Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5456 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Naskah ini cukup sulit dibaca. Pada halaman-halaman depan sebagian besar teks tak terbaca karena halaman-halamannya sobek dan/atau berlubang. Naskah berisi teks yang diberi judul Cariyosipun Raden Nitikusuma ini antara lain menceritakan seorang raja yang minta tolong pada dua ekor kijang, induk dan anaknya, untuk membacakan huruf-huruf yang terdapat pada kendhil (periuk) tua dan berakhir pada penjelasan Patih Guwasari kepada rajanya, bahwa wilayah Guwasari merupakan hak waris Raja Jaka dari Jong Biraji. Bagian berikutnya dimulai dengan saran patih agar mengembalikan Guwasari kepada si pemilik dan berakhir pada perang antara Raden Nitikusuma dan Garusela. Cerita bagian kedua terputus dengan tiba-tiba, seakan-akan masih ada sambungannya. Menurut keterangan yang berada pada h.1, sambungan tersebut berada pada FSUI/CL.27. Daftar pupuh: 1) dhandhanggula; 2) sinom; 3) kinanthi; 4) pangkur; 5) maskumambang; 6) pangkur; 7) kinanthi; 8) dhandhanggula; 9) durma; 10) mijil; 11) sinom; 12) asmaradana; 13) dhandhanggula; 14) pangkur; 15) kinanthi; 16) dhandhanggula; 17) durma; 18) sinom; 19) asmaradana; 20) dhandhanggula; 21) sinom; 22) kinanthi; 23) dhandhanggula; 24) mijil; 25) asmaradana;; 26) dhandhanggula; 27) sinom; 28) sinom; 29) dhandhanggula; 30) asmaradana; 31) durma; 32) sinom; 33) dhandhanggula; 34) kinanthi; 35) pangkur; 36) durma; 37) dhandhanggula; 38) kinanthi; 39) durma; 40) asmaradana; 41) pangkur; 42) dhandhanggula; 43) mijil; 44) asmaradana; 45) dhandhanggula. Tidak ada keterangan apa pun mengenai penulisan dan penyalinan naskah ini. Namun berdasarkan gejala kodikologis, diduga bahwa naskah ini cukup kuna---mungkin disalin sebelum awal abad 19. Sedang ditilik dari penamaan metrum dan dialek bahasanya, teks ini diduga dari tradisi naskah Madura, atau setidak-tidaknya dari tradisi pesisir utara Jawa Timur. Menurut keterangan yang terdapat pada h.1, naskah ini diperoleh Pigeaud dari Kiliaan-Charpentier pada bulan Juli 1927 dan sudah dibuat ringkasannya oleh Suwandi pada bulan Agustus 1929."
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
CL.26-NR 19
Naskah  Universitas Indonesia Library
cover
"Naskah ini berisi teks lanjutan FSUI/CL.26, berisi pupuh 42-45. Lihat deskripsi naskah CL.26 tersebut untuk keterangan selanjutnya. Teks menceritakan perang antara Raja Sambra dengan Sasrawijaya sampai dengan perkawinan Citrasantun dengan Pesuraga dan Candrasekar dengan Sriwijaya. Teks naskah ini tampaknya tidak lengkap, tetapi belum ditemukan naskah yang berisi teks sambungannya. Pada h.45-46 terdapat sketsa dengan pensil berupa tokoh wayang, sedangkan pada h.47 terdapat tulisan dengan pensil dan beraksara Jawa, berbunyi, ?ini nyang punya carita Radin Suma?. Menurut keterangan yang terdapat pada h.1, teks naskah ini telah diringkas oleh Mandrasastra, di Yogyakarta, pada bulan Februari 1930. Naskah ini diperoleh Pigeaud pada bulan Juli 1927 dari Kiliaan-Charpentier."
