Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 34739 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Intan Kurnia Sari
"Squatter Area merupakan suatu wilayah permukiman kumuh yang berdiri di lahan illegal. Salah satunya ialah squatter area di Ci Liwung yang secara administrasi masuk ke dalam DKI Jakarta. Berdasarkan aspek intensitas penggunaan tanahnya squatter area di bagi menjadi 3, yaitu squatter permanen, squatter tumbuh, dan squatter potensial. Kondisi lingkungan yang kumuh dan masyarakatnya yang tergolong komunitas miskin menyebabkan masyarakat di squatter area rentan terhadap masalah kesehatan. Dengan melihat indikator tingkat kesehatan masyarakat berupa tingkat kematian bayi, angka kejadian penyakit dan status gizi balita maka dapat ditentukan bagaimana tingkat kesehatan masyarakatnya. Selain itu juga dilihat berdasarkan kondisi lingkungan berupa kualitas permukimannya dan kondisi sosial ekonomi masyarakatnya yaitu dari tingkat pendidikan dan pendapatan masyarakatnya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kesehatan masyarakat tinggi berada pada squatter permanen, tingkat kesehatan sedang di squatter tumbuh dan tingkat kesehatan rendah di squatter potensial. Selain itu kondisi lingkungan dan kondisi sosial ekonomi berpengaruh terhadap tingkat kesehatan masyarakat, dimana semakin baik kualitas permukiman dan semakin tinggi tingkat pendidikan serta tingkat pendapatan masyarakatnya maka akan semakin tinggi pula tingkat kesehatan masyarakatnya, begitu pula sebaliknya."
Depok: Universitas Indonesia, 2009
S34129
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rocky Setya Budi
"Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 43 Tahun 2019 Tentang Pusat Kesehatan Masyarakat, Puskesmas menyelenggarakan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) dan Upaya Kesehatan Perseorangan (UKP) tingkat pertama, dengan mengutamakan upaya promotif dan preventif tanpa mengabaikan upaya kuratif maupun rehabilitatif. Di era Jaminan Kesehatan Nasional, fungsi puskesmas lebih banyak melakukan pengobatan dari pada pencegahan penyakit. Puskesmas memiliki Puskesmas Pembantu sebagai jaringan yang sebenarnya dapat memperkuat UKM dan UKP di tingkat Desa/Kelurahan jika Puskesmas Pembantu menjadi Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP). Namun, belum ada kebijakan tentang puskesmas pembantu dapat menjadi FKTP. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan Pendekatan teori proses analisis kebijakan William N. Dunn. Lokasi penelitian di Puskesmas Perkotaan (Kota Solok), Puskesmas Perdesaan (Kabupaten Tanah Datar), Puskesmas Terpencil (Kabupaten Solok Selatan), serta di Direktorat Tata Kelola Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan yang dilaksanakan pada bulan juni sampai juli 2023. Penelitian dilaksanakan dengan wancara mendalam terhadap 9 orang Kepala Puskesmas, 9 orang penanggungjawab Puskesmas Pembantu, 9 orang Masyarakat, Plt. Direktur Tata Kelola Masyarakat, dan Fokus Group Discussion (FGD) terhadap 4 orang Tim Kerja Kebijakan Puskesmas dan Integrasi Layanan Primer, serta telaah dokumen. Temuan penelitian mengungkapkan, Puskesmas memiliki beban kerja yang berat dan lebih fokus pada pelayanan pengobatan, akses masyarakat terhadap FKTP belum semuanya mudah dijangkau oleh masyarakat, belum ada kebijakan yang mengatur wewenang Puskesmas Pembantu sebagai FKTP, dan sebenarnya Puskesmas Pembantu telah layak dijadikan FKTP Klinik Pratama. Diharapkan ada Peraturan Menteri Kesehatan tentang Puskesmas Pembantu menjadi FKTP Klinik Pratama untuk memperkuat Upaya Kesehatan Masyarakat dan Upaya Kesehatan Perorangan yang terintegrasi di tingkat Desa/Kelurahan.

