Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 119907 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Gultom, Inggrid Angraeni Salam
Depok: Universitas Indonesia, 2008
S21631
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Metty Widiastuti
"Di Indonesia diperkirakan 1% - 2% penduduk atau sekitar dua sampai empat juta jiwa mengalami masalah kesehatan jiwa. Gangguan jiwa tidak langsung berdampak terhadap kematian, tetapi akan menimbulkan penderitaan yang mendalam bagi individu dan keluarga seperti timbulnya masalah finansial, ketakutan, perasaan bersalah, rasa malu, gangguan aktivitas sehari-hari, gangguan hubungan sosial dan gangguan fisik. Kemampuan keluarga merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa perlu memadia, Salah satu caranya adalah terapi keluarga triangles. Terapi keluarga triangles adalah terapi keluarga yang dilakukan dengan melibatkan keluarga, klien dan petugas kesehatan untuk menyelesaikan masalah keluarga.
Tujuan penelitian: menjelaskan pengaruh terapi triangles terhadap kemampuan pengetahuan dan psikomotor keluarga dalam merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa.
Metode penelitian: quasi eksperimen dengan penerapan terapi triangles. Analisis yang digunakan dependen dan independent sample t-Test, dan chi-square. Penelitian dilakukan di RSJ Bandung terhadap 48 klien yaitu 24 orang mendapat terapi keluarga triangles dan 24 orang tidak mendapat terapi keluarga triangles.
Hasil penelitian ditemukan bahwa terapi triangles meningkatkan kemampuan pengetahuan dan psikomotor keluarga secara bermakna. Kemampuan pengetahuan dan psikomotor keluarga yang mendapat terapi keluarga triangles lebih tinggi secara bermakna daripada keluarga yang tidak mendapatkan terapi keluarga triangles.
Rekomendasi hasil penelitian terapi keluarga triangles dijadikan Salah satu terapi spesialis pada keluarga yang mempunyai anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa."
Depok: Universitas Indonesia, 2007
T22877
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Jakarta : Departemen kesehatan, 1978
616.890 231 IND p (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Sucipto
"Latar Belakang: Evaluasi insanity defense merupakan pemeriksaan yang kompleks dan membutuhkan ketelitian. Evaluasi insanity defense sering dilakukan pada terdakwa kekerasan fisik dengan gangguan psikotik. Namun, rekomendasi evaluasi insanity defense pada terdakwa kekerasan fisik dengan gangguan psikotik masih terbatas. Tujuan: mengulas rekomendasi evaluasi insanity defense pada terdakwa pidana kekerasan fisik yang mengalami gangguan psikotik Metode: penelitian mencari artikel penelitian tanpa batasan waktu dari lima pangkalan data menggunakan kata kunci mencakup insanity defense, psychotic, dan evaluation. Peneliti kemudian menyaring hasil studi berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi Hasil: Dari 992 literatur, sembilan studi dilibatkan dalam analisis. Hasil analisis menunjukkan bahwa masih terdapat berbagai tantangan dalam mengevaluasi insanity defense berdasarkan hukum yang berlaku serta alat maupun instrumen yang digunakan. Pemeriksaan yang tidak inadekuat akan memberikan dampak negatif bagi pemeriksa maupun terdakwa. Simpulan: beberapa aspek penting perlu diperhatikan dalam evaluasi insanity defense yang masih menjadi tantangan untuk menegakkan hukum dengan tepat.

Background: The evaluation of insanity defense is a complex examination that requires precision. Insanity defense evaluations are often performed on offenders with psychotic disorders who commit physical violence. However, recommendations for evaluating the insanity defense for offenders with psychotic disorders who commit physical violence remain limited Objective: To review recommendations for evaluating insanity defense for offenders with psychotic disorders who commit physical violence Methods: The study searched for research articles without time limits from five databases using keywords including insanity defense, psychotic, and evaluation. Researchers then filter the study results on the basis of the inclusion and exclusion criteria Results: Of 992 pieces of literature, nine studies were included in the analysis. The results of the analysis show that there are still various challenges in evaluating insanity defense based on applicable law and the tools and instruments used. Inadequate examination will have a negative impact on both the examiner and the defendant. Conclusions: Several important aspects need to be considered in evaluating insanity defense for offenders with psychotic disorders who commit physical violence, which is still a challenge to enforce the law appropriately."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Panjaitan, Adelia
Depok: Universitas Indonesia, 1990
S21707
