Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 138337 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Bagus Radhityo
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
S25132
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Fadh
"Salah satu bentuk Public Service Obligation (PSO) di bidang komunikasi adalah penyediaan Layanan Pos Universal (LPU) yang mana pemerintah menyediakan layanan pos jenis tertentu sehingga masyarakat dapat mengirim dan atau menerima kiriman pos di seluruh wilayah di dunia dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat. Pelaksanaan Layanan Pos Universal atau Layanan Pos Dasar telah dilaksanakan oleh pemerintah melalui BUMN sejak era kemerdekaan sampai dengan saat ini. Di dalam perjalanannya, terdapat perubahan-perubahan yang prinsipil terkait penyelenggaraan Layanan Pos Universal, namun belum terimplementasi secara penuh sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2009 tentang Pos. Permasalahan yang dihadapi adalah adanya perubahan prinsip pelaksanaan Layanan Pos Universal sebagai Public Service Obligation (PSO) berdasarkan ketentuan perundangan bidang pos dan implementasi pelaksanaan Layanan Pos Universal oleh pemerintah berdasarkan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2009 tentang Pos. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis-normatif dengan pendekatan preskriptif-deskriptif analitis sehingga dapat menggambarkan perbedaan penyelenggaraan Layanan Pos Universal di masa sebelum ditetapkannya Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2009 tentang Pos dan setelahnya. Penulis menemukan terdapat perubahan-perubahan prinsipil penyelenggaraan Layanan Pos Universal setelah Undang-Undang Pos diberlakukan yaitu perubahan terkait penyelenggaraan layanan pos universal, mekanisme penunjukan penyelenggara Layanan Pos Universal, prinsip kerahasiaan surat, dan sumber pembiayaan Layanan Pos Universal. Namun, pemerintah belum mengimplementasikan beberapa amanat dari Undang-Undang Pos seperti pelaksanaan seleksi penyelenggara Layanan Pos Universal, prinsip kerahasiaan surat tidak lagi menjadi prioritas perlindungan, dan pembiayaan Layanan Pos Universal kini bersumber dari kontribusi dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Penulis menyarankan kepada pemerintah agar segera mengesahkan ketentuan mengenai mekanisme seleksi penyelenggara Layanan Pos Universal dan mempertimbangkan mekanisme pembiayaan Layanan Pos Universal yang lebih baik.

One form of Public Service Obligation (PSO) in communication sector is the provision of Universal Postal Services (UPS) in which the government provides certain types of postal services so that people could send and/or receive postal items in all region around world at affordable prices. The implementation of Universal Postal Services has been carried out by the government through State-Own Enterprise since independence era up until now. Through time, there have been fundamental changes related to the implementation of Universal Postal Services (UPS). However, those changes haven't been fully implemented in accordance with the Law Number 38 of 2009 concerning Posts. The primary issues are the changes in principles of implementing Universal Postal Services as Public Service Obligation based on the provisions of postal legislation and the implementation of Universal Postal Services itself by the government in accordance with the Law Number 38 of 2009 concerning Posts. This research is a juridical-normative research with prescriptive-analytical approach, so author can describe the differences in the implementation of Universal Postal Service in the period before and after the enactment of Law Number 38 of 2009 concerning Posts. The author finds that there are fundamental changes related to the implementation of Universal Postal Service, the mechanism for appointing Universal Postal Service provider, the principles of letter confidentiality, and funding sources of Universal Postal Services. However, the government has not implemented several mandates from the postal law such as selection of the Universal Postal Service provider, the principles of letter confidentiality are no longer priorities, and financing of Universal Postal Services is now sourced from both contributions and National Budget. The author suggests to the government to immediately ratify the provision regarding the selection mechanism for Universal Postal Services and consider a better Universal Postal Services financing mechanism."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Fadh
"ABSTRAK

