Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 89200 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1985
S17408
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nunuk Febriananingsih
Depok: Universitas Indonesia, 2001
S24090
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Helena Wirastri Wulandari
Depok: Universitas Indonesia, 1997
S23119
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hutari Hayuning W.P.
"Pemenuhan kebutuhan perumahan masih menjadi permasalahan sendiri yang perlu mendapat perhatian. Selain pengadaan secara fisik harus dipikirkan pembiayaan untuk mendapat fasilitas perumahan tersebut karena tidak semua masyarakat mampu untuk membeli rumah secara tunai. Saat ini terdapat fasilitas Kredit Pemilikan Rumah (KPR) yang diberikan oleh Bank Pemerintah maupun Bank Swasta Nasional dan Asing. Dalam pemberian KPR berjangka panjang oleh Bank umumnya digunakan sumber dana yang berasal dari dana jangka pendek seperti deposito, tabungan atau giro. Bila hal ini terus berlangsung, tentu Bank akan mengalami ketidakcocokan antara sumber dengan penggunaan dananya (mismatch funding) sehingga perlu dilakukan mencarian sumber dana jangka panjang untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan perumahan. Salah satu upayanya adalah dengan sekuritisasi aset atau dalam bidang property dikenal dengan pembiayaan sekunder perumahan/ Secondary Mortgage Facility (SMF). Untuk melaksanakan kegiatan tersebut di Indonesia, Pemerintah mendirikan suatu lembaga keuangan yang khusus untuk menyelenggarakan kegiatan penyaluran dana jangka menengah dan/atau jangka panjang yaitu Perusahaan Pembiayaan Sekunder Perumahan (PPSP) yang bernama PT. Saran Multigriya Finansial (PT. SMF). Dalam proses sekuritisasi PT. SMF dapat berfungsi sebagai kordinator global, penjamin, penata sekuritisasi, dan/atau Pendukung Kredit. Bahkan dalam rangka membangun dan mengembangkan Pasar sekunder perumahan, PT. SMF dapat memberikan fasilitas pinjaman kepada Bank dan/atau lembaga keuangan untuk disalurkan sebagai KPR oleh Penerbit KPR. Oleh karena itu pelaksanaan Pembiayaan Sekunder Perumahan dilakukan dengan dua cara yaitu dengan Sekuritisasi Aset KPR dan dengan Pemberian Fasilitas Pinjaman. Dalam Sekuritisasi Aset, bila Efek Beragun Aset (EBA) yang dikeluarkan berbentuk Surat Utang, diperlukan suatu SPV untuk membeli kumpulan Aset Keuangan dari Kreditor Asal dan menerbitkan Surat Utang. Konsep SPV yang digunakan di Indonesia adalah Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset (KIK-EBA). Pengalihan piutang dalam sekuritisasi dilakukan dengan jual beli piutang KPR berikut Hak Tanggungan yang melekat padanya dari Kreditor Asal kepada KIKEBA. Mengenai Hak Tanggungan dengan beralihnya Perjanjian pokok turut beralih pula secara hukum kepada Kreditor Baru. Namun hal ini belum dilaksanakan dan baru akan didaftarkan peralihan tersebut bila ada Debitur KPR yang wanprestasi dan Bank Kustodian atau Wali Amanat perlu melakukan penyitaan atas obyek Hak Tanggungan. Sedangkan Pembiayaan Sekunder Perumahan melalui Pemberian fasilitas pinjaman dilakukan melalui mekanisme Perjanjian Pemberian Pinjaman KPR yang dijamin dengan Jaminan Fidusia atas piutang KPR yang dibiayai beserta jaminan yang melekat padanya.

