Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 135112 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hermintje Antoneta Agoha
"Tanaman cendana (Santallum Album Linn) merupakan salah sumber daya kehutanan yang telah banyak memberikan kontribusi bagi PAD NTT, perkembangan industri pengolahan cendana yang menghasilkan komoditi ekspor serta perluasan lapangan kerja. Dengan kedudukan yang cukup penting ini cendana mendapat perhatian cukup besar dari Pemda terutama menyangkut tata niaganya melalui serangkaian peraturan yang mengatur pengolahan dan pelestariannya. Namun dalam pelaksanaannya masih banyak dijumpai kendala terutama menyangkut sistem penjatahan bahan baku bagi industri pengolahan, sarana prasarana pengangkutan, pergudangan serta distribusi bahan baku dan hasil olahannya. Untuk itu penelitian ini bertujuan untuk melihat sejauh mana pelaksanaan keempat hal tersebut di atas. Dari penelitian secara kualitatif diperoleh hasil bahwa banyak hal yang masih harus dibenahi dalam mekanisme tata niaga cendana ini yakni kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitar lokasi penebangan, penyempurnaan inventarisasi dan target tebangan perbaikan infrastruktur pengangkutan (TKP Cabang dan industri informal), serta efisienbsi serta pengawasan yang lebih ketat dalam pendistribusian bahan baku dan hasil olahannya sehingga menekan kemungkinan terjadinya penebangan liar serta penyelundupan. Melalui perbaikan-perbaikan tersebut diharapkan pemanfaatan cendana nantinya mampu menjawab tantangan era industrialisasi hutan lestari dan memantapkan keserasian fungsi ekonomi, ekologi dan sosialnya."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1995
S19014
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
F.X. Tito Adonis
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, 1997
321.199 28 TIT s
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Guritno Suhardi
Jakarta: BAdan Pengembangan Kebudayaan dan Pariwisata, 2002
915.986 SUH f
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Yayasan Bhakti Wawasan Nusantara, 1992
R 915.986 PRO
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Theofridus Untung Adventus Bere
"Penelitian bertujuan untuk: 1 Mendeskripsikan pelaksanaan pendampingan untuk petani penerima dana bergulir Program Desa Mandiri Angggur Merah; 2 Mendeskripsikan peran pendamping yang diberikan kepada petani penerima dana bergulir Program Desa Mandiri Angggur Merah; 3 mendeskripsikan manfaat pendampingan dirasakan oleh petani penerima dana bergulir Program Desa Mandiri Angggur Merah.Penelitian ini menggunakan Pendekatan Kualitatif dengan teknik pemilihan informan secara purposif. Lokasi penelitian Desa Desa Raifatu, Kecamatan Raihat, Kabupaten Belu, dengan fokus pada Koperasi Serba Usaha Wetuda.
Hasil temuan menunjukkan bahwa: 1 Proses pendampingan pada Program Desa Mandiri Angggur Merah di Desa Raifatus dilakukan oleh satu orang PKM Pendamping Kelompok Masyarakat dibantu tiga orang dari pengurus Koperasi Serba Usaha Wetuda. Pendampingan dilakukan secara berkelompok sebulan sekali, dan kunjungan ke lokasi usaha. 2 Peran pendamping kelompok masyarakat terlihat dalam kegiatan mengidentifikasi masalah, memberikan dorongan semangat, memberikan informasi dan pengetahuan baru, memfasilitasi penjualan hasil, menjaga usaha masyarakat, menjelaskan hak dan kewajiban masyarakat, membantu merencanakan usaha, membantu mengatasi jika ada maslah, membantu mengembangkan usaha serta membatun memberi penilaian terhadap usaha masyarakat. 3 Para penerima dana bergulir Program Desa Mandiri Anggur Merah merasakan manfaat pendampingan. Hal itu tergambar dari bertambahnya pengetahuan dan keterampilan mereka dalam berusaha, meningkatnya usaha mereka, bertambahnya tingkat kemandirian, bertambahnya jaringandalam berusaha, serta meningkatnya pendapatan masyarakat.

This research is aims to 1 Describe the implementation of accompaniment for recipient farmers of revolving fund of Desa Mandiri Angggur Merah Program 2 Describe the role of assistant given to the recipient of revolving fund of Desa Mandiri Angggur Merah Program 3 to describe the benefits of accompaniment faced by farmers receiving revolving fund of Mandiri Angggur Merah Village Program.This research uses qualitative approach with purposive informant selection technique. Research location of Raifatus Village, Raihat District, Belu Regency, with focus on Wetuda Serba Usaha Cooperative.
