Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 142624 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Aprilya Safarini
"Tingginya kebutuhan akan sarana perumahan dan terbatasnya lahan yang tersedia serta gaya hidup masyarakat perkotaan yang sudah menyamai masyarakat di kota-kota besar lainnya di dunia menyebabkan bisnis apartemen/kondominium merupakan lahan bare dalam bisnis properti yang mempunyai pangsa pasar yang baik. Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk memberikan analisa terhadap harga pokok dan harga jual unit kondominium dari sudut pandang developer untuk mengetahui apakah harga jual yang ditetapkan dapat memberikan laba dan menciptakan insentif bagi para pembeli. Dalam melakukan pembahasan penulis menggunakan pendekatan studi kasus terhadap proyek kondominium Fr. XYZ, dan studi kepustakaan untuk mendapatkan dasar pemikiran dari topik yang dibahas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya harga jual unit apartemen/kondominium adalah antara lain: fasilitas yang ditawarkan, lokasi, capital gain yang diharapkaan dapat diraih dari investasi dalam bentuk unit apartemen/kondominium, dan status sosial yang melekat pada pemilik unit apartemen/kondominium. Dari hasil penelitian oleh suatu badan periset pasar dapat dilihat bahwa dalam kondisi pasar yang stabil tingkat pengembalian investasi (ROI) yang dapat diraih dari bisnis properti ini adalah cukup tinggi (sekitar 15-40 persen). Harga pokok apartemen/kondomimium PT XYZ ini terdiri dari biaya perizinan, biaya konstruksi gedung, biaya pembuatan fasilitas-fasilitas rekreasi, biaya tenaga ahli, pengeluaran pra konstruksi, biaya perolehan dan pematangan tanah, biaya pembuatan prasarana pendukung dan biaya pemasaran. Sedangkan sumber pendanaan proyek tersebut berasal dari beimacam sumber, yaitu : pinjaman dari bank, modal kerja dari penanam modal dan uang muka serta cicilannya dari para calon penghuni. ROI yang didapatkan dari proyek ini adalah sebesar 30,2 persen. Kesimpulan yang dapat ditarik dari pembahasan topik ini adalah bahwa bisnis properti dalam bidang apartemen/kondominium ini berbeda dengan bisnis properti dalam bentuk perumahan (real estate) karena pangsa pasar untuk penjualan unit-unit apartemen ini masih terbatas pada kalangan-kalangan tertentu seperti tenaga kerja asing atau penduduk lokal yang ingin menjadikannya sebagai sarana investasi, sehingga para developer sebelumnya harus melakukan studi pasar dengan cermat mengenai lokasi, fasilitas dan harga yang memang sesuai dengan keinginan target market. Penetapan harga jual yang umumnya ditetapkan per meter persegi memudahkan pengalokasian biaya-biaya konstruksi yang merupakan gabungan dari biaya langsung dan biaya tidak langsung yang masing-masing terdiri dari upah langsung, bahan langsung dan subkontraktor untuk biaya langsung, dan untuk biaya tidak langsung mencakup bahan bakar, transportasi, personalia, umum dan lainnya. Sedangkan saran yang diajukan adalah melakukan penetapan harga jual unit apartemen/kondominium dengan berdasarkan pada tipe unit-unit yang ditawarkan, dimana biaya konstruksi bangunan apartemen dialokasikan berdasarkan luas unit-unit yang ada. Sedangkan untuk bagian-bagian apartemen yang dimiliki bersama, total biaya konstruksi dan biaya-biaya dikapitalisasikan atas bagian tersebut dibagi dengan jumlah unit yang ditawarkan. Dengan demikian pengalokasian biaya dapat lebih akurat dan dapat menghasilkan penghitungan biaya yang benar-benar mencerminkan harga pokok dari masing-masing tipe unit apartemen."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1995
S19006
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hern Rizal Gobi
"[ABSTRAK
Kenaikan harga-harga properti hunian di Indonesia pada kurun waktu
2010-2012 telah menimbulkan kekhawatiran akan adanya bubble. Studi ini bertujuan untuk mengidentifikasi potensi bubble di pasar properti hunian dengan menggunakan 5 (lima) indikator: perbandingan antara harga rumah aktual dengan
harga rumah berdasarkan predicted value-nya, perbandingan harga aktual dengan harga fundamentalnya berdasarkan ekspektasi rasional, mengukur price to income ratio dan price to rent ratio, menganalisis pertumbuhan kredit properti serta melibatkan control chart.
