Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 134234 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Setyo Dwitanto
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1991
S18048
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arga Adhi Kurniawan
"Tujuan utama pendirian suatu perusahaan pada umumnya adalah untuk memperoleh atau menghasilkan laba. Laba yang diperoleh oleh suatu perusahaan tentunya akan memiliki beberapa manfaat antara lain untuk menunjukan maupun meningkatkan nilai perusahaan pada pihak-pihak yang berkepentingan. terhadap perusahaan (stake holders), selain itu laba yang diperoleh perusahaan juga dapat digunakan untuk melakukan ekspansi dalam rangka meningkatkan daya saing bagi perusahaan tersebut.
Suatu perusahaan dalam usahanya untuk mencapai tujuan utamanya yaitu menghasilkan laba perlu menggunakan suatu analisis untuk menentukan atau memperkirakan besarnya laba yang akan diperolehnya dalam suatu periode tertentu. Hasil dari analisis tersebut tentunya akan sangat bermanfaat bagi pihak manajemen perusahaan dalam melakukan perencanaan untuk menyusun strategi perusahaan. Salah satu analisis yang dapat digunakan oleh suatu perusahaan untuk menentukan besarnya laba yang akan diperoleh pada suatu periode tertentu adalah analisis cost volume profit (CVP).
Saat ini di Indonesia sedang terjadi krisis ekonomi, salah satu akibat dari krisis tersebut adalah terjadinya fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing terutama US Dollar. Bagi perusahaan-perusahaan yang menggunakan bahan baku impor dalam proses produksinya fluktuasi nilai tukar rupiah tersebut perlu diperhatikan karena fluktuasi tersebut dapat mempengaruhi biaya produksi. Selain itu bagi perusahaan-perusahaan yang berorientasi atau menjual produknya untuk tujuan ekspor fluktuasi nilai tukar rupiah juga perlu diperhatikan karena fluktuasi tersebut dapat mempengaruhi pendapatan atau income perusahaan. Dari uraian tersebut dapat disimpuIkan bahwa bagi perusahaan-perusahaan yang tergantung pada bahan baku impor dan perusahaan-perusahaan yang menjual produknya untuk tujuan ekspor akan sangat terpengaruh terhadap fluktuasi nilai tukar. Oleh karena itu perusahaan-perusahaan perlu melakukan analisis tingkat sensitifitas atau seberapa jauh pengaruh fluktuasi nilai tukar terhadap perusahaan. Analisa CVP selain dapat digunakan sebagai analisis untuk menentukan besarnya laba yang akan diperoleh suatu perusahaan dapat juga digunakan untuk melakukan analisis tingkat sensitifitas suatu perusahaan terhadap perubahan yang terjadi pada biaya-biaya maupun tingkat pendapatan yang disebabkan karena terjadinya fluktuasi nilai tukar.
Dalam karya tulis ini selanjutnya akan dibahas mengenai analisis CVP pada PT X yaitu suatu perusahaan rotan yang berlokasi di daerah Tangerang propinsi Banten. Produksi utama PT X adalab keranjang (basket) rotan dengan orientasi atau dijual untuk pasar ekspor. Karena PT X merupakan perusahaan yang pendapatan atau revenuenya dalam mata uang US Dolar maka perusahaan tersebut dalam kegiatan usahanya perlu melakukan analìsis CVP. Saat ini PT X belum menggunakan analisis CVP untuk menentukan besar-nya laba yang akan diperoleh perusahaan tersebut. Oleh karena itu dengan menggunakan analisis CVP maka PT Xakan memperoleh beberapa manfaat antara lain perusahaan tersebut dapat menentukan berapa biaya produksi yang sebaiknya dipertahankan serta besarnya tingkat pendapatan yang harus diperoleh agar perusabaan dapat mencapai titik impas dan memperoleh laba. Selain itu dengan analisis CVP PT X juga dapat menentukan tingkat sensitifitas. Perusahaan terhadap perubahan nilai tukar dalam rangka menghadapi fluktuasi nilai tukar, karena pendapatan perusahaan tersebut dalam mata uang US Dolar. Jadi dengan melakukan analisis CVP, diharapkan analisis tersebut dapat digunakan oleh PT X dalam menentukan strategi untuk menghadapi persaingan.
