Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 90923 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
cover
Luhur Kurnianto
"Pasal 1 Ayat (1) UUD 1945 menentukan bahwa Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik. Menurut C.F. Strong, pemerintah pusat negara kesatuan memegang kedaulatan internal dan kedulatan eksternal secara absolut dan tidak mengakui adanya badan berdaulat tambahan dalam pemerintahannya. Negara kesatuan sendiri memiliki sifat dasar yang sentralistik dari segi pemerintahannya. Hal tersebut konsekuen dengan ciri-ciri negara kesatuan yang pemerintahan pusatnya sebagai pengemban kedaulatan absolut negara. Lebih lanjut, pada Pasal 1 Ayat (2) UUD 1945 menegaskan bahwa kedaulatan negara berasal dari rakyat dan dijalankan berdasarkan konstitusi. Berdasarkan ketentuan tersebut, pemerintahan Negara Republik Indonesia harus senantiasa menerapkan sistem demokrasi pada lapangan pemerintahan mana pun. Dikaitkan dengan Pasal 18 UUD 1945 bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah propinsi dan daerah propinsi dibagi atas daerah kabupaten dan kota. Masing- masing daerah tersebut ditetapkan sebagai daerah otonom yang memiliki pemerintahan sendiri, dan masing-masing daerah dipimpin oleh Kepala Daerah yang dipilih secara demokratis. Selaras dengan ketentuan dalam konstitusi, Undang-Ungang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah pada Pasal 24 Ayat (5) mengatur cara pengisian Kepala Daerah yang dipilih secara langsung. Di dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 juga diatur mengenai penyelenggaraan pemerintahan daerah yang berasaskan otonomi daerah. Hubungan antara susunan negara kesatuan, otonomi daerah dan pemilihan kepala daerah secara langsung dalam negara yang pemerintahannya menganut sistem demokrasi seperti Indonesia adalah fokus bahasan yang akan dianalisis dalam penulisan skripsi ini.

Article 1 Paragraph 1 of The Constitution 1945, determines that indonesia is an unitary state with structured of unitary and form of republic. According to C.F. Strong, the central government of the unitary state held the internal and external sovereignity absolutely and not admits of additional sovereign organ within in the government. The unitary state it self has a basic characteristic which centralistic in the term of its government. This is consistent with the characteristic features of the unitary state which the central government as the bearers of absolute state sovereignity. Furthermore, Article 1 Paragraph 2 of The Constitution 1945 asserted that state sovereignity comes from citizens and operated according to the constitution. Departing from this recuirment, the government of indonesia has to apply the democratic system in any government field. Associated with article 18 of the constitution 1945 that republic of indonesia is divided into provinces and provinces are devided into districs and municipal areas. In accordance with recuirment in constitution, Act Number 32 of 2004 on Local Government, on Article 24 Paragraph 5 regulates the position charging way of directly elected regional head. In the Act Number 32 of 2004 stipulates regarding about the implementation of local government which based on local autonomy principles. The relation between unitary staate structure, local aoutonomy, and direct local election in the state governing democracies like indonesia is a disccussion that will be analyzed in this thesis."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
S25498
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ghunarsa Sujatnika
"Penelitian ini berdasarkan kepada pemikiran Imam Al-Mawardi terkait dengan persyaratan dan sistem pemilihan kepala negara dibandingkan dengan ketentuan yang ada di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Penelitian ini membahas tiga permasalahan. Pertama, pemikiran Imam Al-Mawardi tentang persyaratan dan sistem pemilihan kepala negara. Kedua, perbandingan pemikiran tersebut dengan ketentuan yang ada di Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Ketiga, penerapan pemikiran Imam Al-Mawardi di Indonesia. Metode yang digunakan adalah yuridis normatif yang menggunakan data sekunder dengan pendekatan perbandingan.
Hasil penelitian ini adalah sistem pemilihan kepala negara menurut Imam Al-Mawardi dapat melalui mekanisme musyawarah dan penunjukkan oleh kepala negara sebelumnya. Pemikiran Imam Al-Mawardi tentang sistem pemilihan kepala negara akan sulit diterapkan di Indonesia karena perbedaan yang mendasar terkait dengan bentuk negara, hukum dasar yang berakibat berbedanya sistem pemilihan kepala negara. Lalu, pemikiran Imam Al-Mawardi tentang persyaratan pencalonan dapat dimasukkan sebagian karena tidak bertentangan dengan persyaratan pencalonan kepala negara yang berlaku di Indonesia.

This research was based on the toughts of Imam Al-Mawardi system requirements related to the elevtion of the head of state compared with the provisions of the constitution of the Republic of Indonesia in 1945. First, thought of Imam Al-Mawardi about requrements and the systems of election of the head of State. Second, the tought-provoking with existing provisions in the Constitution of The Republic Indonesia in 1945. Third, the application of the thought of Imam Al-Mawardi in Indonesia. The method used is normative legal research approach to secondary data use comparisons.