Based on the Regulation of the Minister of Health Number 43 of 2019 concerning Puskesmas, the Puskesmas organizes first-level Public Health Efforts (UKM) and Individual Health Efforts (UKP), with priority on promotive and preventive efforts without neglecting curative and rehabilitative efforts. In the era of the National Health Insurance, the function of the puskesmas was more to treat disease than to prevent disease. The health center has a sub-health center as a network which can actually strengthen UKM and UKP at the Village/Kelurahan level if the sub-health center becomes a First Level Health Facility (FKTP). However, there is no policy regarding how auxiliary puskesmas can become FKTPs. This study uses qualitative research methods with William N. Dunn's policy analysis process theory approach. The research locations were Urban Health Centers (Solok City), Rural Health Centers (Tanah Datar Regency), Remote Health Centers (South Solok Regency), as well as at the Ministry of Health's Directorate of Public Health Management which was conducted from June to July 2023. The research was conducted with in-depth interviews with 9 Heads of Health Centers, 9 people in charge of Supporting Health Centers, 9 people from the Community, Plt. Director of Community Governance, and Focus Group Discussion (FGD) of 4 Community Health Center Policy Work Teams and Integration of Primary Services, as well as document review. The research findings revealed that Puskesmas have a heavy workload and are more focused on medical services, not all of the community's access to FKTPs are easy for the community to reach, there is no policy that regulates the authority of Puskesmas Pembantu as FKTPs, and actually Puskesmas Pembantu are appropriate to be made Primary Clinic FKTPs. It is hoped that there will be a Regulation of the Minister of Health regarding Puskesmas Pembantu to become Primary Clinic FKTPs to strengthen Integrated Public Health Efforts and Individual Health Efforts at the Village level."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eliha Mahsuna
"Puskesmas merupakan penanggungjawab penyelenggara upaya kesehatan untuk jenjang tingkat pertama. Kota Tangerang Selatan memiliki 25 Puskesmas yang tersebar di 7 Kecamatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola keruangan Puskesmas di Kota Tangerang Selatan berdasarkan: 1 pola sebaran Puskesmas, 2 kualitas Puskesmas, 3 Kunjungan Puskesmas dan 4 keterjangkauan penduduk mengakses Puskesmas. Metode yang digunakan adalah analisis tetangga terdekat untuk mengetahui sebaran Puskesmas, uji one way ANOVA untuk melihat hubungan antara kualitas Puskesmas dengan jumlah kunjungan pasien dan Locations Quotient LQ untuk melihat keterjangkauan Puskesmas. Berdasarkan analisa tetangga terdekat terlihat pola sebaran 25 Puskesmas di Kota Tangerang Selatan bersifat seragam atau merata yaitu jarak antara lokasi satu dengan lokasi lainnya teratur dengan nilai NNR 1,407471. Berdasarkan kualitas Puskesmas dan kunjungan pasien menunjukkan adanya kecenderungan penduduk mengunjungi Puskesmas yang memiliki kualitas baik. Hal ini dikarenakan Puskesmas yang memiliki kualitas baik selain didukung oleh sarana prasarana pelayanan kesehatan yang memadai juga didukung oleh kondisi jaringan jalan yang baik yaitu jalan kolektor sekunder dan jalan arteri sekunder. Sehingga keterjangkauan penduduk mengakses Puskesmas lebih tinggi pada Puskesmas dengan kualitas baik yaitu 11 Puskesmas yang banyak dikunjungi oleh penduduk dan 14 Puskesmas yang sedikit dikunjungi oleh penduduk.

