Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 11914 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Naskah ini berisi teks yang mengisahkan dua tokoh bernama Bodong dan Monyong, penggembala kerbau yang bodoh. Bodong hanya bisa bicara bahasa krama: redi gunung dan nun inggih. Monyong hanya tahu nun dan redi. Ada seorang wanita kehilangan barang, yang mengetahui keberadaan barang tersebut hanyalah Bodong dan Monyong. Mereka dijadikan saksi menghadap Wedana ke kota. Setibanya di kota, mereka ditanya oleh Wedana: ?Siapa??, jawabnya: ?Nun kula redi gunung?. Bodong disuruh maju, menjawab: ?Nun inggih sampun kene wae?. Wedana tertawa dan bertanya lagi: ?Kene wae kepriye??, dijawab oleh Bodong: ?Nun inggih kami kontholen?, semua yang hadir tertawa terpingkal-pingkal, gara-gara si Bodong salah ngomong kami solsolen menjadi kami kontholen."
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
CL.35-K 11.08
Naskah  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Indah Aprillia
"Tulisan ini membahas mengenai kritik terhadap saksi peradilan yang terdapat dalam naskah Dongeng Monyong Tuwin Bodong karya Mas Jaya Diwirya yang disahkan oleh Raden Pujaharja. Naskah tersebut berkode CL 35 – K 11.08 koleksi Perpustakaan Universitas Indonesia, berisikan cerita guyonan yang menghadirkan dua tokoh remaja sebagai seorang saksi mata dalam sebuah perkara di peradilan. Fokus tulisan ini lebih mengarah kepada kritik sebagai media ungkap terhadap suatu permasalahan sosial yang terjadi, pada umumnya dikemas dalam sebuah kaya sastra seperti naskah. Keadaan tersebut penting adanya karena dalam sebuah naskah terkandung informasi mengenai keadaan pada saat naskah itu dituliskan hal tersebut menjadikan pertimbangan dalam penulisan ini. Permasalahan utama dalam penulisan ini adalah untuk mengetahui kritik atas saksi dan sistem hukum yang terdapat dalam naskah tersebut untuk diungkap relevansinya dengan situasi sosial pada masa naskah tersebut ditulis. Tulisan ini menggunakan prosedur paradigma penelitian kualitatif, yang menggunakan teori interpretatif objektif untuk menganalisis serta menerapkan cara kerja filologi dalam penyajian naskah, yang bertujuan untuk menganalisis kritik terhadap saksi peradilan dalam naskah Dongeng Monyong Tuwin Bodong. Hasil dari tulisan ini adalah kritik terhadap keadaan hukum persaksian yang seharusnya tidak terjadi dalam sebuah peradilan.

This paper discusses the criticisms of justice witness in the Dongeng Monyong Tuwin Bodong by Mas Jaya Diwirya which was ratified by Raden Pujaharja. The text coded CL 35 - K 11.08 collection of the University of Indonesia Library, the text tells about jokes that present two teenage figures as eyewitnesses in a case in court. The focus of this paper is more directed at criticism as a medium for expressing a social problem that occurs, generally packaged in a rich literature such as a script. The situation is important because in a text contained information about the situation at the time the text was written it makes consideration in this writing. The main problem in this paper is to find out the criticisms of the witness and the legal system contained in the text to reveal its relevance to the social situation in the time the manuscript was written. This paper uses a qualitative research paradigm procedure, which uses objective interpretive theory to analyze and apply the workings of philology in the presentation of texts, which aims to analyze criticisms of justice witness in Dongeng Monyong Tuwin Bodong. The results of this paper are criticisms of the legal conditions of witnessing which should not occur in a court."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2019
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
"Naskah ini berisi beberapa teks dan ditulis oleh beberapa orang. Teks pertama berjudul Dongengingipun Singamarta tuwin Sima Gadhungan (h.1-7), ditulis oleh Kujana pada tahun 1899 di Batavia. Teks kedua berjudul Suluk: Peksi Platuk, Puyuh lan Prekutut (h.7-26), ditulis oleh Mas Behi Sumadisastra, dan teks ketika berjudul Verzameling van Javaansche Legenden (h.27-55), ditulis oleh Raden Kujana. Naskah ini salinan dari bahan yang dimiliki Dr. G.A.J. Hazeu dan merupakan alih aksara dari naskah LOr 6280, 6281 dan 6282. Naskah diketik pada bulan Juli 1932 di Yogyakarta oleh staf Pigeaud. Lihat Pigeaud 1968: 352-353 dan FSUI/ CL.102 untuk salinan tembusan karbon naskah ini."
