Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 141274 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Wahyu Astuti
"Telah dilakukan uji toksisitas ekstrak metanol empat spesies timun laut dari Kepulauan Seribu yaitu Holothuria coluber, Holothuria edulis, Actinopyga lecanora, dan Stichopus sp. Timun laut diekstraksi dengan metanol kemudian ekstrak dari spesies dengan aktivitas tertinggi difraksinasi cair-cair dengan nheksan, etil asetat, dan air. Fraksi yang paling toksik selanjutnya difraksinasi kembali menggunakan kromatografi kolom normal. Pengujian dilakukan dengan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Actinopyga lecanora memiliki toksisitas tertinggi dengan nilai LC50 227,094 μg/ml sementara fraksi paling aktif adalah etil asetat dengan LC50 158,276 μg/ml. Hasil pengujian pada fraksi hasil kolom memberikan nilai LC50 sebesar 84,202 μg/ml sebagai fraksi teraktif. Identifikasi dengan berbagai pereaksi kimia menunjukkan bahwa fraksi paling aktif tersebut diduga mengandung senyawa golongan flavonoid dan steroid/triterpenoid."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2010
S33130
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Anjar Prianto
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2010
S31639
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Arum Albuntana
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2010
S31643
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
"Teripang merupakan salah satu biota yang dapat dijadikan sebagai sumber senyawa
bioaktif dari laut. Senyawa tersebut memiliki efek biologi seperti anti kanker, jamur,
hemolisis dan aktivitas kekebalan tubuh. Tujuan penelitian ini adalah untuk menduga
tingkat toksisitas ekstrak empat jenis teripang yaitu Actinopyga miliaris, Holothuria
leucospilota, Bohadschia argus, dan Bohadschia marmorata dari Pulau Penjaliran
Timur Taman Nasional Kepulauan Seribu (TNKpS) Jakarta. Metode yang digunakan
pada penelitian ini adalah Brine Shrimp Lethalty Test (BSLT). BSLT merupakan salah
satu metode awal untuk menduga tingkat toksisitas suatu substansi bahan alam dengan
menggunakan larva udang Artemia salina. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
keempat jenis teripang tersebut bersifat aktif terhadap uji BSLT yang ditandai dengan
nilai LC50 kurang dari 1000 µg/ml. Keaktifan tertinggi diperoleh jenis B. argus dengan
nilai LC50 sebesar 69,254 µg/ml. Uji BSLT fraksi crude extract jenis H. leucospilota
menunjukkan bahwa fraksi air memiliki keaktifan tertinggi dengan nilai LC50 sebesar
50,968 µg/ml."
620 JITK 3:1 (2011)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Stefani
"Ikan lepu batu memiliki racun yang paling berbahaya dibandingkan jenis hewan laut beracun lainnya. Racunnya mengandung berbagai komponen bioaktif yang dapat dimanfaatkan, salah satunya yang sudah banyak diinvestigasi adalah stonustoxin (SNTX). Racun ikan lepu batu juga mengandung banyak protein dengan berat molekul sekitar 8-18 kDa yang jarang diteliti lebih lanjut aktivitasnya sehingga penelitian mengenai toksisitas kelompok protein tersebut sangat menarik untuk dilakukan. Salah satu pengujian toksisitas akut sederhana adalah Brine Shrimp Lethality Test (BSLT). Untuk mengetahui manfaat dari sifat toksik tersebut, salah satu caranya adalah dengan pengujian aktivitas antibakteri. Ikan lepu batu yang diperoleh dari Kepulauam Seribu, Indonesia diidentifikasi spesiesnya dan kemudian racunnya dipanen. Pemurnian fraksi 8-18 kDa dilakukan dengan FPLC menggunakan kolom HiTrap Q HP. Kemudian, dilakukan uji Lowry untuk menentukan konsentrasi protein, identifikasi SDS-PAGE, uji toksisitas BSLT, hingga pengujian aktivitas antibakteri. Pada penelitian ini, fraksi 8-18 kDa dengan kemurnian tertinggi diperoleh saat persen elusi garam 0%. Fraksi protein tersebut terbukti memiliki sifat toksik terhadap larva Artemia salina karena memiliki nilai LC50 sebesar 125,49 μg/mL. Hasil pengujian aktivitas antibakteri menunjukkan bahwa kelima varasi konsentrasi racun ikan lepu batu dan fraksi 8-18 kDa yang diberikan tidak dapat menginhibisi pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus, Escherichia coli, dan Salmonella typhii.