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
CL.27-NR 31
Naskah  Universitas Indonesia Library
cover
"Naskah ini berisi dua teks, yaitu: Cariyosipun Pareden Gamping (h.1-15) dan Cariyosipun Hastana Talakbrantan (h. 16-23). Cariyosipun Pareden Gamping menceriterakan Gunung Gamping di desa Bodheh, kalurahan Sakakawah, di Yogyakarta. Gunung Gamping menjadi mata pencaharian penduduk di sekelilingnya, sebagai tulang punggung perekonomian mereka. Selain itu disebutkan pula cara-cara mengadakan selamatan Gunung Gamping. Cariyosipun Hastana Talakbrantan menceriterakan kuburan Hastana Talakbrantan di desa Sudimara, distrik Jengis, kabupaten Bantul, Yogyakarta. Asal-usul kuburan ini bermula dari ceritera Talakbranta (Dewi Suita), putri Prabu Brawijaya V dari permaisuri yang bernama Rara Raditya. Dewi Suita dalam hidupnya melakukan pengembaraan (tetruka). Dalam pengembaraannya Dewi Suita mengalami berbagai cobaan, sehingga ia melakukan tapa (semedi). Dalam pertapaannya Dewi Suita mendapat wangsit dari dewa, bahwa Dewi Suita akan mendapat kebahagiaan hidup di tempat mereka bertapa yang bernama Sudimara. Ketika meninggal, Dewi Suita juga disemayamkan di desa Sudimara, bekas tempat pertapaannya. Ciri khas dari kuburan Hastana Talakbrantan ditandai dengan pohon gurda, tetapi pohon gurda tersebut sudah tidak ada karena patah pada waktu ada angin besar. Pada h.l disebutkan, bahwa naskah ini merupakan gubahan dari R.M. Jayengwiharja, yang dikumpulkan dari ceritera-ceritera rakyat. Karya-karya R.M. . Jayengwiharja ini telah dikenal di antaranya adalah Pejah Kawandasa Dinten (Batavia Centrum: Bale Poestaka, 1933). FSUI/CL.103 merupakan naskah lain dari Jayengwiharja. Tidak terdapat keterangan tentang penulisan teks ini, maupun penyalinan naskah, tetapi diperkirakan tahun 1930an. Naskah diperoleh Pigeaud pada tanggal 7 Juni 1941."
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
CL.100-W 65.01
Naskah  Universitas Indonesia Library
cover
"Naskah ini berisi ringkasan Serat Raden Pulimbang pada FSUI/CL.76 yang dikerjakan oleh Mandrasastra pada tahun 1939. Ringkasan lain dari naskah ini, berbahasa Belanda, juga ada; lihat FSUI/SJ.134."
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
CL.77-L 12.17
Naskah  Universitas Indonesia Library
cover
"Naskah ini merupakan catatan dari Jayengwiharja, tentang makam Kiai Ageng Tunggulwulung di desa Kebon Agung, distrik Minggir, kabupaten Sentolo, Yogyakarta. Makam tersebut dikramatkan, sehingga banyak orang yang datang ke makam tersebut untuk meminta restu supaya berhasil dalam usahanya. Pigeaud mendapatkan naskah ini dari penulis pada tanggal 17 September 1941. Bandingkan FSUI/CL.100 untuk tambahan informasi tentang Jayengwiharja."
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
CL.103-W 65.08
Naskah  Universitas Indonesia Library
cover
"Naskah ini berisi teks yang menceritakan R. Pulimbang bersaudara (R. Kumambang dan Diyah Gendang Sumilir) anak Prabu Bujana di negara Hinangsana. Ketiganya meminta doa restu kepada sang Prabu Bujana untuk melakukan pengembaraan mencari burung dara yang diidam-idamkan oleh Sang Prabu. Dalam pengembaraannya R Pulimbang bersaudara menemui banyak rintangan. Ketika sampai di Gunung Semeru, di berperang melawan Ratu jin perempuan bernama Dewi Mursasi dari negara Kancana. Dewi Mursasi kalah, akhirnya R. Pulimbang menjadi raja di Kancana dan kawin dengan Dewi Mursasi. Naskah ini merupakan salinan dari naskah lontar, sayang tidak disebutkan identitas babonnya. Pigeaud menerima salinan ini dari Dr. W.F. Stutterheim pada bulan Februari 1929, sedangkan yang ikut berperan dalam penyalinannya adalah RNg. Poerbatjaraka, pada bulan Agustus 1925 (h.l). Naskah ini telah diringkas oleh Mandrasastra pada bulan Juli 1939. Keterangan tentang ringkasan tersebut lihat pada FSUI/CL.77. Ringkasan lain berbahasa Belanda juga ada; lihat FSUI/SJ.134. Pada h.3 terdapat surat dari Stutterheim kepada Pigeaud tertanggal 22 April 1931, tentang pinjam meminjam buku dan naskah."
