Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 13590 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Walaupun naskah ini diberikan judul dongeng ratu ngerum, sebenarnya merupakan versi lain dari serat Jaka Mursada. Teks berupa kisah pengembaraan seorang pemuda bernama Jaka Mursada, disebabkan perintah dari ayahnya, Raja Ngerum. Pengembaraan tersebut membuat Jaka Mursada menjadi matang sebagai seorang manusia. Pengalaman yang diperolehnya memperluas wawasan ilmu, pengetahuan dan wawasan berpikirnya. Sekembalinya ia ke Ngerum, ia menyembuhkan penyakit yang diidap oleh ibunya, permaisuri kerajaan, hingga sembuh seperti sedia kala. Pada akhirnya Jaka Mursada dinobatkan menjadi Raja Ngerum. Tentang naskah-naskah lain dengan pelbagai versi serat mursada lihat Vreede 1892: 194-195. Juynboll 1907: 36-37, Poerbatjaraka et al. 1950: 102-105, Pigeaud 1967: 221, II: 33-34, dan Behrend 1990: 351. Teks pada CL.39 ini mirip dengan KBG 412, kemudian menyimpang jauh. Teks cukup lengkap, ada 24 pupuh sebagai berikut: (1) asmarandana; (2) pangkur; (3) sinom; (4) asmarandana; (5) sinom; (6) dhandhanggula; (7) asmarandana; (8) sinom; (9) maskumamabang; (10) mijil; (11) durma; (12) dhandhanggula; (13) durma; (14) asmarandana; (15) pangkur; (16) durma; (17) dhandhanggula; (18) kinanthi; (19) sinom; (20) asmarandana; (21) durma; (22) dhandhanggula; (23) kinanthi; (24) sinom. Berdasarkan informasi yang didapat dari kolofon depan, diketahui bahwa naskah ini disalin oleh penduduk pedesaan bernama Ahmad Yahya, berasal dari Kampung Kobelen. Awal penyalinan di mulai pada hari Minggu Wage, 18 Syawal, Be yang bertepatan dengan tanggal 18 Januari 1902. Tidak disampaikan tentang waktu penyalinan naskah ini berakhir. Penyalin hanya menyebutkan bahwa cerita ini telah tamat. Naskah ini dibeli oleh Pigeaud dari seseorang yang tidak diketahui namanya di Surabaya pada bulan November."
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
CL.39-NR 513
Naskah  Universitas Indonesia Library
cover
"Naskah ini berisi dua teks, yaitu cerita tentang Raden Kasim (versi Madura) dan cerita Menak (versi Jawa). Teks bercerita tentang pengembaraan Raden Kasim mencari ilmu agama atau mengaji ke mana-mana. Cerita dilanjutkan dengan peperangan Raja Baginda Amir serta Ki Umarmaya dengan musuh-musuhnya. Naskah disalin oleh Mandrasastra pada bulan Agustus 1936 dari naskah lontar yang dipinjam dari Pastoran Kayutangan, Malang. Naskah lontar ini berasal dari Heer Blijdenstein dari Bale Arjasari."
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
CL.38-A 39.06
Naskah  Universitas Indonesia Library
cover
Susuhunan Pakubuwana IX
"Buku berjudul serat wiro isyaworo ini terdiri atas lebih dari satu teks. Teks pertama (hlm. 1?10) berjudul Wiro Isyworo. Tek sberikutnya adalah: gandrung turida; wulang raja putra; wulang putra; wulang putrid; serat Jayengsastra, karya Kangjeng Ratu Kancana istri Susuhunan PB IV, dijadikan satu dengan wulang putri; serat darma duhita, menjadi satu dengan wulang putri; serat darma rini; serat warayatna; serat menak Cina; serat Panji Jayengsari; wulang dalem swargi sinuhun PB VII dhumateng prameswari dalem kangjeng ratu Pakubuwana katunggilaken (dijadikan satu dengan wulang putri) dan lain-lain."
