Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 140334 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Erwin Mardjuni
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1981
S16541
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Riduansyah
"Penerimaan Asli Daerah (PAD) sangat signifikan kontribusinya terhadap APBD dalam membiayai berbagai pengeluaran pemerintah daerah dengan rata-rata kontribusinya sebesar 55,71% setiap tahunnya. Besaran kontribusi PAD secara nominal terus mengalami pertumbuhan, walaupun pertumbuhan secara prosentase berfluktuasi. Sedangkan pengalokasian pengeluarannya dalam APBD terbagi dalam 2 (dua) kategori, yaitu pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan dengan tingkat pertumbuhan yang berbeda terhadap masing-masing pengeluaran tersebut.
Dalam analisis terhadap komponen pembentuk PAD terlihat perbedaan kontribusi dari masing-masing komponen tersebut. Pajak dan Retribusi Daerah merupakan penyumbang terbesar dalam PAD dengan kontribusi rata-rata sebesar 79,36% dan 13,55%. Sementara 3 (tiga) komponen lainnya, yaitu Laba BUMD; Penerimaan Dinas-Dinas dan Penerimaan Lain-lain hanya memberikan kontribusi rata-rata sebesar 1,96%, 0,27% dan 4,87%. Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi PAD terhadap total penerimaan daerah adalah adanya jalinan yang erat antara eksekutif dengan legislatif; adanya potensi pajak dan retribusi daerah yang besar; adanya Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas dengan profesionalisme yang handal ; adanya kesadaran wajib pajak dalam melunasi kewajibannya; dan adanya dukungan sistem administrasi dan institusi yang handal.
Disamping faktor-faktor tersebut di atas, ada faktor lain yang perlu diperhatikan oleh aparatur pemerintah DKI Jakarta agar penerimaan PAD dapat terus ditingkatkan, yaitu : faktor pemberdayaan BUMD ; peningkatan kemampuan pengelolaan keuangan daerah dan perlunya membangun hubungan baik dengan pemerintah pusat dalam pengelolaan berbagai pajak yang terkait dengan pemerintah pusat tersebut."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2000
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Handy Dharmawan
"Penulisan skripsi ini bertujuan untuk melihat respon dan perekonomian Indonesia terhadap sumber pembiayaan luar negeri yang berbentuk Penanaman Modal Asing (PMA), hutang luar negeri maupun hibah. Metode penelitian dengan menggunakan analisa Ordinary Least Square untuk melihat dampak PMA, hutang dan hibah pada kinerja perekonomian, dalam hal ini berupa tingkat investasi (Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto), Tabungan Domestik Bruto serta Pendapatan Domestik Bruto. Dilakukan pula uji koefisien dengan menggunakan F-test. Data yang digunakan merupakan data publikasi dari IMF. Hasil perhitungan regresi menunjukkan bahwa hibah memberikan dampak yang paling signifikan terhadap indikator-indikator kinerja perekonomian diatas. Setelah itu diikuti dengan PMA, baru kemudian hutang luar negeri. Ketiga jenis pemasukan modal tersebut memberikan arah yang positif. Tetapi dalam kasus Indonesia tidak dapat ditentukan bagaimana keseimbangan yang terjadi di Indonesia. Keseimbangan kooperatif, keseimbangan jika Indonesia menggunakan semua jenis arus masuk modal dengan efisien, sedangkan keseimbangan non-kooperatif jika Indonesia tidak melaksanakan kegiatan investasi seperti yang telah disetujui sebelumnya. Kurang besarnya pengaruh hutang terhadap perekonomian dapat menunjukkan bahwa alokasi serta manajemen penggunaan hutang di Indonesia masih jauh dari memadai. Dampak PMA yang lebih besar menunjukkan bahwa Indonesia mulai menarik negara-negara investor asing. Implikasi kebijakan yang bisa ditarik dari tulisan ini adalah bahwa Indonesia harus terus membuat peraturan-peraturan investasi yang menarik, memperbaiki manajemen hutang luar negeri sekaligus bergeser dari debt finance dan equity finance."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1996
S19045
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Puji Wibowo