Stonefish has the most deadly venom compared to other venomous marine animals. Their venom contain various bioactive components that can be utilized, one of them is stonustoxin (SNTX) which is widely investigated. Stonefish venom has also smaller proteins around 8-18 kDa whose activities are rarely observed. Therefore, it is very interesting to determine those protein’s toxicity. One of simple accute toxicity assay is Brine Shrimp Lethality Test (BSLT). Antibacterial activity test was done to find out the benefit of the toxic nature. Stonefish obtained from Kepulauan Seribu, Indonesia was identified its speices and then harvested. The purification of 8-18 kDa fraction was done by FPLC using HiTrap Q HP column. Then, several tests were carried out, such as Lowry test to determine protein content, identification by SDS-PAGE, toxicity assay using BSLT, and antibacterial activity test. In this study, the fraction of 8-18 kDa with the highest purity was obtained 0% salt elution. The protein fraction is toxic against Artemia salina larvae because the LC50 value is 125,49 μg/mL. The results of antibacterial activity test showed that stonefish venom and the 8-18 kDa fraction could not inhibit the growth of Staphylococcus aureus, Escherichia coli, and Salmonella typhii."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia , 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zulfa Hanif
"dan berpotensi menjadi obat anti kanker. Penelitian bertujuan untuk mengukur tingkat toksisitas dari ekstrak kasar organospesifik Acanthaster. Uji toksisitas dilakukan pada bagian duri, kulit dan organ tubuh bagian dalam. Uji toksisitas dilakukan dengan metode Brine Shrimp Lethality Test. Hasil uji BSLT menunjukkan bahwa ekstrak kasar duri memiliki tingkat toksisitas tertinggi dibandingkan dengan kulit dan organ dalam dengan nilai LC50 sebesar 227.304 ppm, 483.150 ppm, dan 338.535 ppm.
Hasil BSLT terhadap hasil fraksinasi ekstrak kasar duri menunjukkan nilai LC50 tertinggi dimiliki oleh fraksi n-heksan dengan nilai 276,586 ppm. Hasil KLT menunjukkan bahwa ekstrak duri dan kulit memiliki pola pemisahan bercak yang hampir sama, sedangkan ekstrak organ dalam berbeda. KLT fraksi menunjukkan pola fraksi n-heksan dan etil asetat hampir sama, sedangkan untuk fraksi air memiliki pola bercak yang berbeda.

Acanthaster (Echinoderm) seems to has active compounds which is potential for anti-cancer drugs. The study aims to measure the toxicity level of Acanthaster organospecific crude extract, namely thorns, skin and internal organs. Toxicity tests was conducted by Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) methods. BSLT test results showed that the level of toxicity thorns crude extract has the highest than skin and internal organs crude extract (227,304 ppm, 483,150 ppm, and 338,535 ppm respectily). Fractination was done to separate the toxic compounds.
The results of fractionation BSLT showed that fraction of n-heksan has the highest LC50 (276,586 ppm). TLC results showed that crude extract of thorns and skin have the same separation patterns spots, while the extracts of internal organs has different pattern. TLC fraction showed a similarity pattern between n-hexane fraction and ethyl acetate, meanwhile the water fraction has a different pattern.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2012
S42574
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Suriyanto
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2010
S31598
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Hutomo Mahardima
"Didemnum sp. merupakan salah satu organisme laut yang dapat digunakan sebagai salah satu sumber senyawa bioaktif. Penelitian dilakukan untuk menguji toksisitas pada ekstrak Didemnum sp. dari Pulau Semak Daun Kepulauan Seribu Jakarta. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah uji Brine Shrimp Lethality Test (BSLT), fraksinasi dengan kromatografi cair-cair, kromatografi kolom, dan uji biuret.
