Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 132294 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Watni Kurniasah
1987
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mursalih
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1993
S20591
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ali Nurdin
"ABSTRAK
Saat ini di Indonesia ada beberapa ajaran yang dijadikan
landasan oleh Pengadilan Agama untuk menetapkan Fatwa
ahli waris dalara hal ahli waris pengganti, seperti ada
ajaran kewarisan Syafii yang patrilinial dan ajaran kewawarisan
Hazairin yang bilateral, sudah dapat diduga keputusan
ataii penatapan Fatwa antara pengadilan yang satu dengan
lainnya berbeda sehingga menimbulkan permasalahan-permasalahan

"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1989
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Sigit N.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1995
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zubaidi
"Umat Islam di Indonesia termasuk ke dalam kelompok Ahlu al-Sunnah wa al-Jama'ah atau Sunni. Ahlu al-Sunnah wa al-Jama'ah (untuk selanjutnya disebut Sunni) ini merupakan kelompok umat Islam yang terbesar dibandingkan dengan kelompok-kelompok yang lain. Lebih kurang 90% dari jumlah umat Islam di seluruh dunia dapat dimasukkan ke dalam kelompok Sunni. Sedangkan sekitar 10% lainnya termasuk kelompok Syi'ah yang terbagi pula ke dalam beberapa aliran.
Dalam bidang akidah, kelompok Sunni di Indonesia kebanyakan mengikuti ajaran Abu Hasan al-Asy'ari dan Abu Mansur al-Maturidi. Sedangkan di bidang hukum mengikuti madzhab yang ada di kalangan Sunni, yaitu madzhab Hanafi, Maliki, Syafi'i dan Hambali. Namun demikian di kalangan para kyai di Indonesia pengaruh madzhab Syafi'i jauh lebih dominan dibandingkan dengan madzhab lainnya. Demikian pula hukum Islam yang dipergunakan di Pengadilan Agama (dengan berbagai names) untuk menyelesaikan sengketa yang diajukan kepadanya, pada mass yang lalu, terdapat dalam berbagai kitab fikih madzhab Syafi'i yang ditulis cleh para fukaha beberapa abad yang lalu.
Dengan dikeluarkannya Surat Edaran Biro Peradilan Agama (sekarang berganti nama dengan Direktorat Badan Pembinaan Peradilan Agama) Nomor B/I/735 Tahun 1959, dalam rangka memberi pegangan kepada para hakim agama di Mahkamah Syar'iyah di luar Jawa dan Madura serta sebagian bekas residensi Kalimantan Selatan dan Timur yang dibentuk dengan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1957 serta hakim-hakim agama di Pengadilan Tinggi Agama dan Kerapatan Qadi yang dibentuk sebelum tahun 1957, Biro Peradilan Agama telah menentukan 13 (tigabelas) kitab fikih madzhab Syafi'i.
Namun, dalam perkembangannya kesadaran hokum masyarakat muslim di Indonesia mengalami perubahan. Perkembangan hukum Islam di Indonesia pada bagian kedua abad ke duapuluh ini menunjukkan bahwa kitab-kitab fikih tersebut tidak lagi seluruhnya sesuai dengan kebutuhan hukum masyarakat muslim di Indonesia. Sebabnya ialah kitabkitab fikih madzhab Syafi'i itu ditulis oleh para fukaha beberapa abad yang lalu. Sebagai basil penalaran manusia yang selalu terikat pada ruang dan waktu, situasi dan kondisi di tempat is melakukan penalaran serta unsure subyektifitas, sudah barang tentu dalam kitab-kitab tersebut terdapat perbedaan-perbedaan, bait( besar maupun kecil. Terlebih lagi jika diterapkan di Indonesia yang situasi dan kondisi Berita problem masyarakatnya berbeda dengan tempat para fukaha itu. Lebih lanjut Prof. H. Mohammad Daud Ali juga menyatakan bahwa wawasan hukum Masyarakat muslim Indonesia pun sejak pertengahan abad ini, terlebih lagi pada penghujung abad ke duapuluh ini nampaknya telah berbeda dengan masa-masa sebelumnya, karena telah mengandung "wawasan Indonesia". Jangkauannya telah melewati Batas madzhab Syafi'i yang berabad-abad menguasai pemikiran hukum Islam di tanah air kita.