"Sejumlah riset telah dilakukan untuk menguji pengaruh anggaran belanja terhadap pendapatan pemerintah pada level pemerintahan daerah. Sampai saat masih sedikit bukti yang mengungkapkan adanya pengaruh alokasi anggaran belanja pemerintah pusat terhadap pendapatan yang diperoleh Kementerian Negara/Lembaga (K/L). Riset ini bertujuan untuk mengungkapkan pengaruh alokasi anggaran terhadap realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) pada K/L selama periode 2012-2017, sebelum pemberlakuan UU Nomor 9 Tahun 2018 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak. Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling, diperoleh 24 instansi pemerintah sebagai objek penelitian. Dengan menggunakan analisis granger dan panel data dengan pendekatan random effect model, penelitian ini menguji pengaruh belanja barang, belanja modal, dan belanja pegawai terhadap kinerja PNBP. Hasil studi ini menyimpulkan bahwa belanja barang berpengaruh signifikan terhadap capaian realisasi PNBP pada K/L, sementara kedua variabel belanja yang lain tidak berdampak signifikan"
Jakarta: Direktorat Jenderal Pembendaharaan Kementerian Keuangan Republik Indonesia, 2021
336 ITR 6:3 (2021)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Muhammad Tegar Eka Saputra
"Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi memberikan kewajiban Corporate Social Responsibility (CSR) berupa community development kepada Kontaktor Kontrak Kerja Sama (KKKS). Namun pelaksanaan CSR tidak sepenuhnya berjalan dengan baik karena sering kali menimbulkan masalah seperti biaya CSR yang mendapatkan penggantian berupa cost recovery dari pemerintah yang berpotensi merugikan negara. Kasus terkait permasalahan tersebut adalah PT. Chevron Pacific Indonesia (CPI) yang menggunakan cost recovery sebagai sumber pembiayaan CSR. Permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini adalah pemahaman CSR dan cost recovery di Indonesia, implementasi CSR serta sumber pembiayaannya dalam kegiatan hulu migas, dan analsis kasus PT. CPI. Metode yang digunakan untuk menganalisis kasus adalah yuridis normatif. Hasil dari penelitian ini yaitu pemahaman terhadap CSR hanya melihat pada kewajiban yang diberikan undang-undang saja dan bukan menjadi suatu kesadaran moral sehingga implementasi CSR masih terdapat banyak kekurangan. Selain itu, penggunaan cost recovery sebagai pembiayaan CSR yang dilakukan oleh PT. CPI diperbolehkan oleh UU Migas dan peraturan pelaksananya. Namun telah terjadi penyimpangan dalam proses pengajuan cost recovery atas CSR tersebut, yaitu pada tahap program kerja dan anggaran/ work program and budget (WP&B).

In Law Number 22 Year 2001 concerning Oil and Gas, Contractors of Production Sharing Contract (CPSC) is obligate to conduct Corporate Social Responsibility (CSR) in the form of community development. However, the implementation of CSR is not working properly because its often led to problems for example the cost of a replacement CSR in the form of cost recovery gift by the Government which potentially detrimental to the country. The related case from this problem is PT. Chevron Pacific Indonesia (CPI) used cost recovery as a source of financing of CSR. The issues in this thesis are the understanding of CSR and cost recovery in Indonesia, the implementation of CSR as well as the source of financing in the upstream oil and gas and analysis case PT CPI. A method used in analyze this case is a normative juridical. The result of this research is the understanding of CSR only concerns the liability which provided by law and it is not become a moral consciusness so there are many deficiency in the implementation. Moreover, the use of cost recovery as CSR financing undertaken by PT CPI allowed by Law of Oil and Gas and the regulation of agents. However, there have been irregularities in the process of filing cost recovery for CSR which is at the stage of work program and budget (WP & B)."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
S1222
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Edyanto Rachman
"ABSTRAK
Pesatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia, mempunyai dampak
berupa peningkatan investasi. Permintaan modal investasi yang
sangat besar dihadapkan pada kendala berupa keterbatasan
penyediaan modal di dalam negeri untuk pembiayaan proyek .
