Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 13146 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Lontar asal Bali ini berjudul Kidung Tantri, menceritakan kemegahan kerajaan Negara Patali di bawah pemerintahan Raja Eswaryadala didampingi oleh seorang patih bernama Bande Swarya. Beliau sangat terkenal, berwibawa, serta ditakuti oleh raja-raja sekitarnya. Beliau senantiasa menyuruh patihnya untuk menghaturkan gadis-gadis setiap hari untuk dikawini. Lama-kelamaan habislah gadis yang dilacak oleh Patih Bande Swarya, kecuali putrinya sendiri yakni Ni Dyah Tantri. Patih Bande Swarya sangat sedih memikirkan hal itu. Berita ini didengar oleh Dyah Tantri. Untuk menghilangkan rasa duka ayahnya, Dyah Tantri bersedia dihaturkan kepada raja dan berjanji akan mampu menundukkan keserakahan raja. Secara pelan Dyah Tantri dapat menundukkan raja dengan bercerita setiap malam secara berangkai mulai dengan cerita Begawan Darma Swami melibatkan tokoh lembu,. singa dan semada, yang intinya hanya menyindir raja dengan ajaran dan prinsip utama yang harus dipegang raja dalam memerintah rakyatnya. Kisah dilanjutkan dengan cerita-cerita lain yang berisi ajaran-ajaran yang mampu mengubah sikap raja. Akhirnya raja menyadari perbuatannya sehingga Dyah Tantri selamat dan Patih Bande Swaryadala pun merasa lega. Menurut keterangan di h.90b, naskah selesai disalin pada hari Rabu Keliwon Dungulan bulan Kasa (pertama), dan merupakan milik I Gusti Putu Jlantik sebagai Bupati Singaraja, diperoleh di Puri Singaraja pada hari Kamis Pon Kurantil tahun 1828 Saka oleh Anak Agung Ngurah (di Tabanan). Naskah ini tidak jelas siapa penyalinnya, namun berdasarkan informasi di h.90b tampaknya naskah disalin oleh I Gusti Putu Jlantik atau Anak Agung Ngirisah (Tabanan) pada tahun 1828 Saka (1906) di Singaraja Bali. Hal ini ditunjang dengan catatan tambahan dengan tulisan Bali dan Latin yakni kidung tantri 1-90,1.G. Jlantik (t.t), punggawa kulini, 1906. (h.1a)."
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
CL.63-LT 230
Naskah  Universitas Indonesia Library
cover
Revo Arka Giri Soekatno
Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2013
808.81 REV k;808.81 REV k (2)
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Revo Arka Giri Soekatno
Jakarta : Yayasan Pustaka Obor Indonesia , 2013
899.222 REV k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Revo Arka Giri Soekatno
Jakarta: Yayasan Pustaka Oboor Indonesia, 2013
899.222 REV k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
"Naskah berasal dari koleksi Kiliaan-Charpentier, dan diterima Pigeaud pada bulan Desember 1927. Keterangan tentang penyalinan tidak ada. Berisikan sebuah versi teks Cariyos Murtasiya, ceritanya sebagai berikut: ada seorang wanita bernama Dara Murtasiya yang sangat berbakti kepada suaminya bernama Seh Karip. Diceriterakan bahwa Dara Murtasiya sudah hamil. Suaminya berpesan nanti kalau anaknya lahir laki-laki namailah Ki Rakmat, kalau lahir wanita namailah Candradewi. Ternyata lahir wanita. Seh Karip begitu sayang pada istri dan anaknya. Namun Dara Murtasiya selalu berkata ingin mati saja, karena rambutnya dibuat sumbu. Suaminya berkata memang itu merupakan suatu cela, dan itu yang dinamakan dosa. Murtasiya pergi sambil menangis dengan maksud akan minta kerelaan ayahnya, Seh Ambar, dan ibunya Rabiat Adawiha, juga Seh Akbar, Seh Darajatwulla. Seh Akbar ingin salat namun tak ada air. Atas petunjuk Hyang Suksma, air dapat dijumpai. Sang Hyang Suksma berkata pada Candra agar segera pergi ke Jibrail. Seh Karip bertemu dengan Seh Akbar yang sedang membaca Qur'an di surambi. Daftar pupuh: (1) asmarandana; (2) pangkur; (3) sinom; (4) dhandhanggula; (5) sinom; (6) kinanthi; (7) sinom. Versi Murtasiyah yang dimuat pada naskah ini rupanya sangat berbeda dengan versi-versi lain yang ada. Bandingkan dengan uraian dan informasi yang diberikan tentang naskah-naskah Murtasiyah pada Poerbatjaraka dkk. 1950: 126-127, Pigeaud 1967: 221-222, Behrend 1987: 332-336, Behrend 1990: 494, dan Florida 1993: 71, 251."