The results of this research is the head of State electoral system according to Imam Al-Mawardi can be through mechanisms of deliberation and the appoinment by the previous head of state. Imam Al-Mawardi thinking about electoral systems the head of State will be difficult to apply in Indonesia due to differences associated with the fundamental form of the Basic Law of The State, which resulted in different electoral systems the head of State. And then, the thought of Imam Al-Mawardi abaout candicacy requirements can be incorporated in part because it does not conflict with the requirements of the nomination of the head of State in Indonesia.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S45249
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Khairurrizqo
"Penelitian ini dilatarbelakangi oleh kemenangan pasangan Ahmad Heryawan-Dede Yusuf dalam Pemilihan Kepala Daerah Gubernur Jawa Barat Tahun 2008. Sebagai pijakan teoritis, penelitian ini menggunakan teori komunikasi politik dari Harold Lasswell, Dan Nimmo dan Brian McNair serta pendekatan Konsep Strategi Politik dari Peter Schroder. Selain itu untuk melakukan analisa terhadap faktor eksternal yang mempengaruhi kemenangan Ahmad Heryawan-Dede Yusuf dilakukan dengan menggunakan pendekatan perilaku memilih (Voting Behaviour) dari Sidney Verba dan adaptasi modelnya dari Saiful Mujani dan William Liddle.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus (case study). Teknik pengumpulan data dilakukan melalui observasi lapangan dan wawancara mendalam dengan 11 narasumber. Selain itu juga dilakukan studi literatur dengan mengumpulkan dokumen-dokumen terkait.
Temuan di lapangan menujukkan faktor internal kemenangan Ahmad Heryawan-Dede Yusuf ; Pertama, Fokus pada daerah pemilihan tertentu; Kedua, Fokus pada pemilih dengan segmentasi tertentu; Ketiga, Pesan Politik dan Isu yang sesuai dengan daerah pemilihan serta segmen pemilih tertentu dan Keempat, Faktor popularitas Dede Yusuf. Kemenangan Ahmad Heryawan-Dede Yusuf juga didorong oleh faktor eksternal situasi sosial-politik di Jawa Barat, diantaranya; Pertama, Kekecewaan masyarakat terhadap Incumbent Gubernur; Kedua, Identitas Kepartaian yang Lemah; Ketiga Kuatnya orientasi isu dari pemilih dan Keempat, Gagalnya Komunikasi Politik dari kandidat lain dan partai politik pengusungnya dalam meyakinkan pemilih.
Implikasi teoritis menunjukkan bahwa pola kampanye dan komunikasi politik dalam pilkada harus menyesuaikan antara pesan politik untuk mempengaruhi pemilih, dengan metode komunikasi politik yang digunakan. Selain itu, segmentasi fokus dan segmentasi pemilih penting sebagai bagian dari strategi politik. Temuan ini sesuai dengan pendekatan Laswell dalam Teori Komunikasi politik dan urutan pola Komunikasi Politik dari Dan Nimmo.

This Reseach based on the case of Ahmad Heryawan and Dede Yusuf Winning The Local Head of Province Election in West Java at 2008. This research using Theory of Political Communication from Harold Lasswell, Dan Nimmo and Brian McNair. This research, also using Political Strategy approach from Peter Schroder. In order to find out the external factors that wins Ahmad Heryawan and Dede Yusuf, this research using Theory of Voting Behaviour from Sidney Verba and and the adaptation model from Saiful Mujani and William Liddle.
This reseach using Qualitative aprroach with Case Study method. Data collecting did by field observation and indepth interview with 11 informant. This research also using literature study by collecting document from all the Candidate, Statistics Center Council (BPS) and also Newspapaper and Online News. This reseach using Descriptive Analysis to analize information and data from the informant and document.
There are several facts researcher finds as the internal factors that wons Ahmad Heryawan and Dede Yusuf at The West Java Local Election. First, Winning Team focus at several District. Second, Winning Team focused on certain age Voter (Specially young and beginner Voter). Third, Political Message, Tag-Line, and Issue which well-suited with the segmentation of District and Voters. Fourth, Popularity of Dede Yusuf which well-known as an artist and entertainer. Another findings of research was that the Winning of Ahmad Heryawan-Dede Yusuf affected by several external factors, such as: First, Dissapointment of people about the Incumbent Governor. Second, Weak Party Identification. Third, Voter who has strong attractiveness on issue orientation.
Theoritical Implication showed that strategy of campaign and political communication in the Local Province Elecetion should adjust and focused between political message to influence the voter, with the political communication methods. Another implication showed that District Segmentation and Voters Segmentation was important as the part of the Political Strategy. This observation finding’s suited and proper with Lasswell in Theory of Political Communication and pattern of Political Communication concept from Dan Nimmo."
