Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 77045 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1985
S17209
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Muhammad Adinegoro
"Menurunnya sumbangan minyak bumi pada dana pembangunan menyebabkan pemerintah mulai lebih memperhatikan sektor sektor pemasukan dana di luar minyak bumi dan gas alam Salah satu sumber yang diharapkan adalah sektor perpajakan Oleh karena aturan-aturan yang ada masih merupakan produk kolonial yang sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi negara Indonesia yang merdeka dan berdaulat, maka dipandang perlu untuk membuat peraturan perpajakan sebagai produk bangsa Indonesia yang berdasarkan ideologi Pancasila Untuk itu pemerintah melaksa-nakan perubahan undang-undang perpajakan yang dilakukan pada tahun 1983 dan 1985
Tujuan yang paling mendasar dan perubahan peraturan per-pajakan (tax reform) adalah untuk meningkatkan penerimaan ne-gara dan sektor perpajakan Ada tiga cara yang lazim dilakukan dalam tax reform untuk meningkatkan penerimaan keuangan negara, yaitu pertama, dengan memperluas pengertian subyek pajak yang terkandung dalam undang-undang, kedua, perluasan pengertian obyek pajak yang terkandung dalam undang - undang, dan ketiga, meningkatkan tarif pajaknya Cara yang pertama dan kedua merupakan ekstensifikasi pajak, sedangkan cara yang ketiga merupakan intensifikasi Dalam skripsi ini hanya membahas masalah ekstensifikasi PPh 1984. Tujuan penelaahan adalah untuk mencari jawaban atas pertanyaan apakah ekstensiĀ¬fikasi dapat dilakukan guna menambah jumlah wajib pajak berdasarkan rumusan subyek dan obyek pajak PPh 1984
Berdasarkan penelitian terlihat bahwa pertambahan jumlah wajib pajak PPh 1984 meningkat dibandingkan dengan sebelum diberlakukannya undang-undang ini Prosentase peningkatan wajib pajak pada periode UU lama berkisar antara 10-20 % dengan prosentase rata-rata 18,25 sedangkan pada UU baru meningkat menjadi 59,05 % pada tahun 1985 Prosentase pertambahan yang tinggi ini selain sebagai akibat ekstensifikasi pajak juga didukung oleh faktor pengampunan pajak.
Dari penelitian lebih lanjut tampak jelas bahwa sistem witholding tax merupakan faktor yang memberikan dukungan pada pertambahan jumlah wajib pajak yang tinggi. Hal ini membuat sistem tersebut perlu dibina lebih baik pada masa-masa yang akan datang agar sistem ini dapat meningkatkan jumlah wajib pajak PPh 1984 Di samping itu perlu lebih kontnyu diadakan penyuluhan dan penerangan pajak melalui berbagai media komunikasi
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1987
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Rachmat Soemitro
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
336.2 SOE p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Rochmat Soemitro
Bandung: Eresco, 1986
336.2 ROC p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Lisa Ana Triana
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1998
S23431
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rini Gadih Ranty K.