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
CL.65-B 2.07
Naskah  Universitas Indonesia Library
cover
Mas Harjawiraga
"Buku berjudul Bayan Budiman Jilid I, terdiri atas sepuluh bab. Bab I mengenai burung Jakatua yang bulunya dicabuti oleh istri lurah. Bab II orang yang setia pada raja. Bab III kesetiaan seorang perempuan. Bab IV pertemanan seorang undhagi dengan tukang mas (kamasan). Bab V anak burung Jaka Tua berkawan dengan anak musang. Bab VI empat orang yang sedang mencari kehidupan. Bab VII orang yang paham bahasa binatang. Bab VIII pangeran, orang tua, katak, dan ular. Bab IX putri raja yang selalu membunuh suaminya. Bab X raja yang bermimpi berjumpa putri."
Weltevreden: Bale Pustaka, 1929
BKL.1046-CL 73
Buku Klasik  Universitas Indonesia Library
cover
Mas Harjawiraga
"Buku Bayan Budiman Jilid II, terdiri atas sepuluh bab, yaitu mengenai: bab I orang yang suci hatinya; Bab II perasaan raja yang masih remaja; Bab III Raja yang dibunuh oleh patihnya; Bab IV Pangeran yang sengsara; Bab V wanita yang setia pada suaminya; Bab VI Patih yang tidak setia pada raja; Bab VII Umur sambungan; Bab VIII Dongeng burung Bayan di depan putri Kiyai Patih; Bab IX wanita yang senantiasa menjadi pembicaraan; Bab X Ki saudagar Koja Maimun pulang kembali."
Weltevreden: Bale Pustaka, 1929
BKL.1047-CL 74
Buku Klasik  Universitas Indonesia Library
cover
"Lontar asal Bali ini berjudul Jrum Kundangdya. Teks dimulai dengan perkawinan Nini Jrum dengan Liman Tamb dengan suatu upacara besar, meriah, dan mewah. Tidak begitu lama mereka memadu cinta kasih sebagaimana layaknya sepasang suami istri, tiba-tiba Liman Tarub secara mendadak harus meninggalkan istrinya pergi untuk tugas penting. Mereka masing-masing merasa sedih untuk berpisah walau hanya beberapa hari. Namun karena tugas penting yang harus dilaksanakan Liman Tarub, akhimya pergilah dia dengan segala berat hati meninggalkan istrinya. Istrinya pun berat hati melepas kepergian suaminya. Dalam suatu kesempatan, Kundangdya mulai mendekati Nini Jrum. Nini Jrum pun tidak menolak maksud kehadiran Kundangdya. Terjadilah paduan kasih dengan segala kemesraan tanpa mengenal batas. Saat datang Liman Tarub dari bepergian. Terjadi perselisihan antara Liman Tarub dengan Kundangdya. Kundangdya dapat dibunuh Liman Tarub dengan keris saktinya. Begitu juga Nini Jrum mengalami nasib yang sama karena ulahnya sendiri. Liman Tarub mengutuk Nini Jrum, jika menjelma nanti supaya tidak bertemu dengan dia, dan menjadi makhluk yang lebih rendah. Setelah Kundangdya dan Nini Jrum meninggal dan dikutuk, akhimya Liman Tarub pergi ke gunung untuk meruwat dirinya. Ia berbusana serba putih, berbunga kuning, pakai keris, bersumpang cempaka putih. Ia disambut oleh para dukuh yang berasrama di sekitar bebukitan. Cerita selanjutnya adalah atma Nini Jrum dan Kundangdya bertemu di Surga seperti saat masih hidup di Mercapada dengan segala kemesraan. Teks dilanjutkan dengan lukisan keindahan dan kebesaran Surga dengan segala isinya; pertemuan' Nini Jrum dan Kundangdya dengan keluarganya masing-masing di Surga dengan segala kebahagiann dan kesenangan. Teks berakhir dengan penobatan Kundangdya dan Nini Jrum sebagai raja yang disegani oleh rakyat. Kerajaan sangat tentram dan makmur, segalanya serba murah dan selamat. Pada h.63a terdapat keterangan yang menyebutkan bahwa naskah selesai ditulis pada hari Minggu Umanis Klawu, titi, tanggal ping 3. sasih Desta, rah 2, tenggek 8, Isaka 1832 (1910). Nama penulis teks maupun penyalin naskah tidak disebutkan. Untuk teks-teks lain dengan judul yang sama lihat LOr 9490 dan Kirtya 845. Naskah ini termasuk salah satu Kidung Buta Yadnya yang biasa dipakai mengundang Buta Kala untuk diberi imbalan (labaari) agar tidak mengganggu ketentraman penduduk. Dengan kata lain bertujuan untuk menetralisir alam semesta beserta isinya."
