Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 141692 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhimatun Nisa
"Ion fluorida dibatasi jumlahnya karena mempunyai efek buruk pada gigi yang berupa fluorosis gigi yang tidak dapat diobati. Namun disamping pengaruh buruk tersebut, ion fluorida mempunyai manfaat dalam menurunkan angka caries pada gigi bila digunakan dalam konsentrasi tertentu. Oleh karenanya, konsentrasi ion fluorida dalam air minum yang optimum adalah yang dapat memberikan manfaat menurunkan caries gigi tetapi tidak menimbulkan fluorosis pada gigi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan mengukur kadar ion fluorida pada sampel air minum dalam kemasan. Analisis kuantitatif kadar ion fluorida dilakukan secara spektrofotometri visible pada panjang gelombang maksimum 576 nm menggunakan pereaksi sodium 2-parasulfofenylazo 20-1,8-dihidroksi-3,6- naftalen disulfonat (SPADNS)-asam zirkonil.
Hasil validasi metode menunjukkan batas deteksi 0,0550 mg/L, batas kuantitasi 0,1833 mg/L, dan koefisien variasi 0,34%. Perolehan kembali ion fluorida pada sampel air minum dalam kemasan berada dalam rentang 80-110%. Hasil penelitian menunjukkan kadar ion fluorida pada air minum dalam kemasan masih dalam batas kadar yang diizinkan. Berdasarkan Standar Nasional Indonesia, batas maksimum kadar fluorida yang diperbolehkan sebesar 1,0 mg/L dan berdasarkan FDA (Food and Drug Administration), kadar maksimum ion fluorida adalah 1,5 mg/L. Rata-rata kadar ion fluorida pada sampel air minum dalam kemasan yang diuji masih dalam batas normal yakni antara 0,1 mg/L sampai 0,46 mg/L.

Fluoride ion was restricted due to its health effects on dental fluorosis that could not be repaired. But in addition to adverse effects, fluoride ion has benefits in reducing dental caries when used in certain concentration. Therefore, the concentration of fluoride ion in drinking water is the optimum that can provide the benefits of reducing dental caries, but did not cause dental fluorosis.
The aim of this research was to identify and measure the levels of fluoride ion in bottled drinking water samples. Quantitative analysis of fluoride ion concentration visible spectrophotometry with maximum wavelength 576 nm using acid zirconylsodium 2-parasulfofenylazo 20-1,8-dihidroksi-3,6-naftalen disulfonat (SPADNS) reagent. The limit of detection, limit of quantitation, and coefficient of variation for fluoride ion were 0,0550 mg/L, 0,1833 mg/L, and 0,34%, respectively. Recovery of fluoride ion in samples of bottled drinking water were in the range of 80-110%.
The result showed levels of fluoride ion in bottled drinking water is still within the limits permitted. In the Indonesian national standard, the maximum permitted concentration of fluoride ion 1.0 mg/L and according to the FDA (Food and Drug Administration), the maximum levels of fluoride ion is 1,5 mg/L. The average level of fluoride ion in bottled drinking water samples tested within normal range between 0,1 mg/L until 0,46 mg/L.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2010
S33167
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Yodifta Astriningrum
"Fluorida merupakan salah satu ion yang diketahui bermanfaat dalam pencegahan karies gigi jika digunakan pada konsentrasi tertentu, namun juga memiliki efek negatif yaitu menimbulkan terjadinya fluorosis pada gigi maupun tulang apabila konsentrasi asupannya berlebihan. Salah satu sumber asupan fluorida yaitu berasal dari air yang dikonsumsi. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan mengukur kadar ion fluorida pada air tanah dan air PAM yang digunakan sebagai sumber air minum di masyarakat. Pengukuran kadar ion fluorida dilakukan dengan menggunakan spektrofotometri visible pada panjang gelombang maksimum 586 nm menggunakan pereaksi sodium 2-parasulfofenilazo 1,8- dihidroksi-3,6-naftalen disulfonat (SPADNS)-asam zirkonil. Metode ini dioptimasi dengan cara mencari rentang serapan yang paling stabil yaitu hingga menit ke-10 setelah penambahan pereaksi. Hasil validasi metode diperoleh batas deteksi sebesar 0,0452 mg/L, batas kuantitasi 0,1506 mg/L, koefisien variasi sebesar 0,63%, dan uji perolehan kembali ion fluorida berada dalam rentang 90,50-102,04%. Hasil pengukuran terhadap sampel menunjukkan kadar ion fluorida pada air tanah dan air PAM bervariasi antara 0,0459 hingga 0,7800 mg/L. Rentang konsentrasi ini masih dalam batas kadar yang diperbolehkan berdasarkan peraturan menteri kesehatan nomor 492/MENKES/PER/IV/2010 yaitu sebesar 1,5 mg/L.