Berdasarkan analisis CVP pada karya tulis ini untuk tahun 2001 PT X dapat mencapai titik impas pada tingkat produksi 19.612 unit, sedangkan tingkat produksi perusahaan tersebut pada tahun 2001 adalah 102.000 Unit. Jadi pada tahun 2001 perusahaan tersebut selain dapat mencapai titik impas juga masih dapat menghasilkan laba. Selain itu untuk menghadapi kemungkinan perubahan-perubahan biaya yang harus ditanggung PT X maka perlu dilakukan analisis sensitifitas. Analisis sensitifitas pertama yang dilakukan ialah analisis sensitifitas terhadap kemungkinan naiknya biaya tetap dan biaya variabel. Jika biaya tetap yang harus ditanggung PT X naik 10% maka perusahaan tersebut untuk mencapai titik impas harus menghasilkan produk sebanyak 21.573 unit, Tingkat produksi tersebut berada dibawah tingkat produksi per tahun sebesar 102.000 unit. Selain itu jika biaya variabel naik 10% maka PT X untuk mencapai titik impas harus menghasilkan produk sebanyak 22.198 unit. Tingkat produksi tersebut juga berada dibawah tingkat produksi per tahun 102.000 unit. Berdasarkan analisis sensitifitas terhadap kemungkinan naiknya biaya biaya terlihat bahwa laba PT X tidak terlalu sensitif terhadap naiknya biaya-biaya.
Sebagai suatu perusahaan yang menjual produknya untuk pasar ekspor maka PT X memiliki income dalam mata uang US Dolar oleh karena itu perusahaan tersebut juga perlu melakukan analisis sensitifitas terhadap kemungkinan terjadinya depresiasi nilai tukar US Dolar terhadap rupiah. Jika nilai tukar US Dolar terhadap rupiah terdepresiasi menjadi US$ 1 : Rp 8.000,- maka untuk mencapai titik impas PT X harus menghasilkan produk sebanyak 34.580 unit. Tingkat produksi tersebut berada dibawah tingkat produksi per tahun yaitu 102.000 unit. Selain itu jika nilai tukar US Dolar terhadap rupiah sesuai dengan asumsi RAPBN 2003 yaitu USS 1 : Rp 8.700,- maka PT X untuk mencapai titik impas harus menghasilkan produk sebanyak 27.292 unit. Tingkat produksi tersebut juga masih berada dibawah tingkat produksi per tahun. Berdasarkan analisis sensitifitas terhadap kemungkinan depresiasi US Dolar terlihat bahwa laba perusahaan tersebut tidak terlalu sensitif terhadap depresiasi US Dolar."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2003
T3801
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional, Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia, 1992
346.033 IND a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Iwan Hermawan R.S.
"Dalam penelitian ini, penulis berupaya menunjukan bagaimana Analytic Netwwork Process (ANP) yang merupakan kombinasi PEST Analysis (Politic, Economy, Social and Technology Factors) sebagai drivers terhadap Five Forces of Competition (Michael Porter), dapat digunakan untuk melakukan asesmen terhadap seleksi jalur penerbangan internasional yang merefleksikan sintesis aspek Benefits, Opportunities, Costs dan Risks. Kompleksitas dalam menentukan jalur penerbangan internasional memerlukan model yang mampu melakukan evaluasi berbagai faktor atau elemen dari dimensi yang berbeda. Dimensi-dimensi tersebut diperlukan untuk membangun urutan berdasarkan aspek yang paling berpengaruh atau paling dominan dalam melakukan asesmen dalam kerangka pembukaan jalur penerbangan baru Jakarta -- Manila, Jakarta - Mumbai (Bombay) dan Surabaya - Hongkong.
