Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 19435 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dewi Rahmawati
"Human Granulocyt Colony-Stimulating Factor (HG-CSF) is a protein hormone that is categorized as human cytokine and has a very important therapeutic applications. as an important regulator in the formation of white blood cells (neutrophils) or granulopoiesis and some mature neutrophil granulocyte cell functions. Granulocyt Colony Stimulating Factor (GCSF) is a single polypeptide chain containing 174 amino acid residues, with molecular weight around 18,800 Da and isoelectric point (pI) 6.1, encoded by a single gene CSF3. Recombinant protein G-CSF is hydrophobic, easily aggregated and generally formed inclusion bodies precipitate.
The aim of this study is to obtain G-CSF proteins from E. coli BL21(DE3)pLysS containing pET 21b-CSF3syn plasmid. This studies started from inoculum preparation and cell culture, and solution extraction and then isolating the target protein by affinity chromatography using metal chelating matrix nickel (Ni-NTA). Isolation was also done for the soluble part is to using affinity chromatography with cobalt metal chelating matrix (Talon).
The results obtained from affinity chromatography were then analyzed to identify target proteins by SDS-PAGE and Western blot for protein G-CSF in E. coli BL21(DE3)pLysS. The results showed 18.8 kDa protein identified by the marker.

Human Granulocyt Colony-Stimulating Factor (hG-CSF) adalah protein hormon manusia yang tergolong sebagai sitokin dan memiliki aplikasi terapeutik sangat penting. Protein tersebut merupakan regulator penting dalam pembentukan sel darah putih (neutrofil) atau granulopoiesis dan beberapa fungsi sel granulosit neutrofil matang. Granulocyt Colony Stimulating Factor (GCSF) merupakan sebuah rantai polipeptida tunggal yang mengandung 174 residu asam amino, dengan berat molekul sekitar 18.800 Da dengan titik isoelektrik (pI) 6,1, disandi oleh satu gen tunggal CSF3. Protein G-CSF rekombinan merupakan protein yang bersifat sangat hidrofobik, mudah teragregasi dan umumnya membentuk endapan sebagai badan inklusi.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan protein G-CSF dari E. coli BL21(DE3)pLysS yang mengandung plasmid pET 21b-CSF3syn. Penelitian ini dimulai dari persiapan inokulum, kultur sel, ekstraksi pelarut dan kemudian mengisolasi protein target dengan kromatografi afinitas menggunakan matriks pengkhelat logam nikel (Ni-NTA). Isolasi juga dilakukan untuk bagian terlarut dengan menggunakan kromatografi afinitas menggunakan matriks pengkhelat logam kobalt (Talon).
Hasil yang diperoleh dari kromatografi afinitas dan kemudian dianalisa untuk mengidentifikasi protein target G-CSF dengan SDS-PAGE dan Western blot dalam sel E. coli BL21(DE3)pLysS. Hasil penelitian menunjukkan 18,8 kDa telah diidentifikasi dengan penanda."
Depok: Universitas Indonesia, 2010
S33092
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sembiring, Enny Rimita
"Granulocyte Colony Stimulating Factor (G-CSF) merupakan faktor pertumbuhan hematopoetik yang berfungsi merangsang proliferasi dan diferensiasi neutrofil. Protein G-CSF rekombinan yang dikembangkan dan diproduksi menggunakan sel inang Escherichia coli dan Chinese Hamster Ovary (CHO) masih memiliki kelemahan, sehingga pada penelitian ini dikembangkan suatu produk biosimilar G-CSF rekombinan menggunakan sel inang Pichia pastoris. Fokus penelitian ini adalah memproduksi dan mempurifikasi protein G-CSF rekombinan. Produksi protein rekombinan dilakukan dengan menginduksi kultur menggunakan metanol konsentrasi 0,5% tiap 12 jam dan dilakukan sampling terhadap kultur pada jam ke-0, 12, 24, 36 dan 48. Hasil analisis western blot menunjukkan adanya peningkatan produksi protein rekombinan tiap 12 jam. Protein G-CSF rekombinan dipresipitasi menggunakan amonium sulfat konsentrasi 80%, kemudian didialisis. Konsentrasi protein total diukur dengan spektrofotometer menggunakan metoda Bicinchoninic Acid (BCA). Hasil pengukuran menunjukkan konsentrasi protein total tertinggi adalah sampel protein yang dipresipitasi dengan 80% amonium sulfat. Selanjutnya, purifikasi dilakukan menggunakan teknik kromatografi afinitas dengan resin Ni-NTA. Hasil analisis SDS PAGE menunjukkan protein GCSF rekombinan berukuran 18,5 kDa dan dengan analisis slot blot terdeteksi berwarna ungu.