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Latar Belakang: Pemasungan pada penderita gangguan jiwa berat masih terjadi di Indonesia. Tujuan analisis ini adalah mengetahui faktor yang paling dominan terhadap pemasungan orang dengan gangguan jiwa berat di Indonesia, serta mendapatkan gambaran karakteristik keluarganya. Metode: Data yang digunakan adalah data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013. Jumlah sampel rumah tangga (RT) yang dianalisis sebanyak 1655 yang berasal dari 11.896 blok sensus. Informasi mengenai adanya orang dengan gangguan jiwa berat yang dipasung diperoleh melalui wawancara kepada kepala keluarga yang dilakukan petugas yang telah dilatih. Variabel lain yang dianalisis adalah akses ke pelayanan kesehatan, letak geografis, pemukiman, dan status ekonomi keluarga. Data diolah dengan program statistik SPSS versi 21. Analisis yang dilakukan adalah bivariat dan multivariat berupa regresi logistik dengan metode complex samples. Hasil dinyatakan bermakna apabila memiliki nilai kemaknaan p<0,05 dengan indeks kepercayaan 95%. Hasil: Variabel yang mempunyai hubungan paling kuat terhadap pasung adalah status ekonomi rumah tangga yaitu kuintil indeks kepemilikian 1 mempunyai peluang tertinggi (OR suaian 2,32; IK 1,24-; 4,34). Rumah tangga dengan kuintil indeks kepemilikan 2 mempunyai peluang hampir sama (OR suaian 2,15; IK 1,14-4,40). Rumah tangga yang mempunyai tingkat sosial ekonomi rendah lebih banyak memiliki masalah ketidaktahuan adanya fasilitas kesehatan dan hampir setengah dari RT tersebut bertempat tinggal di perdesaan. Kesimpulan: Berdasarkan Riskesdas 2013, faktor yang paling berperan terhadap pasung di Indonesia adalah status ekonomi rumah tangga. Faktor ini ditambah dengan ketidaktahuan fasilitas kesehatan dan tempat tinggal yang jauh dari perkotaan. Saran: Pengetahuan keluarga penderita, ketersediaan obat-obatan dan akses ke fasilitas kesehatan yang mudah akan mendorong kepatuhan pengobatan dan mengurangi kecenderungan pemasungan orang gangguan jiwa."
BULHSR 18:1 (2015)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Tanziel Aziezi
"Skripsi ini membahas mengenai bagaimana pertanggung jawaban pidana dari seorang pelaku tindak pidana yang telah mengalami praktik cuci otak (brainwash) sebelum melakukan tindak pidana. Penulis menjabarkan hal tersebut dengan menjelaskan bagaimana proses cuci otak (brainwash) terjadi, khususnya pada perekrutan anggota terorisme dan NII, lalu mengaitkan proses tersebut dengan ajaran kesalahan, untuk dapat menentukan apakah terdapat kesalahan dalam pelaku tindak pidana yang mengalami praktik cuci otak (brainwash), sehingga berdasarkan asas geen straf zonder schuld, pelaku tersebut dapat dimintai pertangggung jawaban pidana. Penulis juga menjabarkan bagaimana peradilan pidana di Indonesia dan Amerika Serikat menyikapi soal cuci otak (brainwash) yang muncul dalam persidangan.
Hasil dari skripsi ini adalah pelaku tindak pidana yang sebelumnya mengalami praktik cuci otak (brainwash) memiliki kesalahan dalam melakukan hal tersebut, sehingga dapat dimintai pertanggung jawaban pidana. Cuci otak (brainwash) ini juga tidak diterima sebagai dasar untuk menghapus pertanggung jawaban pidana, baik dalam peradilan pidana Indonesia, maupun peradilan pidana Amerika Serikat, dikarenakan pelaku tetap memiliki kesadaran dalam melakukan tindak pidana serta melakukan hal tersebut berdasarkan free will yang ia miliki.
Saran yang dapat penulis berikan adalah perlunya pendefinisian yang tegas mengenai apa yang dimaksud dengan cuci otak (brainwash) mengingat masih banyak pihak yang mendifinisikan cuci otak (brainwash) secara salah, seperti menyamakan cuci otak (brainwash) dengan indoktrinasi, padahal keduanya adalah hal yang berbeda. Kemudian, penulis juga menyarankan adanya sosialisasi, khususnya kepada aparat penegak hukum mengenai pertanggung jawaban pidana dari pelaku tindak pidana yang mengalami praktik cuci otak (braiwnash) agar tidak terjadinya kesalahan dalam menjatuhkan pemidanaan terhadap pelaku tersebut.

This thesis discusses about how the criminal responsibility of a perpetrator who had suffered brainwashing practices before committing a crime. The author describes this by explaining how the brainwashing process occurs, particularly in the recruitment of members of terrorist and NII, then associate that process with the doctrine of fault, to be able to determine if there is an fault in the criminal suffered brainwashing practices, so based on the principle of geen straf zonder schuld, the perpetrators be held criminal responsibility. The author also describes how criminal justice in Indonesia and the United States address the problem of brainwashing that appear in the proceedings.
The results of this thesis are perpetrators who previously suffered brain washing practices have a fault in doing so, so it can be held responsible criminal. Brainwashing is also not acceptable as a basis for removing criminal responsibility, both in Indonesian criminal justice and the United States criminal justice, because the perpetrators remain conscious in committing a crime and do so by free will which he had.
The advice that the author can give is the need for a clear definition of what is meant by brainwashing, since there are many parties that defines brainwashing are wrong, such as equating brainwashing with indoctrination, even though both are different things. Then, the authors also recommend the existence of socialization, especially for law enforcement officers regarding criminal responsibility of perpetrators who suffered brain washing practices, to prevent the occurrence of errors in imposing the punishment of the perpetrators.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S57599
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>