Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 119102 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rian Hidayat
"Skripsi ini membahas tentang perbandingan inversi data CSAMT 2 dimensi dari software MTsoft2D, MT2Dinv, dan WinGlink untuk dapat menampilkan penampang bawah tanah yang baik secara 2 dimensi sehingga dapat memetakan keberadaan mineralisasi emas. Ketiga software inversi tersebut menggunakan algoritma Non Linear Conjugate Gradient (NLCG). Sebelumnya data diolah dengan software Cmt Pro. Selain menggunakan data CSAMT dilakukan juga pemodelan 2 dimensi data IP-Resistivity dengan software Res2DInv yang bertujuan untuk memetakan zona alterasi di pennukaan dan juga sebagai data penunjang. Hasil kemudian ditampilkan secara 2D dengan perangkat lunak Surfer.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa software WinGlink lebih baik dibandingkan dengan software MT2DInv dan MTsoft2D. Karena hasil inversi dari software WinGlink sesuai dengan data bor, data geologi permukaan dan data IP-Resistivity di permukaan. Untuk itu software WinGlink dapat digunakan untuk memetakan keberadaan minerali emas di daerah prospek.

This thesis discusses the comparison of two-dimensional inversion of CSAMT data with
software MTsoft2D, MT2Dinv, and WinGlink to be able to show a good cross-section
underground in two dimensions so that it can map the presence of gold mineralization. Third inversion software uses the Non-Linear Conjugate Gradient algorithm (NLCG). Earlier data were processed with CMT Pro software. Besides using CSAMT data also conducted two-dimensional modeling of IP-Resistivity data with software that aims to map Res2DInv alteration zones on the surface as well as supporting data. Results are then displayed in 2D with Surfer software.
The results showed that the software WinGlink is better than MT2DInv and MTsoft2D software. Because the results of inversion of the software WinGlink in accordance with the data drilling, surface geological data and TP-Resistivity data on the surface. For that WinGlink software can be used to map the Occurrence of gold minerali in the prospect area."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2010
S29391
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Arifiani Palupi
"Skripsi ini membahas tentang Metode Controlled Source Audio Frequency Magnetotelluric (CSAMT) untuk mendeteksi keberadaan alterasi dan mineralisasi pada sistem urat. Dengan memanfaatkan sumber buatan guna mendapatkan sinyal yang stabil dengan cara menginjeksikan arus dari transmitter dan diterima oleh receiver. Frekuensi yang digunakan telah diatur yaitu frekuensi 5120 Hz - 64 Hz dengan target kedalaman hingga 1 km.
Hasil pengukuran berupa medan magnet dan medan listrik yang ditangkap oleh receiver kemudian dengan persamaan Cagniard diperoleh nilai resistivitas semu. Pengukuran dilakukan di daerah “X” dengan sistem epitermal. Dari data lapangan dilakukan proses editing dan smoothing menggunakan software CMTpro kemudian dilakukan inversi menggunakan Bostik Inversion pada software MTSoft2D.
Penggunaan metode CSAMT ini didukung dengan metode geofisika lain seperti magnetik. Metode CSAMT dapat memberikan gambaran bawah permukaan dengan penetrasi yang lebih dalam zona penyebaran emas serta didukung magnetik untuk mendapatkan korelasi pada kedalaman yang lebih dangkal.
Hasil pengolahan ditampilkan secara 2D dengan software surfer 9 dan Zond Mag 2D serta 3D dengan software Geoslicer-X. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada ke-empat lintasan yang digunakan ditemukan adanya 2 zona anomali dengan tahanan jenis>250 ohm..meterdan di dukung oleh profil magnet smooth yang teralterasisebagai data tambahan menjadi pendukung analisa resistivity untuk menguatkan adanya mineralisasi dan alterasi. Zona pertama dan kedua di interpretasikan sebagai mineralisasi berupa vein kuarsa.