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
CL.101-W 27.02
Naskah  Universitas Indonesia Library
cover
"Naskah ini merupakan tembusan karbon dari naskah FSUI/CL.101. Lihat deskripsi naskah tersebut untuk keterangan selanjutnya."
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
CL.102-W 48
Naskah  Universitas Indonesia Library
cover
Ngabehi Wirapoestaka
"Buku ini mengisahkan berbagai macam dongeng yang dibagi menjadi dua bagian. Bagian I terdiri atas tujuh dongeng dan bagian II terdiri atas 11 dongeng."
Semarang: G.C.T. van Drop, 1920
BKL.0601-CL 40
Buku Klasik  Universitas Indonesia Library
cover
"Naskah yang berisi Dongeng Pandung Bangsa Sakti ini merupakan salinan dari naskah KBG 603. Tentang naskah induk tersebut, lihat Notulen 56(1918): 6, 176. Pengarang cerita ini adalah R. Prawirawinarsa. Adapun isi ceritanya sebagai berikut: tersebutlah ada sepasang pengantin baru, prianya 25 tahun, wanita 17 tahun. Mereka hidup rukun. Ketika si istri (Ni Hamong) sudah hamil satu bulan, muncul sepasang lelembut bernama Kyai Sarab dan Nyai Sawan. Keduanya berujud raksasa, yang tak pernah berpisah, ibarat nini dan mintuha, dan sakti mandraguna. Sarab Sawan ingin memakan jabang bayi yang dikandung Ni Hamong, namun tak pernah berhasil karena jabang bayi merupakan kekasih Hyang Widi. Diceriterakan ada pandung (=pencuri) bernama Bangsasakti yang tidak pernah tidur siang maupun malam. Pekerjaannya mengitari dunia untuk mencari mangsa jabang bayi. Suatu hari disebutkan Sarab Sawan berdialog dengan jabang bayi. Sarab Sawan ingin memakannya, tetapi si jabang bayi mengatakan tidak dapat karena ia baru berumur satu bulan dan sedang di alam akadiyat. Akhirnya terjadi tawar-menawar terus. Si jabang bayi berkata pada bulan ke-2 sedang di alam wahdada; bulan ke-3 di alam wahadiyat; bulan ke-4 di alam arwah; bulan ke-5 di alam misal; bulan ke-6 di adsam; bulan ke-7/8 di alam Insankahim; bulan ke-9 baru disebut akyan (sempurna sebagai manusia). ?Kalau saya mati kan kasihan ibu, dan lagi saya ingin melihat semua ciptaan Allah.? Akhirnya terjadi kesepakatan, nanti kalau kawin akan jadi mangsanya. Sarab Sawan akan masuk dalam kendi bercampur dengan air. ?Waktu itu kamu akan haus dan minum air, kemudian akan mati.? Dikisahkan Bangsasakti perwira di bumi, walaupun sudah mati 100 hari. Bangsasakti berperang dengan Sarab Sawan. Sang Hyang Manikmaya minta yang berperang agar berhenti. Bangsasakti pergi ke kahyangan untuk menemui Hamong Jiwa dan menjelaskan dengan rinci apa yang harus dilakukan. Ia berkata agar mereka tak khawatir, karena dialah yang akan merawat/menjaga anak dalam kandungannya sampai kawin kelak. Disebutkan bayi sudah lahir perempuan, diberi nama Rara Siti sesuai dengan pesan Bangsasakti. Rara Siti setelah berusia 18 tahun, bercinta dengan Ki Sigit. Waktu upacara perkawinan mereka, Sarab Sawan bersembunyi dalam kendi. Rara Siti ketika dihias merasa haus yang tak terelakkan, dan hendak meminum air dalam kendi tersebut. Kendi dibanting Ki Hamong di halaman, dan air tertumpah bercampur kalajengking. Sarab Sawan marah pada Pandung karena mengganggu orang yang cari makan, padahal ini sudah merupakan perjanjian dengannya sewaktu jabang bayi. Bangsasakti berkata, kau ini selalu menyebabkan susahnya dunia, orang-orang kau ganggu. Ketiganya akhirnya berperang dan hancur beterbangan memenuhi dunia. Langit bagaikan bertaburan permata. Kilat, petir dan halilintar berbenturan laksana suasana perang. Sarab Sawan muncul menjadi penyakit buduk, gudhig, kadas, kendis, dan lain-lain penyakit kulit, serta batuk, sesak, dan lain-lainnya; sedangkan Bangsasakti menjadi jamu-jamuan seperti kencur, lempuyang, bengle, sereh, temu, kunir, dan lain-lainnya. Demikianlah sudah menjadi kehendak dewa, Sarab Sawan dan Bangsasakti selalu saling bermusuhan sampai bumi hancur. Terdapat dua salinan naskah ini di FSUI. Lihat CL.37 untuk alih aksara."
