Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 74361 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
cover
Ellya
"Untuk pertama kalinya Pemilihan Umum (Bab VIIB Pasal 22E) dimasukkan dalam amandemen UUD '45. Selanjutnya Pemilu diatur oleh Undang-Undang nomor 12/2003 yang diantaranya memuat tentang Sistem Pemilu Proporsional Dengan Daftar Calon Terbuka. Sistem Pemilu itu merupakan suatu terobosan politik yang baru di Era Reformasi sehingga menarik untuk diteliti.
Dari latar belakang tersebut timbul pertanyaan penelitian yaitu: 1. Apakah Sistem Pemilu Proporsional dengan Daftar Calon Terbuka cukup efektif untuk menjaring calon legislator pilihan rakyat atau malahan menciptakan konflik dan fragmentasi di dalam partai?; 2. Apakah Undang-Undang Pemilu menguntungkan Partai Politik Besar dan merugikan Partai Politik Kecil?; 3. Apakah Undang-Undang Pemilu dapat menciptakan sistem multi-partai sederhana seperti yang diamanatkan oleh Undang Undang Partai Politik nomor 31 tahun 2002 ?
Untuk menjawab pertanyaan penelitian penulis memakai pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif-analitis. Pengumpulan data primer dilakukan dengan wawancara mendalam terhadap 7 orang informan kunci dan penelusuran transkrip rekaman persidangan selama pembahasan Rancangan Undang-Undang Pemilu sampai disahkan menjadi Undang-Undang No.1212003, didukung data sekunder hasil pemilu 2004, serta studi pustaka.
Teori yang untuk menganalisa penelitian ini memakai: Teori Transisi demokrasi O'Donnel, Teori Sistem Pemilu Reynolds, dan Teori Demokrasi Inklusif Young.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem pemilu gagal menjaring calon legislator pilihan rakyat, bahkan sebagian menimbulkan masalah dikalangan legislator terpilih. Undang-Undang Pemilu No. 1212003 memberikan keuntungan bagi Partai Besar berupa over-representation, dan merugikan Partai Kecil dengan under-representation. Undang-Undang Pemilu belum dapat menciptakan sistem multi-partai sederhana, tetapi dampaknya mengurangi jumlah peserta Pemilu 2004.
Implikasi teoritisnya adalah teori transisi demokrasi O'Donnel berlaku dalam penelitian ini khususnya bagi Partai Besar PDIP dan Golkar (partai lama), yang mana. Partai Besar cenderung mempertahankan kekuasaannya terhadap pemilih maupun terhadap Partai Kecil dalam pembuatan Undang-Undang Pemilu No. 12/2003.

For the first time, election (section VIIB article 22e) is included in the amendment of UUD 1945. Furthermore, election is arranged by the Law number 23 years 2003 which inserts the open list proportional system. This system is a new political breakthrough in the reformation era so that interesting to be explored.
From that background, some research questions rise. They are 1) is the system of open List proportional effective to select legislative candidates who are chosen by the voters or does it emerge political conflict and fragmentation among the parties; 2) does it give any advantages for major parties and oppositely disadvantages minor political parties; 3) is the law can develop simple multiparty system as mentioned in the Law number 31 year 2002 on Political Party.
To answer those question, this research applies qualitative approach and the category of the research is descriptive analytic. Primary data collection is examined by using in-depth interview with seven key informants and tracking transcript of codification sessions of the law. is also supported by secondary data such as the result of election in 2004 and literature study.
Theories applied in the research to analyze the issues are theory of transition to democracy from O'Donnel, theory of election from Reynolds, and theory of inclusive democracy from Young.
The result shows that the system of election applied in the law fail to select legislative candidates chosen by the voters, and even raises problems for elected candidates. The law gives advantages for major parties in term of over-representation and disadvantages minor parties in term of under-representation. The Law of Election has not developed simple multiparty system, even though the implication is degradation the number of political parties which involve in the election.