ANP terdiri dari empat jenis dimensi yang disebut Control Hierarchy yaitu : Benefits, Opportunities, Costs dan Risks. Setiap dimensi tersebut merupakan filter untuk menakar masing-masing elemen atau cluster dalam PEST.
Untuk membangun cluster dan elemen dalam model ANP, penulis menggunakan drivers terhadap Five Forces of Competition (Porter) yaitu PEST ditambah dengan E (Environment) menjadi PESTE. Elemen E merupakan rujukan dari Stephen Shaw dalam " Airline Marketing and Management " yang merupakan elemen total dalam melakukan potret terhadap lingkungan tugas terutama perusahaan penerbangan.
Hasil final menunjukan bahwa jalur penerbangan baru yaitu Surabaya - Hongkong lebih ataktif dibandingkan dengan Jakarta - Manila atau Jakarta - Mumbai. Hal ini konsisten dengan berbagai inforrnasi yang penulis peroleh sebelumnya berkaitan dengan elemen yang menjadi dasar pertimbangan yang mengarah bahwa Surabaya - Hongkong lebih potensial dibandingkan Jakarta - Manila ataupun Jakarta - Mumbai.

In this research, the author has tried to take effort as to show how Analytic Network Process (ANP) that constitutes combination of PEST Analysis (Political, Economic, Social and Technological Factors) having function as drivers against Five Forces of Competition (Michael Porter), can be used in order to carry out assessment against selection of international airline route that reflects synthesis of aspects of Benefits, Opportunities, Costs and Risks. Complexity in determining the best of international airline route needs a model that is capable to evaluate several factors or elements from different dimension. Such dimensions are needed in order to establish sequence based on the most influencing or the most dominant aspect in conducting assessment in the framework to open new international route for Jakarta - Manila, Jakarta Mumbai (Bombay) and Surabaya - Hongkong.
Analytic Network Process consists of four types of dimensions called Control Hierarchy i.e : Benefits, Opportunities, Costs and Risks. Each of such dimensions constitutes filter that can be used to measure each element or cluster in PEST.
In order to establish cluster and element in ANP model, the author has used drivers against Five Forces of Competition (Porter) i.e., PEST added by E (Environment) to become PESTE. The element of E constitutes a reference from Stephen Shaw in "Airline Marketing and Management" that constitutes total element in conducting portrait against the scope of duty mainly airline industry.
The final result shows that the best choice i.e., Surabaya --- Hongkong is considered as more attractive if compared with Jakarta - Manila or Jakarta - Mumbai. This case is consistent with several information obtained previously by the author relating to the element becoming basis of consideration leading to the opinion that Surabaya - Hongkong is more potential if compared with Jakarta - Manila or Jakarta-Mumbai.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
T22366
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ramadhana Kadarwansyah
"Perkembangan lalu lintas angkutan udara tidak terlepas dari pertumbuhan perekonomian dari suatu daerah. Meningkatnya kegiatan ekonomi akan membuat kebutuhan akan jasa transportasi udara yang unggul dalam hal kecepatan ikut melonjak. Kemampuan angkutan udara yang terbatas dapat diimbangi dengan penambahan volume penerbangan. Berkaitan dengan hal tersebut maka dalam penulisan skripsi ini akan dilakukan suatu analisis kapasitas bandar udara yang kemudian dibandingkan dengan perkiraan jumlah kebutuhan lalu lintas angkutan udara. Analisis kebutuhan lalu lintas angkutan udara dilakukan dengan mempelajari variabelvariabel yang berpengaruh dalam mendapatkan persamaan yang akan digunakan, kemudian dengan persamaan tersebut dilakukan proyeksi jumlah penumpang terhadap tahun yang dituju. Sedangkan analisis kapasitas bandar udara dilakukan dengan mempelajari keadaan bandar udara baik secara fisik maupun operasional, kemudian dengan dasar teori yang ada, didapatkan kapasitas komponen-komponen bandar udara. Metode yang digunakan adalah studi kasus yang dilakukan di bandar udara internasional Minangkabau. Hasil analisis perbandingan kapasitas bandar udara internasional Minangkabau dengan jumlah perkiraan kebutuhan angkutan lalu lintas angkutan udara propinsi Sumatera Barat, diketahui tingkat kelayakan bandar udara internasional Minangkabau adalah dapat melayani hingga tahun 2014.