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
CL.40-LT 202
Naskah  Universitas Indonesia Library
cover
"Lontar asal Bali yang berjudul Gita Sancaya ini, berawal dengan keinginan pengarang (tanpa nama) untuk belajar serta mengarang sebuah tembang seperti tembang Jawa, yang berisikan ajaran-ajaran kebajikan yakni berpikir yang baik, berkata yang benar, serta bertindak yang baik dan hati-hati. Dilanjutkan dengan ajaran kerohanian terutama kepercayaan dan berbakti kepada Ida Sanghyang Widhi Wasa yang dilandasi dengan tingkah laku yang baik dan benar, serta ajaran tentang pengabdian terhadap sang Raja tanpa mementingkan pamrih semata. Disebutkan juga bahwa tembang Bali dan Jawa ada suatu perbedaan baik mengenai jenis pupuh maupun iramanya. Diakhiri dengan kehalusan tembang dhandhanggendis, yang bagaikan tabuh angklung Sidan (gamelan tradisional yang terdapat di Desa Sidan, Bali). Pengenalan tembang Jawa lewat tembang demungnya serta pelukisan rasa rendah hati pengarang atas sajian karangannya. Untuk teks-teks lain dengan judul Gita Sancaya, lihat Pigeaud 1968: 933. Teks terdiri atas 15 pupuh, sebagai berikut: (1) sinom; (2) pangkur; (3) durma; (4) asmarandana; (5) dhandhanggula; (6) mijil; (7) kinanthi; (8) pucung; (9) megatruh; (10) maskumambang; (11) girisa; (12) gambuh; (13) pucung; (14) dhandhanggula; (15) demung. Pada h.7b disebutkan daweg puput anggane pahing tolu, panglongnya ping tluwlas, sasih kanem manemoning, i sakane sanga bangsit dwang dasa lima. Berdasarkan data ini dapat ditunjukkan bahwa naskah selesai ditulis pada hari Selasa Pahing, wuku Tolu,panglong ke-13, bulan ke-6, tahun 1825 Saka (1903)."
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
CL.45-LT 204
Naskah  Universitas Indonesia Library
cover
"Menurut ringkasan Mandrasastra tentang naskah ini, alur cerita sebagai berikut: Sepasang burung ciit (kemladeyan) ingin pindah pemukiman ke tempat yang tidak berbahaya. Ciit jantan membeberkan agama pangiwa dan panengen serta asas agama satu persatu. Mereka berdua sebenarnya keturunan dewa. Burung jantan menjelaskan isi rontal yang disebut Asmaradanam perihal pedoman hidup : brata, supana, waskitha dan jalan hidup: tritaya, triyatna, tripurusa, tripurna. Setelah mereka mempunyai keturunan dua ekor ciit jantan pamit mencari lahan yang banyak makanan untuk keturunan mereka. Ciit betina keberatan dan mengisahkan pengalaman jalak manis. Ciit jantan tetap pada pendiriannya bercermin pada dongeng burung perkutut yang mendapatkan kebahagiaan berkat dipelihara raja. Ciit jantan melaksanakan niatnya. Ia menemukan pohon bodi dan kemuning yang sedang berbuah lebat. Di situ ia makan sepuasnya dan membuang kotoran yang meninggalkan biji dari buah yang dimakannya. Diharapkan biji yang tertinggal dapat tumbuh subur dan berbuah sebagai sumber persediaan makan bagi anak cucunya kelak. Ulat dhampa menghabis tapiskan tunas-tunas pohon kemladeyan yang ditinggalkan oleh burung ciit. Burung ciit sangat marah. Pertengkaran antara burung ciit dengan ulat dhampa. Masing-masing pihak merasa benar. Burung tuhu melerai, dibantu oleh burung kolik dan branjangan. Kesepakatan akhir, keduanya berdamai, yang merasa bersalah harus mengakui kesalahannya, yang merasa benar harus melapangkan dadanya. Naskah ini ditulis pada tahun 1930, di Surakarta, oleh S. Mangunprawira. Rupanya setelah itu, sekitar itu, sekitar tahun 1935, disadur ulang sebagai bahan pembukaan tulisan baru berjudul Serat Pandelwan. Lihat deskripsi FSUI/LS.47 untuk keterangan selanjutnya."
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
CL.10-NR 118
Naskah  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>