Salah satu bentuk Public Service Obligation (PSO) di bidang komunikasi adalah penyediaan Layanan Pos Universal (LPU) yang mana pemerintah menyediakan layanan pos jenis tertentu sehingga masyarakat dapat mengirim dan atau menerima kiriman pos di seluruh wilayah di dunia dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat. Pelaksanaan Layanan Pos Universal atau Layanan Pos Dasar telah dilaksanakan oleh pemerintah melalui BUMN sejak era kemerdekaan sampai dengan saat ini. Di dalam perjalanannya, terdapat perubahan-perubahan yang prinsipil terkait penyelenggaraan Layanan Pos Universal, namun belum terimplementasi secara penuh sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2009 tentang Pos. Permasalahan yang dihadapi adalah adanya perubahan prinsip pelaksanaan Layanan Pos Universal sebagai Public Service Obligation (PSO) berdasarkan ketentuan perundangan bidang pos dan implementasi pelaksanaan Layanan Pos Universal oleh pemerintah berdasarkan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2009 tentang Pos. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis-normatif dengan pendekatan preskriptif-deskriptif analitis sehingga dapat menggambarkan perbedaan penyelenggaraan Layanan Pos Universal di masa sebelum ditetapkannya Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2009 tentang Pos dan setelahnya. Penulis menemukan terdapat perubahan-perubahan prinsipil penyelenggaraan Layanan Pos Universal setelah Undang-Undang Pos diberlakukan yaitu perubahan terkait penyelenggaraan layanan pos universal, mekanisme penunjukan penyelenggara Layanan Pos Universal, prinsip kerahasiaan surat, dan sumber pembiayaan Layanan Pos Universal. Namun, pemerintah belum mengimplementasikan beberapa amanat dari Undang-Undang Pos seperti pelaksanaan seleksi penyelenggara Layanan Pos Universal, prinsip kerahasiaan surat tidak lagi menjadi prioritas perlindungan, dan pembiayaan Layanan Pos Universal kini bersumber dari kontribusi dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Penulis menyarankan kepada pemerintah agar segera mengesahkan ketentuan mengenai mekanisme seleksi penyelenggara Layanan Pos Universal dan mempertimbangkan mekanisme pembiayaan Layanan Pos Universal yang lebih baik


ABSTRACT


One form of Public Service Obligation (PSO) in communication sector is the provision of Universal Postal Services (UPS) in which the government provides certain types of postal services so that people could send and / or receive postal items in all region around world at affordable prices. The implementation of Universal Postal Services has been carried out by the government through State-Own Enterprise since independence era up until now. Through time, there have been fundamental changes related to the implementation of Universal Postal Services (UPS). However, those changes haven`t been fully implemented in accordance with the Law Number 38 of 2009 concerning Posts. The primary issues are the changes in principles of implementing Universal Postal Services as Public Service Obligation based on the provisions of postal legislation and the implementation of Universal Postal Services itself by the government in accordance with the Law Number 38 of 2009 concerning Posts. This research is a juridical-normative research with prescriptive-analytical approach, so author can describe the differences in the implementation of Universal Postal Service in the period before and after the enactment of Law Number 38 of 2009 concerning Posts. The author finds that there are fundamental changes related to the implementation of Universal Postal Service, the mechanism for appointing Universal Postal Service provider, the principles of letter confidentiality, and funding sources of Universal Postal Services. However, the government has not implemented several mandates from the postal law such as selection of the Universal Postal Service provider, the principles of letter confidentiality are no longer priorities, and financing of Universal Postal Services is now sourced from both contributions and National Budget. The author suggests to the government to immediately ratify the provision regarding the selection mechanism for Universal Postal Services and consider a better Universal Postal Services financing mechanism.