The growth of air traffic demand in an area is related with its economic development. Economic activities will make the air transportation, which has speed advantage, rapidly growing. Its limited volume can be matched with the addition of flight frequency. Related to this matter, this thesis shows the analysis of the airport capacity and compare it to the air traffic demand forecast. The air traffic demand analysis is processed by knowing the dependent variables that are used in the equation. This equation is used to forecast the air traffic demand in the future. For the airport capacity, the analysis is processed by knowing its both physical and operational condition. The capacity of airport can be obtained by achieved-data processing based on the theory. This thesis is using study case in Minangkabau International Airport. With the comparison of Minangkabau International Airport analysis result and the West Sumatera air traffic demand forecast analysis result, the properness of Minangkabau International Airport is to serve until 2014."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2007
S35256
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dina Nasrianti
"Penulisan skripsi ini bertujuan untuk membahas mengenai transaksi leasing yang dilakukan oleh PT. Garuda Indonesia dalam pengadaan enam buah pesawat tipe X, sehingga dapat diperoleh suatu gambaran yang jelas mengenai transaksi leasing tersebut. Kemudian tujuan selanjutnya adalah untuk mengklasifikasikan transaksi leasing tersebut ke dalam operating lease atau financing lease, baik berdasarkan PSAK No.30 maupun SFAS 13. Metode-metode penelitian yang digunakan oleh penulis terdiri dari: 1. Library Riset 2. Field Riset Melalui analisa yang dilakukan terhadap transaksi leasing tersebut, maka penulis menemukan bahwa dalam transksi leasing tersebut: 1. Tidak terdapat transfer kepemilikan dari Lessor kepada Lessee pada akhir periode leasing. 2. Tidak terdapat bargain purchase options. 3. Transaksi leasing tersebut merupakan full payout lease, artinya seluruh pembayaran sewa berkala yang dilakukan oleh Lessee ditambah nilai sisa mencakup pengembalian harga perolehan pesawat serta bunganya, sebagai keuntungan Lessor. 4. Lamanya periode leasing adalah 12 tahun, yang berarti lebih besar dari 75% perkiraan umur manfaat ekonomis pesawat. 5. Bila menggunakan fixed rate, maka nilai sekarang dari pembayaran leasing minimum lebih besar dari 90% nilai pasar wajar pesawat pada permulaan leasing, yaitu sebesar 91,729%. Sedangkan bila menggunakan floating rate maka nilai sekarang dari pembayaran leasing minimum adalah sebesar 88,508% dari nilai pasar wajar pesawat pada permulaan leasing. Berdasarkan hasil penelitian di atas, penulis menyimpulkan bahwa transaksi leasing tersebut dapat diklasifikasikan sebagai operating lease apabila standar akuntansi leasing yang digunakan adalah PSAK No.30. Tetapi apabila standar akuntansi leasing yang digunakan adalah SFAS 13, maka transaksi leasing tersebut dildasifikasikan sebagai financing lease."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1996
S19134
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1993
S18292
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurmaya Annisah
"Persaingan dalam dunia bisnis penerbangan semakin bergejolak akhir-akhir ini. Strategi "low cost airline" atau strategi berkonsep murah menjadi tren yang sedang naik daun. Namun yang jelas Pemerintah Indonesia sampai detik ini belum pernah mengumumkan adanya Low Cost Airline.