Supply of Housing demand have its own problem and need more attention to be solved. Besides physical procurement we need to thinking of the housing financing since not every people in society can afford to pay in cash. Currently in society there is kind of Housing Financing called Home Ownership Loans (KPR) held by Government Bank and National or foreign Private Bank. In order to supply long term KPR, usually Bank use short term source of fund such as deposit, saving and Giro. If it is happens continuously, mismatch funding can not be avoided by Bank. So that it is very urgent to find out long term source of fund to support housing financing. One of the ways out is by asset securitization or in the property field called Secondary Mortgage Facility (SMF). To implement SMF in Indonesia, Indonesian Government established a special company to mainly engage in the business of providing medium and/or long term loan KPR issuer and KPR receivables securitization program that is Secondary Housing Financing Company (PPSP) namely PT. Sarana Multigriya Financial (PT. SMF). Regarding to securitization process, PT. SMF have several function such as global coordinator, underwriter, arranger, and/or credit enhancer. Moreover, in respect to build up and to develop Secondary Housing Market PT. SMF have authority to provide loans to Banks or financial institutions as KPR Issuer which is to be distribute as KPR. Refer to those functions, in Indonesia SMF implemented in two forms, i.e.: KPR receivables securitization program and Loan Agreement for Refinancing KPR. On KPR receivables securitization program, in the case Asset- Backed Securities (EBA) issued in the form of debt instruments, it will be issued by Special Purpose Company (SPV) appointed by PT. SMF. In this case, the SPV will purchase the receivables from Originator Creditor and issued the debt instruments. SPV in Indonesia is in the form of Asset-Backed Securities Collective Investment Contract (KIK-EBA). The KPR receivables including Hak Tanggungan attached thereto transferred by sale and purchase Agreement from Original Creditor to KIK-EBA. Any transfer of receivables as principal agreement shall result in the transfer of law of all rights and liabilities of Hak Tanggungan recipients to the New Creditor. Even for this moment, the transfers of Hak Tanggungan not register yet and shall be registered upon one of the KPR Debtor default and/or Custodian Bank or Wali Amanat need to execute the Hak Tanggungan object. Whilst mechanism of SMF in the form of Loan Agreement for Refinancing KPR is conducted by Loan Agreement secured by Fiduciary Security over KPR receivables."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
T26700
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Desy Septiani Putri
"Skripsi ini membahas tentang dugaan praktek anti persaingan yang dilakukan oleh PT Bank Rakyat Indonesia dengan melekatkan perjanjian Kredit Pemilikan Rumah BRI dengan produk asuransi jiwa dari PT Asuransi Jiwa Bringin Sejahtera dan PT Heksa Eka Life Insurance. Kerja sama ini dianggap dapar membatasi pilihan konsumen dan menciptakan barrier to entry terhadap pelaku usaha lain. Terhadap permasalahan di atas dilakukan peneltian dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kegiatan yang dilakukan oleh ketiga pelaku usaha tergolong ke dalam tying agreement, namun untuk dapat membuktikan bahwa praktek tying agreement melanggar Undang-Undang No.5 Tahun 1999, maka perlu dilakukannya pembuktian pasal 15 ayat (2) dan pasal 19 huruf (a) dengan menggunakan pendekatan rule of reason dan melihat dampak yang ditimbulkan bagi konsumen dan perusahaan lain.

This thesis discusses about presumption of anti-competition practices commited by PT Bank Rakyat Indonesia by embedding home loan agreement with life insurance products of PT Asuransi Jiwa Bringin Sejahtera and PT Heksa Eka Life Insurace. This cooperation can limiting consumer choice and create barrier to entry for other business actors. Upon these problems, research has been done in the juridical-normative approach.