Hasil penelitian menunjukan bahwa properti jenis apartemen menunjukan adanya indikasi bubble, namun untuk tipe perumahan, walaupun mengalami kenaikan di tahun 2012, bukan merupakan indikasi bubble. Hal ini dibuktikan dari hasil regresi yang dibuat menunjukan bahwa kenaikan harga rumah lebih
disebabkan oleh perubahan faktor fundamental seperti peningkatan pendapatan penduduk, pertumbuhan populasi, tingkat inflasi yang stabil dan tingkat pengangguran yang cenderung turun, secara signifikan mempengaruhi kenaikan harga rumah.

ABSTRACT
The high increase of Indonesias property prices, particularly in the
residential sector, during 2010-2012 has created a concern that it would lead to a bubble. This study aims to investigate the potential housing bubble in Indonesia using a combination of five (5) quantitative indicators, namely: a comparison between actual and predicted housing value, a comparison between actual price and fundamental price based on rational expectation, the price-to-income ratio and the price-to-rent ratio, development of mortgage loans and control chart as a statistical tool to quantify housing / apartment bubbles.
The results suggest that the apartment sector was on its way of forming bubble in 2012, whereas the landed-house sector showed no indications of an impending bubble. Furthermore, based on the regression analysis, the rise of landed-house price was in line with fundamental factors such as increase in income, population growth, inflation and lower unemployment rate.;The high increase of Indonesia?s property prices, particularly in the
residential sector, during 2010 ? 2012 has created a concern that it would lead to a
bubble. This study aims to investigate the potential housing bubble in Indonesia
using a combination of five (5) quantitative indicators, namely: a comparison
between actual and predicted housing value, a comparison between actual price
and fundamental price based on rational expectation, the price-to-income ratio and
the price-to-rent ratio, development of mortgage loans and control chart as a
statistical tool to quantify housing / apartment bubbles.
The results suggest that the apartment sector was on its way of forming
bubble in 2012, whereas the landed-house sector showed no indications of an
impending bubble. Furthermore, based on the regression analysis, the rise of
landed-house price was in line with fundamental factors such as increase in
income, population growth, inflation and lower unemployment rate., The high increase of Indonesia’s property prices, particularly in the
residential sector, during 2010 – 2012 has created a concern that it would lead to a
bubble. This study aims to investigate the potential housing bubble in Indonesia
using a combination of five (5) quantitative indicators, namely: a comparison
between actual and predicted housing value, a comparison between actual price
and fundamental price based on rational expectation, the price-to-income ratio and
the price-to-rent ratio, development of mortgage loans and control chart as a
statistical tool to quantify housing / apartment bubbles.
The results suggest that the apartment sector was on its way of forming
bubble in 2012, whereas the landed-house sector showed no indications of an
impending bubble. Furthermore, based on the regression analysis, the rise of
landed-house price was in line with fundamental factors such as increase in
income, population growth, inflation and lower unemployment rate.]"
2015
T43249
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1990
S17932
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Heriani Rahayu Adimurti
"Perjanjian Pengikatan Jual Beli Tanah dan Bangunan adalah suatu perjanjian yang dibuat antara Pengembang selaku penjual Tanah dan Bangunan dengan Konsumennya. Guna mengamankan kepentingan Pengembang dan Konsumennya, Pemerintah, melalui Menteri Negara Perumahan Rakyat Republik Indonesia kemudian menerbitkan Surat Keputusan Nomor: 09/KPTSIM/95 Tanggal 23 Juni 1995, tentang Pedoman Pengikatan Jual Beli.
Berkenan dengan hal tersebut diatas, Penulis tergerak untuk milakukan penelitian:
(1) Apakah Perjanjian JUa1 Beli Tanah dan Bangunan tersebut telah menjamin adanya kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum secara memadai kepada Pihak Penjual maupun Pihak Pembeli?
(2) Apakah klausula-klausula dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli tersebut telah mampu melindungi kepentingan Pembeli dan Penjual?
Metode penelitian yang dipilih bersifat yuridis normatif dan dilakukan melalui study kepustakaan berupa dokumen-dokumen serta penggunaan data sekunder. Disamping itu penelitian ini juga bersifat deskriptif dan eksplanatoris, sehingga dapat diperoleh gambaran mengenai permasalahan secara jelas balk dari segi per undang-undangan maupun dalam realita praktiknya.
