Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 178315 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"99mTc-siprofloksasin merupakan salah satu radiofarmaka yang digunakan untuk mendiagnosis infeksi. Kedokteran nuklir rumah sakit juga telah memanfaatkan 99mTc-siprofloksasin untuk mengetahui efektivitas terapi dengan suatu antibiotik. Tujuan dari penelitian ini adalah mensintesis dan menganalisis 99mTc-siprofloksasin, serta menentukan uptake bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus yang resisten siprofloksasin. Pembuatan kit kering siprofloksasin dilakukan secara aseptis dengan cara liofilisasi, kemudian ditandai dengan 99mTcO4- sesaat sebelum digunakan. Uji kualitas 99mTc-siprofloksasin dilakukan dengan menentukan persentase kemurnian radiokimia menggunakan metode kromatografi. Fase diam Whatman1 dengan fase gerak etil-metil-keton akan memisahkan pengotor 99mTcO4- , sedangkan fase diam ITLC-SG dengan fase gerak campuran etanol:air:ammonia (2:5:1) akan memisahkan pengotor 99mTcO2. Kemurnian radiokimia yang diperoleh sebesar 85,670,98% (n=4). Escherichia coli wild-type dan Staphylococcus aureus wild-type yang resisten siprofloksasin diperoleh dengan cara diberikan siprofloksasin pada konsentrasi dibawah Kadar Hambat Minimal (KHM) secara berturut-turut selama 4 hari untuk Staphlylococcus aureus wild-type dan 5 hari untuk Escherichia coli wild-type. Bakteri yang telah resisten terhadap siprofloksasin kemudian dilihat uptake-nya terhadap 99mTc-siprofloksasin. Bakteri Staphylococcus aureus wild-type yang telah resisten siprofloksasin memberikan uptake sebesar 42,0910,35% (n=6). Bakteri Escherichia coli wild-type yang telah resisten dengan siprofloksasin memberikan uptake sebesar 32,76  3,80% (n=6)."
Universitas Indonesia, 2010
S33103
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kiki Rizki Lestari
"Radiofarmaka 99mTc-siprofloksasin merupakan salah satu radiofarmaka yang dikembangkan oleh BATAN untuk mendiagnosis infeksi dan mengetahui efektivitas terapi infeksi dengan suatu antibiotik. Resistensi bakteri terhadap suatu antibiotik menjadi suatu masalah bagi penggunaan radiofarmaka ini. Tujuan penelitian ini adalah untuk mensintesis, menganalisis radiofarmaka 99mTcsiprofloksasin, dan menentukan uptake bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus wild-type yang telah dibuat resisten terhadap kotrimoksazol. Bakteri dibuat resisten dengan memberikan antibiotik kotrimoksazol dibawah kadar hambat minimumnya selama berturut-turut lima hari untuk Escherichia coli dan empat hari untuk Staphylococcus aureus yang selanjutnya ditentukan uptake terhadap 99mTc-siprofloksasin. Radiofarmaka siprofloksasin dibuat dalam bentuk kit-kering secara aseptis dengan proses liofilisasi.
Preparasi radiofarmaka 99mTc-siprofloksasin dilakukan dengan penambahan radionuklida 99mTc, aktivitas 2-13 mCi ke dalam kit-kering siprofloksasin sesaat sebelum digunakan. Kontrol kualitas radiofarmaka dilakukan dengan menentukan pH, sterilitas, dan kemurnian radiokimia dengan metode kromatografi. Fase diam ITLC-SG dengan fase gerak larutan etanol, aquabidest, ammonia (2: 5: 1) memisahkan pengotor 99mTcO4 - sedangkan fase diam Whatman 1 dengan fase gerak Etil Metil Keton memisahkan pengotor 99mTcO2. Kemurnian radiokimia 99mTc-siprofloksasin yang didapat sebesar 87,45 ± 3,88% (n= 3). Bakteri Staphylococcus aureus yang resisten kotrimoksazol memberikan uptake sebesar 41,94 ± 7,17% (n= 6) dan bakteri Escherichia coli yang resisten kotrimoksazol memberikan uptake sebesar 37,12 ± 6,54% (n= 6)."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2010
S33144
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Putu Ayuwidia Ekaputri
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian Senyawa X yang merupakan senyawa turunan Forbazol terhadap hambatan pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dan Eschericia coli. Kerja Senyawa X dinilai dengan mengukur diameter hambatan pada kultur yang diberikan disc antibiotik berisi Senyawa X.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Terdapat hubungan bermakna antara pemberian Senyawa X dengan pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dan Eschericia coli; dan (2) Tidak terdapat hubungan signifikan antara perbedaan konsentrasi pemberian Senyawa X dengan hambatan pertumbuhan Staphylococcus aureus, sedangkan terdapat hubungan signifikan antara kenaikan konsentrasi pemberian Senyawa X pada konsentrasi 64 mg/L dan 128 mg/L dengan hambatan pertumbuhan pada Eschericia coli.

