Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 179053 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rini Palupi Radikun
"Sejak turunnya harga minyak pada dasawarsa tahun 1980an, pemerintah Indonesia mulai menyadari pentingnya untuk mencari sumber-sumber penerimaan baru di luar migas. Karena itu pemerintah Indonesia mulai memberlakukan kebijaksanaan-kebijaksanaan yang mendorong peningkatan ekspor non migas dan berusaha mencari potensi-potensi yang dapat dikembangkan. Salah satu potensi yang sedang menjadi perhatian pemerintah Indonesia adalah Indonesia bagian Timur, khususnya Irian Jaya. Pengembangan ekspor di Irian Jaya akan membawa manfaat baik secara nasional maupun bagi daerah Irian Jaya itu sendiri. Secara nasional pengembangan ekspor akan memperbaiki posisi Neraca Pembayaran Indonesia dengan meningkatnya penerimaan dari ekspor. Di sisi lain pengembangan ekspor di Irian Jaya juga akan meningkatkan pendapatan daerah melalui efek multiplier dan kaitan ekspor dengan sektor-sektor lainnya, baik yang bersifat forward linkage Usaha untuk mengetahui kebijaksanaan apa yang pal~ng tepat dalam mengembangkan ekspor di Irian Jaya menggunakan 3 pendekatan, yaitu: - Uji model dengan menggunakan model Pradumna B Rana untuk melihat seberapa jauh peranan ekspor terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. - Melihat peranan berbagai sektor terhadap ekspor dan pertumbuhan ekonomi, dan prospek pengembangan industri. peranan sektor industri terhadap ekspor. - Survey langsung terhadap beberapa perusahaan ekspor di Irian Jaya untuk mengetahui perkembangan dan permasalahan yang dihadapinya. Dari hasil pengukuran terhadap beberapa indikator "tersebut didapatkan hasil sebagai berikut: - Sektor ekspor relatif lebih efisien dibadingkan dengan sektor non ekspor. Karena itu usaha merangsang pertumbuhan ekonomi dapat diarahkan ke sektor ekspor. - Industri belum berkembang di Irian Jaya, sementara itu perkembangan di sektor industri pengolahan lebih ditentukan oleh peningkatan investasi, bukan oleh penambahan labor. Karena itu usaha pengembangan industri sebaiknya diarahkan untuk merangsang iklim investasi, yangterutama ditujukan pada pengembangan produk dari sektor primer. - Permasalahan yang dihadapi oleh perusahaan-perusahaan ekspor berkisar pada masalah transportasi dan penyediaan dana. Karena itu usaha untuk mengembangkan ekspor sebaik nya diarahkan pada penyediaan fasilitas dan prasarana, dan juga memperluas penyediaan kredit melalui pengembangan sektor perbankan dan sektor-sektor lainnya. Pengembangan industri dan ekspor dapat diarahkan pada industri primer, sekunder dan tersier, baik yang bersifar highly capital intensive, moderately capital intensive dan labor intensive. Kebijaksanaan yang diambil dapat berupa deregulasi, swatanisasi, dan liberalisasi perdagangan, dan meliputi kebijaksanaan fiskal, moneter dan perdagangan internasional. Ada 4 hal yang dapat menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan kebijaksanaan pengembangan industri dan ekspor di Irian Jaya yaitu growth centers, sunk cost, subsidi dan distribusi pendapatan, dan desentralisasijsistem otonomi daerah."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1992
S18504
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kim, Jeong Dae
"ABSTRAK
Studi ini mengkaji keterkaitan antara pertumbuhan ekonomi, ekspor dan arus masuk
FDI di negara Asia Timur dan Tenggara, memanfaatkan dataset panel yang terdiri
dari lima negara besar dalam simultan persamaan model pada periode 1990-2013.
