Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5307 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Teks berisi lakon wayang kulit purwa Setija Angsal Pusaka Topeng Prunggu. Untuk keterangan isi selengkapnya, lihat deskripsi FSUI/WY.70. Naskah diterima Pigeaud dari Cermapawira, dalang Godeyan, Yogyakarta, atas bantuan Ir. Moens. Penyalinan dikerjakan oleh staf Pigeaud pada bulan Mei-Juni 1932."
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
WY.60-B 34.03
Naskah  Universitas Indonesia Library
cover
"Naskah diperoleh Pigeaud dari Ir. Moens pada bulan Mei 1932. Ir. Moens memperoleh naskah ini dari seorang dalang di Godeyan, Yogyakarta. Keterangan penulisan/penyalinan tidak dijumpai dalam teks, namun pada naskah salinan alihaksara ketik dari teks ini, terdapat keterangan nama Cermapawira (lihat FSUI/WY.70, h.95), kemungkinan beliau merupakan penulis teks ini. Teks berisi tentang pertunjukan wayang lakon Topeng Waja lan Gamparan Prunggu yang merupakan pakem Yogya. Teks didahului dengan deskripsi persiapan niyaga, perangkat gamelan, baru dalang naik ke panggung, lalu janturan danjejer kahyangan. Keterangan isi selanjutnya dapat dibaca pada teks alihaksaranya, yaitu pada FSUI/WY.70. Teks rupanya masih bersambung pada FSUI/WY.60 dan 62."
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
WY.71-B 34.02
Naskah  Universitas Indonesia Library
cover
"Naskah ini ditulis dalam bentuk prosa, dan terdiri dari 3 cerita, yaitu: 1. Topeng waja lan gamparan prunggu; 2. Setija angsal pusaka topeng prunggu; 3. Bukbis ngagem topeng waja mripat suryakanta. Berikut ringkasan masing-masing teks tersebut: 1. Topeng Waja lan Gamparan Prunggu: Cerita diawali dengan kedatangan Patih Wajapeksa di kahyangan yang meminta Bale Mercukunda. Permintaannya ditolak para dewa, akibatnya terjadi peperangan dengan Dewa Brahma. Dewa Brahma kalah, sehingga Wajapeksa berhasil menduduki Gunung Suralaya. Batara Narada minta bantuan Wejasena dan Permadi untuk mengusir Prabu Jatisura dan Patih Wajapeksa. Namun mereka pun tidak mampu menghadapi Wajapeksa. Kisah dilanjutkan dengan kedatangan Prabu Trembuku ke pertapaan Begawan Abiyasa, untuk meminta petunjuk perihal tembuni yang keluar bersama dengan bayi yang dikandung Dewi Arimbi (istri Wejasena), sebab ternyata tembuni tersebut tidak dapat diputuskan. Begawan Abiyasa mohon petunjuk Tuhan, tiba-tiba ada rangka konta jatuh bersamaan dengan putusnya tembuni yang kemudian menjadi anak. Setelah pisah, timbul gamparan prunggu dan topeng waja. Kedua anak Dewi Arimbi tersebut diberi nama Gatotkaca (dari tembuni) dan Bambang Madu Sagara. Gatotkaca kemudian diajukan ke medan pertempuran melawan Prabu Jatisura dan Wajapeksa. Setelah berhasil dikalahkan, Prabu Jatisura menitis ke tubuh Gatotkaca, sedangkan Wajapeksa di bahu kiri dan kanannya. 