Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 84833 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fakhridho S.B.P. Susilo
"Pengaturan Konsepsi Negara Kepulauan dalam UNCLOS 1982 memberikan dasar hukum yang diakui secara internasional sekaligus serangkaian hak dan kewajiban bagi negara-negara yang mengklaim dirinya sebagai negara Kepulauan, salah satunya Indonesia. Bagi Indonesia, pengaturan ini memperkuat dan menyempurnakan klaim yang dilakukannya pada tahun 1957 sebagai Negara Kepulauan, jauh sebelum UNCLOS 1982 ditandatangani, dan juga memberikan hakhak dan kewajiban-kewajiban pada Indonesia. Salah satu hak yang diberikan oleh UNCLOS 1982 adalah hak untuk membentuk dan menetapkan archipelagic sea lane atau alur laut kepulauan, yaitu suatu jalur yang menghubungkan antara satu bagian laut lepas atau zona ekonomi eksklusif dengan bagian lain dari laut lepas atau zona ekonomi eksklusif dan berfungsi untuk perlintasan kapal-kapal asing, baik kapal dagang, maupun kapal perang. Hak ini telah dilaksanakan oleh Indonesia melalui penetapan tiga ALKI yang diatur lewat PP No. 37 Tahun 2002. Mengingat pentingnya makna alur tersebut bagi Indonesia maupun dunia internasional, tidak hanya dari segi komersial, namun juga militer, maka sudah sepantasnya negara kepulauan yang bersangkutan melakukan tindakan yang diperlukan untuk mengamankan alur-alur tersebut dari gangguan yang mengancam baik terhadap kapal-kapal asing yang lewat disitu maupun terhadap kepentingan nasionalnya. Dalam kaitannya dengan hal ini, TNI-AL yang memiliki kewenangan yang diberikan oleh Undang-Undang untuk menegakkan hukum dan mengamankan perairan Indonesia memiliki peran yang sangat besar. Dalam skripsi ini akan dibahas konsep pengamanan ALKI berdasarkan UNCLOS 1982 dan PP No.37 Tahun 2002, serta langkah-langkah dan kebijakan yang telah dilakukan TNI-AL dalam rangka pengamanan ALKI tersebut, beserta dasar hukum dan kasus terkait yang pernah terjadi di ALKI.

The incorporation of Archipelagic States Conception and Principles in the UNCLOS 1982 gives a legal basis recognized by international law as well as certain rights and obligations for those states who claim themselves to be Archipelagic State, one of them is Indonesia. For Indonesia, this incorporation strenghten dan perfects its claim as an Archipelagic State done in 1957, long before UNCLOS 1982 was signed, and also gives rights and obligations to Indonesia. One of the right that is governed by UNCLOS 1982 is the right to designate archipelagic sea lanes, a lane that connects one part of the high seas or exclusive economic zone with another part of high seas or exclusive economic zone, and functions as a passage for international ships, whether merchant or government ships or warhips. This right has been excercised by Indonesia through the designation of three archipelagic sea lanes known as 'Alur Laut Kepulauan Indonesia' or 'ALKI' as regulated in the Government Regulation Number 37 Year 2002. Considering the importence of that sea lanes for Indonesia as well as International worlds, not just commercially, but also miltary, therefore it is vital for the archipelagic state in question to take meassures to secure the sea lanes from any obstructions that can endanger foreign ships passing through the sea lanes, as well as its own national interests. In this case, the Indonesian Navy (TNI-AL), that has authorities and jurisdictions given by Indonesian laws to enforce law and security of Indonesian waters plays a big role. In this mini thesis, the concept of the security of ALKI based on UNCLOS 1982 and Government Regulation Number 37 Year 2002 will be dicussed, along with the steps and policy that has been taken by TNI-AL to secure it, as well as the legal basis and relevant cases."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
S26233
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Kresno Buntoro
Depok: Rajawali Press, 2023
387.5 KRE a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Binti Mufarida
"Skripsi ini menjelaskan mengenai upaya pemerintah Republik Indonesia untuk menjaga keamanan dan pemanfaatan wilayah lautnya selama kurun waktu 1982-1998, terutama wilayah Kepulauan Natuna pasca ditandatanganinya United Nation Convention on the Law Of the Sea (UNCLOS) 1982 pada 10 Desember 1982 di Montego Bay, Jamaica. Ditandatanganinya UNCLOS 1982 menghasilkan hak dan kewajiban bagi negara kepulauan, salah satunya Alur Laut Kepulauan (ALK) yang wajib dimiliki seluruh negara kepulauan. Kepulauan Natuna sebagai wilayah yang dilalui Alur Laut Kepulauan Indonesia menjadi jalur keluar dan masuknya kapal-kapal asing sehingga menjadi rawan terjadinya pelanggaran keamanan. Selain sebagai wilayah yang dilalui ALK Indonesia, Kepulauan Natuna juga mempunyai posisi geografis yang rawan akan klaim dari negara lain, karena wilayahnya berbatasan langsung dengan Laut Cina Selatan yang menjadi konflik beberapa negara.