Dari hasil penelitian yang dilakukan, akhirnya diperoleh kesimpulan:
(1) Bahwa Perjanjian Pengikatan Jual Tanah dan Bangunan tersebut belum mernberikan kepastian hukum, karena masih dibuat dibawah tangan sehingga tidak mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna seperti halnya akta otentik;
(2) Bahwa klausula dalam perjanjian pengikatan jual beli tersebut menunjukan adanya ketidakseimbangan hubungan yang cenderung menguntungkan pihak pengembang sebingga tidak mendukung terciptanya rasa keadilan, kepastian dan ketertiban hukum."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T14537
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R. Djoko Widhyolaksono
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1986
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nessya Chandra
"ABSTRAK
Program pemerintah yaitu gerakan nasional pembangunan seribu menara rumah susun. Rusunami diberikan berdasarkan peraturan menteri negara perumahan rakyat nomor 7 tahun 2007 yaitu pengelompokkan masyarakat berpenghasilan menengah kebawah. PPJB rusunami menara kebon jeruk telah ditanda tangani oleh para pihak selanjutnya pengenaan biaya tambahan berdasarkan peraturan gubernur provinsi DKI Jakarta nomor 136 tahun 2007 dengan peraturan gubernur provinsi DKI Jakarta nomor 27 tahun 2009. Berdasarkan data bahwa rusunami menara kebon jeruk tidak ada pemotongan KLB, sehingga yang menjadi penambahan biaya tidak benar. Konsumen dilindungi oleh undang-undang perlindungan konsumen nomor 8 tahun tahun 1999. PPJB mempunyai kekuatan mengikat karena hal yang disetujui oleh para pihak.

ABSTRACT
In a government's national program which is a 1000 high-rise towers national construction movement. The low income housing is given based on the Country's Minister Regulation of Society's Residence No. 7 year 2007. It states that there is a grouping for those whose income is between low until middle level. PPJB Kebon Jeruk Tower low income housing has been signed by all parties. Afterwards, there is an additional cost expense because there is a floor reduction or permission of Coefficient Building's Width Surface based on Governor of DKI Jakarta Province regulation no. 136 year 2007 which is renewed with Governor of Dki Jakarta Province no. 27 year 2009. According to the obtained data, there is no KLB reduction at Kebon Jeruk Tower low income housing. Therefore, an additional cost expense is mistaken. Upon that act, consumers are protected by Consumer's Protection Regulation no. 8 year 1999 due to the incorrect information. PPJB has a mandatory power because it has been accepted by entire parties as a former agreement."
Universitas Indonesia, 2013
T32995
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agnes Kusumawardani
"Dunia properti beberapa tahun terakhir kembali bergairah setelah masa-masa keterpurukannya. Dalam waktu yang tidak terlalu lama, sudah banyak bermunculan produk-produk perumahan di sekitar Jakarta dengan tipe dan fasilitas yang semakin lengkap.
Perumahan, sebagaimana produk lainnya dapat dilihat sebagai kumpulan dari atribut-atribut atau manfaat yang terkandung dari produk itu sendiri. Sesuai dengan anatomi produk menurut Kotler (1997) produk inti rumah adalah merupakan manfaat utama sebuah rumah yaitu sebagai tempat untuk berlindung dari panas dan hujan. Namun saat ini rumah tidak hanya berfungsi sebagai tempat berlindung dan panas dan hujan, tapi jugs dapat menjadi tempat untuk mencari ketenangan dan kebahagiaan bagi keluarga.
Perkembangan atribut sebuah perumahan berlangsung begitu cepat. Saat ini, banyak pengembang mendirikan lingkungan perumahan yang telah dilengkapi dengan sarana kesehatan, sarana pendidikan, sarana olah raga hingga ke sarana hiburan. Konsumen seakan dimanjakan dengan kelengkapan berbagai fasilitas dan lingkungan yang aman, tenang dan harmonis.
Sehubungan dengan hal tersebut, pemasar hares mengetahui bagaimana preferensi konsumen di pasar terhadap atribut-atribut produk hunian yang ada saat ini, agar produk yang dijual cepat diserap pasar. Pertanyaan-pertanyaan penelitian yang diajukan dalam penelitian ini adalah : atribut manakah yang dianggap paling panting oleh konsumen; apakah terdapat perbedaan preferensi konsumen terhadap produk hunian yang berada di luar DKI Jakarta dan di dalam wilayah DK1 Jakarta; apakah terdapat perbedaan preferensi terhadap atribut perumahan diantara konsumen dengan berbagai tingkat penghasilan; apakah responden dapat dikelompokkan ke dalam beberapa segmen yang dapat dibedakan secara signifikan berdasarkan kemiripan preferensi terhadap multi atribut produk hunian?