"
2019
T54040
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kemal Azizi
"Dalam menyelenggarakan suatu pelayanan publik tertentu terdapat tarif yang dibebankan, salah satunya pelayanan berupa jasa publik, tarif tersebut harus dapat dijangkau oleh masyarakat. Penyelenggaraan pelayanan publik berupa transportasi umum sebagai jasa pelayanan publik pun harus dapat terjangkau bagi masyarakat. Hal ini termasuk pula mengenai penerapan tarif layanan KRL Commuter Line sebagai bentuk Public Service Obligation (PSO) haruslah memenuhi keterjangkauan. Penelitian ini ditujukan untuk menganalisis bagaimana penyelenggaraan pelayanan publik di bidang transportasi di Indonesia berupa layanan KRL Commuter Line oleh PT KCI serta menganalisis terkait dengan penerapan tarif tiket terhadap penyelenggaraan KRL Commuter Line oleh PT KCI serta bagaimana implikasi yang dihasilkan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian berupa yuridis normatif yang dilakukan secara deskriptif dengan menggunakan data sekunder. Adapun data sekunder diperoleh melalui penelusuran literatur serta bahan kepustakaan atau mendalami informasi yang relevan kepada pihak tertentu. Dalam rangka menunjang data sekunder terkait, maka dilakukan wawancara dengan narasumber dan informan. Hasil penelitian ini menemukan bahwa penyelenggaraan KRL Commuter Line dapat digolongkan ke dalam bentuk pelayanan publik, dikarenakan tujuan utamanya adalah untuk memudahkan warga negara memenuhi hak-hak dasarnya. Dengan adanya KRL Commuter Line masyarakat mampu memenuhi kebutuhan hidupnya. Ini sejalan pula dengan amanat Pasal 34 ayat (3) UUD NRI Tahun 1945 serta Alinea Keempat UUD NRI Tahun 1945. Penerapan asas keterjangkauan terhadap tarif KRL Commuter Line, dapat dilihat dengan upaya Pemerintah memberikan dana PSO kepada PT KAI (Persero) selaku Badan Usaha Milik Negara (BUMN) penyelenggara sarana perkeretaapian. Dengan diterapkannya kebijakan PSO tersebut, maka Pemerintah berupaya untuk menjamin keterjangkauan atas tarif layanan KRL Commuter Line. Saran, Pemerintah seharusnya dapat menyusun regulasi yang berkaitan dengan PSO khususnya di bidang angkutan kereta api tidak berbelit-belit. Dengan demikian, pelaksanaan PSO dapat dijalankan dengan baik dan lancar oleh PT KAI (Persero) bersama dengan PT KCI selaku operator.

In organizing a certain public service, there are tariffs that are charged, one of which is in the form of public services, these tariffs must be affordable by the community. The implementation of public services in the form of public transportation as a public service must also be affordable for the community. This also includes the application of KRL Commuter Line service rates as a form of Public Service Obligation (PSO) must fulfill affordability. This research is intended to analyze how the implementation of public services in the field of transportation in Indonesia in the form of KRL Commuter Line services by PT KCI and analyze related to the application of ticket rates to the implementation of KRL Commuter Line by PT KCI and how the resulting implications. This research uses normative juridical research methods carried out descriptively using secondary data. Secondary data is obtained through literature searches and library materials or exploring relevant information to certain parties. In order to support the related secondary data, interviews with sources and informants were conducted. The results of this study found that the implementation of KRL Commuter Line can be classified into a form of public service, because its main purpose is to facilitate citizens to fulfill their basic rights. With the KRL Commuter Line, people are able to fulfill their needs. This is also in line with the mandate of Article 34 paragraph (3) of the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia and the Fourth Paragraph of the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia. The application of the principle of affordability to the KRL Commuter Line tariff can be seen with the Government's efforts to provide PSO funds to PT KAI (Persero) as State-Owned Enterprises (BUMN) organizing railway facilities. With the implementation of the PSO policy, the Government seeks to ensure the affordability of KRL Commuter Line service rates. Suggestions, the Government should be able to compile regulations relating to PSO, especially in the field of rail transportation is not complicated. Thus, the implementation of PSO can be carried out properly and smoothly by PT KAI (Persero) together with PT KCI as the operator."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Neneng Sandra
"Dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2009 tentang Pos menggantikan undang-undang yang lama, maka terjadi perubahan paradigma penyelenggaraan pos di Indonesia, termasuk dalam penyelenggaraan Layanan Pos Universal. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis regulasi tentang Layanan Pos Universal serta kesesuaian antara pelaksanaan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2009 tentang Pos dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara terkait penugasan Layanan Pos Universal, menganalisis mekanisme pelaksanaan Layanan Pos Universal setelah berakhirnya penugasan Pemerintah kepada PT. Pos Indonesia (Persero) pada tanggal 14 Oktober 2014, serta menganalisis upaya penyehatan Badan Usaha Milik Negara Pos oleh pemerintah sebagai amanat Pasal 51 Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2009 tentang Pos. Dalam penyusunan penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian yuridis normatif.
Berdasarkan hasil penelitian, Pasal 15 ayat (3) Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2009 tentang Pos memberikan kesempatan kepada semua penyelenggara pos untuk melaksanakan fungsi kemanfaatan umum yaitu Layanan Pos Universal, tidak hanya BUMN melainkan juga kepada BUMS, BUMD dan Koperasi. Sedangkan Pasal 66 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara yang mengamanatkan bahwa Pemerintah dapat memberikan penugasan khusus kepada BUMN untuk menyelenggarakan fungsi kemanfaatan umum dengan tetap memperhatikan maksud dan tujuan kegiatan BUMN. Penugasan Layanan Pos Universal sebagai fungsi kemanfaatan umum diberikan kepada BUMN, tidak diberikan kepada BUMS, BUMD maupun koperasi. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2009 tentang Pos tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 terkait dengan penugasan khusus kepada BUMN untuk menyelenggarakan fungsi kemanfaatan umum (Layanan Pos Universal).
Mengingat Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2009 tentang Pos mulai berlaku pada tanggal 14 Oktober 2009, maka pemerintah perlu segera menyiapkan metode seleksi untuk menunjuk penyelenggara pos Layanan Pos Universal serta perlu segera dilakukan penyehatan korporasi PT. Pos Indonesia dalam rangka menghadapi kompetisi.

