Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6076 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Teks berisi catatan lakon-lakon wayang, baik tentang judul maupun urutan penyajiannya. Lakon-lakon wayang tersebut tidak hanya berasal dari siklus wayang purwa, seperti Manikmaya, namun juga siklus wayang gedhog, seperti Ratu Majapahit. Teks juga menguraikan tentang suluk, antara lain perihal ada-ada, sendhon, dan pathet. Terdapat pula uraian tentang cerita-cerita lain, seperti Jaka Kusur dan Jaka Slewah, sekaligus deskripsi mengenai donga wenangan pada waktu talu dan guna pengasihan. Naskah disalin di Yogyakarta pada tahun 1932 atas prakarsa Pigeaud, menurun dari naskah LOr 6285a. Penyalinan sebanyak empat eksemplar, keseluruhannya kini dapat dijumpai di koleksi FSUI (W 49.01 a-d). Hanya ketikan asli (a) yang dimikrofilm."
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
WY.39-W 49.01a
Naskah  Universitas Indonesia Library
cover
R. M. Panji Harjasuparta
"Isi buku ini adalah lakon wayang purwa Doraweca, ada 12 adegan yang dipagelarkan, anatara lain: Prabu Kresna sedang ada di sitinggil yang dihadap oleh para sentana kerabat, Prabu Kresna bertemu dengan kakaknya yaitu Prabu Mandura, Srikandi dan Angkawijaya di dalam hutan berperang dengan raksasa, suasana di gunung Kendalisada, Prabu Endraswara menyerang negara Dwarawati, Prabu Yudhistira di pandapa istana Amarta, pertapaan Banjarsekar Begawan Sidik Mulya dihadap para santri, perang antara Doraweca dan R. Arjuna, Prabu Kresna kumpul dengan para sanak keluarga, Prabu Kresna menyongsong para saudara dan lain-lainnya yang baru saja menang dalam peperangan."
Surakarta: Sidyanha, 1925
BKL.0851-CW 29
Buku Klasik  Universitas Indonesia Library
cover
Rannet, W. Meijer
"Cerita ini berasal dari Petruk, anak kedua Semar (Panakawan Pandawa). Kakaknya bernama Gareng. Dalam kisah ini Petruk menjadi Panakawan dari R. Angkawijaya. Lakon ini lakon carangan. Petruk menjadi raja di Sonyawibawa, menjadikan gegernya dunia karena Petruk mengalahkan Pandawa dan Kurawa. Atas kewaspadaan dan pandangan jeli dari Prabu Kresna, menyuruh Gareng melawan Petruk dan bisa mengalahkannya dan berubah kembali menjadi Petruk yang asli."
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
BKL.0530-CW 24
Buku Klasik  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Halimah Maulani Ade Nuryadin
"Lakon Jumenengan Prabu Kalithi merupakan cerita gubahan karya Sri Sultan Hamengkubawana ke-X yang dipetik dari wiracarita Arjuna Wiwaha. Lakon tersebut mengisahkan tokoh Arjuna dengan laku tapa brata yang sangat kuat hingga mengguncangkan kahyangan Jongringsalaka. Kesempurnaan laku tapa brata Arjuna menjadikannya layak untuk menerima Pusaka Kyai Pasopati dan mendapat gelar Prabu Kalithi. Dalam penelitian ini tahapan laku tapa brata Arjuna yang sempurna diuraikan dengan nilai-nilai religi jawa. Masalah utama penelitian ini adalah bagaimana kesempurnaan tapa brata Arjuna dengan pemahaman tapa menurut nilai-nilai religi jawa. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan metode kualitatif dan pendekatan sastra religi untuk menganalisis laku tapa brata Arjuna yang sempurna. Sumber data berasal dari dari rekaman Pentas Wayang Wong Jumenengan Prabu Kalithi yang dipersembahkan oleh KHP Kridhomardowo (Kawedanan Hageng Punakawan Kridomardowo, divisi kesenian dan pertunjukan di Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat). Pementasan dapat diakses melalui Kanal Youtube Kraton Jogja dengan judul “Pentas Wayang Wong Jumenengan Prabu Kalithi-Rangkaian Pameran Temporer Bojakrama”. Data tersebut diolah dengan menggunakan tinjauan pustaka dan menggunakan teknik mencatat. Hasil penelitian menunjukan bahwa Arjuna menjalankan laku tapa brata yang sempurna sesuai dengan nilai-nilai pada pemahaman religi jawa. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa laku tapa brata Arjuna sudah sempurna hingga dapat mencapai manunggaling kawula gusti.