The result shows that 1 The accompaniment process at the Mandiri Angggur Merah Village Program in Raifatus Village was conducted by one PKM Assistant of Community Group assisted by three people from the Serba Usaha Wetuda Cooperative. Accompaniment is done in groups once a month, and visits to business locations. 2 The role of assistant community groups is seen in identifying problems, encouraging, providing new information and knowledge, facilitating the sale of results, maintaining community enterprises, explaining the rights and obligations of the community, helping to plan business, helping to overcome if there are problems, and membatun provide an assessment of community efforts. 3 The recipients of the revolving funds of the Mandiri Merah Desa Independent Villages experience the benefits of accompaniment. This is reflected in their increased knowledge and skills in their endeavors, increased efforts, increased levels of independence, increased networking in business, and increased incomes.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1994
362.5 KEM
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Grace Meyanti Putri
"ABSTRAK
Pembangunan berprespektif gender merupakan upaya mengintegrasikan masalah gender dalam pembangunan melalui pemenuhan hak-hak dasar seperti pendidikan, kesehatan, kredit, pekerjaan, dan peningkatan peran serta perempuan dalam kehidupan pada sektor publik. Salah satu tolok ukur keberhasilan pembangunan dinilai dari kinerja Gender Development Index GDI atau Indeks Pembangunan Gender IPG ; Provinsi NTT adalah salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki trend angka IPG yang terus meningkat, namun disisi lain capaian IPM nya masih rendah. Pada tahun 2014 dan 2015, angka IPG provinsi NTT berturut-turut sebesar 92,76 dan 92,91 dimana secara nasional berada diatas capaian IPG Indonesia. Akan tetapi angka IPM nya masih sangat rendah peringkat ke-4 dari belakang dibandingkan IPM rata-rata provinsi di Indonesia.Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis keberhasilan pembangunan berprespektif gender pada kabupaten/kota di provinsi NTT serta mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan tersebut baik dari indikator ekonomi dan non ekonomi; Metode analisis secara deskriptif dan regresi linear berganda menggunakan data panel dengan program pengolahan EVIEWS.Hasil penelitian menunjukan bahwa kesetaraan gender pada kabupaten/kota di provinsi Nusa Tenggara Timur dipengaruhi oleh variabel-variabel porsi pengeluaran pemerintah kabupaten/kota di provinsi Nusa Tenggara Timur di bidang pendidikan dan kesehatan dalam APBD, besarnya pengeluaran pemerintah perkapita di bidang pendidikan dan kesehatan dalam APBD, proporsi belanja rumah tangga untuk pendidikan dan kesehatan, serta porsi angkatan kerja perempuan dalam angkatan kerja total. Dampak peningkatan seluruh variabel bebas tersebut terhadap kesetaraan gender sangat kecil terlihat dari nilai kooefisien regresinya yang sangat kecil. Variabel bebas yang menunjukan arah pengaruh yang positif, yaitu belanja pemerintah perkapita untuk pendidikan dan kesehatan serta proporsi angkatan kerja perempuan dalam angkatan kerja total.
ABSTRACT
Developing gender perspective is an effort to integrate gender issues into development through the fulfillment of basic rights such as education, health, credit, employment, and increasing the participation of women in public sector living. One of the indicators of development success is judged by the performance of the Gender Development Index GDI NTT Province is one of the provinces in Indonesia which has a trend of increasing GDI numbers, but one the other hand the achievement of HDI is still low. In 2014 and 2015, the GDI of the province of NTT is 92.76 and 92.91, respectively, which is nationally above the achievement of GDI Indonesia. However, the HDI is still very low ranked 4th from behind than the average HDI of the province in Indonesia. This study aims to analyze the success of developing gender perspective in districts of NTT province and to know the factors that influence the success both from economic and non economic indicators. Descriptive analysis method and multiple linear regression using panel data with EVIEWS processing program. The research results show that gender equality in districts of East Nusa Tenggara province is influenced by the variables of government expenditure portion in education and health on APBD, the amount of government expenditure per capita in education and health on APBD, the proportion of household expenditure on education and health, and the share of the female labor force in the total labor force. The impact of the increase of all independent variables on gender equality is very small from the very small regression coefficient. The independent variables indicate the direction of positive influence, ie per capita government expenditure on education and health and the proportion of female labor force in total labor force "
2017
T48658
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bediona Philipus
"Birokrasi dan kebijakan pemerintahan merupakan dua pranata masyarakat modern yang semakin rnendominasi kehidupan masyarakat di Indonesia. Keberadaan dan peran birokrasi pemerintahan berkembang sejalan dengan peran negara dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. Keberhasilan pembangunan ekonomi telah menempatkan birokrasi pada posisi yang dominan. Dominasi birokrasi pemerintahan terwujud dan terekspresi terutama dalam kebijakan yang dihasilkannya. Kebijakan merupakan instrumen yang digunakan secara luas dan intensif oleh birokrasi pemerintahan dalam melakukan pengaturan-pengaturan atas berbagai aspek kehidupan masyarakat. Sifat pengaturanpengaturan tersebut bervariasi sesuai dengan visi, pandangan yang dianut, dan missi yang diemban oleh birokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. Bervariasinya bentuk dan sifat pengaturan-pengaturan yang dikeluarkan birokrasi melahirkan akibat dan risiko yang juga bervariasi pada masyarakat.