Kebijakan pemerintah di bidang angkutan udara membawa dampak positif dan negatif bagi industri penerbangan. Sisi positif ditandai dengan peningkatan sisi pelayanannya karena adanya persaingan yang ketat, operasi yang lebih efisien dan efektif, serta harga tiket yang relatif murah sehingga bisa dinikmati konsumennya dan tidak hanya terbatas konsumen lama tetapi juga konsumen baru. Istilah Garuda, membidik pasar menengah ke bawah. Sedang sisi negatifnya adalah apabila manajemen maskapai penerbangan tidak mampu bertahan dengan situasi bersaing, maka kemungkinannya hanya dua, pertama, perusahaan tidak akan mampu bersaing dalam pasar, yang kedua apabila dipaksakan, faktor kenyamanan dan keselamatan konsumen dapat diabaikan. Kecenderungan yang terjadi di pasar adalah tarif yang ditawarkan kepada pelanggan jauh berada di bawah publish fare. Kondisi ini terjadi karena keadaan pasar airline business saat ini adalah penawaran lebih besar daripada permintaan. Penawaran disini dimaksudkan banyaknya perusahaan penerbangan yang masuk pasar, sedangkan permintaan seat dan space lebih kecil dari seat dan space yang tersedia. Akibatnya timbul persaingan yang tajam dan tidak sehat di antara perusahaan penerbangan dalam menentukan tarif yang akan diberlakukanya dari segi produk, promosi dan saluran distribusi hampir semua perusahaan penerbangan yang beroperasi baik di domestik maupun di dunia internasional, memiliki pola yang hampir sama. Hal ini menyebabkan perusahaan penerbangan baik penerbangan domestik maupun penerbangan internasional melakukan kebijakan tarif yang jauh lebih rendah dari tarif batas atas, sehingga pemerintah mengambil tindakan menetapkan tarif referensi.
Inovasi dan diversifikasi usaha juga dapat menjadikan perusahaan tetap bersaing dan bermain dalam pasar. Inovasi dilakukan terhadap penetapan tarif, untuk itu Garuda melakukan product differentiation & innovative pricing (multiple-price) berdasarkan customer value setiap sub-classes dengan tujuan Garuda dapat mengambil lebih banyak surplus produsen dengan sub-classes jika dibanding single price. Pola Nub & Spoke memungkinkan perusahaan penerbangan mengurangi atau menekan biaya operasinya dengan cukup signifikan: Dengan demikian mampu meningkatkan efisiensi dan menawarkan pelayanan angkutan udara kepada para konsumennya dengan harga yang cukup murah. Diversifikasi juga dilakukan Garuda dengan membuat produk citilink. Citilink dari Garuda merupakan product differentiaton yang bertujuan untuk membidik pasar menengah ke bawah menjadi strategi yang baik dalam meningkatkan performance perusahaan.
Pada dasarnya Regulasi di bidang angkutan udara niaga berjadwal yang mengetengahkan masalah penyelenggaraan udara, penetapan tarif dan juga kebijakan persaingan dapat dikatakan cukup memadai dan merespon keinginan masyarakat. Deregulasi yang terjadi pada kebijakan penyelenggaraan angkutan udara dan penetapan tarif membuka kompetisi di udara, sehingga menciptakan iklim kondusif bagi industri penerbangan itu sendiri. Sementara kebijakan persaingan merupakan suatu pendekatan baru dalam sistim hukum kita, oleh karena itu dapat dimaklumi apabila substansi dan cara pemecahannya masih diperlukan pengalaman dan pemahaman baik dari dunia usaha, pemerintah dan lembaga penegak hukum."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2004
T13240
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Fardy Laksana Bambang Tutuka
"Industri penerbangan komersial merupakan salah satu moda jasa angkutan yang ideal dalam mobilisasi masyarakat Indonesia sebagai negara kepulauan. Secara yuridis, pelaksanaan jasa angkutan udara niaga merupakan ruang lingkup perjanjian pengangkutan. Hal ini melahirkan perikatan antara penumpang dengan maskapai udara, yang dalam peraturan penerbangan dikonkretisasi melalui tiket. Dalam perjalanannya, sengketa antara penumpang seperti kecelakaan pesawat, kerugian bagasi, dan keterlambatan penerbangan silih berganti mewarnai industri penerbangan komersial Indonesia. Teori tanggung jawab pelaku usaha atas kesalahan, atas wanprestasi, dan atas kemutlakan, dapat diterapkan dalam upaya pelindungan konsumen penerbangan. Hukum Indonesia telah menstandardisasi kewajiban kompensasi dan ganti rugi terhadap faktor di luar dasar pelepas tanggung jawab. Walaupun demikian, hukum penerbangan mengakomodasi hak gugatan yang tidak terbatas standardisasi kompensasi dan ganti rugi baik secara materiil dan imateriil. Sebaliknya, hukum penerbangan memberikan pembatasan tanggung