Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 121191 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1991
S18100
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1985
S17543
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Widjaja Tjahjadi
"Perkembangan dunia usaha yang semakin luas, membutuhkan manajemen yang dapat bekerja secara efisien dan efektif. Untuk itu diperlukan kecakapan dan kemampuan untuk memimpin dan dengan adanya suatu sistem informasi yang dapat dipergunakan sebagai dasar untuk pengambilan keputusan yang sesuai dengan jenis kegiatan organisasi usaha itu sendiri. Penulis melakukan observasi, wawancara guna memperoleh pandangan dan informasi tentang masalah yang ada, serta studi kepustakaan dan literatur yang ada hubungan dengan penulisan. Sistem Informasi Manajemen merupakan salah satu faktor penting dalam menunjanq pergerakkan informasi dalam suatu organisasi perusahaan. sistem informasi Akuntansi menyiapkan informasi bagi manajemen dengan melaksanakan operasi-operasi tertentu atas semua data yang diterimanya. Pengendalian Internal merupakan aspek yang penting dalam sistem Informasi Akuntansi. Adanya pengendalian internal yang baik tentunya akan mendukung pelaksanaan sistem Informasi Akuntansi yang baik pula. Jadi sistem Informasi Akuntansi memegang peranan yang penting dalam sumbangannya terhadap efektifitas organisasi perusahaan agar dapat tetap 'survive'."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1993
S18492
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Fajrin Armin F.
"Pendahuluan: Malunion adalah komplikasi jangka panjang yang sering terjadi pada fraktur suprakondiler humerus yang bila tidak ditatalaksana dengan tepat dapat menimbulkan komplikasi yang dapat menurunkan kualitas hidup pasien. Osteotomi korektif dengan teknik lateral closed wedge osteotomy, merupakan teknik yang sering digunakan karena sederhana dan relatif mudah. Studi mengenai luaran klinis, fungsional dan radiologis pasca osteotomi korektif masih sedikit, khususnya di Indonesia. Metode: Penelitian ini menggunakan desain kohort retrospektif, dengan metode total
sampling pada tahun 2012-2017 di Rumah Sakit Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo. Dilakukan penilaian luaran klinis dengan Mitchell and Adams Criteria, luaran fungsional dengan Mayo Elbow Performance Score (MEPS), dan luaran radiologis dengan Baumann Angle, Metaphyseal-diaphyseal angle, Humero-ulnar angle, Humero-capitellar angle, dan anterior humeral line pra dan pascaoperasi. Hasil: Terdapat 15 pasien yang diikut sertakan dalam penelitian dengan umur rata-rata 7,7 tahun, mayoritas laki-laki dan pada sisi sebelah kiri. Median interval waktu antara fraktur hingga osteotomi korektif adalah 11,2 bulan dengan rata-rata followup adalah 24,9 bulan. Luaran klinis berdasarkan Mitchell and adams criteria didapatkan kriteria good hingga excellent sebanyak 14 pasien (93,3%) dan hanya 1 pasien (6,7%) dengan hasil unsatisfactory. Luaran fungsional berdasarkan MEPS didapatkan kategori good hingga excellent sebanyak 14 pasien (93,3%), dan kategori fair sebanyak 1 pasien (6,7%). Terdapat perbaikan parameter radiologis yang bermakna yang diukur dengan baumann angle, metaphyseal-diaphyseal angle, humero-ulnar angle, humero-capitellar angle dan anterior humeral line. Terdapat korelasi yang kuat antara perbaikan baumann angle dengan Mitchel and Adams criteria dan terdapat korelasi yang moderat antara perbaikan metaphyseal-diaphyseal angle dengan MEPS. Kesimpulan: Tindakan osteotomi korektif dengan teknik lateral closed wedge osteotomy pada malunion fraktur suprakondiler humerus memberikan luaran klinis, fungsional dan radiologis good hingga excellent. Baumann angle dan Metaphyseal-diaphyseal angle dapat digunakan sebagai parameter untuk memprediksi luaran klinis dan fungsional pasca osteotomi korektif.