Eratnya kaitan antara birokrasi dan kebijakan yang dihasilkannya memberikan inspirasi pada penelitian ini, bahwa kebijakan dapat dijadakan ?jendela? untuk memandang, mempelajari organisasi birokrasi. Kajian terhadap substansi dan proses kebijakan dapat mengungkapkan apa dan bagaimana kebudayaan birokrasi. Kebudayaan birokrasi dimaksudkan sebagai nilai, visi, pandangan dan persepsi yang melandasi praktik-praktik birokrasi, hubungan kekuasaan, kontrol dan kompetisi antara birokrasi dengan masyarakat dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya yang tersedia.
Kebijakan pengelolaan Cendana di NTT merupakan suatu bentuk kebijakan di bidang pengelolaan sumberdaya hutan yang melahirkan dampak sosial ekonomi yang tidak menguntungkan kehidupan masyarakat lokal di Timor, dan dampak ekologis yang mengancam kelestarian Cendana Kebijakan pengelolaan Cendana menempatkan masyarakat lokal sekedar sebagai pekerja upahan dalam pengelolaan dan pemanfaatan Cendana Satu-satunya hak masyarakat lokal yang diakui adalah hak atas upah, danlatau bagi basil. Sebaliknya Birokrasi Pemerintahan Daerah NTT diberi kewenangan yang lugs, baik sebagai penguasa dan pemilik tunggal atas Cendana, maupun sebagai satu-satunya pengusaha dalam proses produksi dan distribusi Cendana.
Kecenderungan ke arah monopoli pengelolaan Cendana dilatari oleh pertirnbangan ekonomi-politik dan sosial. Penempakan diri Pemda sebagai penguasa dan pengusaha tunggal dalam pengelolaan Cendana, di samping berakar pada sejarah pengelolaan cendana masa raja-raja Timor dan pemerintah kolonial Belanda, juga digerakkan oleh keinginan Birokrasi Pemda untuk mendapatkan sumber keuangan tetap bagi pembiayaan pembangunan daerah. Keterbatasan sumber dan potensi keuangan Birokrasi dalam membiayai pembangunan daerah pada satu sisi, dan besarnya pemasukan daerah yang bersumber dari Cendana pada sisi lain melahirkan keengganan birokrasi menanggalkan "priveleze" ekonomi politik atas Cendana. Ketidakpercayaan Birokrasi terhadap kemampuan masyarakat lokal mengembangkan pengelolaan Cendana secara lestari merupakan alasan lain mengapa Birokrasi tetap mempertahankan monopoli pengelolaan dan pemanfaatan Cendana.
Model pengelolaan Cendana ini memberikan gambaran hipotetis tentang nilai-nilai yang melandasi praktik-praktik hubungan kekuasaan antara birokrasi pemerintah dan masyarakat, serta nisi, pandangan, dan persepsi Birokrat tentang masyarakat lokal, sumberdaya hutan (Cendana) dan hubungan antara masyarakat dengan sumberdaya hutan. Pertama, masih kuatnya pola hubungan "atasan dan bavvahan", atau "patron dan klien" antara birokrat dengan masyarakat. Birokrat cenderung memposisikan dirinya sebagai "atasan" atau "patron" yang mempunyai kekuasaan dan kewenangan penuh pada masyarakat. Sebaliknya, masyarakat lokal ditempatkan dalam posisi sebagai "bawahan" atau "Klien", yang secara mullah dapat dikendalikan, dirnobilisasi, dan dimanfaatkan demi kepentingan birokrasi. Pola hubungan seperti seperti ini menggambarkan hubungan kekuasaan yang tidak berimbang antara birokrasi pemerintahan daerah dan masyarakat. Sentrainya kedudukan Birokrasi dalam proses pengambilan keputusan memberikan peluang kepada Birokrat melahirkan kebijakan pengelolaan Cendana yang menjawabi aspirasi dan kepentingan birokrat. Kontrol Birokrasi Pusat melalui mekanisme Peraturan Daerah tidak efektif. Terjadi semacam negosiasi implisit. Birokrasi Pusat membiarkan berlangsungnya praktik monopoli Cendana sebagai "politik jaian damai" untuk mengamankan sumber-sumber penerimaannya sendiri yang menyebar di daerah.