The aim of this research is to know the effect of X Compound which is the derivative of Phorbazol compound towards growth inhibition of Staphyloccocus aureus and Escheria coli. Activities of X Compound were evaluated by measuring the inhibition diameter of the bacteria cultures which were given antibiotic discs containing X Compound.
The research results show that: (1) there is significance correlation between addition of X Compound to the growth of Staphylococcus aureus and Escheria coli, and (2) there is no significance correlation between diference concentrations of X Compound to the growth inhibation of Staphylococcus aureus. However, there is significance correlation beween the concentration of 64 mg/L and 128 mg/L to the growth inhibition of Escheria coli.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anuarita Hasana
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2005
S32834
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyu Hidayat Ibrahim
"Senyawa Turunan pirazol dan isoksazol merupakan senyawa organik yang cukup penting karena memiliki bioaktivitas yang banyak. Beberapa katalis telah banyak digunakan untuk sintesis senyawa turunan pirazol dan isoksazol salah satunya adalah logam oksida. Katalis yang digunakan merupakan katalis heterogen yang disintesis dengan metode sol gel. Pada penelitian ini senyawa turunan pirazol dan isoksazol akan disintesis menggunakan nanokatalis CuO@SiO2. Hasil menunjukkan bahwa nanokatalis CuO@SiO2 berhasil disintesis dengan ukuran rata-rata 512,1 nm. Hasil sintesis nanokatalis CuO@SiO2 ini selanjutnya akan dikarakterisasi menggunakan FT-IR, SEM-EDX, XRD, dan PSA. Sintesis senyawa pirazol dilakukan dengan cara mencampurkan kurkumin dan variasi senyawa hidrazin yaitu hidrazin hidrat dan fenil hidrazin. Sedangkan sintesis senyawa isoksazol menggunakan kurkumin dan hidroksilamin hidroklorida. Kondisi optimum yang didapatkan yaitu menggunakan 2,5 mol katalis dengan pelarut asam asetat glacial pada suhu 70 C selama 8 jam. Persen yield yang dihasilkan pada kondisi optimum reaksi tersebut yaitu produk dari hidrazin hidrat sebesar 82,55 , fenil hidrazin sebesar 80,68 dan hidroksilamin sebesar 80,09. Produk hasil sintesis selanjutnya dikarakterisasi menggunakan FT-IR, UV-VIS, dan LC-MS. Uji Bioaktivitas antibakteri terhadap bakteri Staphylacoccus aureus dan Escherichia coli dilakukan dengan menggunakan metode dilusi cair yaitu melihat tingkat kekeruhan dari setiap sampel dengan mengukur Optical Density OD menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 625 nm. Hasil pengujian bioaktivitas antibakteri didapatkan Konsentrasi Hambat Minimal KHM dalam persen inhibisi untuk produk dari hidrazin hidrat, fenil hidrazin, dan hidroksilamin terhadap bakteri e. coli masing-masing sebesar 125 g/mL, 125 g/mL, dan 31.15 g/mL sedangkan pada bakteri S. aureus masing-masing sebesar 2.5 g/mL, 31.15 g/mL, dan 15.625 g/mL.

Pyrazole and isoksazole derived compounds are important organic compounds because the compounds have a lot of bioactivity. Some catalysts have been widely used for the synthesis of pyrazole derivatives and isoxazole derivatives one of which is metal oxide. The catalyst used is a heterogeneous catalyst synthesized by sol gel method. In this study the compounds derived from pyrazole and isoksazole will be synthesized using CuO SiO2 nanocatalyst. The results showed that the CuO SiO2 nanocatalyst was successfully synthesized with an average size of 512.1 nm. The results of the synthesis of CuO SiO2 nanocatalyst will then be characterized using FT IR, SEM EDX, XRD, and PSA. The synthesis of pyrazole compounds is done by mixing curcumin and variations of hydrazine compounds ie hydrazine hydrate and phenyl hydrazine. While the synthesis of isoksazole compounds using curcumin and hydroxylamine hydrochloride. The optimum condition was obtained using 2.5 mole of catalyst with glacial acetic acid solvent at 70 C for 8 hours. The yield percentage produced at the optimum condition of the reaction is the product of hydrazine hydrate by 82,55 , phenyl hidrazine by 80,68 , and hydroxylamine by 80,09 . The synthesized products are further characterized using FT IR, UV VIS, and LC MS. The antibacterial bioactivity test against Staphylacoccus aureus and Escherichia coli bacteria was performed by using liquid dilution method to observe the level of turbidity of each sample by measuring Optical Density OD using spectrophotometer at 625 nm wavelength. Antibacterial bioactivity test results obtained Minimum Inhibitory Concentration KHM in percent of inhibition for products of hydrazine hydrate, phenyl hydrazine, and hydroxylamine against bacteria e. coli of 125 g mL, 125 g mL, and 31.15 g mL respectively, while in S. aureus bacteria 62.5 g mL, 31.15 g mL, and 15.625 g mL, respectively.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizky Firstya Novani
