Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 59648 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ria Sartika Azahari
1989
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Purwaniati Nugraheni
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1994
S22973
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Insan Budi Maulana
Depok: Universitas Indonesia, 1986
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Uus Danu Kusumah
"Hutan memegang peranan yang penting dalam kehidupan manusia yaitu sebagai sistem penyangga kehidupan. Hutan memiliki beragam manfaat baik manfaat ekologis, manfaat ekonomis dan manfaat sosial. Manfaat ekonomis hutan dalam perekonomian negara I:idak dapat dipandang remeh. Selama iebih dari 3 dekade, sumber daya hutan telah menjadi modal utama pembangunan ekonomi nasional dan berkontribusi dalam bentuk peningkatan devisa, penyerapan tenaga kerja dan mendorong pengembangan wilayah. Salah satu bentuk pemanfaatan hutan dari sisi ekonomis adalah dengan berdirinya industri pengolahan kayu.
FAO maupun Departemen Kehutanan melaporkan bahwa produksi basil hutan utama Indonesia pada tahun 1980 adalah kayu bulat yang diikuti dengan kayu gergajian dan kayu lapis, demikian pula dengan jumlah hasil hutan yang diekspor. Produksi kayu bulat menurun drastis pada tahun 1985, sementara produksi kayu gergajian dan kayu lapis meningkat sangat tajam pada tahun tersebut demikian pula dengan jumlah ekspornya, bahkan ekspor kayu lapis sudah jauh melampaui jumlah ekspor kayu gergajian. Ini berkaitan dengan dikeiuarkannya SKB Tiga Menteri (Pertanian, Perdagangan/Koperasi, dan Perindustrian) pada bulan Mei 1980 tentang penyediaan kayu dalam negeri dikaitkan dengan ekspor kayu bulat. SKB tersebut ditindaklanjuti dengan SKB Empat Dirjen (Kehutanan, Aneka Industri, Perdagangan Dalam Negeri, Perdagangan Luar Negeri) pada bulan April 1981 tentang peningkatan industri pengolahan kayu terpadu yang berintikan industri kayu lapis.
Kebijakan larangan ekspor kayu bulat ini, yang dike!tkan - dengan pengembangan industri pengolahan kayu di dalam negeri yang berintikan kayu lapis, bertujuan: (a) meningkatkan perolehan devisa dan ekspor kayu olahan, (b) memperluas kesempatan kerja di bidang industri hasil hutan, (o} meningkatkan nilai tambah, dan (d) memacu perkembangan ekonomi regional."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2005
T20140
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nofrizal Lasrun
1989
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Upik Wira Marlin Djalins
"Karena sumbangan industri kayu lapis yang cukup besar pada penerimaan devisa ekspor non-migas, guncangan yang dihadapi industri ini akan cukup mempengaruhi kestabilan penerimaan devisa Indonesia. Dengan adanya kampanye penggunaan ekolabel atas produk kayu, Indonesia perlu bersikap pro-aktif untuk menjaga agar penerimaan devisanya tidak terganggu akibat isu ini, dan pada saat yang bersamaan juga perlu menjaga kelestarian hutan tropisnya yang amat berharga itu. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis kelayakan penerapan ekolabel untuk industri kayu lapis Indonesia. Secara lebih spesifik adalah untuk membuktikan bahwa karakteristik pasar kayu lapis Indonesia sebenarnya memberikan celah untuk usaha ekolabel, dan bahwa eko-label tidak berpengaruh negatif terhadap penerimaan dari kayu lapis. Metodologi yang digunakan adalah metode analisis data secara kualitatif, dan analisis pasar di 8 negara tujuan ekspor Indonesia secara kualitatif, dengan memanfaatkan metode pangkatdua terkecil dua tahap dan data pooling. Negara yang dijadikan obyek penelitian terdiri dari negara yang sensitif terhadap isu lingkungan dan yang tidak. Penulis mengaplikasikan dua skenario, yaitu skenario pemasaran tanpa ekolabel dan skenario pemasaran dengan ekolabel. Hasil penelitian menunjukkan elastisitas permintaan terhadap harga untuk keseluruhan 8 negara tujuan ekspor pada saat ekolabel belum dilaksanakan bersifat inelastik. Sementara elastisitas permintaan terhadap harga ketika ekolabel telah dilaksanakan, dan pada saat diferensiasi pasar diaplikasikan secara tegas, bersifat enelastik baik pada pasar yang sensitif terhadap isu lingkungan dan yang tidak. Pada skenario setelah pelaksanaan ekolabel, elastisitas permintaan terhadap pendapatan bersifat inelastik pada pasar yang sensitif, dan bersifat elastik pada pasar yang tidak sensitif. Pada periode penelitian, ternyata terjadi pergeseran konsentrasi pasar tujuan ekspor, dari pasar-pasar yang sensitif-yaitu Eropa dan Amerika Serikat - ke pasar-pasar yang tidak sensitif yaitu Jepang dan Korea. Hal ini terjadi ketika harga yang diterima dari pasar yang sensitif jauh lebih baik dari harga yang diterima dari pasar yang tidak sensitif. Anomali ini diduga terjadi karena sistem tata niaga kayu lapis. Inti dari usaha ekolabel adalah pembeberan mutu produk dan transparan informasi agar konsumen dapat memutuskan pembelian dengan informasi selengkap mungkin. Tujuan ekolabel tidak akan tercapai jika niaga kayu lapis masih tetap dilaksanakan."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1996
S19047
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Moh. Rum Widjaja
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1981
S16611
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eddy Martono Rustamadji
"Krisis ekonomi melanda Indonesia sejak Juli 1997, namun sampai dengan saat ini belum menunjukkan adanya perbaikan, bahkan kurs rupiah terhadap dolar Amerika terus melemah. Salah satu jalan yang perlu ditempuh untuk keluar dari krisis ekonomi adalah mendorong ekspor, terutama ekspor produk industri yang berbasis sumber daya dalam negeri (basic resource industry). Tanpa mendorong ekspor, mustahil Indonesia dapat keluar dari krisis ekonomi.