jawab bagi maskapai udara atas pembatalan penerbangan atas keadaan kahar (alam maupun sosial). Oleh karena itu, inti gugatan yang diajukan berkaitan ada atau tidaknya kesalahan. Dalam penelitian ini, analisis dilakukan terhadap pelaksanaan hak penumpang terdampak pembatalan, prinsip tanggung jawab maskapai terhadap kerugian penerbangan, dan dasar pelepas tanggung jawab terhadap keadaan kahar. Tinjauan teoretis kerugian perdata dalam UU Perlindungan Konsumen dan hukum penerbangan dikaitkan tinjauan praktis putusan gugatan kerugian dalam analisis Putusan No 176/PDT.G/2019/PN PTK yang dikuatkan Putusan No 80/PDT/2020/PT PTK. Pada akhirnya, penelitian ini mencapai penemuan bahwa pengecualian keadaan (alam/cuaca maupun sosial/teknis) merupakan dasar pertimbangan hakim dalam membenarkan maskapai udara dari kesalahan. Oleh karena itu, regulasi lebih detail diperlukan dalam mengatur faktor maskapai yang merupakan keadaan kahar sejauh diverifikasi jabatan badan yang berwenang. Selain itu, perjanjian penanggungan (asuransi penerbangan) dapat pula disepakati dalam mengatur nilai kerugian. Hal ini dapat memberikan keseimbangan upaya pelindungan kerugian penumpang dan kelangsungan usaha pelaku usaha.

The commercial aviation industry is one of the ideal modes of transportation services in mobilising societies, moreover in Indonesia, as an archipelagic country. Legally speaking, the commercial air transportation services is within the scope of the carriage agreement. This creates a binding agreement between passengers and airlines, which is concretised through a ticket. Nevertheless, passengers’ disputes, such as aircraft accident, baggage damages, and flight cancellation ripen after another on Indonesian commercial aviation industry. As a service industry, the producer’s liability such as negligence liability, contractual liability, and strict liability shall be applicable, for the consumer protection realization. With the adoption to the EU 261/2004 regulations, Indonesian provision has standardised the passengers’ damages and compensations to be compiled on top of the legal justification. However, aviation law also urges the passengers’ right on pledging damages in the extent of the aforementioned limitation. On the other hand, aviation law limits liability for air carriers for flight cancellations due to force majeure (both natural and social). Therefore, the negligence proof is required in claiming the material and immaterial damages through the torts. This research focuses on passenger’s right implementation, airline’s liability, and the particular flight’s extraordinary events exemption. The theoretical overview of civil damages sue under Consumer Protection Act is analysed on the practical overview on similar cases of flight cancellation indicments, to anaylse the verdict of Court Decission No 176/PDT.G/2019/PN PTK and No 80/PDT/2020/PT PTK (in appeal procedure). Eventuallys, there is an urgency in the regulation amendment that recognises aircraft issue as the liability with the verification of the official authority. Plus, airline might offer the aviation insurance to valuate its liability. Therefore, these two advices provide the equal protection to passengers’ losses and airlines’ business sustainability."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jamhur
"Dalam kurun waktu 3 tahun terakhir ini jasa angkutan udara di Indonesia mengalami perkembangan baik dari segi jumlah perusahaan angkutan udara maupun dart segi jumlah penumpang. Meningkatnya jumlah perusahaan angkutan udara telah memicu persaingan diantara para pelaku usaha jasa angkutan udara. Persaingan terjadi pada penetapan harga I tarif tiket pesawat yang sangat rendah pada perusahaan angkutan udara. Apakah penetapan harga/tarif tiket pesawat yang sangat murah telah mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat pada perusahaan angkutan udara. Bagaimanakah upaya pemerintah dan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dalam mengatasi terjadinya persaingan usaha yang terjadi pada perusahaan angkutan udara, Kerangka teori yang digunakan adalah teori persaingan usaha tidak sempurna, pendekatan rule of reason, analisis ekonomi terhadap hukum dan teori perbuatan melawan hukum. Tujuannya adalah untuk mengetahui persaingan usaha yang terjadi pada perusahaan angkulan udara dan mengetahui upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah dan KPPU dalam mengatasi persaingan usaha yang terjadi pada perusahaan angkutan udara.
