Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 77911 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Panggabean, Manahan
"Kesesatan hakim dalam menggali fakta-fakta hukum seperti yang terjadi pada perkara Sengkon dan Karta, telah menyebabkan hakim menjatuhkan hukuman terhadap orang yang tidak bersalah, hal mana merupakan latar belakang dan filosofi diadakannya lembaga peninjauan kembali. Pada prinsipnya, KUHAP “melarang” untuk menjatuhkan putusan “yang melebihi” putusan yang dimintakan peninjauan kembali, dan hanya “memperkenankan” putusan yang menerapkan ketentuan pidana “yang lebih ringan”. Asas yang dianut KUHAP itu sejalan dengan tujuan lembaga peninjauan kembali, yang bermaksud membuka kesempatan kepada terpidana dalam membela kepentingannya, untuk terlepas dari ketidak-benaran penegakan hukum. Meskipun demikian, Mahkamah Agung telah “melegalkan” jaksa penuntut umum untuk “merampas” hak terpidana itu, yakni dikabulkannya permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh “jaksa penuntut umum” dan pula terhadap “putusan bebas”, lebih lagi dijatuhkannya putusan yang “tidak diperbolehkan”, sehingga peluang dan sarana upaya hukum yang diberikan undang-undang dan “hanya” kepada terpidana itu, berbalik “menjadi bumerang” dan “merugikan” terpidana sendiri. Demikian juga dalam memutus perkara peninjauan kembali, Mahkamah Agung “hanya” berdasarkan dokumen perkara yang berupa permintaan peninjauan kembali, berkas perkara semula, serta berita acara pemeriksaan dan berita acara pendapat hakim pengadilan negeri, “tanpa” terlebih dahulu melakukan pemeriksaan secara langsung terhadap saksi sebagai novum, hal mana “penilaian” atas pembuktian “petunjuk” yang bersumber dari alat bukti keterangan saksi sebagai novum tersebut “bukan” sebagaimana ditentukan Pasal 188 ayat (2) dan ayat (3) KUHAP. Karenanya, terhadap putusan Mahkamah Agung yang dianggap sebagai penemuan hukum dan dijadikan sebagai yurisprudensi itu, mesti direnungkan kembali dengan pengkajian secara mendalam.

Misjudge in law facts upholding of the courtroom verdict such as Sengkon and Karta law,had arisen a wrong verdict to innocent persons,that caused a philosophical ratio of a lawful review team. As a principle, KUHAP (Court of lawful Judicial Procedure)is “against” “overrule” of plea bargaining (Law Review) and it only “admits” a verdict which applies for “light penalty”.The basic right which is adhered in KUHAP must be in accordance with the lawful review team, that aims to give opportunity to the convicts to defend their favour, to be free from the unjustice of the law upholding.On the other hand,the Supreme Court has legalized General Prosecutors to “seize” the convicted rights,allows the plea of law review wich is issued by general prosecutors and also for “unguilty verdict”, and pass the verdict to the “unprecise moment” of the law, so the opportunities and facilities of the convicts for the personal law enforcement which denotes to defend under the bylaw and toward the convicts “alone”,but reverse toward the “disarmity” and “the loss of the convict rights”.And also in passing the verdict in the law review or plea bargaining, the Supreme Court in passing the verdict is “only” based on criminal case documents, previous case files, investigation imposing agenda and civil courtroom judgement record,”without” cross-examination in ahead of eyewitnesses as novum,but the true “assessment” is based on “the guide” of witness statement which testify the approved evidence case as a novum, “not” stipulated by KUHAP Chapter 188 verses (2), and (3).Thus, toward the Supreme Court Verdiction which is prejudice as law finding and as criminal jurisprudence should be re-discussed deeply."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
S21992
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rumondang, Stella R.
"Surat dakwaan merupakan surat atau akta yang memuat suatu perumusan dari tindak pidana yang dituduhkan, yang sementara dapat disimpulkan dari surat-surat pemeriksaan pendahuluan yang merupakan dasar bagi Hakim untuk melakukan pemeriksaan, yang bila dianggap cukup terbukti, terdakwa dapat dijatuhkan hukuman. Dalam menyusun surat dakwaan, penuntut umum wajib memperhatikan ketentuan Pasal 143 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang menyebutkan bahwa surat dakwaan mempunyai dua syarat yang harus dipenuhinya yaitu syarat formil dan syarat materil.
