tersebut. Alat bukti yang dimaksud adalah Akta Kelahiran (kutipan) yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang, oleh karena itu akta kelahiran tersebut adalah merupakan suatu akta yang autentik. Selain memberikan kegunaan bagi yang bersangkutan, akta kelahiran juga berguna bagi pihak lain misalnya hakim. Dalam kenyataannya yang ada, mereka yang menghadap pada kantor catatan sipil ada yang hanya meminta surat kenal lahir. Sedangkan surat kenai lahir hanya berlaku untuk satu urusan saja dan untuk jangka waktu tertentu."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1991
S20563
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Dwi Handayani
"Perkawinan merupakan peristiwa hukum. Dalam UU No. 1 tahun 1974, dikatakan bahwa perkawinan harus dicatatkan pada lembaga yang berwenang. Dalam hal ini, ada dua lembaga yaitu Kantor Urusan Agama bagi pemeluk agama Islam dan Kantor Catatan Sipil bagi pemeluk selain agama Islam. Pencatatan perkawinan subyek hukum pada lembaga catatan sipil maupun Kantor Urusan Agama memberikan status hukum yang pasti yang sangat berguna bagi para pihak beserta keturunannya. Hal ini berarti perkawinan tersebut diakui dan di lindungi oleh negara. Pada kenyataannya, tidak semua warga negara pemeluk agama selain Islam dapat dengan mudah mencatatkan perkawinannya di Kantor Catatan Sipil. Hal ini terjadi pada kasus pencatatan perkawinan adat Gumirat Barna Alam dengan Susilawati. Perkawinan mereka di tolak pencatatannya oleh Kantor Catatan Sipil dengan alasan perkawinan mereka tidak sah menurut agama yang diakui di Indonesia. Mengenai masalah ini terdapat perbedaan pendapat di kalangan hukum dan aparat pemerintah. Ada yang setuju dengan penolakan tersebut, dan ada pula yang tidak. Penyelesaian masalah ini salah satunya adalah dengan cara tidak mengaitkan urusan pencatatan perkawinan yang merupakan urusan administrasi dengan sahnya suatu perkawinan atau tidak. Dengan demikian tidak ada perlakuan hukum yang berbeda kepada warganegara dalam negara Indonesia yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa dalam upaya memperoleh kepastian hukum."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2000
S20783
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Situmorang, Victor M.
Jakarta: Sinar Grafika, 1996
346.012 SIT a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Situmorang, Victor M.
Jakarta: Sinar Grafika, 1991
346.012 SIT a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
M. Taufik Setiawan
"ABSTRAK
Lembaga Catatan Sipil(dibawah Departemen Dalam Negeri) diperlukan oleh setiap orang yang berkepentingan untuk memberikan alat bukti otentik mengenai adanya peristiwa-peristiwa hukum penting yang menyangkut status personalnya, ialah peristiwa-peristiwa kelahiran, perubahan nama, pengakuan dan pengesahan anak, pengangkatan anak, perkawinan, perceraian dan kematian (dengan suatu akte atau hanya sebagai "catatan pinggir" pada suatu akte). Sedangkan bagi pemerintah sendiri lembaga ini sangat menunjang ketertiban administrasi kependudukan dan pelaksanaan berbagai program pembangunan, misalnya program K.B.
Hingga saat ini, meskipun telah ada Instruksi Presidium Kabinet Amnera No.31/U/In/12/1965, Catatan Sipil tenyata masih menggunakan peraturan-peraturan kolonial yang membedakan penduduk kedalam golongan-golongan, hal yang selain tidak sesuai dengan jiwa UUD 45 duga dalam praktek sering menimbulkan permasalahan-permasalahan Disamping itu, ketentuan yang ada untuk pencatatan beberapa peristiwa (seperti pengakuap/pengesahan anak dan pengangkatan anak) pada dasamya hanya berlaku untuk bagian-bagian penduduk tertentu saja lain daripada itu, lembaga "pencatat status personal" di Indonesia ternyata tidak tunggal, karena khusus untuk perkawinan dan perceraian menurut agama Islam pencatatannya dilakukan oleh Lembaga Pencatat Nikah, Talak, Cerai dan Rujuk (dibawah Departemen Agama) yang dalam praktek telab pula menimbulkan kesulitan-kesulitan. Oleh karena itu sudah saatnya-Iah segera diadakan suatu UU Nasional mengenai Catatan Sipil.
Meskipun berbagai usaha menifigkatkan fungsi Lembaga Catatan Sipil telah dilakukan, tidak urung masih saga terdapat image yang kurang baik terhadap lembaga ini.
Misalnya masih banyak terdengarnya tuduhan bahwa berhubungan dengan Lembaga Catatan Sipil adalah berhubungan dengan orang-orang "kafir". Selain itu, Proda Akte Kelahiran di DKI Jakarta sebagai salah satu upaya meningkatkan fungsi Lembaga Catatan Sipil dibidang kelahiran, ternyata juga banyak berjalan tidak sebagaimana mestinya, karenanya perlu ditinjau kembali.
Segala upaya untuk mengatasi berbagai permasalahan (teknis maupun juridis) dalam tubuh Lembaga Catatan Sipil perlu terus ditingkatkan, supaya lembaga ini semakin berfungsi dengan baik dan semakin berperan dalam ikut mewujudkan suatu masyarakat yang tertib, adil dan makmur berdasarkan Pancasila."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1985
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R. Budi Juli Harsono
"Untuk memberikan teladan yang baik kepada masyarakat khususnya dalam kehidupan berkeluarga, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1983 tentang Ijin Perkawinan dan Perceraian bagi Pegavvai Negeri Sipil. Disampihg Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 serta Peraturan Pemerintah nomor 9 tahun 1975, untuk Pegawai . Negeri Sipil dalam melaksanakan Perkawinan atau perceraian berlaku Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1983 dimana dalam pelaksanaannya menimbulkan beberapa permasalahan. Permasalahan tersebut antara lain karena adanya Pegawai Negeri Sipil yang akan melangsungkan perkawinan, baik perkawinan pertama maupun perkawinan untuk beristeri lebih dari seorang; Pegawai Negeri Sipil yang akan melakukan perceraian; kewenangan pemberian ijin kawin atau cerai dari seorang pejabat; akibat hukum terhadap pelanggaran Peraturan Pemerintah tersebut; dan pelaksanaan peraturan pemerintah tersebut oleh instansi pelaksana perkawinan dan perceraian di Kabupaten Sragen Jawa Tengah. Sebagai pengantair pembahasan tersebut akan ditinjau sekilas mengenai pengertian Pegawai Negeri Sipil dan kewajiban-kewajibannya, serta mengenai perkawinan dan perceraian menurut berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1989
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>