2. Setija Angsal Pusaka Topeng Prunggu: Prabu Bomantara dari kerajaan Surateleng berniat merebut kerajaan Dwarawati. R. Samba dan Sentyaki berusaha mempertahankannya dengan terlebih dahulu menggempur kerajaan Surateleng. Sementara itu, Prabu Mukasura dari kerajaan Simbar Manyura hendak menyerang Kahyangan karena lamarannya kepada Dewi Mustikawati ditolak. Dewa Indra meminta bantuan Bambang Setija. Setelah berhasil mengalahkan Prabu Mukasura berkat pusaka Topeng Prunggu dan Suryakanta, dia kemudian dinikahkan dengan Dewi Mustikawati. Bambang Setija berniat menghadap ayahandanya, namun ternyata Prabu Kresna belum bersedia mengakui dirinya sebagai anaknya sebelum berhasil mengalahkan Prabu Bomantara. Kisah berakhir dengan penobatan Bambang Setija menjadi raja di Traju Tresna dan bergelar Prabu Boma Nrakasura, dengan patihnya Pancatnyana. 3. Raden Bukbis Ngagem Topeng Waja Mripat Suryakanta: Raden Bukbis datang ke Alengka untuk menemui ayahandanya. Sebelum diakui sebagai anaknya, Rahwana menyuruh dia membunuh Rama dan Laksmana terlebih dahulu. Berbekal pusaka Topeng Waja dan Suryakanta, Raden Bukbis pergi menghadapi Rama dan Laksmana, namun akhirnya mati di tangan Anoman yang menghadapinya dengan pusaka Kaca Paesan, pemberian Batara Narada. Kedua pusakanya turut hancur dan akan muncul lagi kelak pada jaman Uttarakandha, dengan Gatotkaca sebagai pemiliknya (lihat cerita Topeng Waja lan Gamparan Prunggu). Naskah merupakan salinan alihaksara ketik dari FSUI/WY.71, 60, dan 62. Penyalinan dikerjakan oleh staf Pigeaud pada bulan Mei dan Juni 1932 di Yogyakarta, sebanyak empat eksemplar. FSUI kini menyimpan dua di antaranya, yaitu B 34.01a (dimikrofilm) dan B 34.01b. Naskah induk diperoleh Pigeaud dari seorang dalang di Godeyan, Yogyakarta, atas bantuan Ir. Moens. Naskah salinan ini rupanya telah dibuatkan ringkasannya, lihat FSUI/WY.76. Keterangan penyalinan tidak diketahui, namun pada h.95 dijumpai nama Cermapawira, kemungkinan beliau ini sebagai penulis teks asli (dalang Godeyan tsb.). Keterangan referensi, lihat MSB/W.57."
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
WY.70-B 34.01a
Naskah  Universitas Indonesia Library
cover
"Teks lakon wayang kulit purwa ini berisi Lampahan Bukbis Ngagem Topeng Waja. Untuk keterangan isi selengkapnya, lihat salinan alihaksara ketik teks ini pada FSUI/WY.70 dan pada deskripsi naskah tersebut. Naskah dibuat oleh Cermapawira, dalang Godeyan, Yogyakarta pada tanggal 4 Juni 1932. Pigeaud menerima naskah ini atas bantuan Ir. Moens. Penyalinan dikerjakan oleh staf Pigeaud pada bulan Mei dan Juni 1932, sebanyak empat eksemplar."
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
WY.62-B 34.04
Naskah  Universitas Indonesia Library
cover
"Buku ini merupakan buku catatan lakon wayang orang dengan judul Werkudara ratu. Pagelaran tersebut dilaksanakan pada hari Ahad pon, 6 Sapar Ehe 1860. Lakon ini terdiri dari 15 jejer."
Yogyakarta: [publisher not identified], [date of publication not identified]
BKL.0755-WY 36
Buku Klasik  Universitas Indonesia Library
cover
"Buku ini merupakan buku panduan pergelaran wayang orang di Keraton Yogyakarta pada masa pemerintahan HB VIII dalam rangka menghormati tamunya, Residen P. Westra, di Yogyakarta pada tanggal 26 Februari 1932. Adapun lakon dalam pergelaran wayang orang tersebut adalah Parta Krama. Diawali dengan “Jejer Kayangan” sampai dengan “Dewi Wara Sembadra Pralaya”."
