Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 189506 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Devayani Saptavina
1989
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Prasetyo Indro Soejono
"Dalam penerapan desentralisasi fiskal sejak ditetapkannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 dan 25 Tahun 1999, salah satu aspek bahasan yang kerap kali muncul adalah adanya transfer dana dari pemerintah pusat kepada daerah (intergovernmental fiscal transfer). Transfer dari pemerintah pusat kepada daerah salah satunya dimaksudkan untuk mewujudkan keseimbangan fiskal (fiscal equalization), baik secara vertikal (antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah), maupun horizontal (antar pemerintah daerah). Di Indonesia, transfer dana dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah ini disebut dengan Dana Perimbangan, yang di Indonesia terbagi menjadi 3 (tiga) yaitu Dana Bagi Hasil (baik bagi hasil pajak dan bagi hasil sumber daya alam); Dana Alokasi Umum (DAU); dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Dana bagi hasil dibagikan kepada daerah menurut persentase tertentu, dan didasarkan atas daerah penghasil (by origin). DAU dibagikan dengan formula tertentu, sementara DAK dibagikan untuk tujuan-tujuan tertentu yang sudah digariskan (specific grant).
DAU yang dimaksudkan untuk mengurangi ketimpangan fiskal antar daerah tersebut diterapkan melalui suatu formula, dengan mempertimbangkan kebutuhan dan kapasitas fiskal daerah. Dalam pelaksanaan pengalokasian DAU dari tahun 2001 hingga sekarang, selalu muncul ketidakpuasan dari sejumlah daerah. Daerah-daerah yang merasa tidak puas tersebut umumnya yang menerima DAU relatif kecil dan tidak dapat memenuhi kebutuhan fiskal daerahnya.
Selain itu, ditetapkannya kebijakan berupa penyesuaian atau modifikasi terhadap alokasi DAU yang sudah ditetapkan berdasarkan formula celah fiskal berimplikasi tidak maksimalnya kemampuan DAU dalam mengoreksi kesenjangan fiskal antardaerah. Dengan demikian perhitungan DAU dinilai kurang memberikan efek pemerataan dan keadilan. Berkenaan dengan itu muncul adanya pemikiran teoretik untuk memasukkan variabel-variabel ekonomi baru dalam formulasi DAU.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, penelitian ini bertujuan untuk mengkaji ulang formula dan kebijakan aplikasi DAU yang selama ini digunakan, kemudian merumuskan formula DAU sesuai dengan kriteria yang tertuang dalam UU Nomor 33 Tahun 2004 yang merupakan pengganti dari UU Nomor 25 Tahun 1999.
Dari hasil penelitian secara kualitatif dan kuantitatif terhadap pembagian DAU pads periode-periode awal otonomi daerah kepada kabupaten/kota ternyata DAU cukup membantu untuk menutup celah fiskal guna membiayai pengeluaran total daerah yang terdiri dari pengeluaran rutin maupun pengeluaran pembangunan. DAU mampu meningkatkan kemampuan keuangan daerah untuk membiayai pengeluaran, setelah pengeluaran tersebut juga dibiayai oleh PAD dan bagi hasii.
Selain itu, DAU juga dimaksudkan untuk mengurangi ketimpangan kemampuan keuangan antar daerah yang diterapkan melalui suatu formula. Alokasi DAU 2004 untuk kabupaten/kota mampu memeratakan kemampuan fiskal antar daerah yang ditunjukkan dengan angka koefisien variasi sebesar 0,476382958.
BHP dan BHSDA telah menimbulkan ketidakmerataan fiskal antar kabupaten/kota. Ketidakmerataan fiskal akibat pengalokasian BHP dan BHSDA untuk seluruh kabupaten/kota di Indonesia ditunjukkan oleh angka koefisien variasi yang tinggi yaitu 2,08444245.