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian di atas, penulis telah melakukan penelitian tentang preferensi konsumen terhadap produk perumahan dengan menggunakan teknik analisis konjoin, dengan menggunakan software SPSS versi 10.5, yang menjalankan fungsi model analisis konjoin tradisional (decomposisional conjoin). Dalam penelitian ini penulis menggunakan beberapa atribut produk perumahan seperti : harga, lokasi, akses jalan, aspek legalitas, fasilitas dan cars bayar, yang masing-masing memiliki tingkatan tertentu. Dari hasil analisis konjoin ini diperoleh dua informasi panting yaitu : tingkat kepentingan relatif atribut dan nilai utilitas (pan worth) dari setiap tingkatan atribut.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa atribut harga dan lokasi merupakan dua atribut yang memiliki tingkat kepentingan relatif paling besar di mata responden. Namun berbeda dengan dugaan penulis, responden dalam penelitian ini temyata lebih menyukai hunian yang berada di luar wilayah DKI Jakarta disbanding dengan perumahan yang berada di dalam wilayah DKI Jakarta. Sekalipun demikian, tetap responden menghendaki perumahan yang dekat dengan akses jalan tol dibandingkan dengan perumahan yang berada jauh dari akses jalan tol. Sementara tingkat penghasilan memang secara signifikan mempengaruhi perbedaan preferensi konsumen terhadap atribut harga.
Dari penelitian ini jugs diperoleh tiga segmen yang dibedakan berdasar tingkat kepentingan atribut harga. Segmen pertama terdiri dari responden yang bersikap moderat terhadap harga, segmen kedua merupakan kelompok responden yang bersikap sensitive terhadap harga, sementara segmen ketiga merupakan kumpulan responden yang bersikap tidak responsive terhadap perubahan harga.

The world of property in Indonesia, especially on Jakarta, in the end of years have a good passion, after its ruin years. In the short times, many developers build much more housing and commercials area.
Housing, as the other products could be seen as a bundle of attributes or functions including in the product it self. Kotler (1997) have said that product have an anatomy. Core product was a first line of anatomy as a main function from that product. The main function of a housing as a place for living. But this time, a house not only as a place for somebody living. A house will be expecting to give a feel comfort and give prestige to the person who live in.
The growth of housing attributes product be happen so fast. This time, developers build many environment of housing which be completed with service education area, commercial area, sport club area, hospital, entertainment area and so on. Consumers can be relaxe the high style of living.
Relating to the fast growing of attributes of housing, developers have to understand how the preference of consumers. If the developers have a deep understanding about the preference of a housing attributes, he can make a good product which can sold out lastly.
The hipotesis questions which will be answered in this study are : which attribute most preferred, are the consumers prefer a house which located in the town or in suburb, is a preference differ among consumers which have a different level of salary, is consumer can be differented to the segments depend on their characteristic of preference?
To answer the questioners above, the writer did the study about consumers preference of housing multiattributes product with conjoint analysis. The method was chosen to run the analysis is decomposisional conjoint or traditional conjoint from Green and Srinivasan (1979), In this study the writer chose six attributes (price, location, acces, legality, facility, and term of payment) and each of them have many levels. Conjoint analysis result are the importance of attribute and partworth or utility of level attribute.
The result of conjoint analysis said that price and location are attributes which have big importance from the consumers point of view. But, its differs from assumption of the writer, respondent in this study are prefer a house which located in suburb than a house which located in town. And level of salary the respondents have a correlation with their preference of price attribute.
The K-Means cluster use to differ all respondents to be 3 segments which have same characteristic in preference of price attribute. The segmen 1, have a special characteristic as a price moderate people, segmen 2 as a price sensitive people, and segmen 3 as a not responsive to the price different people. But each segment can not be differ clearly depend on their demography characteristic, because the respondents have almost homogenous characteristic in demography.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2004
T20123
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmat Fajar Trianto
"Saat ini di Jakarta banyak ditemui perumahan yang berkesan eksklusif karena terlihat seperti sengaja membedakan dan memisahkan diri dari Iingkungan sekitatnya. Kesan eksklusrf yang kita rasakan biasanya muncul akibat hal-hal seperti desain arsitektur yang menonjolkan kesan kemewahan dan kernegahan, penggunaan tembok tinggi sebagai batas kawasan Iengkap dengan portal besi, pos jaga dan satpam di pintu masuk kawasan sehingga menimbulkan kesan tertutup. Hal ini biasanya terjadi pada perumahan-perumahan yang dihuni oleh kelornpok-kelornpok yang tergolong elite dalam masyarakat.