Primary Health Care is responsible for organizing health efforts to the first level. South Tangerang City has 25 health centers spread over in 7 districts. This study aims to determine the spatial pattern of Primary Health Care in South Tangerang City based on 1 the distribution pattern of health centers, 2 the quality of health centers, 3 visit health centers and 4 the affordability of the population access to Primary Health Care. The method is the nearest neighbor analysis to determine the distribution of the health center, one way ANOVA statistic test to look at the relationship between the quality of the health center with a number of patient visits and Locations Quotient LQ to look at the affordability of the health center. Based on the analysis of nearest neighbor distribution pattern seen 25 health centers in South Tangerang City are uniform or evenly the distance between the location of the other locations regularly with NNR value 1.407471. Based on the quality of the health center and visit the patients showed a tendency residents visited the health center which has good quality. This is because the health center which has a good quality in addition be supported by means of adequate health care infrastructure is also supported by the good condition of the road network is a secondary collector roads and secondary arterial roads. So the affordability of the population access to Primary Health Care higher in health centers with good quality with 11 health centers which are visited by residents and 14 health centers were little visited by residents.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Miladil Fitra
"Kegiatan penambangan emas skala kecil yang tidak dikelola dengan baik dapat berpotensi meningkatkan mineral logam berat termasuk mineral mangan dan keberadaannya dapat menyebar kewilayah sekitar pertambangan serta berpotensi menimbulkan risiko dan gangguan kesehatan masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk Mengestimasi tingkat risiko kesehatan pajanan mangan (Mn) dari air minum dan makanan terpilih pada populasi penduduk dan bukti-bukti gangguan kesehatannya di Kampung Curug Bitung, Kecamatan Nanggung. Penelitian ini merupakan studi Deskriptif Analitik dengan metode Analisis Risiko Kesehatan Masyarakat. Pengumpulan data dilakukan secara observasi, wawancara dan test konsentrasi mangan pada air minum dan makanan. Tingkat Risiko pajanan mangan dari air minum dan makanan di desa curug bitung tidak berisiko (RQ<1) ini berarti pajanan mangan wilayah Ring-1 area pertambangan emas tradisional Gunung Pongkor belum menyebar ke sekitar atau keluar Ring-1(Curug Bitung). Bagi penduduk yang memiliki aktivitas pengoperasian gelundung dihimbau untuk tidak membuang sisa tanah hasil olahannya didekat rumah, aliran air maupun di dekat lahan pertanian, karena dimungkinkan tanah buangan tersebut masih mengandung cemaran beberapa mineral lainnya yang berbahaya. Tanah sisa olahan bisa dikumpulkan di suatu area yang jauh dari sumber air dan lahan pertanian. Area tersebut bisa ditanami dengan tanaman lokal yang mampu menyerap kandungan logam dalam tanah seperti tanaman genjer.

Small scale gold mining activity that improperly managed can potentially increase the heavy metal minerals including manganese and its existence can spread to the area around the mining site and potentially pose a problem and public health risk. The study aimed to estimate the level of health risk due to the manganese (Mn) exposure from particular food and drinking and its evidences of health problems on the population in Curug Bitung village, Nanggung district. This was an analytical descriptive study and the method used analysis of Public Health Risk. The data were collected by observation, interview and manganese concentration test on drinking water and food. The risk level of manganese exposure from the drinking water and food in curug bitung village was found not to be a risk (RQ<1) which means that the manganese exposure in Ring-1 area of the traditional gold mining in Mount Pongkor has not spread yet in around the area or outside Ring-1(Curug Bitung). It is recommended for people who have a rod mill operating activity to avoid removing the residual soil from the process near their houses, water flow, and agricultural land because it is possible for the residual soil to still be containing some dangerous minerals contaminants. The residual soil can be gathered in the area that is far from the water resources and agricultural land. The area can be planted with local plants that are capable in absorbing the metal contents from the soil such as Genjer."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2015
T43635
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sulistiyani
"Status kesehatan masyarakat suatu bangsa memiliki hubungan yang erat dengan tahapan atau kondisi pembangunan sosial ekonomi dan lingkungannya, Komponen-komponen lingkungan seperti udara, air dan tanah berada dalam waktu dan ruang (spatial) yang sama. Ruang atau wilayah atau spatial dapat bermakna geografis, iklim, topografi dengan segala isinya termasuk udara, air dan tanah yang secara ekologis memiliki batas perbedaan seperti kesamaan peruntukan, kesamaan iklim, kesamaan ciri geografis dan lain-lain sehingga batas wilayah administrasi belum tentu merupakan suatu batas spatial.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui status kesehatan masyarakat di Jawa Tengah berdasarkan perbedaan wilayah spatial dari data Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995.
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan menggunakan data sekunder berasal dari data morbiditas SKRT 1995, dan rancangan penelitian yang digunakan adalah survey. Analisa statistik yang dilakukan adalah univariat dengan menggunakan bantuan program komputer SPSS for Windows release 6.0.
Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan jenis sakit untuk daerah Urban dan Rural, yaitu pada Rural terdapat jenis sakit endokrin, nutrisi dan metabolime sedangkan pada daerah Urban tidak muncul. Pada daerah Pantai, Peralihan dan Pegunungan juga terdapat perbedaan jenis sakit dimana pada Pantai terdapat jenis sakit urogenital, pada daerah Peralihan terdapat jenis sakit kulit dan pada daerah Pegunungan terdapat jenis sakit endolain, nutrisi & metabolisme. Jenis sakit tertinggi dari masing - masing daerah di Jawa Tengah adalah Digestiv. Jenis sakit Musculoskeletal tertinggi untuk daerah Pegunungan dan Rural Pegunungan. Daerah Banyumas, Cilacap dan Grobogan merupakan daerah yang mempurryai jenis sakit tertinggi di Jawa Tengah, yaitu Digestiv, Sirkulasi dan Respirasi untuk daerah Banyumas; Saraf untuk daerah Grobogan dan Mata untuk daerah Cilacap.

The public health status of a nation has close relation to the social - economic and environmental development condition. Environmental components such as air, water and soil are in the same space and time (spatial). The space or zone or spatial could mean the geography, the weather, the topography with all its content including the air, the water and the soil, which ecologically have disparities such the similarity of means, the similarity of weather, the similarity of geographical characteristics and so on. Therefore, the administrative region boundaries does not necessary mean the spatial boundary.
The objective of the research is to perceive the public health status in Central Java according to spatial regional differences from the data of Household Health Survey (SKRT) 1995.
This descriptive analysis is using secondary data form SIRT morbidity data 1995, and survey is used as research approach. The statistical analysis is univariant, executed by the assistance of SPSS computer program for Windows release 6.0.
The result obtained from this research shows that there are different diseases for the Urban and Rural area. In the Rural area there are endocrine, nutrition and metabolism diseases while in the Urban area are not found. Diseases found in the coastal are urogenital, in the buffer zone there are types of skin diseases and in the highland area there are diseases related to endocrine, nutrition and metabolism. In Central Java from each region, the highest rate of illness is due to digestion. Musculoskeletal is the highest for the highland and highland rural area. Banyumas, Cilacap and Grobogan are the three area where we found the highest rate of illness in Central Java. In Banyumas we found Digestion, Circulation and Respiratory diseases, while in Cilacap we found Eye diseases and Nervous diseases in Grobogan.
"
Depok: Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Hapsari Tjandrarini
"ABSTRAK
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dianggap dapat merefleksikan status pembangunan manusia. IPM merupakan indeks komposit yang salah satunya usia harapan hidup (UHH) yang diperoleh dengan metode tidak langsung. Oleh karena itu dibuat Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat (IPKM) yang merupakan kumpulan indikator kesehatan yang dapat mudah dan langsung diukur untuk menggambarkan masalah kesehatan yang berkaitan dengan UHH. Kerangka konsep menggunakan gabungan dari konsep H.L. Blum, Kesejahteraan Sosial, Keluarga Sejahtera, Indeks Pembangunan Manusia, Indikator Kebahagiaan, dan determinan sosial kesehatan, dengan mempertimbangkan keterbatasan data-data yang diperoleh dari Riskesdas 2007, Susenas 2007, dan Podes 2008. Sesuai tujuan penelitian maka kerangka konsep yang digunakan untuk melihat indikator kesehatan yang berperan mempengaruhi usia harapan hidup dan melihat peran indikator sektor lain yang mempengaruhi usia harapan hidup. Sampel yang digunakan 438 kabupaten/ kota yang tersebar di 33 provinsi. Pemilihan variabel sebagai kandidat dan untuk mendapatkan kelompok bobot menggunakan explanatory factor analysis, setelah terpilih dilakukan regresi linier untuk menentukan besaran bobot. Besaran bobot menunjukkan prioritas masalah yang harus diselesaikan terlebih dahulu. IPKM untuk tingkat nasional diperoleh dari 9 indikator, nilai korelasi dengan UHH 2007 sebesar 0,404 dan korelasi dengan IPM 2007 sebesar 0,497. Menggunakan hasil dari rumus terpilih dan dianalisis bersama-sama dengan komponen pembentuk IPM 2007 maka diperoleh nilai korelasi model sebesar 0,561. Pada model tersebut peran IPKM dalam menentukan nilai umur harapan hidup berkisar 17% dan peran terbesar pada pendidikan sebesar 64%. IPKM nasional dapat digunakan untuk membandingkan keberhasilan antar kabupaten/ kota. IPKM regional melihat masalah kesehatan spesifik di masing-masing regional. IPKM regional Jawa Bali mempunyai nilai korelasi terbaik sehingga dapat digunakan sebagai alat ukur keberhasilan pembangunan kesehatan. IPKM kabupaten dan kotamadya untuk melihat permasalah lokal di kabupaten dan kotamadya, namun model untuk kotamadya harus ditelaah kembali.