Dalam tahun 2004 juga telah dialokasikan dana penyeimbang berupa hold harmless. Namun demikian, prosesnya telah merugikan daerah lain yang seharusnya mendapatkan DAU yang lebih besar dan harus dikurangi demi mengantisipasi adanya tekanan politik dari DPR maupun pemerintah daerah. Dana hold harmless ini membuat ketidakmerataan fiskal antar kabupaten/kota semakin besar sebagaimana tercermin dari nilai koefisien variasi sebesar 2,15179564.
Penghitungan PPAD secara regresi GLS (Generally Least Square) dengan panel data (data pool) ternyata memberikan hasil yang mencerminkan kapasitas fiskal daerah dan diharapkan dapat membuat formulasi DAU juga menjadi lebih baik. Hasil perhitungan menyebutkan bahwa dari 370 kabupaten/kota di Indonesia, terdapat 280 kabupaten/kota yang PPAD-nya lebih tinggi dari PAD riil, dan 90 kabupaten/kota yang PPAD-nya lebih rendah dari PAD riil. Hal ini berartelah menjawab salah satu kekurangan dari metode perhitungan terdahulu adalah menghasilkan PAD estimasi yang lebih rendah dari PAD rill sehingga memberikan disinsentif bagi daerah untuk meningkatkan PAD-nya.
Perhitungan DAU 2004 estimasi dengan menginternalisasikan variabel-variabel yang baru berdasarkan UU Nomor 33 Tahun 2004 ke dalam persamaan regresi linear berganda DAU, yaitu Jumlah Penduduk, Luas Wilayah, Indeks Kemahalan Konstruksi, PDRB perkapita, Indeks Pembangunan Manusia, PPAD, Bagi Hasil SDA, dan Bagi Hasil Pajak, ternyata lebih mampu untuk memeratakan kemampuan fiskal antar kabupaten/kota lebih baik daripada DAU 2004 yang memakai perhitungan fiscal need dan variabel-variabel ekonomi berdasarkan peraturan perundangan yang lama. Hal ini terlihat dari koefisien variasi untuk DAU 2004 estimasi sebesar 0,457565444 jauh lebih kecil dibandingkan dengan DAU 2004 sebesar 0,476382958. Perhitungan indeks Williamson juga menunjukkan bahwa indeks untuk DAU 2004 estimasi sebesar 0,69141 lebih kecil daripada DAU 2004 sebesar 0,72043.
DAU berhasil memperbaiki pemerataan fiskal antar daerah akibat adanya dana bagi hasil yang cenderung sangat tidak merata. Alokasi DAU 2004 estimasi mampu untuk memeratakan kemampuan fiskal untuk daerah kabupaten/kota di luar Jawa hingga menjadi 0,580655989 dari sebelumnya 2,189769838. Untuk kabupaten/kota di pulau Jawa pemerataan fiiskaf tercapal pada angka koefisien variasi 0,427639999 dari sebelumnya 1,221831509. Ketidakmerataan fiskal seluruh kabupaten/kota akibat bagi hasil pajak dan SDA di Indonesia itu mampu dinetralisir oleh DAU 2004 estimasi yang mampu mengurangi ketimpangan fiskal tersebut hingga angka koefisien variasinya menjadi 0,553190859 dari sebelumnya 2,08444245. Demikian pula, Indeks Williamson untuk DAU 2004 estimasi mampu meminimalkan ketimpangan fiskal akibat dana bagi hasil dari angka 2,78962 menjadi 0,88892."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2005
T18407
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nando
"Penelitian ini dilakukan untuk melihat peran dari Dana Alokasi Umum (DAU) dalam mengurangi kesenjangan fiskal antar seluruh Kabupaten/Kota di Indonesia, Kabupaten/Kota di pulau Jawa dan Kabupaten/Kota di luar Pulau Jawa yang disebabkan oleh Dana Bagi Hasil (DBH) Pajak dan DBH SDA. Adapun teknik analisis yang dipergunakan adalah analisis koefisien variasi, analisis korelasi dan analisis regresi.