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
CL.76-A 11.08
Naskah  Universitas Indonesia Library
cover
"Naskah ini disalin pada hari Kamis tanggal 8 Rejeb, Je dengan sengkalan: 'Catur Murti Naga Bumi'. Padanan sengkalan tersebut adalah tahun 1884, namun tahun tersebut tidak mungkin dianggap sebagai tahun Jawa, walaupun dikatakan Je, karen; bertepatan dengan 1952 Masehi, tigapuluhan tahun setelah naskah dikoleksikan olel Pigeaud. Menurut kami yang dimaksud adalah tahun Masehi 1884, yang kebetular bertepatan dengan tahun Jawa 1804, ialah warsa Je. Cerita yang disalin dalam naskah ini belum selesai sebagaimana tertulis dalam h.341, getun seh ora tutuk. Ringkasan cerita ini telah dibuat oleh Mandrasastra, kini tersimpan bersama naskah induk di FSUI. Teks ini menceritakan keadaan negara Cina pada zaman lima raja, dengan menitikberatkan tokoh Cin Syok Po. Oleh karena itu kami beri judul Cariyosipun Cin Syok Po. Daftar pupuh: (1) asmarandana; (2) dhandhanggula; (3) sinom; (4) maskumambang; (5) megatruh; (6) pangkur; (7) durma; (8) kinanthi; (9) pucung; (10) asmarandana; (11) sinom; (12) maskumambang; (13) pangkur; (14) dhandhanggula; (15) kinanthi; (16) pucung; (17) pangkur; (18) gambuh; (19) dhandhanggula; (20) megatruh; (21) sinom; (22) pangkur; (23) mijil; (24) kinanthi; (25) durma; (26) asmarandana; (27) maskumambang; (28) pangkur; (29) dhandhanggula; (30) pucung; (31) sinom; (32) asmarandana; (33) pangkur; (34) megatruh; (35) maskumambang; (36) dhandhanggula; (37) durma; (38) asmarandana; (39) sinom; (40) kinanthi; (41) dhandhanggula; (42) asmarandana; (43) pangkur; (44) pucung; (45) sinom; (46) dhandhanggula; (47) asmarandana; (48) gambuh; (49) sinom; (50) kinanthi; (51) durma; (52) gambuh; (53) pangkur; (54) dhandhanggula; (55) durma; (56) pangkur; (57) asmarandana; (58) megatruh; (59) dhandhanggula; (60) pucung; (61) pangkur; (62) durma; (63) asmarandana; (64) sinom; (65) pangkur; (66) gambuh; (67) dhandhanggula; (68) pangkur; (69) asmarandana; (70) dhandhanggula; (71) pangkur; (72) dhandhanggula; (73) pucung; (74) durma; (75) sinom; (76) asmarandana; (77) dhandhanggula."
[place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
CT.6-NR 320
Naskah  Universitas Indonesia Library
cover
Raden Ngabehi Pujaharja
"Naskah ini berisi dua teks karangan R. Pujaharja, di Surakarta, sekitar tahun 1925. Teks pertama adalah Cerita Jupri, yang menceritakan tentang kemahiran seorang bernama Jupri bermain silat dan segala petualangannya. Teks kedua adalah Serat Wedasuwita, mengisahkan tentang kewajiban seseorang dalam berbakti pada negara. Kemungkinan bahwa naskah ini disalin oleh Pujaharja sendiri, sekitar tahun 1925. Informasi tentang biografi Pujaharja dan daftar karangannya yang pernah terbit, lihat deskripsi naskah FSUI/BA.29. Lihat pula di indeks umum buku ini untuk pelbagai bahan lain dari Pujaharja yang dikumpulkan oleh Pigeaud."
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
CL.19-K 12.05
Naskah  Universitas Indonesia Library
cover
"Jantra Entra ini merupakan sastra roman, atau novel bahasa Jawa, yang dikarang oleh R. Pujaharja pada tahun 1913. Pada purwaka (h.i) isi ceritera dijelaskan sebagai berikut: 'Nyariyosaken lalampahanipun Jaka Mursit, inggih punika satunggaling lare ingkang padhang manahipun, jalaran sakinanthig mituhu dhateng piwulang ingkang prayogi. Isinipun: (1) Panggaotan; (2) Kajuliganing dagang; (3) Kagemen; (4) Pratikeling dagang; (5) Watakipun tiyang dagang; (6) Karibedanipun; (7) Kabingahanipun. Naskah ketikan ini disalin atas prakarsa Pigeaud, sekitar tahun 1930, rangkap empat. Naskah induk tidak diidentifikasikan, tetapi tampaknya turunan dari FSUI/CL.54. Manuskrip LOr 6754, MSB/F.12, dan PNRI/G 94 merupakan tembusan karbon dari naskah ini."