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
CL.36-A 6.03a
Naskah  Universitas Indonesia Library
cover
"Naskah ini merupakan alih aksara, sama dengan FSUI/CL.36. Lihat deskripsi naskah tersebut untuk ringkasan cerita dan keterangan selanjutnya."
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
CL.37-A 6.04a
Naskah  Universitas Indonesia Library
cover
"Naskah yang berisi teks yang dikarang oleh Pujaharja ini menceritakan seorang anak bemama Bagus yang haus akan pengetahuan paribasa (Jawa). Kemudian atas prakarsa dari orang tuanya, ia disuruh untuk menemui orang yang ahli dalam paribasa yang bemama Raden Rangga Wangsaraharja (abdi dalem Kanjeng Pangkureran Arya Gandasubrata di Mangkunagaran). Adapun yang menjadi bahan pertanyaan Si Bagus kepada Wangsaraharja adalah paribasa mengenai nglugas-raga dan Ngaru-ngapung. Dalam penjelasannya Wangsarahardja menceritakan sejarah paribasa tersebut. Pada naskah ini disebutkan, bahwa ceritera ini berasal dari ceritera orang-orang tua, berisi tentang paribasa yang kemudian ditulis oleh R.Ng, Pujaharja pada tahun 1914 di Surakarta, dengan tujuan untuk ?mengeti sosorah sakinanthig tiyang sepuh, supados suraosinomg sosorah wau sampun katriwal uwitipun, pinten-banggi saged damel kapirenanipun para maos' R.Ng. Pujaharja telah terkenal karya-karyanya. Adapun mengenai karyanya, antara lain berjudul Serat Swarga Lelana. Lihat deskripsi naskah FSUI/BA.29 untuk informaskumambangi biografi Pujaharja serta judul beberapa karangannya. Oleh staf Pigeaud naskah ini sudah dialihaksarakan, di Yogyakarta, pada tahun 1937. Lihat FSUI/CL.41a untuk salinan ketikan tersebut."
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
CL.41-A 26.04a
Naskah  Universitas Indonesia Library
cover
"Naskah ketikan ini merupakan alih aksara dari naskah FSUI/CL.41 yang dilakukan oleh staf Pigeaud di Yogyakarta pada tahun 1937. Lihat deskripsi naskah CL.41 tersebut untuk keterangan selanjutnya. FSUI memiliki tiga dari empat salinan katikan berkarbon naskah ini, yaitu A 26.04b-d. Museum Sonobudoyo di Yogyakarta seharusnya memiliki salinan keempat, namun kini tidak ditemukan dalam koleksi MSB."