Granulocyte Colony Stimulating Factor (G-CSF) is a hematopoietic growth factor that acts to stimulate neutrophilic proliferation and differentiation. Recombinant protein G-CSF developed and produced using cellular host Escherichia coli and Chinese hamster ovary (CHO) still has a weakness, so that in this study we developed a bio similar product of recombinant G-CSF using cellular host Pichia pastoris. The aim of this research was to produce and purify recombinant protein G-CSF. Production of recombinant protein was done by inducing culture with methanol 0.5% every 12 hours and sampling was carried out at 0, 12, 24, 36 and 48 hours. The results of western blot analysis showed an increase the production of recombinant protein every 12 hours. Recombinant protein G-CSF was precipitated using ammonium sulfate 80% of concentration, and then dialyzed. Concentration of total protein was measured by a spectrophotometer using the Bicinchoninic Acid (BCA) method. The measurement results showed the highest concentrations of total protein was present in samples that precipitated with 80% ammonium sulfate. Furthermore, purification performed using affinity chromatography techniques with Ni-NTA resin. The results of SDS PAGE analysis showed the recombinant protein G-CSF sized 18.5 kDa and with a slot blot analysis detected a purple color."
Depok: Universitas Indonesia, 2012
S1689
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Suci Wulandari
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2010
S31620
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Susan Rahayu
"Penelitian mengenai metode solubilisasi dan refolding protein rekombinan hVDAC3 ekson 5?8 dari badan inklusi telah dilakukan. Penelitian bertujuan menganalisis dan membuktikan hubungan antara perlakuan deterjen LDAO dan lama waktu inkubasi terhadap perolehan konsentrasi protein rekombinan hasil solubilisasi dan refolding. Solubilisasi dilakukan dengan penambahan 6 M guanidin HCl sedangkan refolding dilakukan dengan perlakuan berbagai konsentrasi deterjen LDAO sebesar 0.5%, 1.0%, 1.5%, 2.0%, dan 2.5% serta perlakuan berbagai waktu inkubasi selama 0 jam, 24 jam, 48 jam, 72 jam, 96 jam, 120 jam, 144 jam, dan 168 jam. Setiap perlakuan dilakukan untuk mempertahankan protein rekombinan hVDAC3 dalam kondisi terlarut tanpa kembali membentuk protein agregat. Protein rekombinan hVADC3 tidak larut dalam badan inklusi diperoleh dari kombinasi sistem ekspresi antara plasmid pET100/D-TOPO dan Escherichia coli strain BL21 StarTM (DE3) dengan induksi ekspresi 1 mM IPTG.
Pilot project dilakukan untuk mengukur konsentrasi protein relatif menggunakan OD280 dan konsentrasi protein total menggunakan metode Bradford sebagai indikator perolehan protein terlarut hasil solubilisasi dan refolding. Perolehan protein rekombinan hVDAC3 hasil solubilisasi dan refolding dikonfirmasi secara kualitatif dengan metode western blotting dan secara kuantitatif dengan metode ELISA. Perlakuan deterjen LDAO terhadap perolehan konsentrasi protein total berbeda signifikan (p < 0.05), memiliki korelasi yang signifikan (p < 0.05), dengan nilai koefisien korelasi (R2) linear sebesar 0.884 dan arah korelasi bernilai positif. Dengan demikian perlakuan deterjen LDAO berpengaruh sangat kuat terhadap konsentrasi protein total. Semakin tinggi konsentrasi deterjen LDAO yang diberikan maka semakin tinggi pula konsentrasi protein total yang diperoleh. Perlakuan waktu inkubasi terhadap perolehan konsentrasi protein total tidak berbeda signifikan (p > 0.05), tidak memiliki korelasi yang signifikan (p > 0.05), dengan nilai koefisien korelasi (R2) linear sebesar 0.003 dan arah korelasi tidak terdefinisi. Dengan demikian perlakuan waktu inkubasi tidak berpengaruh terhadap konsentrasi protein total. Semakin lama waktu inkubasi yang dilakukan tidak memengaruhi perolehan konsentrasi protein total. Analisis kualitatif menunjukkan bahwa ukuran protein rekombinan hVDAC3 sebesar 25 kDa sedangkan analisis kuantitatif pada perlakuan deterjen LDAO 0.5% dan 2.5% dengan waktu inkubasi 24 jam berurutan sebesar 36.951 ± 5.679 dan 53.197 ± 23.694 µg/ml volume kultur.