This study discusses the Controlled Source Audio Frequency Magnetotelluric (CSAMT) method to to detect the presence of alteration and mineralization in the vein systems by utilizing artificial sources in order to obtain a stable signal by injecting current from the transmitter and accepted by the receiver. Frequency used set at 5120 Hz - 64 Hz with a target depth of up to 1 km.
Measurement results in the form of magnetic fields and electric fields are captured by the receiver, then using the equation of Cagniard, apparent resistivity values ​​obtained. Measurements was carried out in the area "X", which was an epithermal systems. Raw data were edited and smoothed by CMTpro software, and then do the inverted using the Bostick inversion on MTSoft2D.
The utilization of CSAMT method was supported by other geophysical methods such as magnetic Method. CSAMT method could provide subsurface picture with deeper penetration of gold’s distribution zones and supported by magnetic method to obtain the correlations at shallow depth.
Processing results were displayed in 2D using Surfer 9 and Zond Mag 2D software, while the 3D version using Geoslicer-X software. The results showed that along the four profiles measured was found 2 anomalie with resistivity >250 ohmmeter and also supported by altered smooth magnetic profiles as the additional data to consolidates the resistivity analysis of the existence of mineralization and alteration. The first and the second zone were interpreted as mineralisation of quartz vein.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2013
S47536
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dini Magfiroh
"Metode Controlled Source Audio-Frequency Magnetotellurics (CSAMT) mampu memberikan gambaran struktur batuan bawah permukaan yang diperkirakan mengandung mineral emas berdasarkan pola penyebaran dari nilai resistivitas di bawah permukaan serta berdasarkan kondisi geologi pembentukkan mineral emas di daerah prospek “X” yang termasuk dalam sistem epithermal dengan urat kuarsa (vein). Hasil dari pengukuran metode Controlled Source Audio-Frequency Magnetotellurics (CSAMT) pada tiap line pengukuran memberikan perbedaan nilai resistivitas yang diakibatkan oleh sifat fisik batuan yang berbeda. Pengukuran metode CSAMT ini dilakukan dengan menggunakan spasi antar titik pengukuran (sounding) sebesar 25 meter. Banyaknya jumlah line pengukuran adalah 4 line, dengan jarak antar line adalah 100 meter.
Dari hasil pengukuran data CSAMT kemudian dilakukan inversi dan setelah itu dilakukan pemodelan 3D. Hasil inversi dan pemodelan 3D data CSAMT tersebut mampu memberikan informasi penyebaran vein kuarsa yang berhubungan dengan deposit emas sehingga daerah prospek emas tersebut dapat terlokalisir.

Controlled Source Audio-Frequency Magnetotellurics Method (CSAMT) capable of providing images of rock structures under the surface of sulfide minerals (gold). Based on the geological conditions of formation of gold mineral prospects in the region “X” are included in the system with epithermal Quartz vein (vein). Results of measurement methods Controlled Source Audio-Frequency Magnetotellurics (CSAMT) on each line measurements provide the difference in resistivity values due to the physical properties of different rocks. CSAMT method of measurement is done by using the space between the measurement points (sounding) of 25 meters. A large number of line measurement is 4 line, with line spacing is 100 meters.