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
BKL.1116-WY 62
Buku Klasik  Universitas Indonesia Library
cover
Kangjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunegara VII
"Buku ini menyajikan lakon-lakon wayang: No. 41. Gathutkaca menikah dengan Dewi Pergiwa; 42. Sasi Kirana; 43. Raden Catuk (Gathutkaca) menjadi raja; 44. Brajadenta, Brajamusti; 45. Sridenta."
Batavia Sentrem: Bale Pustaka, 1932
BKL.1114-WY 60
Buku Klasik  Universitas Indonesia Library
cover
Kangjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunegara VII
"Buku ini berisi lakon-lakon: No. 26. Arjuna Papa; 27. Bondhan Paksajandhu; 28. Bale Sagala-gala; 29. Raden Setakrama; 30. Perkawinan Raden Untara dan Raden Wratsangka."
Weltevreden: Bale Pustaka, [date of publication not identified]
BKL.1113-WY 59
Buku Klasik  Universitas Indonesia Library
cover
"Menurut daftar naskah koleksi FSUI, naskah SJ.163 ini berjudul Babad tanah jawi (begint Watugunung), namun judul ini tidak sesuai dengan yang terdapat pada punggung naskah yaitu serat pakem ringgit purwa. Isi teks ternyata juga tentang cerita wayang. Oleh karena itu, penyunting membuat judul baru yang sesuai dengan judul pada punggung naskah dan isi teks. Kemungkinan judul lagi adalah Serat Kandha. Bagian awal naskah ini tidak bisa dibaca karena kerusakan pada lembar halaman naskah. Teks berisi kisah Resi Gana yang enggan menikah. Kisah Prabu Watugunung dari Gilingwesi. Kisah Dewi Sri dengan Dasamuka. Kisah Arjunasasrabahu. Kisah Subali dan Sugriwa. Cerita Pandudewanata dari Astina. Kisah Dewa Wisnu dengan Boma. Kisah tentang kelahiran Gatotkaca dan pertarungannya dengan Brajamusti. Beberapa episode cerita tentang Arjuna. Diakhiri dengan kisah putra dari Patih Suwenda yang menikah dengan seorang putri dari Cempa. Daftar pupuh: (1) ..., ... ; (2) pangkur; (3) dhandhanggula; (4) asmarandana; (5) durma; (6) dhandhanggula; (7) sinom; (8) durma; (9) dhandhanggula; (10) durma; (11) asmarandana; (12) dhandhanggula; (13) mijil; (14) asmarandana; (15) wirangrong; (16) pangkur; (17) sinom; (18) dhandhanggula; (19) durma; (20) pangkur; (21) durma; (22) sinom; (23) asmarandana; (24) kinanthi; (25) sinom; (26) pangkur; (27) maskumambang; (28) asmarandana; (29) mijil; (30) megatruh; (31) dhandhanggula; (32) sinom; (33) pangkur; (34) durma; (35) dhandhanggula; (36) sinom; (37) durma; (38) sinom; (39) durma; (40) asmarandana; (41) sinom; (42) dhandhanggula; (43) pangkur; (44) kinanthi; (45) asmarandana; (46) kinanthi; (47) dhandhanggula; (48) wirangrong; (49) sinom; (50) asmarandana; (51) mijil; (52) durma; (53) pangkur; (54) sinom; (55) dhandhanggula; (56) mijil; (57) pangkur; (58) kinanthi; (59) durma; (60) sinom; (61) dhandhanggula; (62) sinom; (63) asmarandana; (64) pangkur; (65) durma; (66) sinom; (67) dhandhanggula; (68) pangkur; (69) wirangrong; (70) asmarandana; (71) durma; (72) pangkur; (73) mijil; (74) asmarandana; (75) dhandhanggula; (76) durma; (77) kinanthi; (78) pangkur; (79) durma; (80) dhandhanggula; (81) asmarandana; (82) sinom; (83) asmarandana; (84) pangkur; (85) durma; (86) mijil; (87) asmarandana; (88) sinom; (89) pangkur; (90) sinom; (91) dhandhanggula; (92) durma; (93) asmarandana; (94) pangkur; (95) durma; (96) asmarandana; (97) sinom; (98) dhandhanggula; (99) pangkur; (100) durma; (101) dhandhanggula; (102) sinom; (103) mijil; (104) durma; (105) kinanthi; (106) pangkur; (107) dhandhanggula; (108) asmarandana; (109) durma; (110) pangkur; (111) dhandhanggula; (112) durma; (113) sinom; (114) pangkur; (115) kinanthi; (116) dhandhanggula; (117) asmarandana; (118) sinom; (119) durma; (120) dhandhanggula; (121) pangkur; (122) sinom; (123) pangkur; (124) girisa; (125) maskumambang; (126) kinanthi; (127) durma; (128) dhandhanggula; (129) asmarandana; (130) dhandhanggula; (131) durma; (132) asmarandana; (133) mijil; (134) dhandhanggula; (135) asmarandana; (136) pangkur; (137) durma; (138) dhandhanggula; (139) sinom; (140) pangkur; (141) durma; (142) dhandhanggula; (143) durma; (144) pangkur; (145) durma; (146) pangkur; (147) dhandhanggula; (148) durma; (149) dhandhanggula; (150) pangkur; (151) durma; (152) pangkur; (153) durma; (154) kinanthi; (155) durma; (156) asmarandana; (157) pangkur; (158) durma; (159) kinanthi; (160) dhandhanggula; (161) asmarandana; (162) sinom; (163) pangkur; (164) dhandhanggula; (165) durma; (166) dhandhanggula; (167) mijil; (168) durma."
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
SJ.163-NR 399
Naskah  Universitas Indonesia Library
cover
"Naskah ini tampaknya merupakan saduran dari cerita wayang gedhog dengan mengambil tokoh utama Raden Gandakusuma dari negara Bandaralim. Dalam teks naskah ini, kisah diawali dengan uraian tentang raja Bandaralim, Senapati Bandaralim yang mempunyai empat putra dari ibu yang berbeda-beda, yaitu: 1. Raja Sujalma, yang menjadi raja di Surandhil, ibunya dari Bragedat; 2. Raden Gandakusuma, ibunya dari Ngesam; 3. Menak Tekiyur, yang menjadi raja di Jong Biraji dan bergelar Prabu Jaka, tidak disebutkan asal ibunya; dan 4. Raden Surati, ibunya berasal dari Wandhanpura. Teks diakhiri dengan pengunduran diri Senapati Bandaralim, yang kemudian menyerahkan tahta kerajaan kepada Raden Gandakusuma dan diberi gelar sang Prabu Panitisurya. Tidak diketahui data penulisan maupun penyalinan naskah ini, namun menurut keterangan yang terdapat di h.ii naskah dibeli Pigeaud dari Wandaya pada tanggal 24 Mei 1938 di Yogyakarta. Naskah lain yang berisi cerita Gandakusuma dapat diperiksa pada FSUJ/SJ. 195-199; juga dapat dibaca pada MSB/SW.5, 6a-b, 45b, L.63, W.54, dan P.145. Lihat juga Pigeaud 1970:238 dan Pratelan I: 103. Daftar pupuh: (1) asmarandana; (2) dhandhanggula; (3) durma; (4) asmarandana; (5) sinom; (6) kinanthi; (7) durma; (8) asmarandana; (9) mijil; (10) durma; (11) pucung; (12) dhandhanggula; (13) maskumambang; (14) sinom; (15) pangkur; (16) asmarandana; (17) durma; (18) pangkur; (19) sinom; (20) durma; (21) dhandhanggula; (22) sinom; (23) kinanthi; (24) pangkur; (25) maskumambang; (26) asmarandana; (27) gambuh; (28) sinom; (29) asmarandana; (30) pucung; (31) pangkur; (32) sinom; (33) dhandhanggula; (34) durma; (35) asmarandana; (36) pangkur; (37) durma; (38) dhandhanggula."
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
SJ.194-NR 324
Naskah  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>