Hal tersebut di atas disebabkan karena perkembangan pendidikan, terutama pendidikan tinggi, baik di lingkungan Departemen Agama maupun di Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Sehingga menimbulkan kesadaran baru di kalangan kaum muslimin, melahirkan peradaban baru, yaitu peradaban Islam yang terbuka, yang mau belajar dart manapun dan tidak fanatik madzhab, baik di bidang akidah maupun di bidang hukum.
Sebagaimana tersebut di atas, dalam bidang hukum, termasuk hukum kewarisan Islam, masyarakat muslim Indonesia, demikian juga para hakim Pengadilan Agama menggunakan kitab fikih madzhab Syafi'i."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ina Ratnawulan
"Masalah keturunan (hubungan biologis kekeluargaan) merupakan suatu masalah yang dipandang penting dalam Islam. Namun demikian Agama Islam juga mengingatkan agar jangan sampai manusia hidup terlalu mengagungkan anak atau keturunan karena dari Q. XLII ; 49-50 dapat disimpulkan bahwa Allah dapat saja menjadikan seseorang berketurunan atau tidak berketurunan. Dalam hal Allah mentakdirkan seseorang tidak berketurunan, dapat timbul permasalahan kewarisan yakni siapakah yang menjadi ahli waris dari pewaris tersebut? Terlebih dalam hal Pewaris tersebut mempunyai anak angkat. Dalam Masyarakat yang kurang memahami hukum Islam juga dapat timbul suatu permasalahan baru apakah anak angkat tersebut dapat disamakan dengan anak shulbi pewaris sehingga secara otomatis menjadi ahli waris dari pewaris tersebut, mengingat pemeliharaannya pun tidak dibedakan dengan anak shulbi Pewaris. Skripsi ini berusaha untuk menjelaskan bagaimana pengaturan Hukum Islam mengenai Pewaris yang tidak berketurunan (Kalaalah), ditinjau dari 3 (tiga) ajaran kewarisan yang terdapat di Indonesia yaitu Ajaran Kewarisan Patrilineal Syafi'i, Bilateral Hazairin dan Kompilasi Hukum Islam. Kemudian mengemukakan hal-hal lain yang berhubungan dengan permasalahan Kalaalah dan juga anak angkat yakni mengenai penentuan ahli waris dari pewaris yang kalaalah, mengenai kedudukan anak angkat dari Pewaris yang Kalaalah dan juga perlindungan hak-hak anak angkat terhadap harta peninggalan orang tua angkatnya (pewaris), juga mengenai pembagian harta peninggalan pewaris yang kalaalah."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1998
S20855
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Purwanti Windy Astuti
"Anak merupakan suatu anugerah Tuhan Yang Maha Esa. Setiap pria dan wanita yang telah menikah selalu mengharapkan kehadiran seorang anak. Begitu penting artinya kehadiran seorang anak dalam suatu keluarga. Kebahagiaan seorang anak akan menjadi hilang apabila dalam lingkungan keluarga sering terjadi pertengkaran-pertengkaran yang mungkin dapat mengakibat kan perceraian. Jika sudah terjadi perceraian maka timbullah masalah perwalian terhadap anak-anak tersebut terutama anak-anak yang masih dibawah umur. Menurut KUHPerdata Pasal 229(1) bahwa setelah putusan perceraian dinyatakan, maka setelah mendengarkan pendapat dan pikiran orang tua dan keluarga anak-anak yang minderjarig, maka pengadilan memutuskan terhadap tiap-tiap anak itu siapa diantara orang tua nya yang akan melakukan perwalian. Menurut KUHPerdata, dengan terjadinya perceraian maka kekuasaan orang tua berakhir dan berubah menjadi perwalian sedangkan menurut UU No. 1 Tahun 1974, dengan terjadinya perceraian maka kekuasaan orang tua tetap ada hanya fungsinya saja sebagai wali. Penentuan wali anak dalam hal terjadi perceraian harus tetap memperhatikan kepentingan si anak dan harus terlepas dari kepentingan pihak lain. Dalam hal ini ayah yang bertanggungjawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan anak. Namun apabila ayahnya tidak menjadi wali, maka menurut KUHPerdata ia dapat memberikan biaya pemeliharaan dan pendidikan secara sukarela. Sedangkan menurut UU No . 1 Tahun 1974, ia tetap menjadi orang tua yang wajib mengurus atau mengasuh, memelihara, dan memberikan biaya pemeliharaan dan pendidikan anak. Dalam hal ini hak perwaliannya jatuh kepada ibunya, disini hakim menilai bahwa anak tersebut masih dibawah umur sehingga lebih membutuhkan perhatian dan pemeliharaan ibunya daripada ayahnya."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2002