From the results of measurements and then performed CSAMT data inversion and then made 3D modeling. Results of inversion and 3D modeling CSAMT data is able to provide information dissemination quartz vein related gold deposits so that the prospect of gold can be localized."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2009
S29312
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ilma Afrilia Riska
"Di alam, emas berasal dari larutan hidrotermal dan diendapkan dalam bentuk endapan epitermal. Struktur berupa patahan berperan penting dalam proses pengendapan mineral emas karena merupakan jalan mengalirnya larutan hidrotermal menuju permukaan. Salah satu metode eksplorasi emas adalah metode gravitasi. Metode ini mengidentifikasi zona mineralisasi emas dari struktur patahan yang ada di daerah penelitian. Pemodelan inversi 3D merupakan salah satu metode dalam gravitasi yang dapat memberi informasi yang jelas pada target survey. Pemodelan tersebut dianggap lebih realistis karena bentuk model geometri dapat disesuaikan dengan bentuk benda sebenarnya di alam dan perhitungannya pun lebih akurat. Penelitian dilakukan berdasarkan hasil survey gravitasi Pongkor yang telah dilakukan oleh PT Antam Tbk. Endapan hidrotermal Pongkor termasuk ke dalam tipe endapan sulfidasi rendah. Pada tipe endapan epitermal sulfidasi rendah, emas diendapkan dalam urat-urat vein yang berasosiasi dengan patahan. Pengolahan data dilakukan dengan analisis derivative, analisis spektrum, dan pemodelan inversi 3D gravitasi. Berdasarkan hasil survey dan olah data, tampak bahwa zona mineralisasi emas berada pada bagian tengah daerah penelitian yang ditandai dengan anomali gravitasi yang tinggi pada struktur patahan. Patahan yang terdeteksi pada zona potensi mineralisasi emas adalah sebanyak 8 patahan. Dari hasil inversi 3D, zona mineralisasi emas tersebut memiliki densitas sebesar 2,8-3,34 g/cc.

In nature, gold are originated from hydrothermal liquid and deposited in epithermal deposit form. Structures such as faults have important role in the process of gold deposition since it is become the hydrothermal flow path to the surface. One of the method that can be used to do gold exploration is gravity method. This method identify the gold mineralization zone from faults on the research region. 3D inversion modeling is one of geophysics method that can give clear information on the target. The modeling can be said more realistic since the geometry model can be fitted with the real condition in nature and the measurement be more accurate. The research is done based on gravity survey result by PT Antam Tbk. Pongkor hydrothermal deposit categorized as epithermal low sulphidation. The processing data is done by do derivative analysis, spectrum analysis, and 3D gravity inversion modeling. Based on the survey result and processing data, gold mineralization zone are at the middle of research region that have high gravity anomaly at the faults. There are eight faults detected at the gold mineralization potential zone. From 3D inversion result, density of the gold mineralization zone is 2,74 3,34 g cc. "
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2017
S67159
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mashita Anjani
"Metode utama IP dan resistivitas yang didukung dengan data magnetik dapat mendelineasi zona mineralisasi emas berdasarkan nilai chargeability dan resistivitasnya. Pengukuran metode IP menggunakan domain waktu dan konfigurasi dipole-dipole sebanyak 4 lintasan dengan spasi elektroda 25 m. Pengukuran dilakukan di daerah ‘X’ yang mempunyai kondisi geologi pembentukan mineralisasi emas sistem epitermal sulfida tinggi yang terbentuk dengan kedalaman dangkal 100-500 m. Pengukuran metode IP menggunakan instrumen Supersting R8/IP. Dan dari pengukuran didapatkan data yang berupa chargeability semu dan resistivitas semu yang selanjutnya diinversi menggunakan software Res2Dinv untuk mendapatkan nilai chargeability dan resistivitas yang sebenarnya. Hasil pengolahan data IP ditampilkan secara 2D dengan software Res2Dinv dan visualisasi 3D menggunakan software Geoslicer-X.
Dari integrasi data IP, resistivitas dan magnetik didapatkan korelasi hasil berupa 3 zona menarik yang diinterpretasikan sebagai mineralisasi vuggy quartz dengan nilai chargeability > 400 ms yang disertai dengan nilai resistivitas > 800 Ohm.m dan respon profil magnetik yang berundulasi pada lintasan 200. Dan adanya zona lemah berupa patahan terdeteksi dengan nilai chargeability yang rendah yaitu sekitar < 50 ms, nilai resistivitas < 20 Ohm.m dan profil intensitas magnetik yang drop, yang merupakan jalur bagi larutan hidrotermal naik ke permukaan.