Dalam Hukum Acara Pidana, Locus Delicti menjadi bagian yang penting dalam Surat Dakwaan karena merupakan bagian dari syarat materil yang harus dipenuhi. Tidak terpenuhinya perumusan locus delicti secara jelas, lengkap dan cermat di dalam surat dakwaan menyebabkan surat dakwaan batal demi hukum (jo. Pasal 143 ayat (3) KUHAP). Bilamana tidak mengalami perubahan sesuai yang diatur dalam Pasal 144 KUHAP surat dakwaan tetap merupakan dasar hukum pemeriksaan di setiap tahapan pengadilan walaupun sampai ke tahap Peninjauan Kembali (PK).
Pada kasus Pollycarpus, permohonan PK yang diajukan oleh kejaksaan, telah mengakibatkan kontroversi, dimana penuntut umum menganulir surat dakwaannya sendiri terkait masalah locus delicti. Locus delicti pada surat dakwaan awal mengalami perbedaan pada memori PK. Perbedaan locus delicti secara otomatis akan menimbulkan akibat-akibat hukum. Memori PK tersebut seolah-olah menjadi surat dakwaan baru yang tidak melalui proses pembuktian.
Pada kesimpulannya telah terjadi beberapa penyimpangan yang dilakukan oleh aparat hukum dalam menangani kasus Pollycarpus. Lepas dari segala intrik politis, kepentingan dan sorotan dunia yang mewarnai kasus ini hendaknya setiap aparat hukum tetap memegang prinsip-prinsip hukum yang telah diatur dalam perundang-undangan."
Depok: [Fakultas Hukum Universitas Indonesia, ], 2008
S22332
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Handarbeni Sayekti
"Tesis ini membahas pemeriksaan perkara sidang pengadilan dimana pembuktian merupakan hal yang utama. Hakim harus cermat dan hati-hati dalam menilai alat bukti yang diajukan dalam persidangan, sadar dalam menilai kekuatan alat bukti tersebut, jika hendak meletakkan kebenaran yang ditemukan dalam keputusan yang dijatuhkan. Kebenaran itu harus diuji dengan alat bukti dengan cara dan dengan kekuatan pembuktian yang melekat pada alat bukti. Tentang alat bukti ini, disebutkan dalam pasal 184(1) KUHAP: Alat bukti yang sah ialah : keterangan saksi; keterangan ahli; surat; petunjuk; keterangan Terdakwa. Diantara ke lima alat bukti ini alat bukti petunjuk bersifat tidak langsung sehingga dalam pelaksanaannya sering menimbulkan kesulitan, alat bukti petunjuk ini sebenarya adalah merupakan konstruksi perbuatan, kejadian, atau keadaan yang diperoleh dari keterangan saksi, surat dan keterangan terdakwa yang bersesuaian sehingga memberikan gambaran mengenai terjadinya tindak pidana dan siapa pelakunya. Namun sampai saat ini penggunaan alat bukti petunjuk dalam membuktikan kesalahan terdakwa mash menimbulkan perdebatan dan perbedaan pendapat dikalangan akademisi maupun aparat penegak hukum.
Namun ironisnya ditengah kontroversi tersebut, alat bukti petunjuk mempuyai peranan yang cukup penting dalam hal membuktikan tindak pidana fertentu, bahkan ada keenderungan dimana dalam praktek peradilan pidana alat bukti ini digunakan untuk mengakomodir kekurangan alat bukti yang sah, dan sebagai alat bukti apabila alat bukti yang sah yang diperoleh sangat minim. Penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif. Hasil penelitian menyarankan agar hal ini mendapatkan perhatian, dengan memberikan format yang jelas dalam membentuk alat bukti petunjuk sehingga alat bukti ini menjadi obyektif atau dengan menambahkan alat bukti yang sah yang bisa dipergunakan dalam pembuktian perkara pidana (pelaksanaan revisi KUHAP) sehingga diharapkan bisa meminimalkan kontroversi tentang alat bukti ini."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
T25679
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Handarbeni Sayekti
"Tesis ini membahas pemeriksaan perkara sidang pengadilan dimana pembuktian merupakan hal yang utama. Hakim harus cermat dan hati-hati dalam menilai alat bukti yang diajukan dalam persidangan, sadar dalam menilai kekuatan alat bukti tersebut, jika hendak meletakkan kebenaran yang ditemukan dalam keputusan yang dijatuhkan. Kebenaran itu harus diuji dengan alat bukti dengan cara dan dengan kekuatan pembuktian yang melekat pada alat bukti. Tentang alat bukti ini, disebutkan dalam pasal 184(1) KUHAP: Alat bukti yang sah ialah : keterangan saksi; keterangan ahli; surat; petunjuk; keterangan Terdakwa. Diantara ke lima alat bukti ini alat bukti petunjuk bersifat tidak langsung sehingga dalam pelaksanaannya sering menimbulkan kesulitan, alat bukti petunjuk ini sebenarya adalah merupakan konstruksi perbuatan, kejadian, atau keadaan yang diperoleh dari keterangan saksi, surat dan keterangan terdakwa yang bersesuaian sehingga memberikan gambaran mengenai terjadinya tindak pidana dan siapa pelakunya. Namun sampai saat ini penggunaan alat bukti petunjuk dalam membuktikan kesalahan terdakwa mash menimbulkan perdebatan dan perbedaan pendapat dikalangan akademisi maupun aparat penegak hukum.