Hasil uji BSLT menunjukkan bahwa ekstrak kasar Didemnum sp. bersifat aktif dengan nilai LC50 sebesar 545,113 μg/ml. Hasil fraksinasi yang aktif adalah fraksi etil asetat dan air dengan nilai LC50 sebesar 89,210 μg/ml dan 138,468 μg/ml secara berturut-turut. Fraksinasi dengan kromatografi kolom menghasilkan 7 fraksi. Fraksi yang paling aktif adalah fraksi ke-7 dengan nilai LC50 sebesar 7,449 μg/ml. Uji biuret memberikan hasil negatif.

Didemnum sp. is one of marine organism which can be used as one of bioactive compound resource. This research was conducted to test the toxicity of Didemnum sp. extract from Semak Daun Island Seribu Islands Jakarta. Methods which used in this research were Brine Shrimp Lethality Test (BSLT), fractionation with liquid-liquid chromatography, column chromatography, and biuret test.
The result from BSLT showed that Didemnum sp. crude extract was active with LC50 value 545,113 μg/ml. The active fractionation product was ethyl acetate and water fraction which has LC50 value 89,210 μg/ml and 138,468 μg/ml respectively. Column chromatography fractionation produced 7 fractions. The most active fraction was the 7th fraction which has LC50 value 7,449 μg/ml. Biuret tests were negative.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2014
S53748
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aulia Rahmi
"ABSTRAK
Proses standardisasi dan kontrol sangat diperlukan untuk menjaga kualitas suatu obat herbal, khususnya analisis kandungan dan pengujian toksisitas dari bahan alam tersebut. Selain itu, kualitas ekstrak juga dapat dipengaruhi faktor lain, seperti waktu ekstraksi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan pengaruh waktu ekstraksi terhadap besar kandungan total flavonoid dan sifat toksisitas ekstrak air daun belimbing manis (Averrhoa carambola L.). Pada metode uji I (AlCl3 tanpa penambahan NaNO2), didapatkan kandungan total flavonoid dari variasi waktu ekstraksi 30,45,60,75, dan 90 menit secara berurutan sebesar 0,1638%, 0,1716%, 0,1681%, 0,1642%, dan 0,1784%. Sedangkan, pada metode uji II (AlCl3 dengan penambahan NaNO2), didapatkan sebesar 0,1856%, 0,2113%, 0,2296%, 0,2097%, dan 0,2042%. Pada pengujian toksisitas dengan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT), didapatkan nilai LC50 dari variasi waktu ekstraksi 30, 45, 60, 75, dan 90 menit secara berurutan sebesar 8232,46 μg/ml, 4175,42 μg/ml, 4885,27 μg/ml, 1056,99 μg/ml, dan 9908,32 μg/ml. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa kandungan total flavonoid dari ekstrak air daun belimbing manis bersifat relatif konstan dan mengalami perubahan yang tidak signifikan seiring bertambahnya waktu ekstraksi. Selain itu, nilai LC50 bersifat fluktuatif dan tidak memiliki aktivitas biologi sebagai toksik seiring bertambahnya waktu ekstraksi.

ABSTRACT
Proses standardisasi dan kontrol sangat diperlukan untuk menjaga kualitas suatu obat herbal, khususnya analisis kandungan dan pengujian toksisitas dari bahan alam tersebut. Selain itu, kualitas ekstrak juga dapat dipengaruhi faktor lain, seperti waktu ekstraksi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan pengaruh waktu ekstraksi terhadap besar kandungan total flavonoid dan sifat toksisitas ekstrak air daun belimbing manis (Averrhoa carambola L.). Pada metode uji I (AlCl3 tanpa penambahan NaNO2), didapatkan kandungan total flavonoid dari variasi waktu ekstraksi 30,45,60,75, dan 90 menit secara berurutan sebesar 0,1638%, 0,1716%, 0,1681%, 0,1642%, dan 0,1784%. Sedangkan, pada metode uji II (AlCl3 dengan penambahan NaNO2), didapatkan sebesar 0,1856%, 0,2113%, 0,2296%, 0,2097%, dan 0,2042%. Pada pengujian toksisitas dengan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT), didapatkan nilai LC50 dari variasi waktu ekstraksi 30, 45, 60, 75, dan 90 menit secara berurutan sebesar 8232,46 μg/ml, 4175,42 μg/ml, 4885,27 μg/ml, 1056,99 μg/ml, dan 9908,32 μg/ml. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa kandungan total flavonoid dari ekstrak air daun belimbing manis bersifat relatif konstan dan mengalami perubahan yang tidak signifikan seiring bertambahnya waktu ekstraksi. Selain itu, nilai LC50 bersifat fluktuatif dan tidak memiliki aktivitas biologi sebagai toksik seiring bertambahnya waktu ekstraksi."
2016
S64277
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zulfa Edawati
"Radikal bebas merupakan molekul yang relatif tidak stabil, memiliki elektron yang tidak berpasangan di orbital luarnya sehingga bersifat reaktif. Adanya radikal bebas yang berlebihan dalam tubuh manusia dapat menimbulkan suatu penyakit. Reaktivitas radikal bebas ini dapat diredam oleh senyawa antioksidan. Indonesia memiliki keanekaragaman jenis biota laut yang tinggi. Keanekaragaman ini memberi peluang untuk memanfaatkan biota laut sebagai sumber pengobatan, termasuk sebagai antioksidan. Pada penelitian ini uji aktivitas antioksidan dilakukan terhadap sampel ascidia Didemnum sp. yang dikoleksi dari Kepulauan Seribu, DKI Jakarta.
Tujuan dari penelitian ini untuk memperoleh ekstrak dan fraksi dari ascidia Didemnum sp., kemudian diuji aktivitas antioksidannya serta diidentifikasi golongan senyawa dari fraksi teraktif. Pengujian dilakukan dengan metode 1,1-Difenil-2-Pikrilhidrazil (DPPH). Ascidia Didemnum sp. diekstraksi dengan metanol, kemudian difraksinasi cair-cair dengan n-heksan, etil asetat, dan air. Fraksi yang memiliki aktivitas antioksidan tertinggi selanjutnya difraksinasi kembali dengan kromotografi kolom dipercepat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai IC50 dari ekstrak metanol ascidia Didemnum sp. sebesar 105,1029 μg/ml. Selanjutnya dilakukan fraksinasi cair-cair, hasil menunjukkan fraksi yang paling aktif adalah etil asetat dengan nilai IC50 sebesar 90,804 μg/ml. Hasil pengujian pada fraksi hasil kromotografi kolom dipercepat memberikan nilai IC50 sebesar 86,3507 μg/ml sebagai fraksi teraktif. Golongan senyawa yang terdapat pada fraksi teraktif adalah alkaloid, saponin, steroid/triterpenoid dan glikosida.

Free radicals are molecules that is relatively unstable, has an unpaired electron in its outer orbitals that are reactive. The presence of excessive free radicals in the human body can cause a disease. Reactivity of free radicals can be mitigated by antioxidant compounds. Indonesia has a highly various species of marine life. This diversity provides an opportunity to exploit marine biota as a source of treatment, including as an antioxidant. In this study the antioxidant activity assay performed on samples ascidia Didemnum sp. collected from the Kepulauan Seribu, DKI Jakarta.
The purpose of this study is to obtain extracts and fractions of ascidia Didemnum sp., that was going to be tested of its antioxidant activity and then was identified the compound of the most active fraction. Testing was performed by the method of 1.1-diphenyl-2-Pikrilhidrazil (DPPH). Ascidia Didemnum sp. extracted with methanol, and then fractionated by liquid-liquid n-hexane, ethyl acetate, and water. Fractions which have the highest antioxidant activity of fractionated further accelerated back with chromatography column.
The results showed that the IC50 value of ascidia methanol extract of Didemnum sp.at 105.1029 g/mL. Then performed liquid-liquid fractionation, the results indicate that the most active fraction was ethyl acetate with IC50 value of 90.804 g/ml. Test results on the fraction of accelerated column chromatography IC50 value of 86.3507 g/ml as the most active fraction. Groups of compounds contained in the most active fraction are alkaloid, saponin, steroid/triterpenoid and glycoside.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2012
S1792
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>