The main methods of IP and resistivity, supported by magnetic data can delineate zones of gold mineralization based on their chargeability and resistivity values​​. Measurement using time domain IP and dipole-dipole configuration of resistivity along 4 profiles with electrode spacing of 25 m. Measurements were carried out in the area "X" which had gold mineralization geological conditions of formation of high sulphidation epithermal systems formed in shallow depth of 100-500 m. Measurement was done by using instruments Supersting R8/IP IP. The data obtained from measurements in the form of apparent chargeability and apparent resistivity were subsequently inverted using the Res2Dinv software to get the value of the true chargeability and resistivity. IP data processing results displayed in 2D view using Res2Dinv software and 3D visualization using Geoslicer-X software.
From the integration of IP, resistivity and magnetic data correlation, resulted 3 interesting zone interpreted as mineralization of vuggy quartz with chargeability values​​ > 500 ms, resistivity values​​> 600 Ohm.m and undulated magnetic’s response curve along the profile 200. The existence of zone in form of the fault was detected as a low chargeability, at values ​ about < 50 ms, low resistivity at value about < 50 Ohm.m and dropped magnetic intensity profiles, which is interpreted as the pathway for hydrothermal solutions up to the surface.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2013
S46568
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nela Indra Sari
"Telah dilakukan identifikasi zona mineralisasi emas pada lapangan ldquo;GB rdquo; dengan menggunakan inversi 3D data magnetik. Lapangan ldquo;GB rdquo; merupakan daerah prospek mineral emas yang terletak di provinsi Jambi, Indonesia. Tipe mineralisasi pada lapangan tersebut berupa Epitermal Sulfidasi Tinggi dan porfiri Cu-Au yang telah terbentuk pada lingkungan hidrotermal. Karakteristik batuan ini adalah batuan intrusi intermediet asam sebagai batuan induknya. Batuan ini mengandung mineral bijih utama berbentuk tembaga dan emas serta mineral pengikut lainnnya yang bersifat magnetik. Oleh karena itu, metode magnetik sangat sensitif untuk mengidentifikasi daerah prospek mineralisasi emas. Pada penelitian ini akuisisi dilakukan dengan jarak 5 m antar titik stasiun yang terdiri dari 51 lintasan dengan jarak antar lintasan 100 m dan total panjang lintasan 16,5 kilometer. Identifikasi posisi, jenis serta kedalaman struktur bawah permukaan yang berhubungan dengan zona pembentukan emas diatas, dilakukan analisis derivatif dari perhitungan first horizontal derivative dan dekonvolusi Euler. Selanjutnya dilakukan pemodelan inversi dalam 3D untuk mengetahui gambaran yang lebih objektif dari tubuh batuan bawah permukaan. Dalam penelitian ini, data IP induced polarization digunakan untuk memverifikasi hasil data magnetik dengan melihat parameter resistivity dan chargeability zona prospek. Begitu juga dengan data geologi yang digunakan untuk mengetahui sebaran batuan yang menjadi lingkungan pengendapan emas. Hasil akhir penelitian ini teridentifikasi zona mineralisasi emas berada berupa lithocap dan body intrusi dengan perkiraan top body berada pada kedalaman 80 m dari permukaan topografi.