The play of Jumenengan Prabu Kalithi is a story composed by Sri Sultan Hamengkubawana X taken from the legendary Arjuna Wiwaha. The play tells the story of the character Arjuna with the practice of tapa which is so strong that it shakes the Jongringsalaka heaven. The perfection of Arjuna's tapa brata practice made him rewarded with Kyai Pasopati Heritage and receive the title of King Kalithi. In this study the stages of Arjuna's perfect tapa brata practice are described with Javanese religious values. The main problem of this research is how the perfection of Arjuna's asceticism with the understanding of tapaaccording to Javanese religious values. This research is a descriptive study using qualitative methods and a religious literature approach to analyze Arjuna's perfect tapa brata practice. The source of this study comes from the recording of the play of Jumenengan Prabu Kalithi presented by KHP Kridhomardowo (Kawedanan Hageng Punakawan Kridomardowo, arts and performance division at the Ngayogyakarta Hadiningrat Palace). The performance can be accessed via the Kraton Jogja Youtube Channel with the title "Puppet Performance of Wong Jumenengan Prabu Kalithi-Bojakrama Temporary Exhibition Series". The data is processed using a literature review and using note-taking techniques. The results of the study showed that Arjuna carried out a perfect tapa brata practice in accordance with the values ​​of Javanese religious understanding. Thus, it can be concluded that Arjuna's tapa brata practice is perfect so that it can achieve manunggaling kawula gusti."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia;, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
"Naskah diperoleh Pigeaud dari R. Tanaya pada bulan Agustus 1934, di Surakarta (h.i). Keterangan penulisan/penyalinan tidak diketahui dengan jelas. Naskah ini sudah dibuat ringkasannya oleh Mandrasastra pada bulan Mei 1935 (h.i). Teks diawali dengan kisah Raden Radite dari Pantireja yang mengabdi pada Prabu Palindriya di Medang Kamulan. Narada memberitahu Prabu Palindriya untuk tidak menjadikan Raden Radite sebagai menantunya, karena dia sebenarnya merupakan anaknya sendiri dari Dewi Basundari. Radite kemudian menjadi patih dengan nama Selacala, setelah berhasil mengalahkan Ratu Gilingaya dan menjadi raja di sana, Radite berganti nama menjadi Watugunung, sedangkan kerajaan Gilingaya diubah menjadi Gilingwesi. Radite menjalin hubungan cinta dengan Dewi Soma, istri Palindriya. Dari hasil hubungan tersebut, Dewi Soma melahirkan seorang bayi perempuan bernama Tumpak. Kelak dia diperistri Selacala sendiri. Sementara itu, Batara Wisnu turun ke bumi, menjadi ratu di Medang Kamulan dan memperistri Dewi Sriyuwati (putri Palindriya). Akhir teks mengisahkan peperangan antara Batara Wisnu dengan Selacala yang berniat menyerang Kahyangan karena lamarannya ditolak. Daftar pupuh: (1) dhandhanggula; (2) pangkur; (3) pucung; (4) sinom; (5) kinanthi; (6) pucung; (7) mijil; (8) maskumambang; (9) megatruh; (10) pangkur; (11) pucung; (12) sinom; (13) gambuh; (14) durma; (15) dhandhanggula."