Fluoride ion is one of the compounds that are known to have benefits in the prevention of dental caries when used in certain concentrations, but also has negative effects that may cause the occurrence of dental and bone fluorosis when the intake was in excessive concentration. One of the fluoride intakes comes from water that is consumed. The aim of this research was to identify and measure fluoride ion levels in groundwater and piped water that used as drinking water consumption in the community. Measurement of fluoride ion concentration is done by using visible spectrophotometry at the maximum wavelength of 586 nm using the sodium 2-parasulfophenylazo 1,8-dihydroxy-naphthalene-3,6 disulfonate (SPADNS)-zirconil acid reagent. This method was optimized by the search of range of absorption which stable for 10 minutes after reagent addition. 0.0452 0.1506 mg/L, and 0,63%, respectively. While the recovery of fluoride ion in sample were in the range of 90,50-102,04%. The measurement results of the samples showed levels of fluoride ions in groundwater and piped water varied between 0.05 to 0.78 mg/L. This range was still within allowed levels according the rules of Indonesian health ministers No. 492/MENKES/PER/IV/2010 where the maximum allowable fluoride concentration is 1.5 mg/L. The limit of detection, limit of quantitation, and coefficient of variation for fluoride ion were"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2011
S1071
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Irghazi Respayondri
"Bromat terbentuk ketika air yang mengandung bromida diozonisasi seperti pada proses pembuatan air minum dalam kemasan (AMDK). Bromat merupakan senyawa hasil samping anorganik yang keberadaannya dalam air minum harus diperhatikan karena sifatnya yang berpotensi karsinogen. Penelitian ini bertujuan mendapatkan metode yang sensitif, selektif, dan valid untuk analisis bromat dalam AMDK menggunakan KCKT secara derivatisasi pra kolom dengan elusi isokratik. Fase gerak yang digunakan metanol-air (65:35) dengan laju alir 1 mL/menit. Bromat yang ditambahkan bromida dengan jumlah berlebih dalam suasana asam dapat membentuk bromin. Bromin yang terbentuk segera bereaksi dengan asetanilida menjadi 4-Bromoasetanilida yang dapat terdeteksi pada panjang gelombang 250 nm. Kondisi analisis yang telah dioptimasi kemudian divalidasi mencakup akurasi, presisi, linieritas, selektivitas, batas deteksi (LOD), dan batas kuantitasi (LOQ). Metode ini tidak membutuhkan penanganan sampel yang khusus sehingga lebih cepat dan efisien dibandingkan metode derivatisasi lainnya. Batas deteksi (LOD) metode ini pada konsentrasi 2,61 ng/mL serta dapat menetapkan kadar bromat di atas konsentrasi 8,70 ng/mL.

Bromate is formed when water containing bromide is ozonated in production of drinking water. Bromate is the most important inorganic disinfection by-product whose concentration in water should be controlled because of its carcinogenic properties. This study aimed to obtain a sensitive, selective, and valid method for analyzing bromate in drinking water that was performed by using HPLC with pre-column derivatization and isocratic elution. Mobile phase was methanol-water (65:35) with flow rate of 1 mL/minute. Bromate was mixed with excess bromide in acid medium to form bromine. Bromine, which is formed, will immediately reacts with acetanilide and was converted to 4-Bromoacetanilide that detectable at wavelength of 250 nm. Optimized analytical conditions were further validated in terms of accuracy, precision, linearity, selectivity, limit of detection (LOD), and limit of quantitation (LOQ). This method did not need a special sample treatment so that was faster and more efficient than others derivatization methods. The limit of detection (LOD) was at the level 2,61 ng/mL and was successfully applied to assay bromate at the concentration above 8,70 ng/mL.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2015
S60597
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Universitas Indonesia, 2004
TA1249
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 2005
TA1266
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Gefin Yesya
"Kelebihan kandungan ion fluorida dalam air berpotensi mencemari badan air terutama apabila badan air tersebut digunakan sebagai bahan baku air minum. Dengan mengkonsumsi air minum yang memiliki kandungan ion fluorida berlebih dapat menyebabkan berbagai macam masalah kesehatan seperti fluorosis gigi dan tulang. Pada penelitian ini, kitosan telah dimodifikasi dengan penambahan praseodimium (Pr3+) sebagai adsorben untuk menyerap ion fluorida dalam air minum. Penambahan praseodimium bertujuan untuk meningkatkan kinerja penyerapan ion fluorida oleh kitosan.