The theoretical implication of the research is that theory of transition to democracy from O'Donnel is relevant with the result of the research, especially for major parties such as Indonesian Democratic Party-Struggle and Golkar, which tend to maintain their power to their voters and minor parties in the codification of the law.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T22110
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sayman Peten Sili
"Tema tentang Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan Kepala Daerah sengaja diangkat oleh penulis, karena kedua lembaga pemerintahan di daerah ini sesungguhnya memegang peranan penting dalam penyelenggaraan otonomi daerah. Berbicara tentang DPRD dan Kepala Daerah tentu tidak akan terlepas dari pembi.caraan mengenai otonomi daerah, begitu pula sebaliknya, berbicara tentang otonomi daerah tidak akan sempurna jika tidak dikaitkan dengan pembicaraan mengenai DPRD dan Kepala Daerah.
Hubungan antara kedua lembaga pemerintahan di daerah ini selalu bergeser dan mengalami pasang surut sepanjang sejarah pemerintahan daerah di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pemerintahan daerah yang pernah berlaku di Indonesia, di mana dominasi antara kedua lembaga pemerintahan daerah ini saling bergantian, di mana DPRD pernah begitu dominan atas lembaga eksekutif di daerah, begitupun sebaliknya, lembaga eksekutif daerahpun pernah begitu dominan atas DPRD.
Penelitian ini didasarkan pada suatu asumsi bahwa dengan beriakunya tindang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagai pengganti Undang-uridang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, maka hubungan antara Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dengan Kepala Daerah telah mengalami pergeseran. Lembaga perwakilan rakyat daerah yang pernah memiliki kedudukan yang sejajar dan menjadi mitra dari pemerintah daerah sebagaimana yang dimaksudkan dalam Pasal 16 ayat (2) Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999, namun dalam Pasal 3 ayat (1) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 telah mengalami perubahan yang sangat mendasar dengan mengembalikan kedudukan DPRD pada keadaan di masa masih berlakunya Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokokpokok Pemerintahan di Daerah. Dalam Pasal 3 ayat (1) ini disebutkan bahwa "Pemerintah daerah adalah: a. pemerintah daerah provinsi yang terdiri atas pemerintah daerah provinsi dan DPRD provinsi, b. pemerintah kabupaten/kota yang terdiri atas pemerintah daerah kabupaten/kota dan DPRD kabupaten/kota. Selanjutnya, dalam Pasal 40 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 dikatakan bahwa DPRD berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. Di sini, penulis dapat mengatakan bahwa dengan adanya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 ini, hak DPRD telah banyak yang dipangkas atau dipreteli.
D
alam kondisi seperti ini, dibutuhkan lembaga perwakilan rakyat di daerah yang memiliki kedudukan yang kuat dalam mewakili kepentingan rakyat di daerah. Kedudukan yang kuat ini, hanya dapat terlaksana apabila diimbangi dengan kedudukan kepala daerah yang kuat pula. Harapan ini kiranya dapat terpenuhi, apabila kedua lembaga pemerintaha di daerah ini sama-sama menyadari bahwa mereka adalah samasama memegang kedaulatan rakyat di daerah, karena sama-sama dipilih secara langsung melalui pemilihan (umum).
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis, ditemukan beberapa fakta sebagai faktor-faktor yang mempengaruhi hubungan antara Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dengan kepala daerah, seperti faktor pendidikan yang masih rendah dari anggota DPRD, faktor pengalaman sebagai anggota DPRD dan faktor rekruitmen awal yang dilakukan oleh partai politik, sementara di sisi lain pihak eksekutif memiliki sumber daya manusia (SDM) yang lebih baik.
Faktor-faktor tersebut akan sangat mempengaruhi pelaksanaan hubungan antara DPRD dengan kepala daerah sebagai wakil pihak eksekutif daerah, terlebih dalam pelaksanaan fungsi DPRD yaitu fungsi legislasi, fungsi anggaran dan fungsi pengawaman atau fungsi kontrol, di mana dalam melaksanakan fungsi-fungsi tersebut DPRD akan selalu berhadapan dengan pihak eksekutif Dalam kedudukannya yang sama-sama sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah ini, perlu dikembangkan suatu etika yang dapat merefleksikan bahwa sesungguhnya antara kedua lembaga pemerintaha di daerah ini tidak ada yang paling dominan satu di antara yang lainnya, karena keduanya sama-sama bekerja untuk kepentingan rakyat.