The Issued of Act Number 38 Year 2009 Concerning Post has brings a change in the paradigm of post activity in Indonesia, including the implementation of the Universal Postal Service. The purpose of the study is to analyze the regulation of the Universal Postal Service and the correspondence between the implementation of Act Number 38 Year 2009 Concerning Post by Act Number 19 of 2003 Concerning State-Owned Enterprises and the assignment of the Universal Postal Service. The study also analyzed the mechanism of the implementation of the Universal Postal Service after Indonesian Government ended assignment of the PT. Pos Indonesia (Persero) on October 14, 2014, as well as analyzing restructure State-owned Enterprise of Post by government as the mandate of Article 51 of Act Number 38 Year 2009 Concerning Post. In order to preparing this study, the authors used normative research method.
Based on the research, Article 15 paragraph (3) of Act Number 38 Year 2009 on the Post provides the opportunity for all postal providers to carry out the functions of the public benefit, which is the Universal Postal Service, not only the State-Owned Enterprises (SOEs) but also to State Owned private (BUMS), provincial enterprises (enterprises) and Cooperatives. While Article 66 paragraph (1) of Act Number 19 Year 2003 Concerning State-Owned Enterprises which mandates that the Government can give special assignments to SOEs to perform the functions of public benefit with regard to the intent and purpose of the activities of SOEs. An assignment of the Universal Postal Service (BDS) as a function of the public benefit provided to SOE, is not given to private enterprises, enterprises and cooperatives. Thus, it can be concluded that the implementation of Act Number 38 Year 2009 Concerning Post does not comply with the Act Number 19 Year 2003 relating to special assignment to SOEs to perform the functions of public benefit (Universal Postal Service).
Considering The Act Number 38 Year 2009 Concerning Post has been valid since October 14, 2009, therefore the government should immediately set the selection method to designate the Universal Postal Service providers as well as post needs to be done to restructure the corporation PT. Pos Indonesia in order to face the competition.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T41718
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indra Pratama Prianova
"Tesis ini membahas Strategi Implementasi Penyediaan Pusat Layanan Internet Kecamatan (PLIK) Pada Pelaksanaan Kewajiban Pelayanan Universal Telekomunikasi (KPU/USO) di Indonesia, sebagai rekomendasi dalam implementasi kebijakan PLIK. Lingkup penelitian menitikberatkan pada faktorfaktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan implementasi PLIK. Penelitian ini adalah menggunakan data yang dikumpulkan dari hasil kuesioner kepada instansi yang berwenang dan pakar yang kompeten, serta studi literature dari berbagai sumber, seperti Undang-undang dan regulasi terkait maupun bahan bacaan lainnya dari buku dan website, dengan menggunakan pendekatan analisis SWOT. Hasil penelitian ini adalah berupa strategi prioritas implementasi PLIK dan beberapa alternatif strategi untuk mendukung PLIK dengan memperhatikan faktor-faktor kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan dalam penyelenggaraan PLIK.