Selain melakukan evaluasi secara kualitatif dan kuantitatif terhadap DAU tahun 2004. Penelitian ini juga bertujuan untuk melakukan analisis terhadap formula DAU. Dengan kenyataan bahwa kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia yang rendah terutama di daerah, maka penelitian ini mencoba melakukan analisis formula DAU dengan menginternalisasikan variabel Indeks Kemiskinan Manusia (IKM) sebagai salah satu variabel pembangunan manusia yang terpilih.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Dana Penyeimbang telah menyebabkan tidak optimalnya peran DAU dalam mengurangi kesenjangan fiskal. Demikian pula dengan trend Kabupaten/Kota baru hasil pemekaran turut memberikan kontribusi terhadap berkurangnya rata-rata penerimaan DAU yang diterima oleh daerah.
Selain itu, simulasi menunjukkan bahwa nilai koefisien variasi formula DAU yang telah menginternalisasikan variabel IKM lebih kecil yaitu 0,43 dibandingkan dengan nilai koefisien variasi DAU tahun 2004 (0,57) dan DAU hasil estimasi (0,56).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa DAU hasil simulasi lebih berhasil mengurangi kesenjangan fiskal antar Kabupaten/Kota di Indonesia yang disebabkan oleh DBH Pajak dan DBH SDA dibandingkan dengan DAU tahun 2004 dan DAU hasil estimasi."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2004
T13238
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Mulyati
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh dana bagi hasil terhadap belanja modal pengaruh dana bagi hasil terhadap belanja daerah Kabupaten/Kota di Aceh. Populasi pada penelitian ini adalah laporan Keuangan Pemerintah Daerah yang diperoleh dari data anggaran Pendapatan Belanja Daerah yang berupa data tentang dana bagi hasil, dana alokasi umum, dan dana belanja daerah pada 23 Kabupaten/Kota di Aceh dari tahun 2013 s.d 2015 dengan total populasis sebanyak 69 LKPD. Dengan mnggunakan metode analisis regresi linear berganda sebagai metode analisis data. hasil penelitian ini menunjukkan dana bagi hasil dan dana alokasi umum berpengaruh secara simultan parsial, dana bagi hasil berpengaruh signifikan terhadap belanja daerah, sedangkan dana alokasi umum juga berpengaruh terhadap belanja daerah Kabupaten/Kota di Aceh"
Jakarta: FEB UHAMKA, 2018
330 AGREGAT
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Imam Mukhlis Affandi
"Dana Alokasi Khusus (DAK) di Indonesia adalah salah satu jenis Transfer Ke Daerah yang merupakan jenis bantuan bersyarat. Oleh karena itu pengalokasian DAK harus sesuai dengan definisi dan tujuannya. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan evaluasi pengalokasian DAK dengan melihat kesesuaiannya dengan definisi dan tujuan sebagaimana yang termuat dalam UU nomor 33 tahun 2004, PP nomor 55 tahun 2005 serta Perpres nomor 5 tahun 2010, serta menggali faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya ketidaksesuaian. Untuk mencapai maksud tersebut, penelitian ini menggunakan analisis deskriptif sederhana terhadap indikator-indikator evaluasi.
Hasil penelitian menunjukkan Pengalokasian DAK masih belum sesuai dengan definisi dan tujuannya. Hal ini ditunjukkan dengan DAK yang diberikan kepada 99,39% dari total 491 kabupaten/kota di Indonesia pada tahun 2012, belum diprioritaskan kepada daerah yang memiliki kemampuan keuangan yang rendah, terdapat ketidaksesuaian besaran alokasi DAK antara usulan alokasi yang diajukan oleh K/L dengan pagu alokasi yang ditetapkan, serta adanya perbedaan antara prioritas kebutuhan daerah menurut persepsi pemerintah daerah dengan prioritas nasional menurut persepsi K/L.