Dengan pengkajian teori mengenai adanya sikap dan perilaku eksklusif pada manusia sebagai sebuah kelompok elite lewat sudut pandang sosiologi, adanya kebutuhan rasa aman manusia lewat sudut pandang psikologi, dan bagaimana kedua hal ini dapat diterjemahkan dengan unsur-unsur desain perumahan Iewat sudut pandang arsitektur, serta dari pengamatan Iapangan, dapatlah diketahui bahwa ketiga hal tersebut saling berhubungan dan memiliki peran dalam tedadinya fenomena eksklusivisme pada perumahan."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2002
S48295
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Laksmi Utami
"Tata ruang adalah kegiatan manusia dalam mengatur ruang hidupnya sesuai dengan kebudayaan yang dimilikinya (Rapoport, 1982: 179). Beberapa pakar mengatakan bahwa tata ruang yang tidak sesuai akan menimbulkan ketegangan dan frustrasi (Daldjoeni, 1992: 155), juga tidak operasionalnya konsep-konsep budaya pelaku akan menimbulkan stres (Hall, 1966).
Sehingga bila tata ruang tidak sesuai dengan kebudayaan penghuni rumah, maka penghuni rumah akan merubah tata ruang rumahnya. Pada kompleks perumahan yang dibangun secara massal, dalam hal ini kompleks perumahan BTN, kondisi tersebut terjadi karena perencana tidak bertemu muka dengan calon penghuni rumah. Guna memahami apa yang dibutuhkan penghuni rumah, perencana harus mempelajari kebudayaan penghuni rumah, yang merupakan kajian pada bidang Antropologi. Berdasarkan pemikiran tersebut di atas, penting untuk dilakukan penelitian mengenai kebudayaan penghuni rumah terhadap tata ruang rumahnya.
Perubahan sistem tata ruang berarti perubahan dalam model-model pengetahuan mengenai hakekat keluarga, yaitu struktur keluarga, kekerabatan, kehidupan ekonomi, pengasuhan anak (Suparlan, 1986: 17). Kebudayaan adalah serangkaian ide-ide atau gagasan, kepercayaan dan pengetahuan yang dimiliki manusia (Spradley, 1972: 6). Hall (1966: 2), mengatakan bahwa setiap bangsa, suku bangsa tidak hanya memiliki cara berbicara yang berbeda tetapi bahkan bagaimana mereka mendiami dunia dan bagaimana mereka mengolah dunia atau membuat lingkungan binaannya- dengan cara- yang berbeda pula. Kelengkapan pustaka mengenai akar kebudayaan Jawa, dan waktu yang terbatas, maka pada penilitian ini akan mengkaji suku bangsa Jawa.
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa perubahan tata ruang terutama didorong oleh tidak sesuainya konsep penataan komunikasi, yaitu tidak terpenuhinya unsur "Privacy". Pada satu sisi,penghuni rumah melakukan perubahan tata ruang berdasarkan pola berpikir modern, di mana penataan ruang lebih didasarkan pada efisiensi ruang. Namun di sisi lain mereka masih berpedoman pada kebudayaan Jawa yang bersifat tradisional, terlihat pada unsur-unsur budaya inti yang tidak mengalami perubahan yang terungkap pada konsep penataan ruang, waktu dan komunikasi."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Endang Sihsetyaningrum
"Penelitian ini bertujuan untuk memberikan masukan kepada kebijakan Pemerintah di bidang perumahan. Tujuan penelitian antara lain :
1. Mengetahui perkiraan kebutuhan rumah (permintaan potensial) di wilayah Jabodetabek.
2. Mencari hubungan antara pengeluaran (konsumsi) rumah dengan income, ukuran keluarga dan harga rumah.
3. Mencari hubungan antara harga rumah dengan income, jumlah penduduk, laju pengangguran, PDRB, luas kawasan yang sudah digunakan untuk permukiman serta luas kawasan yang tidak digunakan untuk permukiman.