The focus of this research is implementation of strategy for PLIK sector for designing RPJMN II on Kewajiban Pelayanan Universal Telekomunikasi (KPU/USO) in Indonesia, as a recommendation in implementation of PLIK policy. The scope of this study are many factors that affect the successful of PLIK implementation. This research use data and information from questionnaire result to government and literature study from many sources, such as presentation from regulator, the law which related with this study and also other sources from book and website, that using SWOT analyze. The result of this study is strategy priority for PLIK implementation and also some of strategy alternative to support PLIK that attend many factors like strengths, weaknesses, opportunity and threats (SWOT)."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2010
T40982
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Radiansyah Suryomahendro Yamin
"Skripsi ini membahas mengenai proses penyelesaian credit menurut hukum perbankan di Indonesia dari perjanjian kredit yang dibuat antara Bank X dan PT. Y dalam pembiayaan proyek Kewajiban Pelayanan Universal dari Kementrian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana produk kredit dari bank umum diatur oleh undang-undang dan peraturan lain yang berhubungan dengan aspek pemberian kredit. Penelitian ini memfokuskan kepada jenis kredit yang disepakati antara kedua belah pihak yaitu Kredit Investasi dan Kredit Modal Kerja. Prosedur dan persyaratan atas pemberian kredit yang diwajibkan oleh Undang-Undang Perbankan dibahas mendalam. Dalam penelitian ini, masalah yang diangkat adalah masalah yang timbul dalam pelaksanaan kredit yaitu terkendalanya pembayaran kredit oleh PT. Y sehingga Bank X menggolongkan kredit tersebut menjadi kredit macet (kolektibilitas tingkat 5). Selain itu, penyelesaian dari kredit bermasalah tersebut juga ditinjau dari segi perundang-undangan dan peraturan lain yang berlaku. Metode penelitian yang digunakan adalah metode yuridis normatif.
Berdasarkan hasil penelitian, dapat diketahui bahwa pengaturan fasilitas kredit dalam Hukum Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana diubah oleh Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1998 tentang Perbankan, SK DIR BI No. 27/162/KEP/DIR dan Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 7/3/PBI/2005 sebagaimana diubah oleh PBI No. 8/13/PBI/2006 tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit dan Peraturan Bank Indonesia (PBI) No 14/15/2012 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum dan Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 11/25/PBI/2009 tentang Implementasi Manajemen Resiko Bank Umum. Pemberian Kredit antara Bank X dengan PT. Y terkendala masalah pembayaran yang diakibatkan oleh Balai Penyedia dan Pengelola Pembiayaan Telekomunikasi tidak dapat melakukan pembayaran atas prestasi kerja PT. Y akibat diblokirnya anggaran oleh DPR-RI. Analisa mendalam tentang debitur termasuk didalamnya analisa prinsip 5C beserta analisa kelayakan proyek telah dilakukan dengan baik. Namun, kendala PT. Y dalam pembayaran kredit merupakan kendala diluar kuasa PT. Y. Proses penyelesaian kredit meliputi surat peringatan, eksekusi, musyawarah dan Arbitrase.

This thesis discusses the process of settlement of credit under banking law in Indonesia in the credit agreement made between the Bank X and PT. Y for financing Universal Service Obligations project of the Ministry of Communication and Information of the Republic of Indonesia. The purpose of this study was to determine how the product credit from commercial banks regulated by laws and other regulations related to aspects of the provision of credit. This research focuses on the type of credit agreed between both parties that investment credit and working capital credit. The terms and procedures for the granting of credit required by the Banking Act is discussed. In this study, the issues raised are issues that arise in the implementation of credit that is obstacle for credit payments by PT. Y so that Bank X classified the credit as the loss credit (collectability level 5). In addition, the settlement of the loss credit also reviewed from the law aspect and other regulation. The method used is a juridical normative method.
Based on the research results, it can be seen that the arrangement of credit facilities under Indonesian law set forth under Law No. 7 of 1992 as amended by Act No. 2 of 1998 on Banking, SK DIR BI No. 27/162 / KEP / DIR and Bank Indonesia Regulation (PBI) No. 7/3 / PBI / 2005 as amended by PBI No. 8/13 / PBI / 2006 regarding Legal Lending Limit and Bank Indonesia Regulation (PBI) No. 14/15/2012 Asset Quality Rating for Commercial Banks and Bank Indonesia Regulation (PBI) No. 11/25 / PBI / 2009 regarding Implementation of Risk Management of Commercial Banks. The credit lending between Bank X with PT. Y constrained problem of payment caused by the Telecommunications and Informatics Funding Provision Management Agency (BP3TI) as the representative from Ministry cannot make payments on work performance of PT. Y as the result of the blockage of budget by the House of Representatives. Depth analysis of the debtor including analysis of 5C principles along with project feasibility analysis has been done well. However, the problem faced by PT. Y in the payment of credit is a constraint beyond the control of PT. Y. The processes of settlements of credit include warning letters, execution, deliberation and Arbitration.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S65280
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Ikram Afif
"ABSTRAK