The result showed that the activities commited by this three business actors classified into tying agreement, but to prove that the practice of tying agreements breached on Law Number 5 Of 1999, it is necessary to prove Article 15 paragraph (2) and Article 19 paragraph (a) using the rule of reason approach and the impact for consumers and other companies.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
S58713
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Setia Darmawan
"Satuan rumah susun sebagai jaminan hutang dalam perjanjian kredit pemilikan rumah melalui fasilitas kredit Bank Tabungan Negara. Salah satu unsur kesejahteraan rakyat adalah terpenuhinya kebutuhan akan perumahan. Dalam memenuhi kebutuhan akan perumahan ini, terutama di kota-kota besar yang padat penduduknya sedang di lain pihak tanah yang tersedia terbatas, telah diambil kebijaksanaan untuk membangun Rumah Susun yang serasi, seimbang dan selaras dengan lingkungannya. Pada mulanya pembangunan rumah susun itu sendiri menimbulkan berbagai masalah hukum mengingat. belum adanya Undang-undang condominium di Indonesia. Berbagai masalah hukum itu antara lain apakah satuan rumah susun itu dapat dimiliki secara individual dan apakah satuan susun itu dapat dijadikan jaminan karena dalam pengertian rumah susun itu sendiri terkandung unsur pemilikan bersama, baik bagian-bagiannya maupun tanahnya. Sejak dikeluarkannya Undang-undang No. 16 tahun 1985 tanggal 31 Desember 1985, maka semua permasalahan tersebut telah mendapat jalan pemecahannya. Dalam Undang-undang Rumah Susun tersebut diatur antara lain; bahwa satuan rumah susun tersebut dapat dimiliki secara individual, sedangkan hak milik atas satuan rumah susun tersebut meliputi hak atas bagian bersama, tanah bersama dan bersama, yang semuanya tak terpisahkan dari satuan benda rumah susun yang bersangkutan dan merupakan satu kesatuan. Tanda bukti pemilikan atas satuan rumah susun adalah sertifikat hak milik atas satuan rumah susun. Satuan rumah susun dapat dijadikan jaminan_hutahg berbentuk Hypotik atau Fidusia tergantung dari status hak atas tanah dimana rumah susun itu dibangun. Untuk memperoleh pemilikan atas satuan rumah susun dapat dilakukan dengan pembayaran tunai kredit. Bagi yang ingin memperoleh melalui kredit atau harus mengajikan permohonan kredit pemilikan rumah ke pada Bank Tabungan Negara, yaitu Bank yang ditunjuk sebagai Bank penyelenggara kredit pemilikan Rumah oleh Menteri Keuangan dengan SK. No. B-49/MK/VI/1974. Dan sebagai jaminan kredit itu adalah Satuan rumah susun itu sendiri."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1991
S20421
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 1999
S23423
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pria Takari Utama
"Perjanjan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) antara bank dengan debiturnya, baik yang dibuat secara notaril maupun di bawah tangan, termasuk perjanjian, baku. Sebagai mana umumnya perjanjian baku, isinya cenderung lebih dominan memagari kepentingan pihak yang secara ekonomis lebih kuat (produsen, pelaku. usaha, kreditur), sedangkan kepentingan pihak yang lain (konsumen, debitur) yang lebih lemah cenderung diabaikan. Isi perjanjian KPR tidak seimbang. Bagaimana debitur dapat dilindungi dalam perjanjian KPR? Klausula apa yang seharusnya tidak boleh dimuat dalam perjanjian KPR? Bagaimana peran Notaris dalam memberikan perlindungan yang seimbang?
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode pendekatan yuridis normatif yang menitikberatkan pada data kepustakaan mengenai perjanjian baku dan kontroversi keabsahannya, kemudian dikaitkan dengan norma hukum yang ada dalam Undang-undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlidungan Konsumen dan Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.
Data diperoleh melalui studi kepustakaan yang menjadi landasan teori dan pengamatan serta pengalaman penulis dalam praktik sebagai Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah, dengan menelaah beberapa perjanjian KPR yang diterapkan di beberapa bank. Metode analisis data secara kualitatif.
Adapun hasil penelitian berbentuk evaluatif analitis. Dari penelitian terhadap perjanjian KPR berbagai bank, banyak sekali ditemukan klausula-klausula yang memberatkan nasabah debitur KPR sebagai konsumen. Klausula-klausula tersebut bahkan termasuk pelanggaran terhadap Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen dimana pihak pelaku usaha (bank) dapat dikenai sanksi pidana. Untuk melindungi debitur KPR sebagai konsumen dan menjaga supaya bank sebagai pelaku usaha tidak terjerumus kepada pelanggaran atas Undang-undang Perlindungan Konsumen, Notaris bisa berperan besar agar perjanjian KPR dibuat lebih seimbang, sehingga isi perjanjian tidak hanya memagari kepentingan bank, tetapi juga menjaga hak-hak debitur KPR sebagai konsumen. Ini sesuai dengan amanat Undang-undang Jabatan Notaris yang mewajibkan Notaris bertindak jujur, seksama, mandiri, tidak berpihak dan menjaga kepentingan plhak yang terkait dalam perbuatan hukum."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16469
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>