ABSTRACT
Human Development Index (HDI/IPM) can be used as a measure of human development status. IPM is a composite index which includes life expectancy age by indirect calculation as one of the composite variables. Therefore, the Public Health Development Index (PHDI/IPKM) is essential because it directly includes health indicators which describe health issues related to life expectancy. Conceptual framework in this study explains link between variables using numerous theoretical framework such as from H.L Blum, social welfare, family welfare, human development index, happiness indicators and social determinant of health. This study uses data from RISKESDAS 2007, SUSENAS 2007 and PODES 2008, with considering their specific limitations. This study aims to identify health indicators which contribute to life expectancy and determine other related indicators from non health sectors that associated with the life expectancy. Sample in this study includes population in 438 districts in 33 provinces in Indonesia. Candidate variables for weighted group were selected using explanatory factor analysis and followed by linear regression analysis to calculate the weight number. Weight number shows priority of the health issues that requires priority intervention. The national IPKM was calculated using nine indicators and the correlation values for 2007 life expectancy is 0.404 and correlation values for 2007 Human Development Index/IPM is 0.497. Using the selected formula and multivariate analysis of 2007 IPM components, the analysis shows model correlation value is 0.561. In this model, the IPKM contributes to the life expectancy measurement as high as 17% and the highest contribution is from the education factor (64%). The national IPKM can be used to compare performance in health development across districts. The regional IPKM describes the health issues specifically in each region. The regional IPKM for Java and Bali have the best correlation value, which means it can be used as the benchmark for health program performance in other regions. The district IPKM model can be used to illustrate the local health issues, but the model requires further analysis."
Depok: 2012
D1336
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Erni Suryani
"Perkembangan wilayah perkotaan di Indonesia cukup pesat baik dari sektor kependudukan, transportasi, maupun industri. Tingkat ketergantungan masyarakat perkotaan khususnya pada sarana transportasi yang menggunakan bahan bakar fosil pun cukup tinggi. Hal ini dapat dilihat bahwa kira-kira sebesar 70% penurunan kualitas udara ambien di DKI Jakarta dipengaruhi aktivitas transportasi.Menurunnya kualitas udara selanjutnya dapat mempengaruhi kesehatan manusia.
Berdasarkan latar belakang tersebut maka permasalahan dalam penelitian ini adalah' 1) Apakah terdapat korelasi antara besar kepadatan arus lalulintas dengan besarnya konsentrasi beberapa parameter udara ambien (CO, NOx, dan PM10) yang juga berasal dari emisi kendaraan bermotor, selama tahun 2002, dalam hal ini dianggap sebagai agen (agent)? 2) Apakah perubahan besar konsentrasi CO, NOx, dan PM10 pada udara ambien di lima wilayah di DKI Jakarta mempunyai pengaruh terhadap peningkatan jumlah penderita beberapa penyakit saluran pernapasan selama periode tahun 2002, dalam hal ini dianggap sebagai pejamu (host)?
Tujuan penelitian ini adalah: 1) Untuk mengetahui apakah terdapat korelasi serta bagaimana pola korelasi antara kepadatan arus lalulintas dengan perubahan besarnya konsentrasi beberapa parameter udara ambien di lima wilayah penelitian di DKI Jakarta selama periode tahun 2002 (agent). 2) Untuk mengetahui besar serta pola korelasi antara perubahan konsentrasi CO, NOx, dan PM10 yang terdapat di udara ambien di lima wilayah penelitian di DKI Jakarta dengan peningkatan jumlah penderita beberapa penyakit saluran pernapasan selama periode tahun 2002 (host).