"Infeksi adalah proses invasi dan pembiakan mikroorganisme yang terjadi di jaringan tubuh manusia yang secara klinis mungkin tidak terlihat atau dapat menimbulkan cidera seluler lokal akibat kompetisi metabolisme, toksin, replikasi intrasel atau respon antigen-antibodi. Agen penyebab infeksi antara lain adalah bakteri. Timbulnya resistensi bahkan multiresistensi yang menimbulkan banyak masalah dalam pengobatan penyakit infeksi. Sehingga diperlukan usaha untuk mengembangkan obat tradisional berasal dari tanaman yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri yang resisten terhadap antibiotik. Salah satu tanaman yang secara empiris digunakan sebagai obat antibakteri adalah binahong. Binahong (Anredera cordifolia (Tenore) Steen) adalah tanaman dari suku Anredera. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui aktivitas antibakterinya dan zat-zat kimia yang terkandung di dalam tanaman tersebut sebagai zat antibakteri. Ekstraksi tanaman dilakukan dengan metode maserasi menggunakan pelarut polar yaitu etanol 70 %. Kemudian dibuat 3 konsentarsi ekstrak yaitu 20%, 40%, dan 80%. Pengujian aktivitas antibakteri dilakukan dengan menggunakan metode difusi cakram kertas dengan mengamati diameter zona hambat. Hasil uji antibakteri ekstrak daun binahong memperlihatkan adanya aktivitas terhadap bakteri Staphylococcus aureus, Klebsiella pneumonia, dan Pseudomonas aeruginosa yang resisten terhadap beberapa antibiotik. Dan ekstrak daun binahong dengan konsentrasi 80% yang paling besar zona hambatnya. Digunakan kontrol positif yaitu antibiotik amoksisilin + asam klavulanat dan antibiotik siprofloksasin. Sedangkan kontrol negatif yang digunakan adalah etanol 70%.

Infection is the invasion and breeding of microorganisms that occurs in human body tissue which may not be apparent clinically or may cause local cellular injury due to competitive metabolism, toxins, intracellular replication or antigen-antibody response. Infectious agents include bacteria. The emergence of resistance or even multi-resistance can cause a lot of problems in the treatment for infectious diseases. Therefore, multi-resistance towards antibiotics becomes a severe problem. Thus, it is necessary to develop traditional medicines derived from plants that can kill the bacteria which resistant towards antibiotics. One of the plants empirically used as antibacterial drugs is binahong. Binahong (Anredera cordifolia (Tenore) Steen) is a plant from Anredera species. The research has been conducted to determine the antibacterial activity and chemical substances contained within the plant as an antibacterial agent. The extraction plant has been done by maceration method using a polar solvent that is 70% ethanol. Then made 3 extract concentrations of 20%, 40%, and 80%. Antibacterial activity has tested by using paper disc diffusion method in order to observing the inhibition zone. Antibacterial test results of binahong leaf extraction showed the activity against Staphylococcus aureus, Klebsiella pneumoniae, and Pseudomonas aeruginosa which were resistant to multiple antibiotics. And the leaf extract with a concentration of 80% binahong greatest inhibition zone. The positive control that was used are amoxicillin antibiotic + clavulanic acid and ciprofloxacin antibiotic, while the negative control that was used is 70% of ethanol."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2013
S45065
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fauzia
"Intensitas penggunaan antibiotik yang relatif tinggi menimbulkan berbagai permasalahan yang merupakan ancaman bagi masyarakat, terutama masalah resistensi bakteri terhadap antibiotik. Hal tersebut mendorong dilakukannya penelitian mengenai tanaman penghasil antibakteri alternatif. Mahkota dewa (Phaleria macrocarpa (Scheff) Boerl) merupakan tanaman asli Indonesia yang berasal dari Papua yang sudah dikenal sejak lama sebagai obat tradisional. Tanaman ini diketahui berpotensi mengobati berbagai penyakit seperti eksim, jerawat, dan luka gigitan serangga. Kandungan zat aktif yang terdapat pada tanaman mahkota dewa antara lain alkaloid, flavonoid, saponin, terpenoid, tanin, dan lignan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui daya antibakteri serta konsentrasi terbaik ekstrak etanol daging buah mahkota dewa dalam menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa, dan Klebsiella pneumoniae yang telah resisten terhadap beberapa antibiotik. Pengujian aktivitas antibakteri dilakukan dengan metode uji difusi agar menurut Kirby- Baurer dengan mengamati zona hambat pertumbuhan bakteri uji sebagai parameter. Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial dengan dua faktor, yaitu jenis bakteri dan konsentrasi ekstrak.
Hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh perlakuan terhadap pertumbuhan koloni bakteri uji dengan nilai konsentrasi terbaik 50%. Uji statistik dengan sidik ragam menunjukkan bahwa perbedaan jenis bakteri dan konsentrasi ekstrak masing-masing berpengaruh nyata (P<0,05). Interaksi antar kedua faktor tersebut pun memberikan makna yang nyata (P<0,05).

Relatively high intensity in using antibiotics caused variation problem that are a treat to society, especially bacterial resistance to antibiotic problems. This problems need to be solved with doing research about plant that could be used as alternative for producing antibacteri. Mahkota dewa (Phaleria macrocarpa (Scheff) Boerl) is a native plant, i.e from Papua that have been known as a traditional medicine. This plant is known had potential ability to cure many diseases, such as eczema, acne, and wound caused by insect bits. Active substance in this plant, e.g. alkaloid, flavonoid, saponin, terpenoid, tanin, and lignans.
The aims of this study to determine the best concentration of extract ethanol of the crown fruit of Mahkota dewa that showed the highest antibacterial activity in inhibiting the growth of Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa, and Klebsiella pneumoniae that was resistant to many antibiotics. Antibacterial activity assays was conducted with Kirby-Baurer agar diffusion method by observing bacterial growth inhibition zone as parameter. This study was completely randomized factorial design with two factors, the type of bacteria and extract concentration.
This study showed that the best concentration that inhibit the growth of bacterial colonial tested was 50%. Statistical test for variance analysis showed that difference type of bacteria and each of concentration extract was significantly (P<0,05). Interaction between the two factors also significant (P<0,05).
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2013
S44533
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nasution, Dian Hairani Gusdiningrum
"Penelitian mengenai aktivitas antimikroba sulfadiazina, trirnetoprim dan kombinasinya (eulfadiazina-trimeto-- prim) terhadap kuman Staphylococcus aureus, Escherichia coil dan Salmonella typhi telah dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi, Jurusan Farmasi, FMIPA bekerja sa ma dengan Bagian Mikrobiologi, FKUI, Jakarta. Staphylococcus aureus sebagai suatu kuman uji mewakili kuman positif-gram yang peka terhadap sulfadiazina dan trimetoprim, sedangkan Eacherichia coil dan Salmonella typhi mewakili kuman negatif-gram yang peka terhadap sulfadiazina dan trimetoprim. Tujuan penelitian mi adalah untuk mendapatkan nilai konsentrasi hambat minimum masing-masing dari sulfadiazina dan trimetoprim dan kombinasinya terhadap tiga spesies kuman tersebut di atas. Nilai konsentrasi hambat minimum (KHH) masing-masing dari sulfadiazina dan tnmetoprim dapat diperoleh dengan mudah dengan teknik pengenceran dalam tahung, sedangkan nilai KHM kombinasi sulfadiazina dan trimetopnim dapat diperoleh dengan mudah C Pula dengan metode papan catur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai KHM sulfadiazina dan trimetopnim dalam kombinasi secara bermakna lebih rendah daripada nilai KHM maeing-masing dari sulfadiazina dan trimetoprim. Hal mi ju ga menyatakan bahwa kombinasi sulfadiazina dan trimetoprini mempunyai efek sinergistik.
A research on the antimicrobial activities of sulfadiazine, trimethoprim and its combination against Staphylococcus aureus, Escherlchla coil and Salmonella typhi was carried out in the Laboratory of Microbiology, Department of Pharmacy, Faculty of Mathematics and Natural Sciences, in collaboration with the Department of Microbiology, Medical Faculty, University of Indonesia, Jakarta. Staphylococcus aureus as test bacteria represented the gram-positive bacteria which were sensitive to both sulfadiazine and trimethoprim, while Escherlchia coil and Salmonella typhi represented the gram-negative bacteria which were sensitive to both sulfadiazine and trimethoprim. The aim of the research was to look for the minimum inhibitory concentrations of sulfadiazine and tnmethoprim alone and in combination tested against three bacterial species mentioned above. Individual values of the minimum inhibitory concentration (MIC) of sulfadiazine and trimethoprim could be obtained by performing the tube dilution method, while valuesof the MIC of this combination could also he obtained easily by applying the checkerboard method. The results of the test showed that the values of the MIC of sulfadiazine and trimethoprim in combination were significantly lower, compared to the MIC values of sulfadiazine and trimethoprim alone. It was also obvious that the combination of sulfadiazine and trimethoprim showed a synergistic effect."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1992
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>