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
WY.55-NR 269
Naskah  Universitas Indonesia Library
cover
"Naskah ini diperoleh Pigeaud dari Darsasastra, pada tanggal 6 September 1930 di Surakarta. Naskah telah dibuatkan ringkasan isinya oleh Mandrasastra pada bulan November 1930. Berdasarkan keterangan pada h.i, kemungkinan pemilik naskah sebelumnya adalah Srinarjo. Naskah berisi 11 lakon wayang purwa, yaitu: /. Limang Trenggana (h.lr); 2. Kresna Begal (h.5r); 3. Murcalelana (h.9v); 4. Kandhihawa (h.l4r); 5. Kresna Wisudha (h.l9v); 6. Mintaraga (h.26v); 7. Danumaya (h.32v); 8. Dursasana Ical (h.37r); 9. Abimanyu Gendhong (h.4lv); 10. Pandhawa Gupak (h.44v); 11. Lobaningrat (h.48r)."
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
WY.116-NR 109
Naskah  Universitas Indonesia Library
cover
"Teks berisi kisah kelahiran Semar (= Umar) dan perkawinan Hyang Guru dengan Dewi Umayi. Teks kemungkinan cuplikan dari Serat Pustakaraja. Naskah dibeli Pigeaud di Yogyakarta pada 19 November 1932. Mandrasastra telah membuatkan ringkasannya pada bulan Juli 1933. Keterangan penulisan/ penyalinan naskah tidak dijumpai dalam teks. Namun demikian, berdasarkan kertas yang digunakan untuk menyalin naskah ini, yaitu kertas folio bergaris, penyunting memperkirakan naskah disalin di sekitar awal abad 20. Sedangkan menilik jenis aksara Jawa yang digunakan, yaitu menampilkan gaya Yogyakarta, penyunting menduga tempat penyalinan naskah adalah di Yogyakarta. Daftar pupuh: (1) dhandhanggula; (2) asmarandana; (3) pangkur; (4) sinom; (5) durma; (6) maskumambang; (7) durma; (8) pucung; (9) pangkur; (10) gambuh; (11) sinom; (12) girisa; (13) durma; (14) pangkur; (15) pucung; (16) dhandhanggula; (17) asmarandana."
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
WY.119-NR 226
Naskah  Universitas Indonesia Library
cover
"Teks Wajang Verhalen ini berisi beberapa cerita, antara lain: 1. Cerita tentang upaya Durna dan Kurawa memperalat Pandawa yaitu dengan cara, Durna berpura-pura menjadi guru mereka (Werkudara, Arjuna, Nakula, Sadewa, dan Dewi Kunti, serta Gatotkaca). Gatotkaca disuruhnya mencari orang yang tengah menggembala kerbau berwarna merah; Nakula Sadewa diminta mencari bunga Trimala Kusuma; Werkudara disuruh mencari Tirta Pawitra hingga bertemu dengan Dewaruci; Dewi Kunti diminta mencari Gandawida. Disambung dengan kisah peperangan Arjuna melawan para dewa di kahyangan. Raja Dwarawati mengetahui segala tipu muslihat Durna dan berniat menghentikannya, akibatnya terjadi peperangan di antara mereka; 2. Uraian genealogi menurut Sajarah Panengen dan Sajarah Pangiwa; 3. Kisah Kadanapati dari Lokapala yang berniat mengikuti sayembara di Alengka untuk memperebutkan Dewi Sukeksi. Hal ini menimbulkan kekhawatiran ayahandanya, Begawan Wisrawa, sehingga beliau berangkat ke Alengka untuk merundingkan jalan terbaik dan bertemu dengan Prabu Sumali. Raja Sumali memmta diwejang Sastrajendra, akhirnya Dewi Sukeksi diberikan kepadanya. Batara Guru murka setelah mengetahui Sastrajendra diajarkan kepada Sumali dan kemudian menyusup ke tubuh Wisrawa, sedangkan Dewi Uma menyusup ke tubuh Sukek: Kadanapati segera mengirim pasukan ke Alengka begitu mendengar perilaku ayahandanya, terjadi peperangan antara bala tentara Alengka dengan Lokapala. Sementara itu Dewi