Introduction: Malunion is a late complication that often occurs after supracondylar humeral fractures This condition if not managed properly will cause such complications that potentially reduce the patient's quality of life. Corrective osteotomy by lateral closed wedge osteotomy is a technique that is often used due to it simplicity and relatively easy. Only few studies have reported clinical, functional and radiological outcomes in cases of malunion of supracondylar humeral fractures after corrective osteotomy, particularly in Indonesia. Methods: This study used a retrospective cohort design, with a total sampling method in period of 2012-2017 at the Cipto Mangunkusumo Central National Hospital. We assess clinical outcome by Mitchell and Adams Criteria, functional outcome by Mayo Elbow Performance Score (MEPS), and radiological outcomes by Baumann Angle, Metaphyseal-diaphyseal angle, Humero-ulnar angle, Humero-capitellar angle, and anterior humeral line, pre and postoperatively Results: There were 15 patients included in the study with an average age of 7.7 years, the majority were men and affected on the left side. The median of time interval between fracture to correction osteotomy was 11.2 months with a mean time of follow-up was 24.9 months. Clinical outcome after correction osteotomy based on Mitchell and adams criteria showed good to excellent criteria as many as 14 patients (93.3%) and only 1
patient (6.7%) with unsatisfactory results. While the functional outcomes based on MEPS showed good to excellent categories of 14 patients (93.3%), and the fair category was 1 patient (6.7%). There were a significant radiological improvement measured by baumannn angle, metaphyseal-diaphyseal angle, humero-ulnar angle, humero-capitellar
angle and anterior humeral line. There was a strong correlation between baumann angle improvement with Mitchel and Adams criteria and there was a moderate correlation
between the improvement of Metaphyseal-diaphyseal angle and MEPS. Conclusion: Corrective osteotomy by lateral closed wedge osteotomy on malunion supracondylar humeral fracture showed good to excellent clinical, functional and radiological outcomes. Baumann angle and Metaphyseal-diaphyseal angle can be used as parameter to predict clinical and functional outcomes after corrective osteotomy.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vici Heliyana Ernesta Tanggo
"Latar Belakang: Akses vaskular adalah jalur kehidupan bagi pasien hemodialisis. National Kidney Foundation Dialysis Outcome Quality Initiative (NKF-KDOQI) menyatakan bahwa fistula arteriovenosa (FAV) adalah akses vaskular terbaik. Stenosis dan kegagalan maturasi FAV merupakan masalah akses hemodialisa terbanyak. Terapi endovaskular menjadi salah satu solusi dalam mengatasi masalah ini yaitu percutaneous balloon angioplasty (PTA), tetapi prosedur ini memiliki biaya yang cukup tinggi. Di Indonesia sendiri, sulit untuk bisa melakukan prosedur standard percutaneous balloon angioplasty sehingga lebih sering dilakukan prosedur PTA dengan menggunakan single balloon angioplasty, tetapi long-term patency prosedur ini belum diketahui. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui patensi satu tahun dari tindakan single balloon angioplasty pada pasien stenosis draining vein fistula arteriovenosa brakiosefalika.
Metode: Penelitian ini merupakan studi kohort retrospektif analitik menggunakan rekam medis di RSUPN Cipto Mangunkusumo dan RS Hermina Bekasi. Variabel bebas hipertensi, diabetes mellitus, derajat stenosis, jumlah stenosis, restenosis, ukuran balon, tekanan balon, residual stenosis, lama pembuatan FAV sedangkan variabel terikat adalah patensi 1 tahun tindakan single balloon angioplasty pada stenosis juxta- dan draining vein fistula arteriovenosa brakiosefalika.
Hasil: Dari 62 pasien dengan stenosis draining vein FAV brakiosefalika, didapatkan angka patensi 6 bulan dan 1 tahun pascatindakan single balloon angioplasty sebesar 33 subjek (53,2%) dan 20 subjek (32,3%). Ditemukan bahwa faktor usia FAV (lama sejak pembuatan FAV hingga stenosis) berpengaruh terhadap patensi 1 tahun paska single balloon angioplasty. Didapatkan median (min-maks) dari subjek yang tidak paten sebesar 4 bulan (1 bulan-9 bulan), sedangkan yang paten sebesar 9,5 bulan (5 bulan-36 bulan) (p=0,000).
Kesimpulan: Angka patensi tindakan single balloon angioplasty pada pasien stenosis fistula arteriovenosa brakiosefalika dalam 6 bulan dan 1 tahun sebesar 53,2% dan 32,3% berturut-turut. Terdapat perbedaan lama sejak pembuatan FAV hingga stenosis yang bermakna antara kelompok yang paten selama 1 tahun dengan yang tidak paten pasca tindakan single balloon angioplasty pada stenosis fistula arteriovenosa brakiosefalika.