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah, 1) Terdapat korelasi positif dan signifikan antara kepadatan kendaraan bermotor di beberapa ruas jalan di lima wilayah penelitian di DKI Jakarta dengan besarnya konsentrasi beberapa parameter udara ambien (CO, NOx, dan PMI0) yang diakibatkan oleh emisi kendaraan bermotor (agent), 2) Terdapat korelasi positif dan signifikan antara besarnya konsentrasi beberapa parameter udara ambien (CO, NOx, dan PM10) di DKI Jakarta yang diakibatkan oleh emisi kendaraan bermotor dengan banyaknya penderita beberapa penyakit saluran pernafasan di DKI Jakarta (host).
Analisis data dilakukan untuk membuktikan hipotesis yaitu analisis korelasi product-moment Pearson untuk membuktikan kedua hipotesis tersebut. Hasil analisis memperlihatkan bahwa:
Besarnya curah hujan yang terjadi sangat besar pengaruhnya terhadap besar konsentrasi polutan udara (PM10, CO, dan NOx), sehingga mempengaruhi pola korelasi antara kepadatan arus lalulintas dengan konsentrasi ketiga polutan udara, yang pada musim hujan rata-rata memiliki pola berlawanan arah. Sedangkan pada musim kemarau hasil korelasi antara kepadatan arus lalulintas dengan kedua polutan udara (PM10 dan CO) sebagian besar menunjukkan pola searah.
Baik pada musim hujan maupun kemarau korelasi antara konsentrasi polutan dengan jumlah penderita beberapa penyakit saluran pernapasan rata-rata memiliki pola searah. Maksudnya, bila konsentrasi polutan meningkat maka jumlah penderita beberapa penyakit saluran pernapasan meningkat pula. Lain halnya dengan pola korelasi antara besar konsentrasi CO dengan penderita beberapa penyakit pada saluran pemapasan pada musim kemarau, dimana rata-rata cenderung memiliki pola berlawanan arah.
Gejala di atas menunjukkan bahwa rata-rata pada musim kemarau di seluruh wilayah penelitian di DKI Jakarta untuk kedua faktor tersebut menunjukkan pola yang sama. Maksudnya adalah semakin meningkatnya nilai agent maka semakin rentan pula tingkat kesehatan masyarakat (host) di wilayah penelitian ataupun sebaliknya. Sementara rata-rata pada musim hujan hubungan antara agent dan host menunjukkan pola yang tidak sama/berlawanan. Hal ini menunjukkan bila konsentrasi polutan meningkat maka jumlah penderita beberapa penyakit saluran pernapasan menurun.
Berdasarkan hasil penelitian, maka disarankan:
Fenomena polusi udara yang terkait dengan kesehatan masyarakat dapat dijadikan satu pertimbangan bagi Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta maupun para perencana tata ruang propinsi DKI Jakarta dalam menata kembali ruang kota Jakarta serta kebijakan yang berkaitan dengan aktivitas transportasi perkotaan, seperti:
- penyediaan bahan bakar yang lebih ramah lingkungan,
- membatasi umur kendaraan,
- memperbaiki pelayanan transportasi umum agar penumpang lebih merasa amen dan nyaman.
Dalam pengaturan tata ruang kota ini perlu dipertimbangkan penyebaran faktor kegiatan, faktor kondisi udara yang bertambah buruk jika kepadatan arus lalulintas tidak mendapatkan solusi yang lebih baik. Hendaknya hasil dari pemantauan secara berkala yang telah dilakukan oleh masing-masing instansi bersangkutan dapat menjadi bahan evaluasi terpadu, yang bermakna bagi Pemerintah DKI Jakarta dalam merencanakan pembangunan yang lebih baik di masa mendatang.
Daftar Kepustakaan: 32 (1976-2004)"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2004
T11934
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indan Entjang
Jakarta: Departemen Kesehatan RI, 1975
614 IND i
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Umar Fahmi Achmadi
Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2014
362.1 UMA k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>