Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 192702 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Hening Sasmitaning Tyas
"Sektor usaha minyak dan gas bumi selama puluhan tahun sudah terbukti memiliki peran yang sangat strategis dalam perekonomian nasional. Minyak dan gas bumi merupakan publik utilities yang sangat dibutuhkan masyarakat, sementara komoditas substitusi belum banyak diupayakan untuk dimanfaatkan, sehingga diperlukan peran (intervensi) pemerintah. Peran Pemerintah ini diperlukan dalam rangka men-generate revenue, menjamin kelangsungan ketersediaan sumber daya alam yang tidak terbarui bagi generasi mendatang dan menghindari terjadinya kelangkaan pasokan minyak dan gas bumi di dalam negeri atau beberapa daerah.
Dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi pada tanggal 23 November 2001 sebagai pengganti Undangundang Nomor 44 Prp. Tahun 1960 dan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1971 yang dimaksudkan sebagai "Legal Instrument" guna mewujudkan kegiatan usaha minyak dan gas bumi yang mandiri, andal, transparant, berdaya saing, efisien dan berwawasan pelestarian lingkungan serta mendorong perkembangan potensi dan peranan nasional di kegiatan usaha minyak dan gas bumi. Secara garis besar faktor yang melatarbelakangi pembaharuan Undang-undang Minyak dan Gas Bumi , antara lain adalah: industrialisasi, globalisasi, krisis ekonomi, privatisasi badan usaha milik negara dan reformasi hukum, yang didorong oleh politik hukum nasional dan dengan adanya UU Migas menegaskan bahwa kegiatan usaha minyak dan gas bumi berasaskan ekonomi kerakyatan, keterpaduan, manfaat, keadilan, keseimbangan, pemerataan, kemakmuran bersama dan kesejahteraan rakyat banyak, keamanan, keselamatan dan kepastian hukum serta berwawasan lingkungan.
Dilain pihak perkembangan yang terjadi dalam tataran filosofis yang berangkat dari pesan yang disampaikan Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) Undang-undang Dasar 1945 ikut mendorong perlunya pemahaman kembali arti penguasaan serta pengaturan Minyak dan Gas Bumi oleh Negara untuk digunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan masyarakat atau hayat hidup orang banyak sesuai dengan semangat dan filosofi bangsa Indonesia.
Dalam tataran teoritis dan operasional penetapan Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 merupakan langkah reformasi dan pembaharuan hukum di bidang industri minyak dan gas bumi, hal mana mengingat esensi pengaturan yang terkandung dalam Undang-undang tersebut merupakan pembaharuan yang sangat mendasar dalam meletakkan dasar-dasar kebijakan penataan sektor usaha minyak dan gas bumi yang modem, efisien dan mampu bersaing.
Berkaitan dengan Kegiatan Usaha Hulu Migas maka secara filosofis dapat disimpulkan bahwa penguasaan memang masih di tangan Negara hal ini terkait dengan filosofi Pasal 33 UUD 45 tapi dalam pengusahaannya dilakukan oleh kontraktor baik itu BU dan atau BUT dengan cara bagi basil dengan Negara."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
T19175
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sinaga, Nana Febrina
"Skripsi ini membahas mengenai participating interest dalam kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi ditinjau dari otonomi daerah. Participating interest ditinjau dari otonomi daerah dimaksudkan untuk membahas participating interest yang wajib ditawarkan Kontraktor kepada BUMD sehingga daerah dapat turut serta mengelola hulu migas sebagaimana yang diamanatkan otonomi daerah. Participating interest merupakan keikutsertaan badan usaha termasuk BUMD dan bentuk usaha tetap dalam pengelolaan hulu migas melalui pengalihan participating interest. Untuk memperdalam pembahasan, skripsi ini juga akan membahas mengenai keikutsertaan empat BUMD dalam participating interest Blok Cepu. Hasil dari penelitian ini menyarankan untuk adanya pengaturan yang tegas dan jelas mengenai pengertian participating interest, perlunya kajian yang lebih mendalam mengenai mekanisme pengalihan participating interest khususnya kepada BUMD, dan perlunya suatu kebijakan mengenai fasilitas pembiyaan khusus bagi BUMD yang mengambil participating interest.

