Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 94083 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nur Anita Setyawati
"Kota Yogyakarta yang menjadi pusat pemerintahan Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki situs-situs bersejarah yang menjadi sumber daya dalam pariwisata. Terdapat sembilan objek wisata sejarah di Yogyakarta, yaitu Kraton Yogyakarta, Puro Pakualaman, Tamansari, Benteng Vredeburg, Museum Sasmitaloka, Museum Sonobudoyo, Museum Dewantara Kirti Griya dan Museum Perjuangan. Dalam menentukan perkembangan objek wisata sejarah dan hubungannya dengan kegiatan ekonomi disekitarnya digunakan analisis spasial dan statistik. Hasil yang didapatkan yaitu Puro Pakualaman dan Museum Sasmitaloka berada pada perkembangan tahap tiga; Kraton Yogyakarta, Benteng Vredeburg dan Museum Sonobudoyo berada pada perkembangan tahap lima; sedangkan sisanya berada dalam tahap empat. Hubungan antara perkembangan objek wisata sejarah dengan kegiatan ekonomi sekitar yang berupa perhotelan, rumah makan dan toko cinderamata tidak berkorelasi."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2010
S34190
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andre Wirasakti
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1998
S48213
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdurrachman Surjomihardjo
Yogyakarta: Yayasan Untuk Indonesia, 2000
959.8 ABD k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Mulyati
"ABSTRAK
Penelitian ini membahas tentang bentuk awal dan perkembangan tata kota Yogyakarta pada tahun 1756-1824 H. Dari pembahasan tersebut kemudian akan dikaji pula menge_nai faktor-faktor yang mempengaruhinya. Tujuan penelitian ini diharapkan dapat menggambarkan tata kota Yogyakarta dan perkembangannya pada periode awal terbentuknya tata kota dan faktor apa saja yang mempengaruhinya.Sebagai sumber data utama dalam penelitian ini adalah kota Yogyakarta periode awal yaitu tahun 1756-1824, yang secara administratif sekarang termasuk dalam wilayah kotamadya Yogyakarta. Selain itu juga digunakan peta-peta perkembangan kota Yogyakarta dari tahun 1756, 1785, 1790 dan 1824. Agar penelitian ini dapat mencapai tujuan yang diharapkan, maka digunakan juga sumber data sekunder berupa peta Yogyakarta tahun 1994, serta kepustakaan mengenai sejarah kota Yogyakarta dan perkotaan, baik sejarah berdirinya kota maupunsejarah pemerintahannya dan politik. Di samping itu juga. kepustakaan mengenai keadaan lingkungan geografi, keadaan penduduk dan perekonomian serta kosmologi dan orientasi nilai. Penelitian ini dilandasi oleh pemikiran bahwa apapun dasarnya sebuah kota tentu memiliki bentuk awal, bentuk awal dari perkembangan kota dalam perjalanan sejarahnya tidak terbentuk dengan sendirinya melainkan dibentuk dan dipengaruhi oleb banyak faktor. Bentuk awal dan perkemban_gan tata kota serta faktor-faktor yang mempengaruhinya dapat ditelusuri melalui keterangan sejarah baik berupa peta maupun sumber-sumber tertulis. Hasil dari penelitian ini adalah berdasarkan penga_matan dari peta-peta yang berhasil dikumpulkan, diketahui bahwa pembangunan fisik kota Yogyakarta berawal dari pembangunan kraton yang dimulai dengan terlebih dahulu membuka hutan Beringan. Kraton tersebut terletak di desa Pacetokan antara sungai Winongo di sebelah barat dan sungai Code di sebelah timur . Kemudian pada peta tahun 1765 mulai tampak munculnya pemukiman di dalam benteng dan di sekitar benteng. Pada peta tahun 1790 perkembangan kota Yogyakarta terlihat mengarah ke arah utara. Hal ini ditandai dengan beragamnya jenis bangunan dan pemukiman di wilayah ini. Dengan demikian berdasarkan lokasinya unsur-unsur pendukung dan pembentuk kota Yogyakarta, terbagi menjadi 2 yaitu: di dalam benteng dan di luar benteng kraton. Sehingga pada peta tahun 1824 terlihat perkembangan kota Yogyakarta memanjang dari arah selatan ke utara di antara aliran sungai. Sematara itu di sisi barat dan timur kota tidak banyak mengalami perkembangan. Perkembangan kota mulai tampak meluas disebelah timur sungai Code dengan berdiri_nya Pura Pakualainan di wilayah ini, pada tahun 1813 H. Dari pengamatan terhadap perkembangan kota terlihat bahwa tata kota Yogyakarta bercirikan tata kota Islam (tradisional) pada umumnya. Susunan unsur-unsur pembentuk tata kota di Yogyakarta mengikuti susunan tata, kota Islam (tradisional), yaitu: kraton dan alun-alun berada di tengah kota, masjid di sebelah barat alun-alun, pasar di sebelah utara alun-alun dan pemukiman yang tersebar menge_lilingi kraton serta jaringan jalan yang saling berpo_tongan membentuk bujur sangkar. Dengan demikian perkembangan kota Yogyakarta diawali dengan pembangunan kompleks kraton sebagai prioritas utama, kemudian dilakukan pembangunan terhadap unsur-unsur kota yang lain seperti benteng keliling kraton, kompleks Taman Sari, Masjid Agung, pasar, tugu dan benteng Vredeburg. Sehingga unsur-unsur tata kota Yogyakarta berdasarkan jenis dan fungsinya dapat dikelompokkan menjadi :
- jaringan jalan;
- bangunan-bangunan umum;
-bangunan pertahanan-keamanan;
- bangunan hunian.
Melalui data sejarah perkembangan kota dan data kepustakaan lainnya dapat diketahui mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan kota Yogyakarta serta penyebab terjadinya perubahan. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan kota Yogyakarta tersebut adalah faktor jumlah penduduk, faktor penguasaan terhadap lingkungan dan kemajuan teknologi serta faktor politik dan ekonomi.