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
CL.41a-A 26.04b
Naskah  Universitas Indonesia Library
cover
"Naskah yang berisi dongeng-dongeng dari daerah Grobogan ini diperoleh Pigeaud pada tahun 1928 dari Kiliaan-Charpentier. Dongeng yang dimuat di dalamnya digubah dalam tembang macapat yang terdiri dari dua pupuh, yakni pupuh sinom dan pangkur. Teks menceritakan tentang musibat (tulah, murka Tuhan) negeri Ngerum terhadap Tanah Jawa. Ia ingin merusak dhedhemit yang menjadi tumbal Gunung Werta. Resi utusan Jeng Sultan untuk menenung seluruh dhedhemit menghadap pendeta di Ngerum. Semar dan Togog pergi ke Gunung Tidar. Pandita berkata bahwa tanah Jawa dahulu belum ada manusia dan masih berupa hutan. Semar mengatakan bahwa ia dulu sebenarnya orang Jawa, dan bertempat tinggal di puncak gunung Merbabu sebelum kedatangan pendeta. Setelah 9.000 tahun, ia pindah dan bertempat tinggal di Tidar. Biasanya manusia tidak ada yang mencapai usia 10.000 tahun. Semar menceriterakan bahwa ia juga manusia, anak dari Dewi Kawa, dengan nama Manikmaya. Nama lainnya adalah Sang Hyang Reksi, Danyang Kriga, Renggutmaya, Sang Hyang Wenang Gunung, Jayakusuma, Jaka Wadhuk, Inthik-inthik Kocinggati. Kakaknya adalah jelmaan burung Sundari, tinggal di tanah Jawa. Banyak anak cucunya mengungsi ke laut, ternyata kena tenung menjadi lelembut. Tuan Subakir berkata bahwa manusia pulau Jawa pada tahun 2100 akan hi-lang, dan 1000 tahun belum ada ratunya. Perang danawa dan bala tentera kera merusakkan negara Ngalengka. Allah menjadikan raja yang berkuasa 70 tahun di Wirangrongata dan 50 tahun di Mandura. Kraton Ngastina dan Ngamarta, lambangnya pudhak satunggal lawan ngawu-ngawu langit, dan Dyarawati besuk hilang karena peperangan, dan Allah membuat aji negen Mlawa dan Bojonegara. Negara Galuh akan hilang setelah 50 tahun, kemudian kota Sendhula hanya 60 tahun. Medhangkamulan akan hilang setelah 40 tahun, kemudian kerajaan di bawah Raja Ajisaka dari Arab. Setelah 60 tahun timbul kerajaan lagi dengan rajanya Sri Maha Punggung dengan patih Jugul Mudha yang berkuasa di kaki Gunung Lawu, negara damai sejahatera, keadilan ditegakkan. Seratus tahun kemudian, kerajaan sampai diturunkan 3 generasi, dan dipesankan agar tinggal bersama anak cucu di kaki Gunung Kendhil. Pejajaran hilang dan Allah mendirikan kerajaan lagi di Majapahit, yang kemudian diperangi anaknya yang berada di Demak. Orang Jawa banyak yang menganut Islam. Di Giri dan Pajang setelah 35 tahun hilang, lalu timbul Mataram. Demak dihancurkan 40 Bugis. Timbul kota Wanakarta di sebelah barat Pajang dengan ratunya Sendhang Rawa. Setan bergabung dengan manusia, sehingga banyak anak lupa bapak dan sebagainya, banyak pembunuhan dan lain-lainnya, sehingga murka Allah datang. Allah menjadikan raja Srandhil, keturunan rasul, ibunya trah Mataram keluar dari siluman, menguasai tanah Jawa dan menjadi ratu adil di Ketangga. Rakyat hidup murah sandang pangkuran selama 100 tahun. Ketangga sirna, muncul raja kembar di kota itu, satu di Mandura dan yang lain di Waringin Rebah. Orang Jawa diusungi oleh orang Srenggi, kemudian sultan Ngerum memberi pertolongan dengan mengirim utusan ke tanah Jawa untuk menumpas orang Srenggi. Sepeninggal ratu adil, yang berkuasa Iman Mahdi sampai hari kiamat. Untuk pendalaman cerita ini adalah Serat Jayabaya. Disebutkan yang mengarang adalah Iman Sapingi, manusia yang tahu watak baik dan buruk manusia."
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
CL.44-A 5.13
Naskah  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>