Negara wajib memberikan subsidi angkutan udara kargo kepada Badan Usaha Angkutan Udara berbentuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan non-BUMN. Pemberian ini dilakukan dengan pemberlakuan kewajiban pelayanan publik. Subsidi angkutan udara kargo sebagai bagian dari program Jembatan Udara dilaksanakan oleh pemerintah melalui penugasan kepada BUMN yang bergerak di bidang angkutan udara dan/atau Badan Usaha Angkutan Udara melalui pemilihan penyedia jasa lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Penelitian ini mencoba untuk menganalisis permasalahan terkait penerapan pemberian subsidi angkutan udara kargo sebagai kewajiban pelayanan publik berdasarkan kerangka hukum pelayanan publik di Indonesia; perbandingan pelaksanaan subsidi angkutan udara kargo di Indonesia dengan pelaksanaan kewajiban pelayanan publik di Uni Eropa, Malaysia, dan Australia; dan kaitan antara penerapan subsidi angkutan udara kargo terhadap Badan Usaha Angkutan Udara non-BUMN dengan kerangka kewajiban pelayanan publik di Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif dengan cara menarik asas hukum tertulis maupun tidak tertulis dan perbandingan terhadap pelaksanaan subsidi angkutan udara kargo di Indonesia dengan pelaksanaan kewajiban pelayanan publik di Uni Eropa, Malaysia, Australia. Simpulan penelitian ini yaitu subsidi angkutan udara kargo merupakan bagian dari kewajiban pelayanan publik di Indonesia sesuai dengan kerangka hukum pelayanan publik di Indonesia; terdapat perbedaan antara subsidi angkutan udara kargo di Indonesia dengan kewajiban pelayanan publik sejenis di Uni Eropa, Malaysia, dan Australia berdasarkan sistem pemilihan badan usaha angkutan udara, penyelenggara, dan bentuk subsidi yang diberikan; dan kaitan antara pemberian subsidi angkutan udara kargo terhadap badan usaha angkutan udara non-BUMN dalam Kerangka Kewajiban Pelayanan Publik di Indonesia dapat dilihat melalui pergeseran paradigma pelayanan publik di Indonesia dan berdasarkan konsep tindakan hukum pemerintah berdasarkan hukum administrasi negara di Indonesia.


ABSTRACT


The state is obliged to subsidize cargo air transport to Air Transport Business Entities in the form of State-Owned Enterprises (SOEs) and non-SOEs. This provision is carried out by the application of public service obligation. Cargo air transport subsidy as part of the Air Bridge program are carried out by the government through assignments to SOEs engaged in air transportation and/or Air Transport Business Entities through the selection of other service providers in accordance with statutory provisions. This study attempts to analyze the problems related to the implementation of subsidized cargo air transport as a public service obligation based on the legal framework of public services in Indonesia; comparison of the implementation of cargo air transport subsidy in Indonesia with the implementation of public service obligation in the European Union, Malaysia and Australia; and the connection between the application of cargo air transport subsidy to non-SOEs Air Transport Business Entities with the framework of public service obligations in Indonesia. This research is a normative juridical method by drawing written and unwritten legal principles and comparing the implementation of cargo air transport subsidy in Indonesia with the implementation of public service obligations in the European Union, Malaysia, and Australia. The conclusions obtained from this study are that cargo air transport subsidy are part of the public service obligation in Indonesia in accordance with the legal framework of public services in Indonesia; there is a difference between cargo air transport subsidy in Indonesia and similar public service obligation in the European Union, Malaysia and Australia based on the system of selecting air transport business entities, organizers, and the form of subsidies provided; and the link between providing air cargo air transport subsidy to non-SOEs air transport business entities in the Public Service Obligation Framework in Indonesia can be seen through the paradigm shift in public services in Indonesia and based on the concept of government legal action based on administrative law in Indonesia.