This minithesis describes the efforts of the Indonesian government to maintain the security of maritime regions during the period 1982-1998, especially after the signing of the Natuna Islands region of the United Nation Convention on the Law Of the Sea (UNCLOS) 1982 in December 10, 1982 in Montego Bay, Jamaica. The signing of UNCLOS 1982 resulted in the rights and obligations of the island nation, one of archipelagic sea lanes (ALK) must be owned the entire island nation. Natuna Islands as a region through which the Indonesian archipelagic sea lanes into a lane exit and entry of foreign ships to be prone to breach of security. Aside from being a region that passed ALK Indonesia, Natuna Islands also has a geographical sensitive position to claims from other countries, because the area directly adjacent to the South China Sea into conflict countries.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2014
S55986
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Kresno Buntoro
Depok: Rajawali Pers , 2017
387.5 KRE n
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Syarif Thoyib
"Konsepsi hukum negara kepulauan atau Wawasan Nusantara yang diperjuangk.an Indonesia melalui pemyataan "Deklarasi Djuanda" tanggal !3 Desember 1957, akhirnya membuahkan hasH dengan diterimanya United Nations Convention 011 the Law of the Sea (UNCLOS) atau Konvensi PBB tentang Hukum Laut yang ditandatangani di Montego Bay Jamaica, tanggallO Desember 1982, Indonesia kemudian meratiflkasi Konvensi Hukum Laut 1982 ini dengan Undang-undang Nomor 17 tahun 1985 tanggal 13 Desember 1985. Ini artinya konsepsi Wawasan Nusantara menjadi salah satu prinsip yang diterima dan diakui dalam hukum laut internasional yang baru. Tetapi Pengakuan terhadap prinsip negara kepulauan Indonesia daJam Konvensi Hukum Laut 1982 barns pula dibayar dengan mewadahi dan menghormati kepentingan yang sah dan hak-hak tertentu negara pengguna perairan negara kepufauan. seperti hak Iintas kapal dan pesawat udara asing melalui alur laut kepulauan (The Right of Archipelagic Sealanes Passage). Pelaksanaan hak lintas alur-alur !aut kepulauan telah diakomodasikan berdasarkan Pasal 53 ayat (1) Konvensi Hukum Laut 1982 yang dapat dilaksanakan melalui alur-alur laut kepulauan yang ditentukan oleh negara kepulauan bersama-sama dengan International Maritime Organization (IMO). Penetapan Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) selain dapat memberikan dampak positif bagi kegiatan pembangunan nasional untuk kesejahteraan rakyat, juga dapat menimbulkan potensi ancaman terhadap kepentingan nasional Indonesia. Kondisi geografi Indonesia memliiki posisi terbuka yang setiap saat dapat menjadi peluang bagi negara lain untuk masuk dan melakukan aktivitasnya di wilayah Indonesia dengan berbagai dampak yang ditimbulkannya. Potensi Ancaman di ALKI tentu akan berdampak kepada Iingkungan perairan dan pulau sekitarnya, begitu pula sebaliknya. Penelitian ini mengarnbil studi kasus di ALKI II sebagai alur !aut yang menghubungkan pelayaran internasional dan Laut Sulawesi melintasi Selat Makasar, Laut Flores dan Selat Lombok ke Samudera Hindia atau sebaliknya. Penelitian ini bertujuan, pertama untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang berpotensi menjadi ancaman terhadap ALKI U serta bagaimana dampaknya terhadap ketahanan nasional dan kedua untuk merumuskan kebijakan dan strategi yang dapat ditempuh berkaitan dengan penanggulangan masalah keamanan di sekitar ALKI II. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa upaya pengamanan ALKl membutuhkan kemampuan pencegahan dan penangkalan melalui kerjasama dan koordinasl yang melibatkan peran seluruh instansi yang berwenang di dalam negeri serta melalui kerjasama dengan negara-negara lain dalam hal dukungan teknis berkaitan dengan peningkatan kontrol dan pengendalian keamanan di ALKI.