Identification of gold mineralization zone in ldquo GB rdquo field had been done using 3D Inversion magnetic data. ldquo GB rdquo field is a gold mineral prospect field, located in Jambi province, Indonesia. Mineralization type of this area are high epithermal sulphidation and porphyry Cu Au that have been formed in hydrothermal environment. The characteristic of this type is intermediate acid igneous rock as the host rock. This rock consist of mineral ores such as copper gold and magnetic gangue minerals. Therefore, magnetic method is very sensitive to identify gold mineral prospect zone. In this research, magnetic data was acquired by 5 m spacing between each station, that are consist of 51 lines with 100 m space between lines and the total length of lines is 16.5 kilometer. Identifying position, types and depth of subsurface structure relating to gold deposition environment, derivative analysis is done with first horizontal derivative and euler deconvolution calculation. Then, we make 3D inversion model, to delineate the subsurface structure objectively. In this research, induced polarization data is used to see resistivity and chargeability parameter of the prospect zone and also geological data to find out distribution of rock that associated with gold deposition environment. The result of this research, gold deposition zone is identified by lithocap and intrusion body with top of instruction rock at depth 80 m from the surface."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2017
S67506
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aditya Wira Perdana
"Metode Controlled Source Audio Frequency Magnetotelluric (CSAMT) memanfaatkan sumber buatan guna mendapatkan sinyal yang stabil dengan cara menginjeksikan arus dari transmitter dan diterima oleh receiver. Menggunakan frekuensi yang telah diatur yaitu frekuensi 6400 Hz - 2 Hz dengan target kedalaman > 1 km dan lama waktu pengukuran 30 menit pada setiap titik pengukuran. Hasil pengukuran yang didapat berupa medan magnet dan medan listrik yang ditangkap oleh receiver kemudian dengan persamaan Cagniard diperoleh nilai resistivitas semu. Pengukuran dilakukan di daerah ?A? dengan sistem hidrotermal tipe epitermal. Dari data lapangan dilakukan proses editing dan smoothing menggunakan software CMTpro kemudian dilakukan inversi menggunakan Bostik Inversion pada software MTSoft2D
Penggunaan metode CSAMT ini didukung dengan metode geofisika lain seperti IP, resistivity, dan magnetik. Metode CSAMT dapat memberikan gambaran bawah permukaan dengan penetrasi yang lebih dalam zona penyebaran emas serta didukung metode IP, resistivity dan magnetik untuk mendapatkan korelasi pada kedalaman yang lebih dangkal. Hasil pengolahan ditampilkan secara 2D dengan software surfer 9 dan 3D dengan software Geoslicer-X. Terdapat korelasi hasil CSAMT dengan respon resistivitas > 350 Ohm.m pada kedalaman 400 meter serta diperkuat dari data pendukung metode resistivity dengan resistivitas > 350 Ohm.m dengan respon profil magnetik yang berundulasi, dan nilai PFE tinggi > 4%, yang merupakan zona silifikasi pada lintasan 8 dan 9.

Controlled Source Audio Frequency Magnetotelluric (CSAMT) method is using an artificial to obtain a stable signal by injecting current from the transmitter and received by the receiver. Using preset frequency is 6400 Hz frequency - 2 Hz with a target depth of> 1 km and a long measurement time of 30 minutes, in each point of measurement. The measurement results obtained a magnetic field and electric field. and then use the equation Cagniard to get an apparent resistivity values. Measurements were taken in the area ?A? with type epithermal hydrothermal system. From the field data editing and smoothing process is carried out using software CMTpro. For the inversion is using a Bostik Inversion method with MTsoft2D.
CSAMT method is supported by other geophysical methods such as IP, resistivity and megntic. CSAMT method can provide subsurface with a deeper penetration of the gold zone, supported method for distributing IP, resistivity and magnetic fields to obtain the correlation in the lower depth. The processing results is present in 2D with surfer 9 and 3D software with software Geoslicer-X. There is a correlation of results with a response CSAMT resistivity > 350 Ohm.m at a depth of 400 meters and reinforced the supporting data with the resistivity method resistivity > 350 Ohm.m with an undulation magnetic response profile, and high PFE values > 4%, which is a silicified zone on lines 8 and line 9.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2011
S1148
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Muzzammil Al Macky