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Topo Santoso
Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional, Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia, 2008
352 TOP a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Iswanto
"Skripsi ini mengkaji dan membahas topik fenomena peran fraksi DPR RI, sebagai isu yang tengah mengemuka, yaitu adanya upaya pembubaran fraksi oleh Gerakan Nasional Pemberantasan Korupsi (GNPK) karena fraksi dinilai banyak berperan di dalam pelaksanaan fungsi, tugas dan wewenang DPR dan dinilai bertentangan dengan UUD 1945. Sehubungan dengan itu, maka penelitian ini difokuskan pada salah satu pelaksanaan fungsi DPR, yaitu fungsi legislasi dalam penentuan ambang batas parlemen dalam pembahasan RUU tentang Perubahan atas UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD. Hal ini diangkat karena dalam penentuan ambang batas parlemen terjadi perdebatan alot di antara fraksi-fraksi DPR. Di satu pihak, fraksi kecil (FPPP) yang khawatir gagal meraih suara signifikan, bersikeras mempertahankan besaran ambang batas parlemen 2,5%, sedangkan fraksi menengah (FPKS) menginginkan besaran ambang batas parlemen 3%-5%. Di pihak lain, fraksi besar (FPG), dengan hasrat meraih kursi lebih banyak, bersikukuh menaikkan besaran ambang batas parlemen 5%. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain deskriptif analitis. Data diperoleh melalui tinjauan pustaka dan wawancara.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa peran fraksi DPR kuat dan mendominasi dalam pelaksanaan fungsi legislasi DPR, yaitu dalam penentuan ambang batas parlemen dalam pembahasan RUU tentang Perubahan atas UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD. Hal ini sebagaimana terlihat, baik dari aspek pengorganisasian anggota fraksi, aspek substansi kebijakan fraksi maupun aspek sistem pengawasan fraksi. Sementara, jika ditinjau dari teori perwakilan politik maka termasuk dalam teori kebebasan dengan tipe hubungan yang partisan.

This study examined and discussed the phenomenon topic on the role of the House of Representatives’ factions, as the central issue raised during the discussion, namely the dissolution of factions by the National Anti-Corruption Movement (GNPK) since factions were being assessed as playing a significant role in the execution of the functions, duties, and powers of the House of Representatives which were against the 1945 Constitution. Accordingly, this study focused on the exercise of one of the functions of the House, that is the legislation function in deciding parliamentary threshold during discussion on Bill on the Amendments to Law No. 10 of 2008 on the Election of Members of DPR, DPD and DPRD. The issue was raised because there were tough discussions among factions before the floor made any decisions on parliamentary threshold. On the one hand, faction with small number of MPs (PPP Faction) that was concerned on the failure to reach significant number of vote insisted on maintaining massive parliamentary threshold of 2.5%, while faction with not to large number of MPs (PKS Faction) wanted a massive parliamentary threshold of 3%-5%. On the other hand, faction with larger number of MPs (PG Faction), with an enthusiasm of getting more seats on the next election, insisted in raising thkeye percentage to 5% of parliamentary threshold. This study used a qualitative research design with descriptive analysis. Data were obtained through literature reviews and interviews.
The results showed that the ruling faction played significant role and dominated the legislation functions of the House, especially during the discussion on parliamentary threshold decision on Bill on the Amendments to Law No. 10 of 2008 on Election of Members DPR, DPD and DPRD. That conclusion was clearly manifested both in organizational aspect of faction members, faction's policy substance aspect as well as faction’s supervision system aspect. While, based on the review of the theory of political representation, it can be concluded that there was a theory of freedom with a partisan type of relationship that worked within.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S44060
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Widiyanto
"Perselisihan hasil pemilu merupakan suatu sengketa yang timbul sebagai akibat dari dilaksanakannya pemilu yang menyangkut perolehan suara para peserta pemilu. Ia sarat dengan konflik kepentingan yang apabila tidak diselesaikan akan berakibat pada tidak stabilnya pemerintahan di suatu negara. Dengan dibentuknya Mahkamah Konstitusi, perselisihan hasil pemilu yang pada awalnya merupakan sengketa politik diarahkan oleh undang-undang menjadi sengketa hukum yang diselesaikan melalui mekanisme peradilan. Seperti peradilan pada umumnya, maka Penyelesaian perselisihan pemilu di Mahkamah konstitusi memiliki hukum acara dan ketentuan tentang pembuktian tersendiri. Pembuktian pada hukum acara Mahkamah Konstitusi diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi yang diatur lebih lanjut dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 03/PMK/2003 tentang Tata Tertib Persidangan Pada Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, dan dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 04/PMK/2004 tentang Pedoman Beracara dalam Perselisihan Hasil Pemilu. Dengan ketentuan inilah perselisihan hasil Pemilu Legislatif diperiksa, diadili dan diputus. Pada Pemilu 2004, Tak kurang dari 252 perkara perselisihan hasil pemilu dari 23 partai politik peserta pemilu harus diputus Mahkamah Konstitusi dalam 30 hari. Dari 252 perkara tersebut, dikaji mengenai pembuktian dalam perkara yang diajukan Partai Keadilan Sejahtera dalam putusan Mahkamah Konstitusi atas permohonan Partai Keadilan Sejahtera di daerah pemilihan Kepulauan Riau, Jawa Timur 8 dan Seluma 2. Konsekuensi dari limitasi waktu yang diberikan undang-undang untuk menyelesaikan perselisihan hasil pemilu disamping banyaknya perkara yang harus diputus, membuat proses pembuktian yang dijalankan Mahkamah Konstitusi tidak dapat berjalan maksimal."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>