Dari hasil karakterisasi FTIR diketahui keberadaan praseodimium yang berikatan dengan gugus aktif pada kitosan dan hasil SEM-EDX juga membuktikan adanya praseodimium yang terikat pada permukaan kitosan. Proses adsorpsi dilakukan dengan menggunakan larutan ion fluorida 20 mg/L pada pH 7. Kondisi optimum untuk loading praseodimium dalam kitosan diperoleh pada konsentrasi praseodimium sebesar 1 g/L dengan efisiensi adsorpsi ion fluorida sebesar 72% dan kapasitas adsorpsi 7,2 mg/g. Pada uji adsorpsi diperoleh waktu kontak optimum antara adsorbat dengan adsorben berlangsung selama 60 menit dengan jumlah adsorben yang ditambahkan sebesar 0,1 g. Adanya anion kompetitor seperti Cl-, NO3 -,CO3 2- dan SO4 2- menyebabkan menurunnya efisiensi penyerapan ion fluorida menjadi 68,65%, 64,75%, 33,50% dan 58,70%. Model isoterm adsorpsi yang sesuai adalah isoterm Langmuir dan kinetika adsorpsi mengikuti pseudo orde kedua.

Excess content of fluoride ion in water potentially polluted the water bodies especially if water bodies are used as raw material for drinking water. Consuming drinking water that contains excess fluoride ion can cause a wide range of health problems such as dental fluorosis and bone. In this study, chitosan has been modified by the addition of praseodymium (Pr3+) as an adsorbent to absorb fluoride ions in drinking water. The addition of praseodymium aims to improve the performance of fluoride ion uptake by chitosan.
The result from FTIR characterization, note the presence of praseodymium binds to the active group on chitosan and SEM-EDX results also prove the existence of praseodymium on the surface of chitosan. Adsorption process is done using fluoride ion solution 20 mg/L at pH 7. The optimum conditions for loading of praseodymium on chitosan obtained at concentrations of praseodymium 1 g/L for efficiency adsorption of fluoride ion by 72% and the adsorption capacity of 7.2 mg/g. In the adsorption test obtained the optimum contact time between adsorbate with adsorbent lasted for 60 minutes with the amount of adsorbent was added at 0.1 g. Presence of competitor anions such as Cl-, NO3 -,CO3 2- dan SO4 2- were caused decrease in the efficiency adsorption of fluoride ion to be 68.65%, 64.75%, 33.50% and 58.70%. The bestfit adsorption model adsorption isotherms are Langmuir isotherm and the adsorption kinetics followed pseudo second order.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S43423
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Ratna Puspitasari
"Analisis 226Ra dalam sampel air dilakukan dengan spektrometri
alfa. Pada spektrometri alfa, radioisotop yang akan dianalisis harus dalam
keadaan murni supaya tidak terjadi penumpukan spektrum. Pemurnian 226Ra
dilakukan dengan proses pemisahan menggunakan pengendapan yang
dilanjutkan dengan penukar ion dan pengukuran dilakukan pada suatu
piringan yang dilapisi radioisotop dengan cara elektrodeposisi.
Dalam penelitian ini, akan ditentukan kondisi optimasi
elektrodeposisi, pemurnian 226Ra dengan metode pengendapan yang
dilanjutkan dengan penukar ion dan analisis kandungannya dengan
spektrometri alfa. Beberapa parameter yang mempengaruhi elektrodeposisi
adalah arus, jarak katoda dan anoda, pH, dan waktu. Kondisi yang
memberikan nilai recovery optimum diperoleh pada arus 0,9 A, jarak katoda
dan anoda 0,6 em, pH 5,5, dan waktu 3 jam.
Untuk menganalisis kandungan 226Ra di dalam sampel air yang
berasal dari sumber mata air panas suatu daerah pegunungan kapur dan
sumur yang terletak di sekitar sumber mata air tersebut, diperlukan standar
air yang mengandung peru nut 226Ra, perunut 229Th, dan peru nut 209Po. Baik
sampel maupun standar diberikan perlakuan yang sama yakni dilakukan
pemurnian dengan pengendapan yang dilanjutkan dengan penukar ion terlebih dahulu dan kemudian dilakukan elektrodeposisi dengan kondisi
optimum yang telah diperoleh sebelumnya.
Dari ~hasil analisis 226Ra dengan penu. kar ion untuk standar,
diperoleh nilai recovery 7,96 ± 0,98%. Dari hasil recovery standar dapat
ditentukan aktivitas sam pel. Air yang berasal dari sumber mata air panas
daerah pegunungan kapur, nilai aktivitas 226Ra yang diperoleh 0,18 ± 0,02
Bq/50ml. Sedangkan untuk air sumur dengan jarak 50 m, 500 m, dan 1 km,
dari sumber mata air tersebut diperoleh nilai aktivitas 226Ra berturut-turut
adalah 0,11 ± 0,01 Bq/50ml, 0,07 ± 0,01 Bq/50ml, dan 0,003 ± 0,001
Bq/50ml"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2006
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>