"Adanya perubahan tata cara pemungutan pajak darl sistern
Official, Assessment (hutang pajak ditetapkan oleh aparatur
perpajakan) menjadi sistem Self Assessment (hutang pajak
ditetapkan oleh Wa,j.:b Pajak sendiri) dalam iJndang-undang Pajak Penghasilan 1984, d.harapkan bahwa tunggakan Pajak Penghasilan dapat ditekan sekecil mungkin Namun sejak diberlakukannya undang-undang perpajakan baru sampai dengan saat mi, harapan tersebut belum terwujud, bahkan jumlah tunggakan pajak terus membengkak dengan cepat
Dan jurnlah tunggakan pajak tersebut tunggakan Pajak Penghaallan merupakan yang terbesar (lihat halaman 11-13)
Dengan bantuan kepustakaaxi dan hasml pengainatan serta
wawancara di Inspeksi Pajak Jakarta Barat Tiga , - diketahui
vii Efisiensi administrasi..., Rini Gadih Ranty K, FISIP UI, 1987
bab.wa membengkaknya tunggakan. Pajak Penghasilan disebabkan
oleh antara lain tidak efisiennya acirninistrasi penagihannya
Tidak efisiennya administrasi penagihan Pajak Penghasilan
terutama terletak pada sulitnya melakukan penata usahaan
Segi Pernbayaran (bukti penbayaran pajak) pada Kohir
(tindasan Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak dan Surat
Ketetapan Pajak Tambahan yang inerupakan dasar penagihan
pajak) karena adanya faktor ketidaksesuaian antara Nornor Pokok Wajib Pajak (NPWP) yang tercantum pada Segi Perwayaran
dengan nomor Kohir yang tercantum pada Kohir
Ketidaksesuaian tersebut cenderung menyebabkan Segi
Pevnbayaran sulit ditempelkan pada Kohir, sehingga Segi Pernbayaran Wajib Pajak seririg dimasukkan sebagai Segi Berrnacanimacaia Penerimaan Pajak (BPP), yaitu Segi Pembayaran yang tidak
jelas identitasnya Akibat dan dinasukkannya Segi Pembayaran
sebagai Segi BPP ialah Wajib Pajak yang sudah mernbayar
pajaknya tersebut masih dikenakan penagihan karena dianggap
belum rnembayar hutang pajaknya Adrninistrasi pena -
gihan pajak yang diharapkan dapat rnenganiankan uang negara
dengan mencairkan tunggakari pajak justru menyebabkan tentunggaknya pajak
Adanya berbagai faktor penghanibat, baik yang berasal
dari dalam maupun dara. luar Direktorat Jenderal Pajak, turut
menyebabkan beluin efisiennya adininistrasi penagihan Pajak
Penghasilan selaima ini.
viii
Efisiensi administrasi..., Rini Gadih Ranty K, FISIP UI, 1987
Administrasi penagihan Pajak Penghasilan yang efisien
dan konsekuen adalah suatu hal yang harus dipenuhi agar dapat
membawa danpak positif terhadap citra penagihanta sendiri
sehingga kepatuhan dan kesadaran Wajib Pajak dapat ditingkatkan. Oleh karena itu masih perlu dilakukan perbaikan-
perbaikan dan peningkatan-peningkatan terhadap pelaksanaan
kegiatan penagihan pajak di masa mendatang"
Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1987
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dasto Ledyanto
"Salah satu kemanfaatan utama dari transaksi kontrak berjangka komoditi adalah sebagai sarana lindung nilai dari kemungkinan kerugian investasi. Sarana lindung nilai seperti ini merupakan salah satu jenis transaksi derivative. Pada akhir dari transaksi ini (saat jatuh tempo atau terjadi cash settlement) nasabah (investor) akan dihadapkan pada dua hal yakni memperoleh keuntungan atau menderita kerugian. Apabila dikelola dengan baik, transaksi kontrak berjangka komoditi ini sangat potensial sebagai sarana lindung nilai dalam rangka memperoleh penghasilan dan mengurangi atau menekan kerugian. Dari sisi keberadaannya di Indonesia yang masih relatif baru, transaksi kontrak berjangka komoditi dapat menjadi suatu altematif investasi. Oleh karena itu, apabila hal ini digali lebih mendalam khususnya yang berkenaan dengan pengenaan PPh atas penghasilan dari transaksi kontrak berjangka komoditi, bukan tidak mungkin akan memberikan kontribusi yang besar pada penerimaan negara.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka yang menjadi pokok permasalahan dalam tesis ini adalah bagaimana Wajib Pajak dalam negeri yang melakukan transaksi kontrak berjangka komoditi dapat melaksanakan kewajiban perpajakannya dengan baik, sehingga dapat memberikan kontribusi pada peningkatan penerimaan negara. Pokok permasalahan tersebut apabila diperinci dalam bentuk kalimat-kalimat pertanyaan meliputi hal-hal sebagai berikut: (i) bagaimana konsep dan hakekat ekonomi dari transaksi kontrak berjangka komoditi?, (ii) bagaimana pendapat para ahli berkenaan dengan pajak atas penghasilan yang diperoleh dari transaksi kontrak berjangka komoditi?, (iii) bagaimana perlakuan PPh atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri dari kontrak berjangka komoditi yang saat ini berlaku di Indonesia?, dan (iv) bagaimana pengaturan PPh yang seharusnya diterapkan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri dari kontrak berjangka komoditi di Indonesia ?.