The conception of law of archipelagic country which was struggled by Indonesia via statement of 'Djoeanda Declaration' 13 December 1957, finally obtained by the acceptableness of UNCLOS (United Nations Convention on the Law of the Sea). This is ratified in Montego Bay Jamaica on 10 December 1982. Then Indonesia ratified this convention based on the constitution No. 17 1985 on 13 December !985. It meant the conception of archipelagic country became one of the principles which were acknowledged by the global of law of the sea as the new one. And this acknowledgment should be paid by respecting the legitimate interest and certain rights of the country which used the sea lanes passage and also aero lanes passage. The application of the right of sea lanes passage was accommodated by section 53 verse I on convention of law of the sea 1982 which also approved by IMO (International Maritime Organization). The setting of Indonesian Sea lanes passage earn contribute a positive effect on the national development for the prosperity of people. And also can affect a potency of threat (external threat) against national security, Indonesia has an opened geography condition which every time can invite a foreign country to do an illegal passing and activity in the national territory. The potency of threat in Indonesian archipelago definitely would effect to territorial waters and lands. So would they on the other way. This research took a place in ALKI II as the sea lanes connected an international voyage from Sulawesi sea passing through Makassar Straits, Flores sea and Lombok straits to Indian Ocean or opposite of it. This research aimed first to identify several aspects had potency to be a threat against ALKI II And its effect to the national defense. Second to fond couple policies and strategies which should be taken to secure around ALKI II. The results of this research concluded the efforts to secure ALKI required the competence to prevent and handle via joint and coordination which evolved all authorized agencies in our country. Also to build a mutual joints with regional countries for the technical backup to increase monitoring and controlling around ALKI."
Depok: Universitas Indonesia, 2009
T32841
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sondakh, Bernard Kent
"Pada tanggal 17 Desember 2002, International Court of Justice (ICJ) di Den Haag telah memutuskan Malaysia sebagai pemilik sah Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan (Sili). Keputusan tersebut diambil dengan menggugurkan seluruh argumentasi hukum yang diajukan oleh Indonesia maupun Malaysia dan pertimbangan terhadap kepemilikan SIli diputuskan oleh ICJ dengan menerapkan prisnsip effective occupation."
2003
HUPE-XXXIII-1-Mar2003-76
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Darma
"ABSTRAK Tesis ini membahas tentang tugas Komando Armada I yang bertanggung jawab menyelenggarakan kegiatan operasi maritim untuk mengantisipasi dan merespon berbagai kemungkinan khususnya terhadap kegiatan Perompakan atau Sea Armed Robbery yang terjadi di wilayah Perairan Selat Malaka dan sekitarnya kegiatan Perompakan atau Sea Armed Robbery yang terjadi di wilayah Perairan Selat Malaka dan sekitarnya sebagai implementasi pelaksanaan tugas pokok dalam melaksanakan Operasi Militer (OMSP). Dalam upaya tersebut, Koarmada I memandang perlu adanya suatu satuan/unit reaksi cepat dalam melengkapi sistem keamanan yang saat ini sudah berjalan. Terobosan yang dilakukan adalah pembentukan Fleet One Quick Response (FOQR). Semenjak dibentuknya satuan pemukul reaksi cepat atau yang lebih dikenal dengan FOQR dan berdasarkan Laporan Tahunan Staf Operasi (Sops) Lantamal IV tahun 2016 satuan ini telah berhasil melakukan penangkapan/penindakan terhadap pelaku kejahatan di laut, terutama di Perairan Selat Malaka. Oleh karena itu penelitian ini akan menjelaskan bagaimana kerjasama trilateral negara pantai antara Indonesia, Malaysia dan Singapura untuk bersama-sama melakukan pengamanan Selat Malaka, dimana Selat tersebut sangat strategis sebagai jalur perlintasan perdagangan dunia, khususnya kapal-kapal pengangkut bahan bakar dan bahan industri berbagai negara. Hal ini sesuai dengan ketetapan dari Hukum Laut 1982 (UNCLOS 1982) yang menyatakan bahwa kedaulatan wilayah negara pantai atas wilayah lautnya di selat yang dipergunakan bagi pelayaran internasional, termasuk kewenangan atas air, udara, dasar laut dan tanahnya diakui secara resmi. Maka, strategi pertahanan dan keamanan daerah ini memerlukan suatu perhatian khusus terutama dari littoral states yaitu Indonesia, Malaysia dan Singapura dengan mengadakan kerjasama untuk mengatasi ancaman kejahatan di Selat Malaka.