Surakarta: Albert Rusche, 1924
BKL.0213-CL 5
Buku Klasik  Universitas Indonesia Library
cover
Susuhunan Pakubuwana IX
"Buku ini terdiri atas beberapa bab, yaitu: 1)Gandrung Asmara (hlm. 1-18); 2) Gandrung Turida (hlm. 1-10); 3) Wulang Raja Putra (hlm. 1-23); 4) Wulang Putra (hlm. 24-52); 5) Tanpa judul (hlm. 21-28); 6) Wulang Putri (hlm. 1-11); 7) Serat Jayengsastra (karya Kanjeng Ratu Kancana, permaisuri Paku Buwana IV, disatukan menjadi Wulang Putri); 8) Serat Darma Duhita (dijadikan satu dengan Wulang Putri); 9) Serat Darma Rini; 10) Serat Menak Cina (petikan piwulang raja Cina pada putrinya Adaninggar); 11) Serat Panji Jayengsari (petikan piwulang Prabu Kenniyara kepada putra-putrinya); 12) Wulang Dalem Paku Buwana IX kepada permaisurinya (Kanjeng Ratu Paku Buwana); 13) Wulang Punggawa."
Surakarta: Albert Rusche, 1903
BKL.1050-CL 77
Buku Klasik  Universitas Indonesia Library
cover
Ngabehi Wirapoestaka
"Buku ini mengisahkan berbagai macam dongeng yang dibagi menjadi dua bagian. Bagian I terdiri atas tujuh dongeng dan bagian II terdiri atas 11 dongeng."
Semarang: G.C.T. van Drop, 1920
BKL.0601-CL 40
Buku Klasik  Universitas Indonesia Library
cover
"Naskah ini berisi teks yang mengisahkan dua tokoh bernama Bodong dan Monyong, penggembala kerbau yang bodoh. Bodong hanya bisa bicara bahasa krama: redi gunung dan nun inggih. Monyong hanya tahu nun dan redi. Ada seorang wanita kehilangan barang, yang mengetahui keberadaan barang tersebut hanyalah Bodong dan Monyong. Mereka dijadikan saksi menghadap Wedana ke kota. Setibanya di kota, mereka ditanya oleh Wedana: ?Siapa??, jawabnya: ?Nun kula redi gunung?. Bodong disuruh maju, menjawab: ?Nun inggih sampun kene wae?. Wedana tertawa dan bertanya lagi: ?Kene wae kepriye??, dijawab oleh Bodong: ?Nun inggih kami kontholen?, semua yang hadir tertawa terpingkal-pingkal, gara-gara si Bodong salah ngomong kami solsolen menjadi kami kontholen."
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
CL.35-K 11.08
Naskah  Universitas Indonesia Library
cover
"Naskah yang berisi Dongeng Pandung Bangsa Sakti ini merupakan salinan dari naskah KBG 603. Tentang naskah induk tersebut, lihat Notulen 56(1918): 6, 176. Pengarang cerita ini adalah R. Prawirawinarsa. Adapun isi ceritanya sebagai berikut: tersebutlah ada sepasang pengantin baru, prianya 25 tahun, wanita 17 tahun. Mereka hidup rukun. Ketika si istri (Ni Hamong) sudah hamil satu bulan, muncul sepasang lelembut bernama Kyai Sarab dan Nyai Sawan. Keduanya berujud raksasa, yang tak pernah berpisah, ibarat nini dan mintuha, dan sakti mandraguna. Sarab Sawan ingin memakan jabang bayi yang dikandung Ni Hamong, namun tak pernah berhasil karena jabang bayi merupakan kekasih Hyang Widi. Diceriterakan ada pandung (=pencuri) bernama Bangsasakti yang tidak pernah tidur siang maupun malam. Pekerjaannya mengitari dunia untuk mencari mangsa jabang bayi. Suatu hari disebutkan Sarab Sawan berdialog dengan jabang bayi. Sarab Sawan ingin memakannya, tetapi si jabang bayi mengatakan tidak dapat karena ia baru berumur satu bulan dan sedang di alam akadiyat. Akhirnya terjadi tawar-menawar terus. Si jabang bayi berkata pada bulan ke-2 sedang di alam wahdada; bulan ke-3 di alam wahadiyat; bulan ke-4 di alam arwah; bulan ke-5 di alam misal; bulan ke-6 di adsam; bulan ke-7/8 di alam Insankahim; bulan ke-9 baru disebut akyan (sempurna sebagai manusia). ?Kalau saya mati kan kasihan ibu, dan lagi saya ingin melihat semua ciptaan Allah.? Akhirnya terjadi kesepakatan, nanti kalau kawin akan jadi mangsanya. Sarab Sawan akan masuk dalam kendi bercampur dengan air. ?Waktu itu kamu akan haus dan minum air, kemudian akan mati.? Dikisahkan Bangsasakti perwira di bumi, walaupun sudah mati 100 hari. Bangsasakti berperang dengan Sarab Sawan. Sang Hyang Manikmaya minta