Namun ironisnya ditengah kontroversi tersebut, alat bukti petunjuk mempuyai peranan yang cukup penting dalam hal membuktikan tindak pidana fertentu, bahkan ada keenderungan dimana dalam praktek peradilan pidana alat bukti ini digunakan untuk mengakomodir kekurangan alat bukti yang sah, dan sebagai alat bukti apabila alat bukti yang sah yang diperoleh sangat minim. Penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif. Hasil penelitian menyarankan agar hal ini mendapatkan perhatian, dengan memberikan format yang jelas dalam membentuk alat bukti petunjuk sehingga alat bukti ini menjadi obyektif atau dengan menambahkan alat bukti yang sah yang bisa dipergunakan dalam pembuktian perkara pidana (pelaksanaan revisi KUHAP) sehingga diharapkan bisa meminimalkan kontroversi tentang alat bukti ini."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
T37143
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fajar Herbudi Arifianto
"Salah satu fungsi hukum adalah menegakkan dan menemukan kebenaran. Dalam menegakkan dan menemukan kebenaran tersebut di bentuklah apa yang dinamakan hukum. Hukum adalah aturan ciptaan manusia untuk menjaga agar masyarakat dapat hidup tertib dan nyaman. Hukum dalam perkembangannya ada yang tertulis dan tidak tertulis. Dalam mewujudkan kepastian hukum, hukum oleh manusia dimanifestasikan dalam bentuk tertulis berupa peraturan perundang-undangan. Manusia adalah mahluk yang tidak sempurna dan dapat saja khilaf. Hakim sebagai salah satu aparat penegak hukum dapat saja berbuat kesalahan atau kekhilafan saat menerapkan hukum yang berakibat kepada dirugikannya para pihak yang bersengketa. Selain itu, dimungkinkan pula hal yang sama terjadi pada tidak sempurnanya produk yang dibuat oleh manusia dalam hal ini suatu produk perundang-undangan. Dalam meminimalisasi efek kekhilafan hakim tersebut dan untuk menemukan kebenaran dan keadilan seadil-adilnya maka dalam kitab hukum acara pidana diatur tentang upaya hukum. Upaya hukum menurut KUHAP terdiri atas upaya hukum biasa dan luar biasa. Upaya hukum biasa dilakukan pada saat kekuatan hukum atas suatu putusan belum berkekuatan hukum tetap, sedangkan upaya hukum luar biasa dilakukan bila suatu putusan telah berkekuatan hukum tetap. Upaya hukum biasa terdiri atas banding dan kasasi, sedang upaya hukum luar biasa terdiri atas Kasasi demi Kepentingan Hukum dan Peninjauan Kembali. Dalam kasus pembunuhan aktivis HAM Munir dengan terdakwa pollycarpus, ia diputus bebas oleh majelis hakim pada tingkat kasasi, sebelumnya pada tingkat I ia diputus bersalah atas tuduhan pembunuhan Munir dan divonis 14 tahun penjara demikian pula ketika mengajukan banding di Pengadilan Tinggi, hakim menguatkan putusan pengadilan tingkat I dengan memberikan hukuman yang sama yaitu 14 tahun penajara. Atas putusan bebas tersebut, jaksa penuntut umum yang mewakili kepentingan korban mengajukan upaya hukum Peninjauan kembali karena menganggap telah terjadi kesalahan penerapan hukum (kekhilafan hakim) serta ditemukannya bukti baru (novum) yang mana bila saja hal tersebut diketahui sebelum putusan dibacakan maka akan mempengaruhi hasil putusan hakim tersebut. Pengajuan upaya hukum peninjauan kembali oleh jaksa penuntut umum hingga kini masih mengundang pro dan kontra dikalangan masyarakat."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
S21817
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
cover
cover
Edward Kurniawan
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
S22623
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>