The focus of this study is Participating Interest (PI) in upstream oil and gas industry from Regional Autonomy. PI from regional autonomy is meant to focus on the participation of BUMD in upstream oil and gas industry by getting PI. Participating Interest is the proportion of exploration and production costs each party will bear and the proportion of production each party will receive, as set out in an operating agreement. This study also analyze about PI implementation in Cepu Block, where Contractors transferred 10% PI to four BUMD. Results from this study suggest that the government shall clarify definition of participating interest, make regulation about the mechanism of participating interest transfer, and make policy for refinancing facilities, especially for BUMD which take participating interest."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
S24857
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sarah Salamah
"Pembangunan yang dilaksanakan pada saat ini pada dasarnya ditujukkan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dan diselenggarakan baik oleh Pemerintah maupun swasta. Salah satu faktor penting dalam menunjang pembangunan tersebut adalah pengadaan tanah, akan tetapi pelaksanaan pengadaan tanah yang ditujukan bagi pembangunan untuk kepentingan umum pada prakteknya masih memiliki kendala sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 jo. Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. Peraturan tersebut tidak dapat diterapkan sepenuhnya dalam melakukan kegiatan usaha hulu migas karena masih terdapat kerancuan pengkategorian kegiatan usaha hulu migas sebagai kegiatan pembangunan untuk kepentingan umum. Selain hal tersebut permasalahan yang sering muncul dalam pengadaan tanah bagi kegiatan usaha hulu migas adalah masalah tumpang tindih lahan dan pengklaiman kepemilikan atas satu bidang tanah oleh beberapa pihak dengan dasar bukti kepemilikan yang berbeda, dan kepastian hukum mengenai status tanah di wilayah kerja migas setelah dilakukan pensertipikatan dikaitkan dengan undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi jo. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2004 Tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi. Pada peraturan tersebut juga disebutkan bahwa pengadaan tanah untuk kegiatan usaha hulu migas dilakukan secara khusus oleh Kontraktor Production Sharing bekerja sama dengan pemerintah daerah setempat, sehingga permasalahan-permasalahan yang terjadi di wilayah kerja migas menjadi tanggung jawab Kontraktor Production Sharing tersebut. Sejauh ini tanah yang telah dibebaskan oleh Kontraktor Production Sharing untuk kegiatan usaha hulu migas tidak diberikan hak apapun sehingga dapat menimbulkan konflik-konflik di bidang pertanahan.

Development nowadays basically conducted to increase society wealth; the parties involved could be the government or Private Corporation. One of the important factors in supporting the development is land Acquisition, but in practices this activity still has obstacles as stated in Government Regulation 2005 No. 36 jo. Government Regulation 2006 No. 65 regarding Land Acquisitioning for Development realization to public interest. These regulations can not fully applied to conduct upstream activity of oil and gas sector since there?s still confusion in categorizing upstream activity of oil and gas as development realization to public interest. Another problem usually emerge in land Acquisition for upstream activity of oil and gas are an overlapping area and land ownership claimed by several parties with different proves and certainty of land statues in oil and gas working area after officially registered related with Oil and Gas Law 2001 No. 22 jo. Government Regulation 2004 No. 35 Regarding upstream activity of Oil and Gas. These regulation mentioned that land Acquisition for upstream activity of oil and gas purpose conducted by Contractor of Production sharing contract in special way cooperate with local government. It means all the problem emerged regarding land Acquisition in working area will be contractor?s liability. So far, there?s no title given for land released by the contractor of production sharing contract, and this cause the problem and conflict of land."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
T26168
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rumingraras Widowathi
"Skripsi ini membahas tentang perbandingan pengikatan jaminan atas participating interest dalam Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi menurut Sistem Konsesi dengan Sistem Kontrak Bagi Hasil di Indonesia. Dari hasil penelitian ini bertujuan untuk menemukan sistem Kontrak Migas yang tepat dalam melakukan pengikatan jaminan atas participating interest. Penelitian ini adalah penelitian normatif yang dianalisa secara kualitatif. Hasil penelitian menyatakan bahwa pengikatan jaminan atas participating interest lebih ideal dilakukan dalam Sistem Konsesi dan menyarankan bahwa pengikatan penjaminan atas participating interest sebaiknya tidak dilakukan di dalam Sistem Kontrak Bagi Hasil yang dianut Indonesia.