Penelitian ini mencoba untuk menjelaskan pertumbuhan yang tinggi dan
berkelanjutan Timur dan Asia Tenggara dengan faktor eksogen seperti ekspor dan
arus masuk FDI, berdasarkan teori pertumbuhan endogen. Hasil empiris
menunjukkan bahwa FDI-pertumbuhan, ekspor-pertumbuhan dan FDI-ekspor
perhubungan memiliki hubungan kausal dua arah

ABSTRACT
This study investigates the interrelationships among economic growth, exports and
FDI inflows in East and Southeast Asia economies, making use of a panel dataset
consisting of five major countries in simultaneous equations model at the periods
1990-2013. This study tries to explain a high and sustained growth of East and
Southeast Asia with the exogenous factors such as exports and FDI inflows, based
on the endogenous growth theory. Empirical results reveal that FDI-growth,
exports-growth and FDI-exports nexus have a bi-directional causal relationship"
2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta : LIPI-RUL , 1994
307.141 2 KEB
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Shakuntala Anjani Nindraswari
"Southeast Asia has benefited greatly from exports, which have become a vital engine of economic growth in both developed and developing countries. Significant reforms in infrastructure development and especially digital technology have greatly reduced transaction costs and enhanced economic efficiency, thereby boosting exports. However, ASEAN's adoption of basic digitization is still unevenly adopted, which also poses particular difficulties for MSMEs in underdeveloped nations hoping to grow internationally compared to the large enterprises. Therefore, understanding the interplay between technical measures and export outcomes in ASEAN is essential for fostering economic growth and enhancing global competitiveness. In ASEAN's dynamic economic landscape, this study examines how key technological metrics—like website ownership, foreign technology adoption, international certification, and R&D investment—impact firm performance in exports and innovation. These metrics are essential inputs that enhance firms' global competitiveness and adaptability to market demands. By analyzing these factors, the study sheds light on how technological advancements drive export success and innovation in the region. The analysis employs Ordinary Least Squares (OLS) and pooled OLS methods over the period from 2009 to 2023, integrating year and country to assess their distinct impacts on the export dynamics. The findings emphasize how technology is used differently in each of the ASEAN countries and how this usage affects business outcomes in different ways, highlighting the need for equitable digital frameworks and customized policy approaches for every country.

Asia Tenggara telah mendapatkan banyak manfaat dari ekspor, yang telah menjadi mesin pertumbuhan ekonomi yang penting baik di negara maju maupun negara berkembang. Reformasi yang signifikan dalam pembangunan infrastruktur dan terutama teknologi digital telah sangat mengurangi biaya transaksi dan meningkatkan efisiensi ekonomi, sehingga meningkatkan ekspor. Namun, adopsi digitalisasi dasar di ASEAN masih belum merata, yang juga menimbulkan kesulitan khusus bagi UMKM di negara-negara terbelakang yang berharap untuk tumbuh secara internasional dibandingkan dengan perusahaan besar. Dalam lanskap ekonomi ASEAN yang dinamis, studi ini mengkaji bagaimana metrik teknologi utama—seperti kepemilikan situs web, adopsi teknologi asing, sertifikasi internasional, dan investasi penelitian dan pengembangan—berdampak pada kinerja perusahaan dalam ekspor dan inovasi. Metrik ini merupakan masukan penting yang meningkatkan daya saing global perusahaan dan kemampuan beradaptasi terhadap permintaan pasar. Analisis ini menggunakan metode Ordinary Least Squares (OLS) dan metode pooled OLS selama periode 2009 hingga 2023, dengan mengintegrasikan tahun dan negara untuk menilai dampaknya yang berbeda terhadap dinamika ekspor. Temuan ini menekankan bagaimana teknologi digunakan secara berbeda di setiap negara ASEAN dan bagaimana penggunaan ini memengaruhi hasil bisnis dengan cara yang berbeda, menyoroti perlunya kerangka kerja digital yang adil dan pendekatan kebijakan yang disesuaikan untuk setiap negara."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nova Aulia Fadjar
"Data BPS Sulawesi Selatan 2012 menunjukkan bahwa ekspor perikanan, industri bambu, kayu dan rotan di Provinsi Sulawesi Selatan memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap nilai ekspor di Sulsel, dan juga banyak menyerap tenaga kerja dengan upah yang relatif rendah dibandingkan rata-rata nasional. Penelitan ini bertujuan untuk menentukan dan menganalisis besarnya dampak ekspor perikanan, ekspor produk industri bambu, kayu dan rotan dalam menciptakan nilai tambah regional bruto, beserta komponen-komponennya dan menentukan dan menganalisis besarnya dampak ekspor sektor tersebut terhadap penyerapan tenaga kerja, dan ketahanan ekonomi daerah Sulsel. Penelitian ini didesain sebagai penelitian yang bersifat kuantitatif dan bersifat kausalitas yang didasarkan atas data sekunder, jurnal, artikel dan literatur yang berhubungan dengan permasalahan penelitian dan dianalisis dengan analisis dampak dari I-O (Input-Output) dari Wassily W. Leontief melalui pendekatan pada hubungan interdependensi antar sektor dalam suatu perekonomian yang dinyatakan dengan persamaan linear.