Research about method for solubilization and refolding insoluble recombinant protein hVDAC3 exon 5?8 from inclusion bodies has been done. The research aims to analyze and prove the relationship between LDAO detergent treatment and incubation time with protein concentration after solubilization and refolding process. Solubilization is carried out with the addition of 6 M Guanidine HCl whereas refolding with various concentrations of LDAO (0.5%, 1.0%, 1.5%, 2.0%, and 2.5%) and various time incubation (0, 24, 48, 72, 96, 120, 144, and 168 hours). Each treatment was done to maintain recombinant protein hVDAC3 in soluble state without reforming protein aggregates. Insoluble recombinant protein hVDAC3 exon 5?8 in inclusion bodies obtained from a combination plasmid pET100/D-TOPO and Escherichia coli strain BL21 StarTM (DE3) expression system with 1 mM IPTG for induction.
Pilot project to measure the relative protein concentration using OD280 and total protein concentration using Bradford method as an indicator of protein amount that remained in solution after refolding. The acquisition of recombinant protein hVDAC3 after solibilization and refolding process confirmed qualitatively by western blotting and quantitatively by ELISA method. LDAO detergent treatment for total protein concentration is significant different (p < 0.05), had a significant correlation (p < 0.05), with a value of correlation coefficient (R2) 0.884 and positive direction of linear correlation. Thus the LDAO detergent treatment very strong influence on the total protein concentration. The higher concentration of LDAO detergent given the higher total protein concentrations were obtained. Incubation time treatment for total protein concentration did not differ significantly (p > 0.05), no significant correllation (p > 0.05), with a value of correlation coefficient (R2) 0.003 and a linear correlation direction is undefined. Thus incubation time treatment did not effect on total protein concentration. The longer incubation time do not effect the acquisition of the total protein concentration. Qualitative analysis showed the hVDAC3 recombinant protein was detected at 25 kDa while quantity of hVDAC3 recombinant protein for 0.5% and 2.5% LDAO concentration treatment with 24 hours incubation time consecutively 36.951 ± 5.679 and 53.197 ± 23.694 µg/ml culture volume."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T59196
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andriani Setyowati
"Transduksi sinyal merupakan proses penyampaian informasi dari luar
sel sampai ke dalam inti sel melewati protein-protein yang bekerja secara
berantai. ERK2 termasuk dalam golongan enzim MAP Kinase yang berada
dalam rantai bagian atas proses transduksi sinyal. STAT3 adalah protein
yang berada paling bawah dalam proses ini yang punya kemampuan
berikatan dengan DNA untuk dapat mengatur ekspresi gen yang dikode DNA
itu. STAT3 dan ERK2 berasal dari sel eukariot. Untuk mempelajari aspek
biokimia dan biofisika diperlukan protein STAT3 dan ERK2 dalam jumlah
banyak yang dapat diperoleh dengan menggunakan DNA rekombinan.
Organisme yang membawa DNA rekombinan akan mensintesis protein.
Tujuan dari penelitian ini adalah melakukan ekspresi protein rekombinan
transduksi sinyal STAT3 dan ERK2 dengan menggunakan IPTG sebagai
induser dalam E. coli DH5 dalam skala produksi 500 mL. Untuk
mendapatkan proteinnya, maka sel pelet bakteri harus dipecah. Supernatan
yang didapat dipurifikasi (dimurnikan ) dengan menggunakan kolom terbuka
metode kromatografi penukar anion (DEAE- Sepharose) dan kromatografi
kolom hidrofobik (Phenyl -Sepharose ). Hasil elusi selanjutnya dikonfirmasi
dengan menggunakan SDS ? PAGE. Dari hasil percobaan, protein
rekombinan STAT3 dan ERK2 berhasil diekspresikan dalam sel inang E.coli
DH5 dan berada dalam supernatan. Pita rekombinan STAT3 dengan berat molekul sebesar  66 kDa dan ERK2 sebesar  41 kDa yang telah
dimurnikan dengan matriks DEAE-Sepharose dan Phenyl-Sepharose belum
dalam bentuk pita tunggal."