Abstract
In this thesis, I present a theoretical analysis and comparison of pledging participating interest as collateral in concession system and Production Sharing Contract System in Indonesia. The aim of the thesis is therefore finding a system of oil and gas contract which suitable to do a pledging of participating interest as collateral. This thesis use normative research and qualitative methods. The thesis results stated that the implications of pledging participating interest under Concession System is more suitable than in Production Sharing Contract in Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
S468
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Susetyo Yuswono
"Kegiatan usaha pertambangan minyak dan gas bumi di Indonesia sudah dimulai jauh sebelum negara Indonesia terbentuk. Minyak dan gas bumi digolongkan sebagai bahan galian yang memiliki nilai strategis dan vital, maka peran (intervensi) dari pemerintah memiliki posisi yang penting. Intervensi pemerintah ini diperlukan dalam rangka meningkatkan penerimaan, menjamin kelangsungan ketersediaan (pasokan) sumber daya alam yang takterbarukan (unrenewable) bagi generasi mendatang dan menghindari terjadinya kelangkaan pasokan minyak dan gas bumi di dalam negeri. Sejarah perkembangan pengaturan minyak dan gas bumi di Indonesia telah mengalami perkembangan, dimulai dari pengaturan yang bersifat kolonialisme sebagaimana yang diatur dalam Indische Mijn Wet, kemudian setelah merdeka bangsa Indonesia menciptakan Undang-undang Nomor 44 Prp Tahun 1960 yang merupakan produk hukum berlandaskan pada falsafah Pasal 33 ayat (2) dan (3) Undang-undang Dasar 1945. Seiring dengan perkembangan zaman serta dengan dilatarbelakangi oleh berbagai hal seperti globalisasi, krisis ekonomi, privatisasi Badan Usaha Milik Negara dan reformasi hukum serta pada tataran filosofis telah terjadi perubahan yang mendasar terhadap pemahaman makna Pasal 23 ayat (2) dan (3) Undang-undang Dasar 1945 maka diterbitkanlah Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 telah membawa perubahan yang fundamental terhadap tatanan pengusahaan minyak dan gas bumi yang telah berlangsung harmpir empat dasa warsa. Perubahan tersebut antara lain pola kegiatan (pengusahaan) usaha hulu, penyusunan kontrak kerja sama kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi, demikian juga implementasi pengaturan dalam kontrak. Dengan diterbitkannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001, maka kegiatan usaha hulu sejak awal telah ditentukan pola kerja samanya, yaitu melalui kontrak kerja sama kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi. Kontrak kerja sama kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi yang selama ini ditangani oleh Pertamina, sekarang beralih kepada Pemerintah dan BPMIGAS. Klausul-klausul yang ada dalam kontrak kerja sama kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi merupakan formulasi (penuangan) dari apa yang diatur dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001.