"Mineralisasi Emas terjadi karena naiknya cairan hidrotermal di bawah permukaan bumi oleh aktivitas tektonik. Aktivitas tektonik menyebabkan mineralisasi emas di beberapa lingkungan pengendapan, salah satunya adalah endapan epitermal sulfida rendah. Jenis endapan ini ditandai oleh suhu yang rendah dan dikontrol oleh banyak struktur geologi. Penemuan urat-urat vein dalam pemetaan geologi perlu didukung oleh eksplorasi geofisika untuk mengidentifikasi distribusi zona mineralisasi emas. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi zona mineralisasi emas berdasarkan data magnetik. selain itu, dilakukan interpretasikan struktur bawah permukaan berdasarkan analisis derivative dan pemodelan forward 2D serta 3D inversi untuk mendapatkan parameter suseptibilitas bawah permukaan terkait dengan struktur geologi dan zona mineralisasi emas. hasil dari penelitian ini di dapatkan batuan teralterasi yang di indikasikan sebagai pembawa zona mineralisasi emas lapangan MZ berada pada distribusi nilai anomali magnetik rendah-sangat rendah (<-50 nT),dan berada di zona patahan yang memiliki ciri kemenerusan data magnetik yang sempit mengikuti jalur patahan yang ada. Distribusi nilai ini terletak di zona X didaerah tenggara lapangan MZ. Berdasarkan hasil intepretasi gabungan inversi 3D magnetik dengan data gravitasi dan geologi pada zona X, dihasilkan 2 daerah Blok yang diduga sebagai zona persebaran mineralisasi emas yaitu Blok A dan B yang memiliki arah orientasi memanjang dari tenggara hingga barat laut , dimana zona ini memiliki nilai anomali residual graviti(tinggi) sekitar 3-7 mGal dan memiliki nilai suseptibilitas magnetik yang rendah(< -0.065)cgs di sertai dengan keberadaan patahan normal yang kompleks sehingga berkembang urat-urat mineralisasi bukaan (tension) yang memiliki arah sejajar dengan struktur pengontrolnya.

Gold Mineralization occurs due to rising of hydrothermal fluid in subsurface of the earth by tectonic activity. Tectonic activity causes gold mineralization in several depositional environments, one of them is low sulfidation epithermal deposit. This deposit type is characterized by relatively low temperature than high sulfidation epithermal deposit, And it is controlled by many geological structure. The Discovery gold vein in result of surface geological mapping need to be supported by geophysics exploration to identify distribution of gold mineralization zone. This research is aims to identifiy gold mineralization zone based on magnetic data and zoning gold mineralization potential area. in addition, it interpret subsurface structure based on derivative analysis and 2D-3D inversion modelling to obtain subsurface suseptibility parameter related to geological structure and gold mineralization zone. the result of this research is altered rocks has indicated as indication of gold mineralization zone in MZ field that has low to very low anomaly magnetic distribution (<-50nT), and it is found in fault zone, which is available magnetic data continuity along the fault. This Distribution data is located in southeast area of MZ field. Based on the relation of 3D inversion magnetic interpretation,Gravity data, and geology data in zone X, two blocks area are thought to be distribution of gold mineralization, they are block A and B which have orientation directions along southeast to northwest, it has high value residual anomaly gravity (about 3-7mGal) and has low value magnetic suseptibility (<-0.065cgs), it is located in complex normal fault zone, it possible to develop (tension) open vein mineral which are parallel to their structure control."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pelangi Wiyantika
"Penelitian ini dilakukan di lapangan GB untuk mendeteksi keberadaan mineral emas dengan metode Induced Polarization IP . Berdasarkan geologi, terdapat adanya sistem epitermal sulfidasi tinggi di wilayah ini. Hal ini ditandai dengan munculnya keberadaan mineral-mineral logam seperti Au, Cu, dan konsentrasi yang cenderung asam di permukaannya. Mineral emas sendiri merupakan mineral yang bersifat diamagnetik, lunak, dan berasosiasi dengan mineral sulfida. Emas terbentuk akibat dari adanya proses magmatisme atau pengkonsentrasian di permukaan. Mineral emas terangkut oleh fluida hidrotermal ke permukaan dan terbentuk dalam lingkungan hidrotermal dimana ia terbawa ke permukaan bersama dengan senyawa-senyawa yang berikatan dengannya. Metode IP memanfaatkan beda potensial sebagai parameter dalam melakukan pengukuran untuk mendeteksi keberadaan mineral-mineral konduktif di bawah permukaan tanah. Kelebihan metode IP dibanding metode lain adalah kemampuannya mendeteksi mineral logam yang tersebar. Pada penelitian ini digunakan dari 6 data line IP yang dibentangkan ke arah Barat ndash; Timur serta didukung oleh data magnetik. Data diolah dengan inversi 2D dan dimodelkan secara 3D dengan membentangkan hasil secara paralel. Hasilnya, nilai chargeability tertinggi bernilai > 200 ms pada kedalaman 400 meter. Hal ini didukung dengan nilai resistivity yang mencapai > 1000 ohm-meter. Dari data magnetik, nilai magnetik berkisar antara -199.3 nT sampai 244 nT.