Kedua, Kuatnya inkrementalisme dan konservatisme dalam birokrasi kebijakan pengelolaan Cendana. Hampir tidak terjadi perubahan kebijakan yang berarti dalam 40-an tahun sejarah kebijakan pengelolaan Cendana di NTT. Birokrat enggan untuk melakukan perubahan serta pambaruan terhadap kebijakan yang telah mapan secara ekonomi dan politik. Orientasi kepada kemapanan inilah yang ikut melemahkan keinginan Birokrat melakukan pembaruan kebijakan. Kondisi ini menjadi petunjuk tentang cenderung diabaikannya dampak serta implikasi ekologis, sosial dan ekonomis dari kebijakan pengelolaan Cendana, dan rendahnya komitanen birokrasi daerah terhadap konservasi dan pelestarian Cendana, serta kesejahteraan ekonomi masyarakat lokal.
Ketiga, Inkonsistensi Birokrasi dalam mengembangkan manajemen pengelolaan Cendana yang efisien dan lestari. Kepentingan Birokrasi menjadikan Cendana sebagai summer keuangan daerah masih berorientasi ke masa kini (terbatas pads ekstraksi Cendana slam) dan kurang berorientasi ke masa depan (menjadikan Cendana sebagai sumber penerimaan yang lestari). Inkonsistensi sikap Birokrasi dalam mengembangkan efisiensi pengelolaan Cendana terlihat dalam prioritas-prioritas yang dibuat Birokrasi. Birokrasi cenderung lebih mengutamakan eksploiitasi daripada konservasi. Kepentingan konservasi sering dikalahkan oleh kepentingan eksploitasi. Penetapan jatah tebang tahunan sering lebih mengacu kepada target penerimaan daerah (PAD) daripada mengacu kepada data basil inventarisasi Cendana. Demikianpun monopoli birokrasi dalam pengelolaan Cendana, meskipun berdampak disinsentif terhadap pengembangan Cendana secara lestari Birokrasi tetap enggan untuk meninggalkannya."
Depok: Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Sinergi Pustaka Indonesia, 2009
910SINP029
Multimedia  Universitas Indonesia Library
cover
Sabrina Kalila Sono
"Stunted merupakan kondisi dimana anak mempunyai perawakan pendek atau sangat pendek akibat malnutrisi kronis, dengan tinggi badan menurut umur kurang dari - 2 Standar Deviasi. Masa remaja merupakan periode kritis kedua untuk mengejar ketertinggalan pertumbuhan dan mencegah stunting. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor dominan yang berhubungan dengan kejadian stunted pada remaja usia 10-14 tahun di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Metode penelitian yang digunakan adalah desain penelitian cross sectional menggunakan data sekunder hasil survei Riskesdas tahun 2018 dengan jumlah sampel penelitian sebanyak 6.032 responden. Analisis data pada penelitian ini menggunakan analisis univariat, analisis bivariat menggunakan chi square dan regresi logistik ganda, serta analisis multivariat menggunakan regresi logistik ganda. Hasil penelitian menunjukkan prevalensi stunted di Provinsi Nusa Tenggara Timur sebesar 49,1%, dengan faktor rumah tangga dan orang tua (jumlah anggota keluarga, tingkat pendidikan orang tua, status pekerjaan ibu), lingkungan (sumber air minum, wilayah tempat tinggal, perilaku mencuci tangan), konsumsi protein hewani, dan aktivitas fisik yang berhubungan signifikan dengan kejadian stunted (p < 0,05). Faktor dominan yang berhubungan dengan kejadian stunted pada remaja adalah tingkat pendidikan ayah (p = 0,0001; OR = 1,973; 95% CI: 1,392-2,797).

Stunted is a condition where a child has a short or very short stature due to chronic malnutrition, with a height-for-age less than -2 Standard Deviations. Adolescence is the second critical period for catching up on growth and preventing stunting. This study aims to identify the dominant factors associated with stunting in adolescents aged 10-14 years in East Nusa Tenggara Province. The research method used is a cross-sectional study design utilizing secondary data from the 2018 Riskesdas survey with a total sample of 6,032 respondents. Data analysis in this study includes univariate analysis, bivariate analysis using chi-square and multiple logistic regression, and multivariate analysis using multiple logistic regression. The results showed that the prevalence of stunted adolescents in East Nusa Tenggara Province was 49.1%, with household and parental factors (number of family members, parents' education level, mother's employment status), environmental factors (source of drinking water, place of residence, handwashing behavior), animal proteins consumption, and physical activity significantly associated with stunting (p < 0.05). The dominant factor associated with stunting in adolescents is the father's education level (p = 0.0001; OR = 1.973; 95% CI: 1.392-2.797)."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>