Oil and gas business activities in Indonesia have been established even before the Republic of Indonesia has been declared. Oil and gas are considered as having strategic and vital value towards the national interest. Therefore the government of Republic of Indonesia is expected to have important role in this area of business. Intervention from the government is crucial to ascertain the increase of state revenue, security of supply of un-renewable energy resources in the future and to avoid domestic scarcity of oil and gas. In its history, oil and gas businesses have undergone a lot of changes since imperialistic era. During the Dutch colonization, oil and gas business were regulated with Indische Mijn Wet. After independence, in accordance with circumstance, Indonesia established Law Number 44 Year 1960 which adopted philosophical values set in article 33 (2) and (3) of the 1945 constitution. In response to change such as globalization, economic crises, privatization of state owned companies, legal reforms and shifting of existing paradigms, the Government enacted Law Number 22 Year 2001 on Oil and Gas. Law Number 22 Year 2001 has brought fundamental changes towards modern oil and gas business in Indonesia which has been implemented for almost four decades. The changes comprised of, inter alia, methods of upstream oil and gas businesses, drafting of upstream oil and gas contracts, and its implementation. By the enactment of Law Number 22 Year 2001, upstream oil and gas business is outlined to be carried out in upstream oil and gas Cooperation Contract Agreement. Cooperation Contract that are used to be handled by Pertamina are now conducted by the Government and BPMIGAS. Term and conditions specified in Cooperation Contract shall reflected the required condition in Number 22 Year 2001."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
T19911
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ika Esti Kurniawati
"Wacana penggantian kontrak bagi hasil mendorong dilakukan penelitian untuk menentukan bentuk ideal kerja sama usaha hulu minyak dan gas bumi di Indonesia. Melalui penelitian normatif dilakukan kajian bahan-bahan hukum, selanjutnya dibandingkan bentuk yang pernah berlaku di masa lalu dan praktek di negara lain. Hasil penelitian menunjukkan pengaturan kontrak bagi hasil saat ini telah sesuai peraturan perundang-undangan, meskipun perlu penyempurnaan. Dari penelitian diketahui pula bahwa bentuk yang lazim di dunia internasional antara lain konsesi, kontrak jasa dan kontrak bagi hasil. Berdasarkan pengalaman sejarah, praktek internasional serta kesesuaian kondisi negara, maka bentuk yang ideal bagi Indonesia adalah kontrak bagi hasil (tidak berubah).

The discourse to change production sharing contract has encouraged a research to determine of ideal oil and gas downstream contract in Indonesia. By normatif legal research, do analyze data, and compare the former types and practices in other countries. The research results that production sharing contract regulation has subjected to laws, but need more improvement. The research shows that many types of contract applied in other countries i.e concession, service contract and production sharing contract. Based on history, international practices and condition of our country, the ideal type of oil and gas downstream contract is producton sharing contract (not change)."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
T27905
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Evasari
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai pengelolaan asuransi dalam kegiatan usaha hulu minyak
dan gas bumi. Pengelolaan asuransi ditinjau dari bentuk perjanjianya serta
kesesuaiannya dengan prinsip kebebasan memilih penanggung dan prinsip penutupan
objek asuransi oleh perusahaan asuransi dalam negeri. Dalam penyusunannya skripsi ini
menggunakan metode yuridis empiris, dimana dalam pengumpulan datanya selain
melalui literatur, juga melalui Focused Group Discussion (FGD). Dari sana ditemukan
bahwa perlunya sosialisasi lebih lanjut mengenai pengelolaan asuransi dalam kegiatan
usaha hulu migas ini oleh regulator kepada pihak-pihak yang berkepentingan, serta perlu
pembahasan lebih lanjut mengenai komponen dalam negeri berkaitan dengan prinsip
penutupan asuransi oleh perusahaan asuransi dalam negeri.

Abstract
This undergraduate thesis examines about juridical observation of insurance
management in the upstream oil and gas business. The observation examines the
insurance?s policy format, and its relevance with the insurance principles such as
freedom to choose the insurer, and the principle of insurance covering object with
national insurance company. The method that been used to arrange this thesis is
juridical-empiric method, which was in data colleting, aside from the literature study; we
held a focused group discussion (FGD). As the result, it had been found that there
should be more of socialization about insurance management system in this kind of
business from the regulator to the parties who needed it. And also, more explanation
needed about domestic component in the terms of insurance covering from national
insurer principle."