Hubungan yang dibangun antara kedua lembaga pemerintahan di daerah ini secara realistik dapat dikembangkan dalam 3 (tiga) bentuk, antara lain: 1. bentuk komunikasi dan tukar menukar informasi; 2. bentuk kerjasama atas beberapa subyek, program, masalah dan pengembangan regulsai, dan 3.klarifikasi atas beberapa permasalahan."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T19130
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Sekala Jalmakarya, 2003
324.6 UND
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
cover
Ryan Muthiara Wasti
"Penelitian ini membahas tiga pokok permasalahan: Pertama, bagaimana bentuk pengaturan kuota sebelum dan sesudah dikeluarkannya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 22-24/PUU-VI/2008. Kedua, implikasi dari putusan MK tersebut terhadap jumlah perempuan di DPR dan Ketiga, bentuk pengaturan yang ideal untuk meningkatkan keterwakilan perempuan di DPR. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif.
Pembahasan dimulai dari adanya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 dan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 yang telah mengatur kuota perempuan dan sistem ziper sebagai pendukung pengaturan kuota yaitu Pasal 214. Pada tahun 2008 putusan Mahkamah Konstitusi membatalkan pasal tersebut sehingga menimbulkan perdebatan di berbagai kalangan.
Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa keterwakilan perempuan tidak hanya dipengaruhi oleh pengaturan di dalam undang-undang, tetapi juga dapat ditingkatkan dengan pendidikan politik, pengaturan internal partai politik, sistem pemilu yang digunakan, district magnitude dan party magnitude. Pengaturan kuota sudah diatur di dalam Undang-Undang Partai Politik dan Undang-Undang Pemilihan Umum namun perlu pengaturan lebih lanjut yaitu di dalam Undang-Undang Dasar dan di dalam peraturan perundang-undangan dengan menambahkan pengaturan kuota kursi di DPR serta pemberian sanksi.

This study is based on three main issues, that is: First, how is the form of rule before and after the decision issuance of the constitutional court number 22-24/PUU-VI/2008. Second, the implication of this decision on the number of women in parliament, and the third, how is the form of the ideal rule to increase number of women in parliament. The method of this study is yuridis normative.
The discussion starts from Law Number 12 year 2003 and Law Number 10 year 2008 that have regulated about women quota and zyper system as supporting of this regulation that is article 214. In 2008, Constitutional Court made decision to cancel this article hence the debate in some groups.
The result of this study shows that the number of women in parliament is not only influenced by quota regulation but it can be increased by other ways such as: political education, internal regulation in politic party, election system, district magnitude and party magnitude. Quota regulation has regulated in Law for Politcal Party and Law for General Election, however this quota needs other regulation such as in constitution and legislation by adding quota regulation in parliament and sanctions.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S45253
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
David Welkinson
"Skripsi ini membahas upaya implementasi Undang-Undang No.14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik di Badan Publik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran humas Badan Publik dalam upaya implementasi Undang-Undang No.14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik.
Peneliti melakukan penelitian pada Humas Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia (DPR-RI). Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan metode analisis data deskriptif. Metode analisis deskriptif digunakan untuk menggambarkan peran humas DPR-RI dalam upaya mencapai implementasi Undang-Undang No.14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa, Humas DPR sudah melakukan peran dengan baik, yaitu sebagai Manajer Humas dalam upaya mencapai implementasi Undang-Undang No.14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik.
Hasil penelitian ini menyarankan pentingnya keterlibatan humas dalam upaya mencapai implementasi Undang-Undang No.14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik di Badan Publik.

This thesis discuss about effort implementation of legislation number 14, 2008 about disclosure of public information in Public Institutions. Purpose of this research is to know the role of public relations in an effort implementation of legislation number 14, of 2008 about disclosure of public information in Public Institutions.
Researcher conducted a research in Public Institution of Representatives Public Agency of Indonesia (DPR-RI). This research is qualitative research with descriptive data analysis methods. This method used to describe the role of public relations DPR-RI in an effort implementation of legislation number 14, of 2008 about disclosure of public information.
The result of this research show that public relations in DPR have done a good role as a manager of public relations in an effort implementation of legislation number 14, of 2008 about disclosure of public information.
This research suggest the important of involvement public relations in order to achieve the implementation of legislation number 14, of 2008 about disclosure of public information.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>