Untuk membantu proses pengkajian dan pembahasan masalah tersebut dilakukan penelitian secara deskriptif analitis, yakni mendeskripsikan terlebih dahulu semua informasi atau data yang diperoleh dari penelitian. Selanjutnya atas semua data tersebut dilakukan analisis yang dikaitkan dengan ketentuan PPh yang berlaku saat ini dan korelasinya dengan sistem pemajakan yang memenuhi persyaratan keadilan vertikal dan horizontal. Yang pada akhirnya dari analisis data tersebut dapat dirumuskan suatu kesimpulan atau memberikan saran-saran. Sebagai pendukung analisis dilakukan penelitian lapangan melalui wawancara mendalam dengan pengambil keputusan dalam bidang perpajakan yakni pejabat di Direktorat Jenderal Pajak, dengan penyelenggara bursa yakni pihak Bursa Berjangka Jakarta, Badan Pengawas Perdagangan Berjangka dan pelaku bursa seperti pialang anggot'a bursa. Dalam transaksi kontrak berjangka komoditi digunakan mark to market basis dalam arti setiap hari dilakukan penghitungan berdasarkan settlement price untuk hari yang bersangkutan sehingga diketahui keuntungan atau kerugian nasabah. Meskipun demikian penghitungan keuntungan atau kerugian bersih dilakukan pada saat jatuh tempo atau terdapat cash settlement. Yang menjadi objek PPh adalah penghasilan (keuntungan) yang telah terealisasi. Namun, secara teoritis untuk pengakuan atas keuntungan atau kerugian ini menggunakan matching basis yakni apabila kerugian underlying jatuh dalam tahun buku yang berbeda dengan tahun buku diperolehnya keuntungan dari derivative yang dimaksudkan sebagai lindung nilai bagi underlying yang bersangkutan maka keuntungan derivative tersebut harus dibukukan dalam tahun buku yang sama dengan dideritanya kerugian underlying.
Berkenaan dengan penggunaan mark to market basis dalam kontrak berjangka pada dasamya tidak menjadi suatu masalah karena memang hal itu merupakan habitual practice dari transaksi tersebut. Sedangkan berkaitan dengan pengakuan ada tidaknya suatu penghasilan dari kontrak berjangka komoditi ini tetap mendasarkan pada realization principles. Oleh karena itu pengakuan adanya penghasilan atau kerugian pada kontrak berjangka komoditi dihitung setelah terselesaikannya suatu transaksi kontrak berjangka komoditi yakni pada saat jatuh tempo transaksi dan pada saat terjadi penyelesaian secara tunai (cash settlement). Maksud penghitungan dalam hal ini adalah penghitungan bersih setelah terlebih dahulu memperhitungkan keuntungan atau kerugian hariannya dari transaksi kontrak berjangka komoditi yang bersangkutan.
Pada akhirnya dapat ditarik suatu kesimpulan tentang bagaimana pengenaan PPh yang seyogyanya diterapkan atas penghasilan dari kontrak berjangka komoditi yakni berpedoman pada 4 hal pokok. Mengingat sampai dengan saat ini Direktorat Jenderal Pajak sebagai instansi yang melingkupi tata laksana perpajakan belum merumuskan peraturan perpajakannya maka menurut hemat penulis 4 hal pokok tersebut dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam merumuskan peraturan perpajakannya. Hal ini tidak lain dimaksudkan agar segera dapat tercipta suatu kepastian hukum atas perlakuan perpajakan dari keuntungan atau kerugian transaksi kontrak berjangka komoditi."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12134
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>