S20452
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Ridhwan Indra
Jakarta: Haji Masagung, 1993
297.432 RID h
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Damayanti
"Masalah yang lazim dihadapi dalam sengketa perkawinan antara lain adalah perceraian. Selain dari pada perceraian tersebut masalah pembatalan perkawinan adalah juga merupakan salah satu masalah yang mempunyai dampak terhadap kedudukan suami isteri, anak yang lahir dari perkawinan tersebut serta pihak ketiga yang mempunyai hubungan dengan para pihak yang melakukan pembatalan perkawinan. Adanya akibat-akibat yang timbul dari pembatalan perkawinan tersebut tentu akan menimbulkan adanya hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh masing-masing pihak. Oleh karena itu maka perlu diketahui hal-hal apa saja yang sekiranya dapat dituntut oleh pihak-pihak yang berkepentingan dengan dilakukannya pembatalan terhadap suatu perkawinan khususnya yang menyangkut kepentingan anak terutama dalam hal memperoleh hak kewarisan dari kedua orang tuanya. Di dalam KUH Perdata maupun Undang-Undang Perkawinan, dengan dilakukannya pembatalan terhadap suatu perkawinan tidak mempengaruhi kedudukan anak sebagai anak sah dari kedua orang tuanya, begitu pula hal tersebut diatur didalam Kompilasi Hukum Islam. Namun di dalam hukum Islam sendiri terdapat adanya dua kemungkinan, bagi si anak untuk memperoleh kewarisan atau tidak. Hal itu tergantung daripada ada atau tidaknya itikad tidak baik dari para pihak yang melakukan akad perkawinan. Karena adanya itikad tidak baik itu dapat mempengaruhi status anak yang bersangkutan, dalam hal ini yaitu status anak menjadi anak zina. Dan di dalam hukum Islam unuk zinu tiduk mempunyui nasab dengan ayahnya, tetapi hanya mempunyai hubungan nasab dengan ibunya."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2002
S21026
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ani Aprianingsih
"Salah satu tujuan dari perkawinan adalah untuk memperoleh keturunan. Keinginan untuk mempunyai keturunan merupakan suatu hal yang manusiawi, tetapi tidak semua orang mempunyai keturunan. Pasangan suami istri yang tidak mempunyai keturunan, biasnya menempuh cara pengangkatan anak atau adopsi. Tetapi alasan melakukan adopsi tidak hanya karena tidak mempunyai keturunan, masih banyak alasan lainnya, misalnya karena alasan kemanusiaan. Seperti tindakan hukum lainnya, adopsi juga mempunyai akibat hukum, terutama bagi anak angkat dalam hal kewarisan dan perkawinan. Menurut hukum Islam, adopsi hanya bertujuan untuk pemeliharaan anak yang diangkat saja, sehingga tidak memutuskan hubungan darah antara anak angkat dengan orang tua asalnya (adoptio minus plena). Sedangkan menurut Hukum Perdata Barat (dalam hal ini Staatsblad 1917 No. 129), adopsi bertujuan untuk meneruskan keturunan sehingga memutuskan hubungan darah antara anak angkat dengan orang tua asalnya (adoptio plena). Mengingat tidak adanya keseragaman mengenai peraturan-peraturan yang mengatur tentang adopsi dan belum adanya Undang-undang khusus tentang adopsi, maka untuk memenuhi kebutuhan masyarakat alangkah baiknya jika pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) segera membentuk Undang-undang khusus yang mengatur masalah adopsi secara lengkap dan sempurna."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2001
S21029
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>