Desain penelitian ini diturunkan dari data I-O Sulawesi Selatan Atas Dasar Harga Produsen 112 sektor yang dipublikasikan oleh Balitbangda dan BPS Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2009 yang diagregasi menjadi 30 sektor, dimana memuat sektor-sektor yang menjadi obyek penelitian dan bersifat kuantitatif.
Hasil analisis menunjukkan bahwa dari Nilai Tambah Regional Bruto yang dihasilkan oleh ekspor perikanan Sulsel, sebesar 76% diterima pengusaha/ eksportir dalam bentuk surplus usaha, kemudian 19% diterima oleh nelayan dalam bentuk upah/ gaji, dan sebanyak 4% sebagai penyusutan, sisanya sebesar 1% diterima pemerintah dalam bentuk pajak tak langsung. Dan ekspor sektor perikanan Sulsel mampu menciptakan kesempatan kerja rata-rata sebanyak 155.153 orang setiap tahun. Sedangkan untuk NTRB yang dihasilkan oleh ekspor sektor industri bambu, kayu dan rotan Sulsel dengan komposisi 55% diterima sebagai surplus usaha, kemudian 33% upah/ gaji, sebanyak 9% penyusutan, dan 3% pajak tak langsung. Sektor industri bambu, kayu dan rotan di Sulsel mampu menciptakan kesempatan kerja rata-rata sebanyak 6.853 orang setiap tahun. Selain peningkatan pendapatan, ekspor sektor perikanan dan sektor industri bambu, kayu dan rotan Sulsel mampu menciptakan kesempatan kerja, hal ini dapat mendorong dan memperlancar pergerakan roda perekonomian Sulsel, sehingga meningkatkan keamanan, artinya ekspor sektor tersebut mampu meningkatkan Ketahanan Ekonomi Daerah Sulsel melalui meningkatnya kesejahteraan dan keamanan Sulawesi Selatan.

BPS Data South Sulawesi 2012 shows that fishery exports, bamboo industries, wood and rattan in South Sulawesi has been given a great contribution to the value of exports in South Sulawesi, and also has been absorbed labor in relatively low wage compared to the national average. This research aims to identify and analyze the impact of fishery exports, exports of bamboo industry product, wood and rattan in creating regional gross value added, and their components also to determine and analyze the impact of the export sector on labor absorption and regional economic security in South Sulawesi. This study is designed as a quantitative and causality research which is based on secondary data, journals, articles and literatures related to the research problem and analyzed with analysis of the impact of IO (Input-Output) by Wassily W. Leontief through the relationship of interdependence approach among economy sectors represented by a linear equation.
The design of the research was derived from the IO data of South Sulawesi based on 112 manufacturer sectors published by Balitbangda and BPS South Sulawesi on 2009 that was aggregated into 30 sectors, which was included the sectors that become the object of studies and quantitative.
The analysis result showed that Regional Gross Value Added generated by Sulawesi fishery exports, 76% received by entrepreneurs / exporters in the form of business surplus, and 19% received by fishermen in the form of wages / salary, and about 4% as depreciation, the rest 1 % received by the government in the form of indirect taxes. And South Sulawesi fishery exports are able to create job opportunities on average 155,153 people every year. Whereas for the NTRB generated by South Sulawesi bamboo industry export sector, wood and rattan with a composition of 55% received as surplus business, 33% as salary / wage, 9% of depreciation and 3% indirect tax. The industrial sector of bamboo, wood and rattan in South Sulawesi are able to create job opportunities with an average of 6853 people in every year. Besides increasing revenue, fishery export sector and the industrial sector of bamboo, wood and rattan of South Sulawesi are able to create job, it also able to encourage and facilitate the movement on the wheels of the economy in South Sulawesi, strengthen security, it means that the export sector is able to strengthen regional economic security in South Sulawesi through prosperity and security."
Depok: Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Omah Laduani Ladamay
"Latar Belakang: Pemerataan pembangunan merupakan salah satu topik cukup hangat dibicarakan dalam memasuki rencana pembangunan lima tahun ke depan (Repelita VI), baik pemerataan antara kelompok masyarakat maupun pemerataan antar wllayah. Salah satu bentuk pemerataan yang cukup mendapat perhatian di Indonesia adalah pemerataan antar wilayah terutama antara Kawasaki Barat Indonesia OCR, dengan Kawasaki Timur Indonesia PI yang merupakan dua wilayah utama di Indonesia.