yang berperang agar berhenti. Bangsasakti pergi ke kahyangan untuk menemui Hamong Jiwa dan menjelaskan dengan rinci apa yang harus dilakukan. Ia berkata agar mereka tak khawatir, karena dialah yang akan merawat/menjaga anak dalam kandungannya sampai kawin kelak. Disebutkan bayi sudah lahir perempuan, diberi nama Rara Siti sesuai dengan pesan Bangsasakti. Rara Siti setelah berusia 18 tahun, bercinta dengan Ki Sigit. Waktu upacara perkawinan mereka, Sarab Sawan bersembunyi dalam kendi. Rara Siti ketika dihias merasa haus yang tak terelakkan, dan hendak meminum air dalam kendi tersebut. Kendi dibanting Ki Hamong di halaman, dan air tertumpah bercampur kalajengking. Sarab Sawan marah pada Pandung karena mengganggu orang yang cari makan, padahal ini sudah merupakan perjanjian dengannya sewaktu jabang bayi. Bangsasakti berkata, kau ini selalu menyebabkan susahnya dunia, orang-orang kau ganggu. Ketiganya akhirnya berperang dan hancur beterbangan memenuhi dunia. Langit bagaikan bertaburan permata. Kilat, petir dan halilintar berbenturan laksana suasana perang. Sarab Sawan muncul menjadi penyakit buduk, gudhig, kadas, kendis, dan lain-lain penyakit kulit, serta batuk, sesak, dan lain-lainnya; sedangkan Bangsasakti menjadi jamu-jamuan seperti kencur, lempuyang, bengle, sereh, temu, kunir, dan lain-lainnya. Demikianlah sudah menjadi kehendak dewa, Sarab Sawan dan Bangsasakti selalu saling bermusuhan sampai bumi hancur. Terdapat dua salinan naskah ini di FSUI. Lihat CL.37 untuk alih aksara."
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
CL.36-A 6.03a
Naskah  Universitas Indonesia Library
cover
"Naskah ini merupakan alih aksara, sama dengan FSUI/CL.36. Lihat deskripsi naskah tersebut untuk ringkasan cerita dan keterangan selanjutnya."
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
CL.37-A 6.04a
Naskah  Universitas Indonesia Library
cover
"Naskah yang berisi teks yang dikarang oleh Pujaharja ini menceritakan seorang anak bemama Bagus yang haus akan pengetahuan paribasa (Jawa). Kemudian atas prakarsa dari orang tuanya, ia disuruh untuk menemui orang yang ahli dalam paribasa yang bemama Raden Rangga Wangsaraharja (abdi dalem Kanjeng Pangkureran Arya Gandasubrata di Mangkunagaran). Adapun yang menjadi bahan pertanyaan Si Bagus kepada Wangsaraharja adalah paribasa mengenai nglugas-raga dan Ngaru-ngapung. Dalam penjelasannya Wangsarahardja menceritakan sejarah paribasa tersebut. Pada naskah ini disebutkan, bahwa ceritera ini berasal dari ceritera orang-orang tua, berisi tentang paribasa yang kemudian ditulis oleh R.Ng, Pujaharja pada tahun 1914 di Surakarta, dengan tujuan untuk ?mengeti sosorah sakinanthig tiyang sepuh, supados suraosinomg sosorah wau sampun katriwal uwitipun, pinten-banggi saged damel kapirenanipun para maos' R.Ng. Pujaharja telah terkenal karya-karyanya. Adapun mengenai karyanya, antara lain berjudul Serat Swarga Lelana. Lihat deskripsi naskah FSUI/BA.29 untuk informaskumambangi biografi Pujaharja serta judul beberapa karangannya. Oleh staf Pigeaud naskah ini sudah dialihaksarakan, di Yogyakarta, pada tahun 1937. Lihat FSUI/CL.41a untuk salinan ketikan tersebut."
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
CL.41-A 26.04a
Naskah  Universitas Indonesia Library
cover
"Naskah ketikan ini merupakan alih aksara dari naskah FSUI/CL.41 yang dilakukan oleh staf Pigeaud di Yogyakarta pada tahun 1937. Lihat deskripsi naskah CL.41 tersebut untuk keterangan selanjutnya. FSUI memiliki tiga dari empat salinan katikan berkarbon naskah ini, yaitu A 26.04b-d. Museum Sonobudoyo di Yogyakarta seharusnya memiliki salinan keempat, namun kini tidak ditemukan dalam koleksi MSB."
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
CL.41a-A 26.04b
Naskah  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>