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
CL.53-G 94
Naskah  Universitas Indonesia Library
cover
"Naskah ini berisi teks Serat Selarasa, tetapi hanya sebagian, tidak tamat. Roman Selarasa adalah salah satu karya sastra Jawa yang berlatar di kerajaan Cempa, tempat asal Putri Cempa yang tampil dalam teks sejarah Majapahit. Kisahnya berpangkal pada empat saudara, Selangkara, Selaswara, Selaganda, dan Selarasa, semuanya putra Raja Cempa. Selangkara menggantikan ayahnya sebagai Prabu Cempa, tetapi memperlakukan adik-adiknya dengan cara yang tidak pantas, sehingga terjadi sengketa dan persaingan antar saudara. Tentang korpus sastra teks Selarasa pada umumnya, lihat Behrend 1990:403-405. Dalam uraian Behrend itu, disebutkan bahwa korpus teks ini terdiri atas sedikitnya empat redaksi, sebagai berikut: (1) MSB/L.321, mungkin dari Cirebon, hanya sampai pupuh 45, lalu putus; (2) MSB/L.322-324, versi Cirebon lain yang amat luas (lebih 124 pupuh); (3) YKM/W.45-46, yaitu Jatiswara-Selarasa. Tentang teks yang sangat menarik ini lihat Behrend 1987:190 dan passim; (4) MSB/W.94, yaitu Pakem Ringgit Golek: Lampahan Selarasa. Sekarang dapat ditambahkan lagi informasi sebagai berikut: (5) Teks LOr 1824 (Selarasa Kuningan, dengan turunan FSUI/CL.85-90) sangat mirip dengan redaksi MSB/L.322-324. Urutan pupuhnya jelas sejajar, tetapi terdapat banyak sisipan dan perbedaan lain. Namun pupuh 1 dari MSB/L.322 sama dengan pupuh 3 pada LOr 1824, sedangkan pupuh terakhir kedua naskah itu (L.324 = 124; LOr 1824 = 115) sama.; (6) LOr 10.803 merupakan versi lain, tetapi mirip dengan LOr 1824 pupuh 29-48 (pupuh 7-19 dalam naskah ini bahkan identik dengan LOr 1824, pupuh 35-48); (7) FSUI/CL.79 hampir satu versi dengan MSB/L.321. Perbandingannya sebagai berikut: pupuh 1-27 pada FSUI/CL.79 sama dengan pupuh 2-28 pada MSB/L.321, kecuali pupuh 9 dari CL.79 bertembang wirangrong, sedangkan pada L.321, pupuh 10 bertembang asmarandana; (8) Selain CL.79, semua naskah Selarasa di FSUI merupakan alih aksara naskah lain: CL.80 = MSB/L.321; CL.82 dan CL.84 = MSB/L.323; CL.83 = MSB/L.324; dan CL.85-86, CL.87-88, CL.89a-b, dan CL.90a-b = LOr 1824. Adapun teks FSUI/CL.79 ini, hampir satu versi dengan MSB/L.321. Teks menceritakan petualangan Selarasa, Selaganda dan Selaswara. Dalam pengembaraannya Selarasa bertemu dengan Seh Dursayid, dan diberi ajaran untuk menahan lapar. Mereka bertiga pergi berlayar menuju negara Atas Ulun; di sana mereka bertemu dengan Dyah Rumsari, putri seorang pendeta bernama Ki Lobama. Pada suaru hari Raja Atas Ulun bermimpi. Sang raja menyuruh patihnya mencarikan orang yang dapat menafsirkan arti mimpinya itu. Nujum Sidik berhasil menafsirkan mimpi raja, namun dihukum penjara karena meramalkan bahwa sang Raja akan dikalahkan oleh tiga orang jejaka dari negara Atas Ulun. Para jejaka di Atas Ulun ditangkapi, dan orang yang berusaha menyembunyikan mereka akan dibunuh. Selarasa bersama saudara-saudaranya dan Dyah Rumsari pergi mengungsi. Dalam perjalanan mereka bertemu dengan tentara Atas Ulun, dan terjadi pertempuran. Tentara Atas Ulun berhasil dikalahkan. Selarasa lalu mengirimkan surat tantangan kepada Raja Atas Ulun. Dalam perjalanan Dyah Rumsari merasa haus. Selarasa dan Selaganda pergi mencari air. Ketika mencari air Selarasa terpisah dari saudaranya Selaganda. Selarasa tersesat hingga terdampar pada suatu gua. Di dalam gua Selarasa bertemu dengan naga, raksasa, dan seorang pertapa bernama Seh Durnapi yang mengajarkan ilmu rasa. Berbekal