Untuk menjawab tujuan pertama digunakan pendekatan dengan rumus yang diperkenalkan oleh L. Chatterjee, sedangkan untuk menjawab tujuan kedua dan ketiga digunakan pendekatan analisis regresi berganda.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan antara lain :
1. Kebutuhan rumah di wilayah DKI Jakarta dari tahun ke tahun menunjukkan kecenderungan yang meningkat, sedangkan di wilayah Bodetabek kebutuhan rumah cenderung meningkat stabil. Total kebutuhan rumah untuk DKI Jakarta secara kumulatif dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2010 adalah sebanyak 1.825.101 unit rumah. Sedangkan kebutuhan rumah untuk wilayah Bodetabek secara kumulatif dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2010 adalah sebanyak 2.643.601 unit rumah yang terbagi atas wilayah Bogor dan Depok 1.046.361 unit, wilayah Tangerang 936.043 unit dan wilayah Bekasi 661.197 unit. Kebutuhan rumah rata-rata per tahun untuk wilayah DKI Jakarta menunjukkan peningkatan yang sangat tinggi yaitu dari 106.898 unit rumah per tahun pada periode tahun 2000-2002 menjadi 188.051 unit rumah per tahun pada periode tahun 2003-2010. Kebutuhan rumah rata-rata per tahun untuk wilayah Bogor dan Tangerang menunjukkan peningkatan yang sangat kecil yaitu hanya sekitar 4 ribu unit rumah per tahun antara kedua periode waktu tersebut. Sedangkan untuk wilayah Bekasi justru terjadi penurunan kebutuhan rumah rata-rata per tahun pada kedua periode waktu tersebut.
2. Hasil perumusan model pengeluaran untuk rumah di wilayah Bodetabek tidak sepenuhnya sesuai dengan hipotesa awal karena pengeluaran (konsumsi) rumah hanya dipengaruhi oleh income dan harga rumah secara positif dan tidak dipengaruhi oleh ukuran rumah tangga. Perumusan model pengeluaran untuk rumah dengan pembagian wilayah atas Bogor, Tangerang dan Bekasi maupun Bodetabek secara keseluruhan, menghasilkan penaksiran model yang tidak banyak berbeda kecuali untuk wilayah Tangerang. Hal ini terlihat dari nilai elastisitas pendapatan dan elastisitas harga rumah dalam model. Berdasarkan nilai elastisitas pendapatan yang berkisar antara 0,1 sampai dengan 0,5 menunjukkan bahwa rumah masih merupakan barang kebutuhan pokok bagi masyarakat di Bodetabek.
3. Hasil penelitian model harga rumah tidak sepenuhnya sesuai dengan hipotesa awal karena harga rumah dari hasil penelitian hanya dipengaruhi oleh income, jumlah penduduk dan luas kawasan yang sudah digunakan untuk permukiman. Sedangkan variabel bebas PDRB, luas kawasan yang tidak digunakan untuk permukiman dan laju pengangguran tidak mempengaruhi harga rumah. Nilai koefisien regresi semua variabel bebas pada model harga rumah RS tipe 36/72 lebih besar daripada nilai koefisien regresi semua variabel bebas pada model harga rumah RSS tipe 21/60. Hal ini menyatakan bahwa semakin mahal harga sebuah rumah, pengaruh dari faktor pendapatan, jumlah penduduk dan luas kawasan yang sudah digunakan untuk permukiman semakin besar.
Rekomendasi kebijakan yang penting dari hasii penelitian antara lain :
1. Pembangunan rumah perlu terus dilakukan di sekitar wilayah DKI Jakarta untuk memenuhi kebutuhan rumah di DKI Jakarta yang terus meningkat. Oleh karena ketersediaan lahan di DKI Jakarta yang sangat terbatas, perlu dikembangkan pembangunan rumah vertikal (rumah susun).
2. Pembangunan rumah juga perlu ditingkatkan di wilayah Bodetabek untuk menampung limpahan penduduk dari DKI Jakarta. Di wilayah Bogor, karena stok rumah yang belum mencapai 100% jika dibandingkan jumlah rumah tangga, perlu lebih didorong untuk mengejar ketertinggalan dari wilayah Tangerang dan Bekasi dengan membangun lebih banyak rumah di wilayah Bogor. Konsentrasi pembangunan di Bogor juga direkomendasikan berdasarkan penelitian model pengeluaran untuk rumah di Bogor yang menghasilkan elatisitas pendapatan yang terkecil.
3. Dari hasil penelitian mengenai harga rumah di Bodetabek, disarankan supaya Pemerintah bersama swasta lebih banyak membangun rumah tipe yang lebih kecil (RS dan RSS) daripada tipe menengah ke atas. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa semakin mahal harga sebuah rumah, pengaruh dari income, jumlah penduduk dan luas kawasan yang sudah dibangun untuk permukiman semakin besar."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2005
T15286
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>