This research was conducted in field GB to identify the presence of gold minerals by Induced Polarization IP method. Based on geology, there is a high sulfidation epithermal system in the region. This can be determined by the presence of metal minerals such as Au, Cu, and acid concentrations on the surface. Gold is a typical of mineral that is diamagnetic, pliable, and associated with sulphide minerals. It is formed as a result of the process of magmatism or metasomatism on the surface. The hydrothermal fluid content transports gold to the surface along with the other elements associated to it and is formed in hydrothermal environment. The IP method utilizes a potential difference as a parameter in performing measurements to detect the presence of underground conductive minerals. The advantage of IP methods compared to other methods is its ability to detect disseminated conductive minerals. This research use 6 line datas of IP which is extended to West ndash East and supported by magnetic data. Data is processed with 2D inversion and modeled in 3D by spreading results in parallel. As a result, the highest value of chargeability is 200 ms at a depth of 400 meters. This is supported by a resistivity value of 1000 ohm meter. From magnetic data, magnetic values range from 199.3 nT to 244 nT."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2017
S67122
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Safira Zulny
"Daerah penelitian “X” merupakan daerah prospek alterasi dan mineralisasi endapan emas yang termasuk dalam Zona Pegunungan Selatan Jawa bagian Timur. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik alterasi dan mineralisasi endapan emas meliputi kehadiran himpunan mineral alterasi, mineral bijih, geokimia bijih, tekstur mineralisasi, persebaran zona alterasi hidrotermal, serta paragenesa endapan mineral bijih pada daerah penelitian. Pada penelitian ini, terdapat empat metode yang dilakukan meliputi petrografi, mineragrafi, XRD, dan AAS. Analisis petrografi dilakukan untuk mengamati karakteristik tekstur urat, mengidentifikasi kandungan mineral penyusun batuan dan keterdapatan himpunan mineral penciri zona alterasi hidortermal pada sampel batuan. Analisis XRD dilakukan untuk mengidentifikasi asosiasi mineral-mineral ubahan yang terbentuk pada zona alterasi di daerah penelitian yang sulit teridentifikasi melalui analisis petrografi. Analisis mineragrafi dilakukan untuk mengetahui karakteristik mineral bijih yang hadir, tekstur mineral bijih, keterdapatan mineral bijih yang berasoasiasi dengan endapan emas, serta penentuan paragenesa endapan mineral bijih pada daerah penelitian. Analisis AAS dilakukan untuk mengetahui keterdapatan unsur logam beserta kadar masing-masing unsur logam yang teridentifikasi pada daerah penelitian. Berdasarkan analisis petrografi dan XRD, zona alterasi hidrotermal yang berkembang pada daerah penelitian terdiri dari zona alterasi argilik dan propilitik. Zona alterasi argilik dicirikan oleh kehadiran mineral montmorillonite dan dickite dengan temperatur pembentukan diperkiran pada rentang suhu 200°-250°C. Zona alterasi propilitik dicirikan oleh melimpahnya kehadiran mineral klorit, epidot, dan kalsit dengan temperatur pembentukan diperkiran pada rentang suhu 120°-320°C. Berdasarkan analisis petrografi menunjukkan kehadiran tekstur urat pada daerah penelitian meliputi tekstur comb dan mosaic. Berdasarkan analisis mineragrafi, mineral bijih yang hadir di daerah penelitian meliputi mineral magnetit, pirit, kalkopirit, galena, rutil, ilmenit, hematit, kalkosit, goethite, dan hydrous iron oxide dengan tekstur mineral bijih berupa tekstur open space filling, diseminasi, penggantian, intergrowth, colloform, dan eksolusi. Berdasarkan analisis AAS, kehadiran emas ditunjukkan oleh terdeteksinya kadar unsur logam Au sebesar 0,09 - 2,5 ppm. Terdapat beberapa unsur logam lainnya yang teridentifikasi pada analisis AAS meliputi Cu, Pb, Zn, dan