Spesific Allocation Grant (DAK) in Indonesia is one kind of transfer to region which is a specific grant. Therefore the DAK allocation must be in accordance with the definition and purpose. This study aims to evaluate the allocation of DAK in accordance with the definition and purpose as set forth in Law No. 33 of 2004, Government Regulation No. 55 of 2005 and Presidential Decree No. 5 of 2010, and to explore the factors that cause a mismatch. To this end, this study used a simple descriptive analysis of the evaluate indicators.
The results showed that DAK allocation is still not accordance with the definitions and purpose of DAK. This is indicated by DAK allocation given to 99.39 % of the total 491 districts / cities in Indonesia in 2012, not yet prioritized to districts / cities that have low financial capability, there discrepancy between the amount of DAK allocation proposal submitted by the K / L with a specified allocation, as well as the difference between the priority needs of the region as perceived by the local government with national priorities as perceived by the K / L.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2014
T39284
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tedy Kurniawan
"Pembangunan kesehatan menjadi salah satu program prioritas pemerintah yang dituangkan pada Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional periode tahun 2005 – 2025. Keberhasilannya ditandai dengan peningkatan derajat Kesehatan masyarakat, penurunan AKI, AKB, serta perilaku hidup bersih dan sehat. Hal tersebut sejalan dengan tujuan pemerintah dalam pengalokasian Dana Alokasi Khusus Bidang Kesehatan.

Penelitian ini mencoba untuk menguji pengaruh Dana Alokasi Khusus Bidang Kesehatan dengan indikator pembangunan Kesehatan berupa persalinan dengan bantuan tenaga keseahtan dan cakupan imunisasi dasar lengkap.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa DAK Fisik Bidang Kesehatan berpengaruh negatif terhadap indikator cakupan persalinan dengan bantuan tenaga Kesehatan namun tidak berpengaruh terhadap cakupan imunisasi dasar lengkap, sedangkan DAK Non Fisik Bidang Kesehatan Kesehatan berpengaruh negatif terhadap indikator cakupan persalinan dengan bantuan tenaga kesehatan maupun terhadap cakupan imunisasi dasar lengkap.

Berdasarkan hasil tersebut, direkomendasikan agar alokasi DAK Bidang Kesehatan diarahkan untuk pencapaian tujuan pemerintah di bidang kesehatan. Memperhatikan terdapat indikasi inefisiensi pada pengelolaan DAK Bidang Kesehatan direkomendasikan juga agar ke depannya alokasi DAK Bidang Kesehatan disesuaikan dengan kebutuhan dan dilakukan peningkatan monitoring, evaluasi, serta pemeriksaan pada pengelolaan DAK Bidang Kesehatan.


Health development is one of the government’s major programs as outlined in the National Long-Term Development Plan for the period 2005 – 2025. Its success is marked by an increase in public health status, a decrease in MMR, IMR, and clean and healthy living behavior. This is in line with the government's goals in allocating the Specific Allocation Fund for the Health Sector.

This study tries to examine the effect of the Specific Allocation Fund for Health with Health development indicators in the form of childbirth with the assistance of health professionals and complete basic immunization coverage.

The results showed that the infrastructure Specific Allocation Fund in the Health Sector had a negative effect on the indicators of delivery coverage with the assistance of health professionals but did not affect the complete basic immunization coverage, while the Non-Physical that the Specific Allocation Fund in the Health Sector had a negative effect on the coverage indicators of deliveries with the assistance of health professionals as well as on the complete basic immunization coverage. 

Based on these results, it is recommended that the allocation of DAK in the Health Sector is directed towards achieving the government's goals in the health sector. Taking into account that there are indications of inefficiency in the management of DAK in the Health Sector, it is also recommended that in the future the allocation of DAK in the Health Sector be adjusted to the needs followed by increased monitoring, evaluation, and examination of the DAK management in the Health Sector."

Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mediar Indra
"Penelitian ini membahas permasalahan hubungan keuangan pusat daerah dalam kaitannya dengan rencana implementasi otonomi daerah. Fokus yang dilakukan adalah terhadap penentuan bobot Dana Alokasi Umum untuk daerah Provinsi di seluruh Indonesia. Analisis penentuan pembobotan Dana Alokasi Umum adalah dengan menggunakan Analytic Hierarchy Process (AHP). Adapun program Expert Choice (EC) dipakai untuk itu dengan cara memberikan pertanyaan kepada beberapa expert yang mengetahui tentang Dana Alokasi Umum berdasarkan pada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Daerah antar pemerintah pusat dengan Daerah. Input yang dipakai berupa persepsi responden terhadap variabel-variabel kebutuhan Wilayah dan Potensi/Kapasitas Ekonomi Daerah yang di susun menurut hirarki.
Penelitian ini menggunakan data tahun 1993 sampai dengan 1998 dalam anggaran keuangan Negara. Informasi kuantitatif lain di dapat dari hasil publikasi dalam Nota Keuangan dan rancangan anggaran pendapatan belanja negara serta publikasi Statistik keuangan pemerintah, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Biro Pusat Statistik dari beberapa tahun penerbitan.
Untuk perhitungan jumlah Dana Alokasi Umum digunakan rumus sesuai undang-undang nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah yakni :
∑DAU Daerah Ybs x Bobot Daerah Ybs/∑ Bobot seluruh Daerah
Untuk menentukan pembobotan masing-masing variabel sebehimnya dilakukan pembagian empat kriteria untuk Provinsi. Asumsi yang dipilih untuk Dana Alokasi Umum tergantung pada kategorinya yaitu kategori kecil, sedang, besar,sangat besar. Dengan di tentukannya empat kriteria tersebut dapat diperoleh hasil total jumlah bobot masing-masing Provinsi.
Dalam penentuan pembobotan distribusi dana alokasi umum untuk masing-masing Provinsi disusun berdasarkan hirarki yang ditentukan dalam analytic hierarchy process (AHP) berdasarkan kepada kebutuhan wilayah dan Patensi Ekonomi. Adapun variabel tersebut antara lain adalah Kebutuhan Wilayah yang terdiri dari : Jumlah Penduduk, Luas Wilayah, Panjang Jalan, Tingkat Kesejahteraan Masyarakat Miskin (Jumlah Rumah Sakit, Jumlah Penduduk Miskin). Sedangkan Variabel Potensi/Kapasitas Ekonomi terdiri dari Nilai Tambah Sektor Industri, PDRB, SDA (Migas, Kehutanan, Kelautan, Pertambangan lainnya), SDM (Jumlah Sekolah,Jumlah Pegawai Negeri, Ratio Murid Terhadap Guru). Dari hasil susunan berdasarkan hiraki tersebut, maka dapat ditentukan jumlah bobot pada masing-masing variabel yang terbesar sampai yang terkecil yang berdasarkan jawaban responden expert choice (EC) yakni variabel Tingkat Kesejahteraan masyarakat miskin dengan bobot sebesar 27,9 dan untuk yang kedua pada variabel PDRB dengan bobot sebesar 25,8.
Hasil perolehan perhitungan pembobotan masing-masing Provinsi dalam prioritas jumlah total pembobotan, mempunyai perbedaan antara versi penulis dengan versi Bappenas yakni prioritas pertama menurut versi penulis adalah Provinsi Sumatera Selatan dan kedua Provinsi Jawa Barat, sedangkan prioritas pertama pada versi Bappenas adalah Provinsi Jawa Barat dan kedua Provinsi Jawa Timur. "
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2001
T3089
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Iqbal Lubekran
"Otonomi daerah dan desentralisasi fiskal merupakan isu yang sangat penting di Indonesia terutama sejak dimulainya era otonomi daerah di Indonesia dengan diterapkannya Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang pemerintahan daerah dan Undang-undang No. 25 Tahun 1999 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Banyaknya hal-hal yang harus dikoreksi setelah beberapa tahun pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia kemudian melahirkan Undang-undang No. 32 dan 33 Tahun 2004 sebagai penyempurnaan dalam proses otonomi daerah di Indonesia.