Sukeksi melahirkan putra bernama Rahwana, Kumbakarna dan Kunta Wibisana, serta seorang putri bernama Sarpa Kanaka; 4. Kisah tentang Subali, Sugriwa dan Astagina dalam memperebutkan Cupu Manik Astagina. Cupu tersebut akhirnya dibuang oleh pemiliknya semula, yaitu Dewi Windradi, dan jatuh di Ayodya menjadi telaga Nirmala, sedangkan tempat cupu jatuh di hutan menjadi telaga Sumala. Subali, Sugriwa dan Anjani berusaha mengejarnya sampai di telaga Sumala, akhirnya mereka bertiga berubah rupa menjadi kera. Mereka kemudian meminta kepada ayahandanya yaitu Bagawan Gotama untuk diruwat. Teks diakhiri dengan kisah peperangan antara Rahwana dengan Subali-Sugriwa. Naskah dibeli Pigeaud di Yogyakarta pada tanggal 8 September 1932, kemudian dibuatkan ringkasannya oleh Mandrasastra pada bulan April 1933. Pada h.i terdapat catatan mengenai upacara mitoni untuk isteri Sumadi dan upacara nyelapani bagi Ngatija, yang dilakukan pada malam Sabtu Legi tanggal 18 Nopember 1951. Kurang jelas maksud dari catatan ini, penyunting menduga bahwa teks ini dipakai/ditembangkan pada waktu upacara-upacara tersebut. Pada kolofon depan terdapat keterangan penulisan (penyalinan?) naskah, yaitu: hari Rabu Legi, jam 09.00, tanggal 23 Mulud Jimakir, dengan sebuah sengkalan nembah hing hyang naganing bumi atau 3 Februari 1813. Daftar pupuh: (1) dhandhanggula; (2) pangkur; (3) asmarandana; (4) pangkur; (5) sinom; (6) kinanthi; (7) dhandhanggula; (8) asmarandana; (9) sinom; (10) dhandhanggula; (11) duduk; (12) pucung; (13) durma; (14) gambuh; (15) sinom; (16) dhandhanggula; (17) durma; (18) pangkur; (19) asmarandana; (20) sinom; (21) durma; (22) dhandhanggula; (23) asmarandana; (24) mijil; (25) dhandhanggula; (26) pangkur; (27) sinom; (28) dhandhanggula; (29) sinom; (30) dhandhanggula; (31) kinanthi; (32) asmarandana; (33) pangkur; (34) dhandhanggula; (35) asmarandana; (36) kinanthi; (37) sinom; (38) dhandhanggula; (39) durma; (40) asmarandana; (41) durma; (42) pangkur; (43) asmarandana; (44) pangkur; (45) sinom; (46) asmarandana; (47) pangkur; (48) sinom; (49) dhandhanggula; (50) durma. (Dalam naskah tidak ada, kemungkinan hilang darijilidan, namunpada uittreksel ada disebutkan tentangpupuh ini)."
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
WY.127-NR 213
Naskah  Universitas Indonesia Library
cover
"Jilid pertama dari set empat naskah ringkasan Pakem Langendriyan (FSUI/CW.4a-d), berisi ringkasan isi teks tersebut, serta cuplikan gatra awal setiap pupuhnya. Tentang Langendriyan pada umumnya lihat Pigeaud 1967:251-252. Serat Langendriyan yang diringkas di sini disusun atas perintah K.G.P.A. Mangkubumi di Surakarta, kemungkinan sekitar akhir abad 19. Ringkasan diterbitkan oleh Bale Poestaka pada tahun 1932, berciri serie no. 821. Naskah ini merupakan ringkasan dari edisi cetak. Bandingkan FSUI/ST.7-12 untuk naskah asli yang menjadi babon edisi Bale Poestaka."
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
CW.4a-A 32.04b
Naskah  Universitas Indonesia Library
cover
"Naskah ini berisi teks tentang kisah Wong Agung (Menak) yang mengabdi di negara Madayin hingga kehancuran kerajaan Selan Serandil dan takluknya raja Lamdahur."
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
WY.50-A 19.01
Naskah  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>