Sejalan dengan era globalisasi, sistem perekonomian
Indonesia yang terbuka dan dianutnya rezim devisa bebas,
pemanfaatan fund di pasar internasional adalah salah satu
alternatif yang dapat dipergunakan bagi pembiayaafl proyek. Telah
dimakiumi bahwa pembiayaan proyek mempunyai resiko tínggi,
mengingat jangka waktu proyek bersifat jangka paniang. Disamping
memerlukan sumber dana pembiayaan yang besar, dana murah dan
berjangka waktu panjang seperti mísalnya obligasi semakin sulit
diperoleh. Besarnya mmnat investor asing untuk menanamkan
portfolionya di Indonesia karena adanya oportunitas perolehan
return yang menarik perlu dimanfaatkan dengan baik misalnya
melalui kredit sindikasi internasional.
Walaupun demikian, dalam upaya memanfaatkan sumber dana
off-shore yang mempunyai cost of fund yang relatip murah, pihak
Bank menghadapí berbagal kendala seperti adanya batasan net open
position, meníngkatnya country risk Indonesia serta
diberlakukannya faktor kecukupan modal menurut Bank for
International Settlement (BIS).
Kendala lainnya yang perlU disadari adalah adanya f aktor
foreign exchange risk serta inflasi, sehinyga proyek yang
dibiayai seyogyanya menghasilkan pendapatan dalam valuta asing.
Disamping itu perIu diperhatikan jangka waktu pinjaman off?
shore, sehingga dapat dihindarkan adanya ?maturity mismatch?
antara segi pembiayaan dan pendanaan.
"
1991
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Manurung, Dwi Endah Mira
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2009
S10438
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Bayu Subahtiar
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2009
S8758
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Irvan Fachrizal
"Hampir sepanjang PJP I hingga saat ini tercatat peranan bantuan luar negeri cukup penting. Ketergantungan Indonesia pada bantuan luar negeri semakin meningkat semenjak terjadinya krisis ekonomi yang melanda Indonesia.
Sebagaimana diketahui bahwa krisis ekonomi yang dialami oleh Indonesia sejak pertengahan tahun 1997 telah kembali menyebabkan kesulitan keuangan yang sangat berat bagi Indonesia sehingga, Pemerintah menjadi sangat bergantung pada bantuan luar negeri. Turunnya kemampuan sektor-sektor produksi sehingga roda perekonomian mengalami kemacetan, menyebabkan krisis yang terjadi semakin memposisikan Indonesia dalam berbagai masalah yang dilematis yang semula berawal dari krisis keuangan, kemudian berkembang semakin kompleks menjadi krisis multi dimensi.
Bergantinya rezim pemerintahan di Indonesia telah memuluskan pelaksanaan reformasi diberbagai bidang. Reformasi telah memberikan banyak perubahan dalam wacana kebijakan Pemerintahan Indonesia. Salah satu akibat langsung perubahan tersebut yang dirasakan seluruh Indonesia khususnya bagi daerah adalah dengan diberikannya otonomi penuh kepada daerah dengan meluncurnya UU NO. 22 tahun 1999 mengenai Pemerintahan Daerah dan UU No. 25 tahun 1999 mengenai Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah.
Dengan ditetapkannya kedua undang-undang tersebut telah memberikan suasana baru yang mewarnai pola kebijakan dan peta penyelenggaraan pemerintahan baik pemerintahan pusat maupun pemerintahan daerah.
Sejalan dengan bergulimya otonomi daerah maka, Pemerintah Daerah mau tidak mau harus mulai membenahi sistem/ struktur pemerintahannya untuk menuju kemandirian, di samping itu juga berupaya memberdayakan SDA dan SDM yang ada. Namun perubahan ini tidak dengan mudah berjalan lancar, sedikit banyaknya akan menemui masalah. Salah satu contohnya adalah adanya pengalihan pegawai pusat ke daerah yang banyak memberikan dampak pada kebijakan pemerintah daerah khususnya dalam mata anggaran belanja daerah.
Berkaitan dengan pembangunan daerah pada masa otonomi berjalan, maka daerah dimungkinkan untuk mencari pinjaman baik, domestik maupun luar negri sebagaimana diatur dalam UU No. 25 tahun 1999 dan UU No. 25 tahun 1999.