Ag. Mineral bijih yang berasosiasi dengan endapan emas pada daerah penelitian meliputi mineral pirit, kalkopirit, dan galena. Paragenesa endapan mineral bijih daerah penelitian terbagi menjadi dua tahap pembentukan yang diawali oleh terbentuknya mineral primer pada tahap hipogen meliputi mineral magnetit, pirit, kalkopirit, galena, rutil, dan ilmenit serta dilanjutkan oleh terbentuk mineral sekunder pada tahap supergen meliputi mineral hematit, kalkosit, goethite, dan hydrous iron oxide. Berdasarkan karakteristik alterasi dan mineralisasinya daerah penelitian termasuk dalam sistem endapan porfiri dan epitermal sulfidasi rendah.

Research area "X" is a prospect area for alteration and mineralization of gold deposits which is included in the Southern Mountain Zone of Eastern Java. This research aims to determine the characteristics of alteration and mineralization of gold deposits including the presence of alteration mineral assemblages, ore minerals, ore geochemistry, mineralization texture, distribution of hydrothermal alteration zones, as well as the paragenesis of ore mineral deposits in the research area. In this research, four methods were used including petrography, mineragraphy, XRD, and AAS. Petrographic analysis was carried out to observe the texture characteristics of the veins, identify the mineral content that makes up the rock, and the presence of mineral assemblages that characterize hydrothermal alteration zones in the rock samples. XRD analysis was carried out to identify alteration mineral associations formed in alteration zones in the research area that are difficult to identify through petrographic analysis. Mineragraphic analysis was carried out to determine the characteristics of the ore minerals present, the texture of the ore minerals, the presence of ore minerals associated with gold deposits, as well as determining the paragenesis of ore mineral deposits in the research area. AAS analysis was carried out to determine the presence of metal elements and the levels of each metal element identified in the research area. Based on petrographic and XRD analysis, the hydrothermal alteration zone that develops in the research area consists of argillic and propylitic alteration zones. The argillic alteration zone is characterized by the presence of montmorillonite and dickite minerals with formation temperatures estimated to range from 200°-250°C. The propylitic alteration zone is characterized by the abundant presence of chlorite, epidote, and calcite minerals with formation temperatures estimated to range from 120°-320°C. Based on petrographic analysis, it shows the presence of vein textures in the study area including comb and mosaic textures. Based on mineragraphic analysis, the ore minerals present in the research area include magnetite, pyrite, chalcopyrite, galena, rutile, ilmenite, hematite, chalcocite, goethite, and hydrous iron oxide with the ore mineral textures shown including open space filling, dissemination, replacement, intergrowth, colloform, and exsolution. Based on AAS analysis, the presence of gold was indicated by the detection of Au metal element levels of 0.09 - 2.5 ppm. There are several other metal elements identified in AAS analysis including Cu, Pb, Zn, and Ag. The ore minerals associated with gold deposits in the research area include pyrite, chalcopyrite, and galena. The paragenesis of ore mineral deposits is divided into two stages, starting with the formation of primary minerals at the hypogene stage including magnetite, pyrite, chalcopyrite, galena, rutile and ilmenite and continued by the formation of secondary minerals at the supergene stage including hematite, chalcocite, goethite, and hydrous iron oxide. Based on the characteristics of alteration and mineralization, the research area is classified within the porphyry and low-sulfidation epithermal deposit systems."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>