Salah satu industri yang berbasis sumber daya dalam negeri adalah kelapa sawit. Sejak krisis ekonomi, ekspor minyak sawit (CPO) Indonesia terus meningkat. Namun ironisnya pada saat negara membutuhkan devisa, justru ekspor CPO dihambat. Hal ini tertuang dalam SK Menperindag No.456/MPP/Kep/12/1997, tentang alokasi pasokan di dalam negeri yang mulai di berlakukan tanggal 19 Desember 1997 dan SK Menkeu No. 622/KMK.01/1997 tentang Pajak Ekspor Tambahan (PET) mulai berlaku sejak tanggal 17 Desember 1997. Karena peluang ekspor sangat menarik kebijakan tersebut tetap tidak bisa membendung produsen untuk mengekspor CPO, sehingga pada tanggal 30 Desember 1997 pemerintah mengeluarkan kebijakan yang lebih keras yaitu menghentikan ekspor CPO dari bulan Januari sampai dengan bulan Maret 1998. Kebijakan tersebut menimbulkan berbagai reaksi dan protes dari berbagai pihak terutama pelaku bisnis CPO, akibatnya kran ekspor dibuka kembali pada bulan April 1998, namun tetap dikenakan pajak ekspor sebesar 40 persen dan dinaikan menjadi 60 persen, pada bulan Juli 1998 melalui SK Menkeu No. 334/KMK/07/1998.
Indonesia mempunyai keunggulan komperatif dalam industri kelapa sawit, saat ini Indonesia sebagai produsen maupun eksportir terbesar kedua di dunia setelah Malaysia. Kalau dilihat sebagai produsen terbesar kedua di dunia, seharusnya tidak ada masalah dengan suplai di dalam negeri. Bahkan di tahun 1996, produksi dikurangi konsumsi masih surplus 2 juta ton. Namun karena harga CPO dunia terus meningkat, maka produsen lebih untung mengekspor daripada menjual di dalam negeri. Akibatnya suplai di dalam negeri terganggu, dan dianggap memberikan kontribusi terhadap kenaikan harga minyak goreng di dalam negeri. Sangat disayangkan kebijakan menghambat ekspor tersebut, karena kontribusi ekspor Indonesia terus meningkat. Sehingga ada kemungkinan citra Indonesia akan buruk, apabila tata niaga CPO terus dicampuri oleh pemerintah, yang juga berakibat harga internasional terus meningkat.
Walaupun hal ini merupakan dilema bagi pemerintah, namun sebenarnya ada kebijakan lain yang mungkin lebih bijaksana yang harus ditempuh. Kebijakan subsidi minyak goreng yang dilakukan pemerintah selama ini sering tidak tepat sasaran, sebab orang yang mampu juga diberikan subsidi. Sebaiknya orang yang memang tidak mampu membeli diberikan bantuan langsung, misalnya dengan operasi pasar. Sebab pemakai minyak goreng yang jumlahnya besar justru orang mampu, yang tidak perlu di subsidi.
Melihat pasar CPO dunia yang baik, maka prospek agribisnis kelapa sawit Indonesia cukup cerah. Sebaiknya pemerintah terus mendorong pengembangan industri ini, karena produksinya terus meningkat. Sedangkan pesaing utama kita, yaitu Malaysia justru mengalami penurunan produksi. Moment yang baik ini harus bisa dimanfaatkan untuk melampaui pangsa pasar Malaysia. Namun untuk mendorong pengembangan industri ini harus dilakukan berbagai reformasi, terutama dalam hal pengurusan perijinan yang terlalu birokratis, serta koordinasi antar departemen yang masih kurang, yang berakibat tidak adanya kepastian bagi investor dalam melakukan investasi. Disamping itu, perbankan di Indonesia seharusnya mulai melirik ke industri ini, untuk membantu modal kerja serta pembiayaan ekspor. Perbankan harus mau membiayai industri ini karena industri ini mempunyai prospek yang cerah."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1998
T6553
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agung Djatmiko
Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1987
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitorus, Alexander M.
"Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan mengkuantifikasi hubungan antara nilai tukar riil, pertumbuhan ekonomi, dan investasi langsung dengan ekspor non migas Indonesia ke Jepang dengan mengadaptasi model Goldberg-Klein (1997). Pendekatan yang dilakukan untuk mengestimasi model ini adalah pendekatan ekonometrika dengan metode Ordinary Least Squares (OLS). Sedangkan rancangan model yang digunakan pada penelitian ini adalah model regresi linear dengan lima peubah bebas. Studi kasusnya diterapkan pada negara Indonesia, dengan menggunakan data time series kuartalan dari periode 1998 hingga 2006. Variabel yang digunakan adalahpertumbuhan ekonomi Indonesia dan Jepang, FDI dari Jepang dan negara-negara lain, nilai tukar, dan ekspor. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model ekspor yang dikembangkan oleh Goldberg dan Klein menghasilkan hasil yang berbeda jika diaplikasikan pada kasus Indonesia. Masih terdapat faktor-faktor di luar model tersebut yang mempengaruhi ekspor sehingga model Goldberg dan Klein tidak baik digunakan untuk memprediksi jumlah ekspor non migas Indonesia ke Jepang."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2008
5894
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>