Kurang adanya pemerataan antar daerah di Indonesia terutama antara KRI dan KTI dapat ditunjukkan dari hasil analisis (tampion) performance ekonomi dengan mengidentifikasikan berdasarkan pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita regionalnya. Hasil analisis tersebut mound Maildl (1997), pada tahun 1994- hampir sebagian besar propinsi-propinsi di KTI, antara lain : Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Irian Jaya, Maluku, dan Sulawesi Selatan termasuk dalam kategori pertumbuhan ekonomi rendah dan pendapatan regional rendah.
Propinsi-propinsi yang termasuk dalam kategori ini adalah propinsi-propinsi yang secara ekonomis sangat tertinggal, baik dari segi pertumbuhan ekonomi maupun pendapatan per kapitanya atau dengan kata lain propinsi yang paling buruk keadaannya dibandingkan dengan wilayah lain di Indonesia. Kondisi pada tahun 1994 ini telah mengalami perubahan dibandingkan pada tahun 1991, dimana propinsi-propinsi yang termasuk dalam kategori pertumbuhan ekonomi rendah dan pendapatan rendah masih termasuk propinsi yang berada pada kawasan barat Indonesia, antara lain : Daerah Istimewa Yogyakarta, Bengkulu, Lampung, dan Jambi. Hai ini menunjukkan adanya perubahan performance yang semakin memperburuk kesenjangan antara KTI dan KRI selama kurun waktu 1991 sampai dengan 1994. "
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1998
T3956
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Didi Ristanto
"Pemerintah Indonesia bertekad untuk mendiversifikasi ekspornya ke lebih banyak pasar non-tradisional.  Penelitian ini mengkaji potensi perdagangan Indonesia dengan negara anggota Southern African Customs Union (SACU). Kami menggunakan Augmented Gravity Model dengan Feasible Generalized Least Squares (FGLS) estimator¸ Revealed Comparative Advantage (RCA) index dan Constant Market Share Analysis (CMSA) index atas data arus perdagangan dari periode 2003-2022. Hasil penelitian menunjukkan  bahwa hubungan dagang antara Indonesia dan negara SACU sejalan dengan Linder Theory of Trade yang menyatakan bahwa negara yang memiliki banyak kesamaan cenderung berdagang lebih banyak dengan sesamanya.  Lebih lanjut, hasil penelitian menekankan pentingnya Indonesia-SACU Preferential Trade Agreement untuk mengurangi atau mengeliminasi tarif yang pada akhirnya akan meningkatkan perdagangan di antara kedua pihak.

Indonesian government is determined to diversify its exports to more non-traditional markets. This paper estimates the potential of Indonesia’s trade with the Southern African Customs Union (SACU) countries. We use an augmented gravity model with feasible generalized least square (FGLS) estimator, revealed comparative advantage (RCA) index, and constant market share analysis (CMSA) index on trade flows data for the period 2003-2022. The results indicates that trade relation between Indonesia and SACU countries is in line with Linder theory of trade, which states that similar countries tend to trade more. Furthermore, the finding emphasizes the importance of Indonesia-SACU preferential trade agreement to reduce or eliminate tariffs which otherwise will increase trade between both parties."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Judith I. Elisabeth
"Berkurangnya penerimaan negara dari sektor ekspor migas mendorong pemerintah untuk mengembangkan sektor ekspor non migas sebagai alternatif sumber pemasukan negara. Dengan mengasumsikan bahwa perekonomian terdiri dari tiga sektor yaitu sektor ekspor pertanian, sektor ekspor manufaktur dan sektor non ekspor, skripsi ini membahas kontribusi dari masing-masing sektor ekspor terhadap pertumbuhan ekonomi dan eksternalitas yang ditimbulkan terhadap sektor non ekspor. Pembahasan juga mencakup perbandingan produktivitas input di masing-masing sektor ekspor dengan sektor non ekspor. Dalam melakukan penelitian, penulis menggunakan studi kepustakaan dan analisa data tahunan yang mencakup periode 1964 - 1990. Regresi dilakukan terhadap model Feder yang telah dikembangkan, dengan menggunakan tehnik Ordinary Least Square. Variabel yang dianggap terikat adalah pertumbuhan ekonomi, sementara variabel bebas adalah proporsi investasi dalam pertumbuhan ekonomi, laju pertumbuhan tenaga kerja, proporsi sektor ekspor pertanian dalam pertumbuhan ekonomi, laju pertumbuhan sektor ekspor pertanian, proporsi sektor ekspor manufaktur dalam pertumbuhan ekonomi dan laju pertumbuhan sektor ekspor manufaktur. Hasil penelitian menunjukkan perbedaan produktivitas yang nyata antara sektor ekspor pertanian dan manufaktur dengan sektor non ekspor. Demikian juga dengan eksternalitas positif yang hanya dihasilkan oleh sektor ekspor manufaktur. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa meskipun sektor ekspor memiliki potensi untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, namun pada kenyataannya faktor utama yang mendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia adalah akumulasi modal. Secara keseluruhan kinerja ekspor memberikan hasil yang cukup memuaskan, namun apabila diteliti secara sektoral akan terlihat ketimpangan kinerja. Oleh karena itu dibutuhkan keterlibatan pemerintah dengan intensitas yang berbeda sehingga sektor-sektor tertentu dapat mengejar ketinggalannya. Pada dasarnya sektor ekspor harus memiliki keterkaitan yang luas dengan sektor-sektor lainnya dalam perekonomian. Dengan demikian diharapkan produk ekspor Indonesia dapat bersaing di pasar internasional."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1994
S19152
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"As known, the increase in exports can generate more foreign currency that facilitates importing countries to meet domestic production input and output expansion. For a country, The foreign currency is one pillar of the country's development. Moreover, exports are also a very efficient tool for the development needs of the foreign debt currency that is vulnerable to shocks and could push the debt currency that is vulnerable to shocks and could push the debt default (failure to pay). Several pmembers of the OIC in the ASEAN-in this case, Indonesia and Malaysia have export activities that allegedly helped boost economic growth as well as individual countries. "
EDISMIKA 5:1 (2013)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Jakaria
"Krisis ekonomi Indonesia yang diawali tahun 1997 membawa dampak yang sangat kompleks terhadap struktur perekonomian secara keseluruhan dimana seluruh variabel makro baik sektor riil maupun sektor moneter terkena imbas dari krisis tersebut. Salah satu komponen yang mempengaruhi kinerja perekonomian Indonesia adalah bagaimana kinerja perdagangan luar negeri Indonesia khususnya dari sisi ekspor, artinya untuk kedepannya harus terlebih dahulu ditentukan komoditas ekspor mana yang memang memiliki kinerja yang baik sehingga untuk perencanaan ke depart dapat lebih ditingkatkan atau bagi komoditas yang kinerjanya buruk dapat diperbaiki dikemudian hari. Dengan pertimbangan kontribusi ekspor non migas yang sudah melebihi ekspor non migas dan karakteristik dari tenaga kerja Indonesia'yang jumlahnya relatif banyak maka penelitian ini dilakukan untuk mengidentifrkasikan kinerja ekspor manufaktur padat karya Indonesia menjelang dan pada masa krisis ekonomi untuk periode 1993-1998.
Penelitian ini menggunakan alat analisis Constant Market Share (CMS), Revealed Competitive Advantage (RCA), Trade Specialization Ratio (TSR) dan Market Concentration (MC) dan komoditas manufaktur padat karya yang dipilih sebanyak 15 jenis komoditas yaitu SITC 54, 55, 664, 665, 666, 695, 696, 697, 81, 82, 83, 84, 85 dan 89.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kinerja ekspor manufaktur padat karya Indonesia sangat rentan terhadap perubahan-perubahan atau faktor-faktor yang sifatnya ekternal. Ini disebabkan komponen yang mempengaruhi perubahan ekspor manufaktur padat karya Indonesia adalah efek pertumbuhan dunia dan efek distribusi pasar sedangkan efek komposisi komoditas dan efek daya saing masih bersifat lemah. Analisis untuk setiap jenis komoditas mcnunjukkan bahwa dari 15 komoditas yang diamati hanya komoditas SITC 65,697,82,84 dan 85 yang memiliki kinerja baik dalam anti daya saing (RCA)nya kuat dan poly perdagangannya sudah memasuki tahapan perluasan ekspor dan pematangan. Krisis ekonomi menyebabkan hanya komoditas SITC 65, 85 yang mampu mempertahankan daya saingnya sementara yang lainnya mengalami penurunan daya saing. Jika dilihat dari konsentrasi pasar ternyata seluruh komoditas manufaktur padat karya yang diamati tidak terpusat ke satu negara melainkan menyebar seperti ditunjukkan dengan angka konsentrasi pasar (KP) yang menjauhi angka 1."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2001
T20109
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>