Background: Vascular access is the lifeline for hemodialysis patients. The National Kidney Foundation Dialysis Outcome Quality Initiative (NKF-KDOQI) states that an arteriovenous fistula (AVF) is the best vascular access due to its high success rate and low complication rate. However, stenosis and maturation failure of an AVF are common. Endovascular therapy, namely percutaneous balloon angioplasty (PTA), is a solution to treat this problem. however, this procedure is quite costly. In Indonesia, it is difficult to perform standard percutaneous balloon angioplastyl; thus, PTA procedures are more commonly performed using single balloon angioplasty technique. However, the long-term patency of such procedure is unknown. The aim of this study was to determine the one-year patency of single balloon angioplasty in patients with draining vein stenosis in brachiocephalic arteriovenous fistula.
Methods: This study is an analytic retrospective cohort using medical records at Cipto Mangunkusumo General Hospital and Hermina Hospital Bekasi. The independent variables were hypertension, diabetes mellitus, degree of stenosis, number of stenosis, restenosis, balloon size, balloon pressure, residual stenosis, duration of fistula creation. The dependent variable was a 1-year patency of single balloon angioplasty in juxta and draining vein stenosis of brachiocephalic arteriovenous fistula.
Results: Out of 62 patients with draining vein stenosis of brachiocephalic AVF, 6 months and 1 year of patency after single-balloon angioplasty were 33 (53.2%) and 20 subjects (32.3%), respectively. Age of the fistula, namely the duration from the arteriovenous fistula creation until stenosis, had a statistically significant influence on 1-year patency after single balloon angioplasty. By using numerical data from the length of the month of fistula creation, the median (min-max) of the non-patent subjects was 4 months (1 month-9 months), while the patent ones was 9.5 months (5 months - 36 months) (p=0.000).
Conclusion: The patency rates of single balloon angioplasty in patients with draining vein stenosis of brachiocephalic arteriovenous fistula at 6 months and 1 year were 53.2% and 32.3%, respectively. There was a significant difference in the length of time from arteriovenous fistula creation to stenosis between the patented group for 1 year and the non-patent group after single balloon angioplasty in draining vein stenosis of brachiocephalic arteriovenous fistula.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Pipit R. Kartawidjaja
Jakarta: Friedrich-Naumann-Stiftung, 2002
324.6 PIP s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Departemen Penerangan RI, 1977
324.604 598 IND p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1985
S17380
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Semi Riawan
"ABSTRAK
Latar Belakang: Operasi orthognatik merupakan tahapan akhir dari perawatan fungsional dan rehabilitasi pada penderita celah bibir dan langit-langit, disebabkan karena tingginya prevalensi dari rahang atas yang mengalami hipoplasi, sehingga banyak penderita yang memerlukan osteotomi maksila. Tujuan: Mengetahui kebutuhan operasi orthognatik pada penderita celah bibir dan langit - langit usia pasca perawatan orthodontik konvensional usia 18–25 tahun pada RSAB Harapan Kita Unit Celah Bibir dan Langit-langit. Metode: Analisis antropometri dengan mengukur besar sudut nasolabial dan facial contour, analisis sefalometri dengan mengukur besar sudut ANB dan jarak Wits Appraisal, analisis model studi dengan mengukur jarak inter insisal dan inter molar. Hasil perbandingan antar kelompok dianalisa menggunakan uji T – Test tidak berpasangan .Hasil: Kebutuhan bedah orthognatik usia 18–25 tahun cukup tinggi dibandingkan yang dapat dirawat dengan perawatan orthodontik konvensional. Kesimpulan: Untuk meningkatkan pelayanan di unit CLP RSAB Harapan Kita pasien celah bibir dan langit-langit harus diedukasi ke arah bedah orthognatik untuk mendapat hasil akhir yang lebih baik.

ABSTRACT
Background: Orthognathic surgery is the final stage of treatment and functional rehabilitation in patients with cleft lip and palate, due to the high prevalence of maxillary hipoplasia that require osteotomy. Purpose: Measure the need for orthognathic surgery in 18-25 years old patients with cleft lip and palate after orthodontic treatment at Harapan Kita Hospital. Method: Anthropometric analysis with a large measure the nasolabial angle and facial contour, cephalometric analysis with a large measure ANB angle and Wits appraisal distance, analytical study of the model by measuring the inter-incisal distance and inter molar. The results of comparisons between groups were analyzed using T test - Test. Result: Surgical needs orthognatik age 18-25 years is quite high compared to that can be treated with conventional orthodontic treatment. Conclusion: To improve services in the CLP unit RSAB Harapan Kita patients cleft lip and sky - the sky should be educated towards orthognatik surgery to get a better end result."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1970
S16289
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>