Otonomi daerah serta desentralisasi fiskal merupakan alat untuk mencapai salah satu tujuan utama bernegara yaitu memberikan pelayanan publik yang baik kepada masyarakat. Namun, kendala keuangan yang masih banyak menyulitkan daerah-daerah di Indonesia yang belum dapat mandiri secara finansial membuat pemerintah pusat membuat suatu mekanisme penyeimbang atas ketimpangan fiskal baik ketimpangan vertikal maupun ketimpangan horizontal. Untuk menunjang pelaksanaan otonomi daerah maka pemerintah pusat memberikan kebijakan transfer salah satunya dalam bentuk Dana Alokasi Umum (DAU). Dana Alokasi Umum ini memiliki ciri berupa dana blok (bock grant) dan dialokasikan ke daerah dengan tujuan agar masyarakat di seluruh Indonesia memiliki kualitas atas pelayananan jasa dan fasilitas publik yang sama (Equalization Principle).
Kebutuhan DAU suatu daerah ditentukan dengan menggunakan pendekatan konsep fiscal gap yang memperhitungkan antara kebutuhan daerah (fiscal needs) dan potensi daerah (fiscal capacity). DAU merupakan transfer yang kebijakan penggunaannya diserahkan sepenuhnya kepada pemerintah daerah. Oleh karena itu DAU sesungguhnya memiliki peran strategis bagi pemerintah daerah untuk memaksimalkan potensi daerahnya. skripsi ini meneliti mengenai dampak dari transfer pemerintah pusat kepada daerah dalam bentuk Dana alokasi umum (DAU) terhadap perkembangan daerah di Indonesia. Dengan menggunakan metode data panel, dihasilkan temuan bahwa alokasi DAU memiliki proporsi terbesar dalam keuangan daerah dibanding alokasi transfer lainnya, dan terbukti berpengaruh positif terhadap tingkat perkembangan daerah."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2007
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Satya Laksana
"Transfer anggaran berbasis ekologi (Ecological Fiskal Transfer, EFT) merupakan konsep desentralisasi fiskal untuk menyelaraskan keberlanjutan pembangunan ekonomi dengan kelestarian lingkungan hidup. Sebagai konsep baru, EFT masih membutuhkan rumusan indikator kinerja dan formulasi alokasi anggaran yang lebih ideal dalam rangka meraih salah satu tujuan pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development Goals, SDGs), yaitu mengurangi ketimpangan pembangunan. Diperlukan evaluasi berkesinambungan serta terobosan kebijakan inovatif dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan dalam perumusannya. Perumusan indikator kinerja ekologi selama ini masih menggunakan paradigma bahwa fungsi ekologi merupakan domain sektor lingkungan hidup dan kehutanan. Padahal fungsi ekologi terdapat pula pada sektor tata ruang dan sektor pertanian. Makalah ini bermaksud untuk: 1) menganalisis kebijakan transfer fiskal di Inonesia; 2) memperbarui konsep indikator kinerja ekologi; serta 3) merancang arah baru (reorientasi) kebijakan Dana Insentif Daerah. Dengan menggunakan metode kajian literatur dan analisis data sekunder, makalah ini mengelaborasi sistem desentralisasi fiskal di Indonesia. Selanjutnya menawarkan konsep baru — yaitu Indikator Kinerja Agro-Ekologi — untuk diadopsi dalam formula perhitungan alokasi Dana Insentif Daerah di masa depan. Implikasi kebijakan dibahas pada akhir makalah."
Jakarta: Kementerian PPN/Bappenas, 2022
330 BAP 5:1 (2022)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Kompas, 2002
336 DAN
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>