Depok: [Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, ], [2005, 2005]
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fani Suciyani
"Masih tingginya penderita kanker serviks dan keterbatasan vaksin profilaktik yang tidak memiliki efek terapeutik mendorong dikembangkannya vaksin Human Papillomavirus HPV yang bersifat terapeutik. Salah satu protein Human Papillomavirus HPV yang berpotensi sebagai vaksin terapeutik yaitu protein E6. Protein E6 yang bersifat alamiah diperlukan sebagai kontrol dalam uji keamanan vaksin. Studi ini bertujuan untuk mengekspresikan gen E6 yang sebelumnya telah diklona pada vektor pGEX-6P-1. Verifikasi plasmid rekombinan E6 dilakukan dengan elektroforesis gel agarosa, double digest, dan sekuensing. Ekspresi protein dilakukan pada sistem ekspresi prokariota yaitu Escherichia coli BL21-CodonPlus DE3. Ekspresi protein dilakukan pada suhu 37 C dan diinduksi IPTG dengan konsentrasi akhir 0,2 mM, 0,4 mM, dan 1 mM. Protein yang telah diperoleh divisualisasi dengan SDS-PAGE 12 dan dikarakterisasi dengan western blot. Analisis menggunakan perangkat lunak genscript menunjukan bahwa ekspresi protein E6 memiliki laju ekspresi yang rendah dengan nilai Codon Adaptation Index CAI 0,57, kandungan GC 38,56, dan Codon Frequency Distribution CFD 20 . Keberadaan protein E6 dideteksi dengan western blot menggunakan antibodi poliklonal dan hasil western blot menunjukkan adanya protein E6 berukuran 44 kDa.

The high prevalence of cervical cancer and the limited prophylactic vaccine that does not have a therapeutic effect encourage the development of the therapeutic Human Papillomavirus HPV vaccine. One of the proteins of Human Papillomavirus HPV which is potential as a therapeutic vaccine is E6 protein. A natural E6 protein is required as a control in vaccine safety testing. This study aims to express the previously cloned E6 gene in the pGEX 6P 1 vector. Verification of recombinant plasmid E6 was performed with agarose gel electrophoresis, double digest, and sequencing. Protein expression was performed on the prokaryotic expression system Escherichia coli BL21 CodonPlus DE3. Protein expression was performed at 37 C and induced with IPTG with a final concentration of 0.2 mM, 0.4 mM, and 1 mM and was characterized by western blot. The obtained protein was visualized with SDS PAGE 12. Analysis using genscript software showed that E6 protein expression had low expression rate with Codon Adaptation Index CAI 0,57, GC content 38,56, and Codon Frequency Distribution CFD 20. The presence of E6 protein was detected by western blot using polyclonal antibody and the western blot result indicated the presence of E6 protein at 44 kDa."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2017
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Burhannuddin
"Mortalitas yang disebabkan oleh Tuberkulosis (TB) masih tinggi dan saat ini hanya tersedia vaksin BCG untuk mencegah TB. Lebih dari 90 % individu yang terinfeksi adalah laten, bakteri dalam kondisi tersebut dorman, namun dapat terjadi reaktivasi saat imunitas melemah atau bakteri mengalami resusitasi. Vaksin BCG menunjukkan efikasi yang bervariasi pada orang dewasa dan tidak dapat mencegah reaktivasi pada TB laten. Protein RpfB yang disekresikan M. tuberculosis dalam tahap resusitasi diketahui imunogenik, sehingga berpotensi dikembangkan sebagai kandidat vaksin TB. Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi, mempurifikasi, dan mengetahui imunogenitas protein rekombinan RpfB hasil konstruksi Departemen Mikrobiologi FK UI secara invitro pada splenosit mencit. Protein rekombinan RpfB diekpresikan dalam strain bakteri MRB4 (E. coli BL21 pGEX6p-1 RpfB). Protein diekstraksi dengan sonikasi dan sentrifugasi bertahap kemudian disolubilisasi dengan dapar urea 8M. Protein direnaturasi dalam dapar refolding kemudian diisolasi dengan kolom kromatografi afinitas terhadap GST. Keberadaaan protein dikonfirmasi dengan SDS-PAGE dan Western Blot kemudian dihitung konsentrasinya menggunakan metode Bradford. Uji imunogenitas dilakukan secara invitro menggunakan kultur splenosit mencit yang distimulasi masing-masing dengan 25 μg/ml protein rekombinan RpfB, 25 μg/ml protein GST, 1-2 % mitogen PHA, dan satu kelompok kultur tidak stimulasi sebagai kontrol negatif. Selanjutnya dilakukan booster pada jam ke-24 dan ke-72. Supernatan kultur splenosit dikoleksi pada jam ke-96 kemudian digunakan untuk menganalisis respon IFNγ, IL-12, IL-4, dan IL-10 dengan kit ELISA. Perbedaan respon yang dihasilkan dianalisis secara statistika menggunakan uji T independen pada nilai P<0.05. Hasil penelitian menunjukkan bahwa protein rekombinan RpfB terekspresi dalam bentuk badan inklusi dengan berat molekul sekitar 66 kDa dan berhasil dipurifikasi dengan konsentrasi 53 μg/ml. Uji imunogenitas menunjukkan protein rekombinan RpfB dapat menstimulasi respon IFNγ dan IL-12, namun tidak menstimulasi respon IL-4 dan IL-10 pada splenosit mencit.