petunjuk dari Seh Durnapi, Selarasa pergi ke Gunung Gambung menemui pemimpin jin bernama Patih Nurjaman. Mereka berdua lalu bertempur, namun keduanya sama-sama sakti hingga akhirnya Patih Nurjaman mengangkat Selarasa sebagai putranya. Patih Nurjaman menceritakan asal usul dirinya yang pergi mengungsi bersama putra raja bernama Tali Rama, karena rajanya Sri Palmin dari kerajaan jin Pura Rukmi ditawan oleh Raja Madenda. Nurjaman, Tali Rama dan Selarasa berunding untuk membebaskan Sri Palmin. Selarasa dan Nurjaman berangkat menuju Madenda semenatara Tali Rama menjaga kerajaan Pura Rukmi. Dengan sirepnya Selarasa berhasil masuk ke istana Madenda, lalu ia menuju kamar Dewi Pangrenyu saudara Sri Madenda. Melalui rayuannya Selarasa berhasil mengetahui tempat ditawannya Sri Palmin. Setelah membebaskan Sri Palmin, Selarasa mengikat Raja Madenda yang sedang tertidur dan membuangnya ke dalam gua. Sementara Nurjaman membawa pulang Sri Palmin. Kerajaan Madenda berhasil dikuasai oleh Selarasa. Sahabat Sri Madenda, Kuwera dan Kuwari berusaha merebut negara Madenda namun dikalahkan. Selarasa dan Dewi Pangrenyu datang ke Pura Rukmi, disambut dengan gembira oleh raja jin Sri Palmin. Selarasa ingin menemui saudara-saudaranya yang tertinggal di hutan, Patih Nurjaman yang mengantarnya. Sangat gembira mereka bertemu, namun hanya sekejap karena mereka mendapat kabar bahwa Ki Lobama ayah Dyah Rumsari ditawan oleh Raja Atas Ulun. Selarasa dan saudara-saudaranya merencanakan untuk membebaskan Ki Lobama dan membalas pada Raja Atas Ulun. Setelah berhasil membebaskan Ki Lobama, Selarasa dan saudara-saudaranya bertempur melawan tentara Atas Ulun. Selarasa berperang dengan sang raja, Selaswara dengan patih Atas Ulun. Raja Atas Ulun dikalahkan dan melarikan diri ke istana. Suatu malam Selarasa dan Selaganda menyebarkan sirep di istana Atas Ulun, lalu mengikat sang raja dan patihnya menjadi satu, kemudian dibuang di hutan. Selarasa dan saudaranya, Ki Lobama, Ken Jumena bersama-sama masuk ke istana lalu sembahyang. Selaswara menikah dengan Dyah Rumsari dan menjadi Raja Atas Ulun. Selaganda menjadi Patih Atas Ulun dan menikahi putri Raja Atas Ulun, Raga Puspita. Tersebutlah Raja Atas Ulun dan patihnya yang dibuang di hutan. Ketika sadar dan berhasil melepaskan diri maka berjalan menyusuri pantai, bertemu dengan Seh Ngalaya, kemudian ikut pada sebuah kapal milik Ki Unrus, namun karena dianggap membuat sial, raja dan patih dibuang di Pulau Jingjrin. Raja Jingjrin, Jin Kapir, berniat menyerang Selarasa karena telah menyingkirkan Raja Madenda. Ringkasan di atas disadur dari uittreksel yang dibuat oleh Mandrasastra tentang CL.79 ini, yang tersimpan bersama naskah asli dalam koleksi FSUI. Di dalam naskah ini tidak ditemukan keterangan tentang penulisan teks asli maupun penyalinan naskah ini. Beberapa halaman awal dan belakang naskah telah hancur sehingga sukar dibaca. Daftar pupuh: (1) sinom [tak dapat dibaca]; (2) pangkur; (3) dhandhanggula; (4) durma; (5) asmarandana; (6) megatruh; (7) mijil; (8) dhandhanggula; (9) wirangrong; (10) sinom; (11) pangkur; (12) durma; (13) dhandhanggula; (14) mijil; (15) megatruh; (16) kinanthi; (17) sinom; (18) girisa; (19) durma; (20) dhandhanggula; (21) pucung; (22) asmarandana; (23) kinanthi; (24) pangkur; (25) maskumambang; (26) dhandhanggula; (27) sinom; (28) durma [sukar dibaca karena sobek]."
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
CL.79-NR 202
Naskah  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>