"
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Deo Damiani
"Penelitian ini mengangkat permasalahan yaitu perkembangan kebijakan PNBP USO hingga rezim UU No. 36 Tahun 1999 dan implementasi kebijakan PNBP USO dalam rangka mewujudkan Indonesia Digital. Pendekatan penelitian kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa alasan pemerintah menerapkan kebijakan kontribusi USO adalah karena amanat dari undang-undang untuk mengurangi digital divide yang semakin bertambah ketika komersialisasi telekomunikasi terjadi dan. proses implementasi kebijakan USO mengikuti Peraturan Pemerintah No.9 Tahun 2009 yang seharusnya diatur dalam Undang-Undang sesuai dengan amanah Undang-Undang Dasar 1945 pasal 23 A. Kemudian, implementasi kebijakan PNBP USO tersebut tidak memiliki grand design sebagai standar dan sasaran kebijakan dan kurang berkoordinasi dengan pihak operator penyelenggara, kementerian lain dan pemerintah daerah dimana untuk mewujudkan Indonesia Digital perlu kerja sama multi sektor dan terjadi realisasi anggaran yang kecil karena DPR menggunakan hak budget terhadap DIPA, sehingga Balai Penyedia Dan Pengelola PembiayaanTelekomunikasi Dan Informatika selaku lembaga yang melaksanakan program USO tidak dapat menggunakan anggaran.

The issues of this underthesis are the policy development of Universal Service Obligation until the UU No. 36 1999 and the implementation policy of USO to reach the ICT Roadmap of Indonesia, Indonesia Digital. The results show that the reason goverment apply the policy of non-tax state revenue, called USO because of the order of constitution of UUD 1945 to reduce digital divide caused by comersialization of telecommunication industry and the implementation process of USO must under the act of legislation. Then, the policy of USO doesn’t have a grand design for the parameter of the policy. Nevertheless, the policy doesnt involved the operators, the other minister, and the local government, which it need to get multisectoral engagement to reach the Indonesia Digital. Moreoever, the USO policy has a bad realization of budget because of the legislative forbid the use of budget.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
S55479
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Henny Yulius
"PT. Pos Indonesia merupakan suatu BUMN yang bergerak dalam kegiatan pelayanan lalu lintas informasi, uang dan barang. Salah satu produk yang ditawarkan oleh PT.Pos Indonesia adalah jasa layanan pengiriman paket Penelitian yang dilakukan ini sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan paket pos di PT. Pos Indonesia, dengan menggunakan metode gabungan Servqual, Kano Model dan QFD. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa ada 28 atribut pelayanan paket pos yang merupakan kebutuhan dan keinginan pengguna jasa paket pos. Selain itu juga dapat diklasifikasi kategori atribut-atribut tersebut, 2 atribut kategori A (attractive), 15 atribut kategori O (one-dimensional), serta 11 atribut kategori M (Must-be). Dengan melihat matrik house of quality, maka hal-hal yang perlu dilakukan oleh pihak manajemen pos indonesia adalah penyempurnaan SOP penerimaan paket, peningkatan kinerja waktu dan standarisasi waktu tempuh kiriman, pengembangan jaringan angkutan, penyempurnaan SOP pengiriman paket dan mekanisasi dan otomatisasi berbagai layanan manual.

PT. Pos Indonesia is a government public company which is involved in business of information, money, and package delivery service. This research attempts to improve service quality.This research uses combined method, it is consists of servqual, kano model, and quality function deployment (QFD). Research can identify 28 attributes. These attributes are customer requirements. These attributes also can be classified in to the three categories,i.e: attractive, one-dimensional, and must-be. 2 attributes is attractive, 11 attributes are must-be, and 15 attributes are one-dimensional. Analysing matrix house of quality, thus many things that need to be carried out by the indonesian post office management are finishing of SOP packages acceptance, improvement of time-series, standardization of time limit delivery, developing of transportation networking, including finishing of SOP package?s delivery, and mechanism and automation of various manual services."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2009
T26215
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>