Mortality rate caused by tuberculosis (TB) is high all over the world and only BCG vaccine is currently available. More than 90% of TB infection is latent, where Mycobacterium tuberculosis in dormant state that can be active when host immune response is insufficient or the bacteria promote resucitation. As a vaccine, BCG shows varied efficacy in adults and can not give protection against resucitation of latent TB infection. Resucitation Promoting Factor B (RpfB) is one protein produced by M.tuberculosis in resucitation state and proved to be immunogenic as make it suitable to be use as TB vaccine. Microbiology Department, University Indonesia has successfully construct recombinant pGEX6p-1-RpfB plasmid in BL21 E.coli (known as MRB4 strain) as the aim of this study is to isolate, purify, and analyze recombinant RpfB-GST protein in mice splenocytes in-vitro. After induction with IPTG, protein was extracted by sonication and differential centrifugation then solubilized with buffer contain 8M urea. Protein then renaturated followed by purification with GST chromatography. Protein was confirmed by SDS-PAGE and Western blot using anti-GST. Concentration of isolated protein was measured using Bradford method. Each group of mice splenocytes was treated with 25 μg/ml of recombinant protein RpfB, GST, PHA, and one culture group without treatment; and boosted twice at 24h and 72h. Cell supernatant was collected at 96h and level of IFNγ, IL-12, IL-4, and IL-10 was measured by ELISA. The results showed that RpfB recombinant proteins expressed in the form of inclusion bodies with a molecular weight of about 66 kDa and purified at 53μg/ml. Based on independent t-test analysis, RpfB can stimulate IFNγ and IL-12 but not IL-4 and IL-10."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pauline Leon Artha
"Enzim sukrosafosforilase termasuk dalam kelompok enzim glukosiltransferase. yang dapat mengkatalisis sukrosa dan fosfat menjadi Ɗ-fructose dan α-Ɗ-glucose 1-phospate. SPase berperan dalam pemindahan gugus glukosil ke sejumlah senyawa (transglikosilasi). Reaksi transglkosilasi dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan stabilitas kimia dan memperbaiki karakteistik senyawa bioaktif.
Tujuan penelitian ini adalah melakukan pemurnian SPase rekombinan yang dihasilkan oleh Escherichia coli BL21DE yang membawa gen penyandi sukrosafosforilase asal Leuconostoc mesenteroides dengan kromatografi affinitas pada kondisi optimum dan menguji aktivitas SPase rekombinan dengan metode spektofotometri. Pada esei enzimatis, SPase direaksikan menggunakan substrat sukrosa dan produk akhirnya diukur sebagai NADPH pada 340 nm.
Hasil SDS PAGE ,menunjukan SPase rekombinan berhasil dimurnikan dengan berat molekul yang telah diidentifikasi dari penelitian sebelumnya adalah 55-57 kDa. Hasil esei aktivitas enzimatis menggunakan metode spektofotometri menunjukan bahwa SPase rekombinan ini terbukti aktif meskipun aktivitasnya lebih rendah dibandingkan SPase standar dari Leuconostoc mesenteroides.

Sucrose phosphorylase belongs to glycosiltransferase which catalyze sucrose and phospate become Ɗ-fructose dan α-Ɗ-glucose 1-phospate. SPase has role in transglucosylation to increase chemical stability and repair characteristic of bioactive compound.
The object of this research are purification SPase recombinant from E. coli BL21DE which carries out SPase gene from Leuconostoc mesenteroides. Affinity chromatography is used to purify SPase recombinant in optimum condition and try assay enzymatic activity of SPase recombinant with spectrophotometry method. SPase recombinant use sucrose as substrate and the final product is measured as NADPH at 340 nm.