ABSTRACT
This thesis discusses the task of the Fleet I Command which is responsible for carrying out maritime operations to anticipate and respond to various possibilities specifically for the Sea Armed Robbery activities that occur in the Malacca Strait water   and its surroundings as  the implementation of the main tasks in carrying out Military Operations (OMSP). In this effort, the Fleet I Command considers the need for a quick response unit / unit to complement the security system that is currently underway. The breakthrough is the establishment of Fleet One Quick Response (FOQR). Since the formation of a quick response unit or better known as FOQR and based on the Annual Report of Operation Staff (Sops) Main Naval Base IV in 2016 this unit has succeeded in making arrests / prosecution of the perpetrators of crimes at sea, especially in the Malacca Strait water. Therefore this study will explain how the coastal country trilateral cooperation among Indonesia, Malaysia and Singapore to jointly secure the Malacca Strait, where the Strait is very strategic as a world trade crossing lane, especially ships carrying fuel and industrial materials of various countries . This is in accordance with the provisions of the 1982 Sea Law (UNCLOS 1982) which states that the sovereignty of the coastal region over its sea area in the strait is used for international shipping, including authority over water, air, sea floor and land officially recognized. Therefore, this regional defense and security strategy requires special attention, especially from littoral states, namely Indonesia, Malaysia and Singapore by establishing cooperation to overcome the threat of crime in the Malacca Strait.

 

"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nainggolan, Poltak Partogi, 1963-
"Sebagai poros maritim dan negara kepulauan yang strategis dari perspektif geopolitik, Indonesia telah menetapkan tiga jalur ALKI untuk lintas damai pelajaran International, yang dijamin keberadaannya oleh hukum International. Hasil penelitian mengungkap beberapa tipe ancaman keamanan terkini yang cukup kompleks yang dihadapi Indonesia sebagai sebuah negara kepulauan dan juga maritim, yang datang dari meningkatnya ketegangan dan ekkalasi konflik di laut China Selatan, serta terorisme global, intervensi asing, dan beragam kejahatan transnasional"
Sekretariat Jenderal Dewan Perwakilan Rakyat RI, {s.a.}
324 KAJ 20:3 (2015)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Gumai Akasiwi
"ABSTRAK
Pengakuan terhadap rezim negara kepulauan oleh hukum internasional melalui UNCLOS 1982 menimbulkan pertentangan kepentingan antara negara maritim dan negara kepulauan. Negosiasi oleh negara-negara tersebut menghasilkan suatu pengaturan yang menimbulkan beberapa perbedaan interpretasi, termasuk perihal alur laut kepulauan yang diatur dalam Pasal 53 UNCLOS. Akibatnya berbagai permasalahan muncul dalam penerapan hukum di rezim Alur Laut Kepulauan. Indonesia yang merupakan satu-satunya negara kepulauan yang telah menetapkan Alur Laut Kepulauannya dengan sebutan ALKI, tidak lepas dari permasalahan-permasalahan tersebut. Hal ini berujung kepada dilema keberlakuan ALKI yang bersifat parsial, yang mana negara-negara maritim menuntut Indonesia untuk menetapkan rute timur-barat sebagai bagian dari ALKI. Berdasarkan penelitian yuridis normatif yang telah dilakukan, Indonesia belum siap untuk menetapkan ALKI rute timur-barat, namun memiliki kewajiban hukum untuk menetapkan alur yang demikian cepat atau lambat.

ABSTRAK
Recognition of archipelagic state regime by International Law through the UNCLOS 1982 inflicted conflict of interest between archipelagic states and maritime states. Negotiation by these countries resulted provisions that raised some differences of interpretation, including the Archipelagic Sea Lanes provisions under the Article 53 UNCLOS. As a result, various issues arised in the law enforcement within the Archipelagic Sea Lanes regime. Indonesia as the only state that had designated its Archipelagic Sea Lanes namely ALKI, is not release from such issues. This led to the enforceability dilemma of ALKI which is also partially adopted, in which martime states demanded Indonesia to establish the east-west route to be a part of ALKI. Based on normative juridicial research that has been carried out, Indonesia is not yet ready to establish the east-west as ALKI, but it has a legal obligation to designate such route sooner or later"
2016
S63668
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>