Metode penelitian yang digunakan adalah metade penelitian hukum normatif, dilengkapi dengan metode penelitian hukum empiris. Data primer diperoleh melalui wawancara dengan perusahaan angkutan udara, anggota KPPU, Pengurus INACA, Dirjen Perhubungan Udara, Departemen Perhubungan, dan beberapa penumpang. Data sekunder di peroleh dart Undang-undang Nomor 5 tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, peraturan perundang-undangan dibidang angkutan udara, buku-buku, makalah, laporan penelitian, jumal, majalah dan koran. Keseluruhan data tersebut di analisis secara kualitatif.
Ada 3 ukuran dan pendekatan rule of reason yang digunakan dalam menganalisis apakah penetapan harga 1 tarif yang sangat rendah pada perusahaan angkutan udara telah mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat yaitu : tujuan penetapan harga, kekuatan pangsa pasar dan akibat yang ditimbulkan dart penetapan harga. Tujuan penetapan harga ! lard yang sangat rendah oleh perusahaan angkulan udara berbeda antara perusahaan angkutan udara pendatang baru dengan perusahaan angkutan udara pendatang lama. Tujuan bagi perusahaan angkutan udara pendatang baru adalah meraih dan mempertahankan penumpang, sedangkan bagi perusahaan angkutan udara lama Tujuannya untuk mengimbangi perusahaan pendatang bare.
Dalam dua tahun terakhir pasar rote penerbangan Jakarta-Makassar dikuasai ofeh perusahaan angkutan udara pendatang bare yaitu PT. Lion Air. Akibat yang ditimbulkan dengan adanya penetapan harga atau tarif yang sangat rendah adalah tersingkirnya 2 perusahaan angkutan udara lama yaitu PT. Pelita Air dan PT. Merpati Nusantara Airlines. Upaya pemerintah dalam mengatasi persaingan usaha yang terjadi pada perusahaan angkutan udara adatah menetapkan beberapa peraturan undang-undangan di bidang angkutan udara dan melakukan pengawasan keselamalan dan keamanan penerbangan. Pengawasan dilakukan dengan 3 cara yaitu inspeksi mendadak, survey berkelanjutan dan audit Upaya KPPU dalam mengatasi persaingan usaha yang terjadi pada perusahaan angkutan udara adalah memberikan saran kebijakan kepada pemerintah, melakukan kajian dibidang transportasi dan melakukan pertemuan rutin dengan perusahaan angkutan udara.
Kesimpulan dari hasil penelilian ini adalah beberapa perusahaan angkutan udara yang menetapkan harga I tarif tiket pesawat yang sangat rendah atau jual rugi telah menyingkirkan atau mengurangi jurnlah frekuensi penerbangan beberapa perusahaan pesaingnya (Predatory Pricing). Perusahaan yang mengalami kerugian akibat terjadinya praktek predatory pricing belum berani melaporkan kepada Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Pemerintah dan KPPU telah melakukan upaya untuk mengatasi predatory pricing pada perusahaan angkutan udara. Seyogianya perusahaan angkutan udara yang merasa tersingkir berani melaporkan kepada pemerintah dan KPPU. Pemerintah dan KPPU sebaiknya bersikap lebih aktif dalam mengatasi praktek predatory pricing."
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T17688
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>