Universitas Indonesia, 2012
S43220
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Shofia Maharani
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai analisis reorganisasi BP Migas menjadi SKK Migas, dimana BP Migas dulunya merupakan badan Pemerintah yang bersifat independen dan saat ini setelah beralih menjadi SKK Migas menjadi organisasi yang berada di bawah binaan Kementerian ESDM. Penelitian ini adalah penelitian yang bersifat kualitatif dengan desain deskriptif. Hasil dari penelitian ini menyimpulkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara BP Migas dan SKK Migas, dan walaupun saat ini SKK Migas berada di bawah Kementerian ESDM, namun karakteristik SKK Migas tidak menunjukkan kesamaan dengan karakteristik kementerian/lembaga.

ABSTRACT
The focus of this study is to explain the analysis of the reorganization process of BP Migas to SKK Migas, where BP Migas was once a government?s independent entity and now switching to SKK Migas which become an organization under the Ministry of Energy and Mineral Resources. This research is qualitative descriptive interpretive. The result of this study concluded that there was no significant difference between BP Migas and SKK Migas, and although SKK Migas is now under the Ministry of Energy and Mineral Resources, the characteristics of SKK Migas has no similarities with the characteristics of the ministries/institutions."
2013
S46586
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ophelia NKA
"Kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi pada saat berhentinya produksi yaitu saat dilakukannya tahap penutupan tambang (decommissioning) akan meninggalkan fasilitas produksi dan sarana penunjang lainnya yang telah digunakan untuk kegiatan produksi, sehingga berpotensi menjadi kendala atau membahayakan kegiatan lain di wilayahnya. Merupakan tanggung jawab Kontraktor Kerja Sama (KKS), pemerintah dan semua pihak untuk melakukan Abandonment and Site Restoration (ASR), abandonment terhadap Fasilitas Produksi dan sarana penunjang lainnya yang telah digunakan, dan site restoration terhadap wilayah kegiatan usaha pada saat berhentinya produksi. Pelaksanaan kegiatan ASR merupakan hal yang penting, karena tidak hanya menyangkut pengembalian fungsi lingkungan hidup, melainkan juga menyangkut pertanggungjawaban dan pembiayaannya, tidak adanya pengaturan yang secara tegas mengatur akan kewajiban pelaksanaan ASR menyebabkan terjadinya penolakan pembayaran dana ASR oleh Kontraktor KKS, hal ini dikhawatirkan dapat menimbulkan permasalahan di masa mendatang terutama ketika kegiatan operasi telah selesai dan ketika perusahaan minyak dan gas bumi terkait telah meninggalkan Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian hukum yang membahas pelaksanaan dari Kegiatan ASR sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku baik di dunia internasional maupun di Indonesia serta hambatan yang dilalui dalam melaksanakan kegiatan ASR. Penelitian ini merupakan penelitian hukum yang bersifat yuridis normatif dengan menggunakan data sekunder, diantaranya peraturan perundang – undangan, dan buku.

The post operation of upstream oil and gas business activities is in the stage of decommissioning, will abandoned the production facilities and other supporting facilities that have been used for the operation activities, which might potentially be the obstacles or risking another activities in those area. Therefore, it is the responsibility of the Production Sharing Contract’ Contractor, the Government, and any interested party to conduct the Abandonment and Site Restoration (ASR). The implementation of ASR is sacrosanct, it is not only concerning on returning the environment to its pre-lease condition, but also concerning about the responsibility and the financing itself, the lack of regulation that expressly regulates about ASR causing the Contractor resistance to made the ASR’s fund, this thing might grave any problems that might occur in the future when the operation have been completed and when the company itself has left Indonesia. This research is a legal research that writes about the implementation of the abandonment and site restoration regarding its compliance to regulations related and the obstacles that might occur.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S45481
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>