Sehubungan dengan terbukannya peluang daerah tersebut untuk memperoleh pinjaman, maka pemerintah telah mengeluarkan satu peraturan yaitu Peraturan Pemerintah No. 107 tahun 2000 tentang Pinjaman Daerah yang mengatur mengenai mekanisme pinjaman, prosedur pinjaman, dan ketentuan lainnya bagi pemerintah daerah. Peraturan tersebut disusun dalam rangka pelaksanaan UU No. 22 tahun 1999 dan UU No. 25 tahun 1999 berfungsi sebagai petunjuk bagi daerah untuk memperoleh pinjaman.
Bila membaca isi dari Peraturan Pemerintah No. 107 tahun 2000 tersebut, ternyata, dapat menjadi suatu pembahasan yang menarik untuk diamati serta dikaji. Tesis ini mencoba untuk melihat sejauh mana PP No. 107 tahun 2000 yang disusun sedemikian rupa dapat menfasilitasi pemerintah daerah untuk memperoleh pinjaman luar negri.
Kebutuhan akan pinjaman oleh pemerintah daerah itu sendiri pada dasamya dimanfaatkan bagi pembangunan daerah untuk kepentingan masyarakat banyak. Dalam perkembangannya, sesuai dengan diberikannya otonomi kepada daerah maka, untuk melaksanakan pembangunan tampaknya daerah sudah harus mengupayakan sendiri pembangunannya begitu pula dengan anggarannya. Dengan berlakunya UU No. 25 tahun 1999 maka subsidi daerah otonom (SDO) dan instruksi presiden (INPRES) telah dihapus, dan sebagai penggantinya dialokasikannya dana alokasi umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (OAK).
Dengan adanya otonomi penuh maka, daerah harus berupaya untuk menggali potensi yang dimilikinya dan mengatur diri sendiri, namun, disadari bahwa kemampuan dan potensi daerah diIndonesia berbeda-beda.
Perbedaan inilah yang harus ditangani dengan bijaksana untuk menghindari kecemburuan antar daerah. Bagi daerah yang memiliki sumber daya alam yang besar maka sudah barang tentu dapat dipastikan daerah tersebut dapat lebih maju ketimbang daerah yang potensi alamnya kurang. Kemampuan penerimaan dan pemenuhan kebutuhan daerah juga menjadi tolok ukur suatu daerah untuk dapat memperoleh pinjaman. Di samping kemampuan dalam penerimaan dan pemenuhan kebutuhan daerah, pemerintah melalui PP 107 tahun 2000 juga telah menetapkan ketentuan bahwa daerah dapat melakukan pinjaman dengan prosedur persetujuan yang berjenjang yakni persetujuan dari DPRD untuk tingkat daerah dan kemudian persetujuan Menteri Keuangan untuk tingkat pusat, dan persetujuan itu pun dapat diberikan sepanjang memenuhi ketentuan .
Tesis ini sebenamya bertujuan untuk melihat sejauh mana kemungkinan daerah dapat memperoleh pinjaman baik domestik maupun luar negeri, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam PP 107 tahun 2000 tentang Pinjaman Daerah, UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan UU No. 25 tahun 1999 mengenai Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah.
Secara prinsip, ketentuan yang ada dalam PP 107 tahun 2000 sebenamya cukup memadai dalam menata prosedur pemerintah daerah dalam melakukan pinjaman. Namun, saat ini beberapa faktor-faktor baik ekstemal maupun internal ternyata dapat menjadi penghambat bagi pemerintah daerah dalam memperoleh pinjaman luar negeri.
Tampaknya pemerintah daerah hingga saat ini dan untuk dua tahun kedepan atau lebih, tampaknya masih sulit untuk memperoleh pinjaman luar negeri. Lalu apakah ini berarti dimasa mendatang pinjaman luar negeri oleh pemerintah daerah tidak atau dapat dilakukan? Jawaban atas pertanyaan ini sedikit banyaknya dicoba dijelaskan dalam tesis ini."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2002
T1789
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>