"
1996
S13876
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
"Sendang (spring) Sriningsih is a spiritual tour object that has a beatiful scenery because it is located between two maountains areas, mentorogo and Ijo. The other attraction from this sendang is that in the night before thrusday kliwon (Javanese calender system) and friday kliwon, many pilgrims come from various places to lead a religious there...."
PATRA 10 (3-4) 2009
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Irmawati Marwoto Johan
Depok: Fakultas Ilmu Pengatahuan Budaya Universitas Indonesia, 1991
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Abdurrachman Surjomihardjo
Jakarta: Dinas Museum dan Pemugaran Propinsi DKI Jakarta , 2000
915.982 ABD s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Akhmad Shidiq Darajat
"Kabupaten Bantul memiliki berbagai potensi wisata seperti wisata alam dan wisata budaya. Potensi wisata tersebut perlu didukung sarana dan prasarana yang baik untuk mengembangkan objek wisata sehingga menarik wisatawan. Beberapa objek wisata di Kabupaten Bantul masih membutuhkan perbaikan terhadap sarana dan prasarana. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tahap perkembangan objek wisata di Kabupaten Bantul dan menganalisis hubungan antara tahap perkembangan objek wisata dengan jenis objek wisata dan bentuk medan Kabupaten Bantul. Variabel yang digunakan meliputi jumlah wisatawan objek wisata, fasilitas objek wisata primer, sekunder dan kondisional, aksesibilitas, komersialisasi, dan promosi. Metode yang digunakan adalah analisis spasial dan analisis statistik chi-square. Data yang telah diperoleh dari masing-masing objek wisata dikelompokkan berdasarkan tahap perkembangan objek wisata. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tahap perkembangan objek wisata di Kabupaten Bantul berada pada tahap perkembangan kedua Involvement, tahap pekembangan ketiga Development dan tahap perkembangan keempat Consolidation. Berdasarkan analisis statistik menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara jenis objek wisata dan bentuk medan terhadap tahap perkembangan objek wisata pada tingkat signifikansi = 0,05.

Bantul Regency has various tourism potentials such as nature tourism and cultural tourism. Tourism potential need to be supported by good facilities and infrastructure to develop tourist object so as to attract tourists. Several tourism object in Bantul Regency still need improvement on facilities and infrastructure. This study aims to analyze the development stage of tourism object, analyzing the development stage of the tourism object based on the type of tourism object and terrain of bantul regency. Variables used include the number of visitor tourism object, tourism object facilities primary, secondary and conditional , accessibility, commercialization, and promotion. The data have been obtained from each tourism object is grouped based on the development stage of tourism object. The method used are spatial analysis and statistical analysis chi square. The results showed that the stage of development of tourism object in bantul regency is in the second stage of development involvement , third development stage development and fourth stage of development consolidation . Based on statistical analysis shows no significant relationship between type of tourism object and terrain towards the development stage of the tourist object at the level of significance 0.05.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Noni Huriati
"Perkembangan Kota Yogyakarta yang semakin tinggi intensitasnya dihadapkan pada keterbatasan lahan di pusat kota, akibatnya perkembangan akan mengarah ke daerah pinggiran kota yang secara administratif termasuk dalam wilayah Kabupaten Bantul dan Sleman. Penelitian ini menyampaikan penjelasan tentang perkembangan yang terjadi di daerah pinggiran Kota Yogyakarta, dilihat dari perkembangan permukimannya dalam kurun waktu tahun 1992-2006 terkait dengan variabelvariabel yang diteliti dan konsep keruangan Jawa di daerah tersebut. Perkembangan yang terjadi di daerah pinggiran ini dapat diidentifikasi dari perkembangan permukiman.
Perkembangan permukiman ini dipengaruhi oleh jaringan jalan, fasilitas pendidikan, ketetapan pemerintah dan prakarsa pengembang. Selain itu, pengaruh dari konsep keruangan Jawa juga masih terlihat dalam perkembangan yang terjadi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perkembangan yang terjadi bersifat memanjang dan konsentris, serta mengarah ke utara dan selatan, kemudian dari timur ke barat. Walaupun konsep keruangan Jawa tersebut masih terlihat, tetapi dalam perkembangan yang terjadi pola yang ada lebih dipengaruhi oleh keberadaan penarik lain seperti keberadaan kampus.

The development of Yogyakarta City that has inclined in intensity faced with the limitation of land in the city causes its development course to the urban fringe area, which administratively is in the Bantul and Sleman Regency. This research inform descriptions about the development that happens in the urban fringe area in Yogyakarta City, viewed from the development of its settlements during 1992-2006 concerned with the research variables and Javanese spatial concept in the area. The development which happens in urban fringe area can be identified from the change of settlement.
This change of settlement is affected by roads, facility of education, government policy and advisor?s developer. Furthermore,the influence of Javanese spatial concept can still be seen from development of settlement. The output of research shows that such development is linear and concentric, as well as directing to northward and southward, then from the east to the west. Though the Javanese spatial concept mentioned is still seen, however the development of the exiting pattern is affected more from on other variables such as the existence of campus.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2008
S34156
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>