SDS Page reveal that SPase recombinant is succeeded to be purified with molecular mass 55-57 kDa based on previous research. SPase recombinant has lower enzymatic activity than SPase from Leuconostoc mesenteroides.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S43412
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Raditya Imamul Khalid
"ABSTRAK
Kanker adalah salah satu penyakit mematikan yang pengobatannya terus dikembangkan. Apoptin adalah molekul protein yang berpotensi untuk dijadikan obat kanker karena mempunyai aktivitas menginduksi proses kematian sel secara selektif hanya pada sel kanker saja. Kloning apoptin telah berhasil dilakukan dengan amplifkasi gen menggunakan PCR dengan menambahkan 12-histidin dan 8-arginin pada C-terminal kemudian diligase ke plasmid pOXGW dengan sistem Gateway, lalu diekspresikan ke dalam bakteri Bacillus subtilis 168. Plasmid pOXGW - apoptin - 12His8Arg dapat terekspresi di B. subtilis. Dalam penelitian ini Bacillus subtilis yang membawa plasmid diproduksi pada medium dengan variasi xylose sebagai substrat pemicu dan sebagai pembanding bakteri Escherichia coli Bl21 Star™ ditransformasi dengan plasmid pOGW - apoptin - 12His untuk kemudian dilakukan pemurnian. Hasil penelitian menunjukan apoptin rekombinan dari B. subtilis 168 yaitu 568 μg/ml, sedikit lebih banyak dari jumlah protein rekombinan E. coli Bl21 Star™, 421 μg/ml.

ABSTRACT
Cancer is a deadly disease so that the medicinal treatment constantly developed. Apoptin is a protein molecule that has potential to be used as a cancer drug because of its activity to induce cell death selectively to the cancer cells only. Cloning apoptin has been successfully performed by amplify gene using PCR with 12-histidine and 8-arginine to be added at C-terminal then ligated into plasmid pOXGW with Gateway system, and then expressed in Bacillus subtilis 168. Plasmids with pOXGW - apop - 12His8Arg can be expressed in B. subtilis. In this study, Bacillus subtilis carrying plasmid was produced with variations of xylose as substrate trigger on liquid medium and as a comparison, Escherichia coli Bl21 Star™ transformed with a plasmid pOGW - apop - 12His and then performed for purification of apoptin. The results showed that the recombinant apoptin obtain from B. subtilis 168 compared to Escherichia coli Bl21 Star is slightly higher, i.e. 568 μg/ml and 421 μg/ml, respectively."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S42366
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Erica Kholinne
"Pendahuluan. Sel punca mesenkimal yang dilaporkan mengaugmentasi penyembuhan fraktur umumnya diperoleh dari sumsum tulang. Donor sel punca dari sumsum tulang terbatas pada volume aspirat dan menimbulkan morbiditas donor sehingga diperlukan sumber alternatif. Darah perifer menutupi kekurangan tersebut walaupun memiliki kandungan sel punca yang lebih sedikit. Pemberian Granulocyte Colony Stimulating Factor (GCSF) dapat meningkatkan mobilisasi sel mononuklear pada teknik afaresis untuk sel punca hematopoetik. Bila pemberian GCSF diikuti dengan teknik kultur kearah sel punca mesenkimal maka dapat meningkatkan jumlah sel punca darah perifer sehingga memungkinkan penggunaan darah perifer sebagai donor alternatif sel punca. Oleh karena itu, diperlukan penelitian untuk mengevaluasi penggunaan darah perifer sebagai donor sel punca pasca pemberian GCSF dengan menilai kemampuan mobilisasi, proliferasi dan diferensiasi.
Metode Penelitian. Penelitian ini adalah penelitian eksperimental yang memakai hewan coba 14 ekor kelinci New Zealand White jantan, berat badan 2 kg di Pusat Studi Satwa Primata, Institut Pertanian Bogor. Sampel dibagi secara acak menjadi 4 kelompok yaitu kontrol dan perlakuan (injeksi GCSF dosis 10mcg/kg berat badan, subkutan, selama 7 hari) dimana pada masing-masing kelompok diambil aspirat darah perifer dan sumsum tulang (kelompok 1: kontrol sumsum tulang, kelompok 2: kontrol darah perifer, kelompok 3: perlakuan sumsum tulang, kelompok 4: perlakuan darah perifer). Pada tiap kelompok dilakukan isolasi, ekspansi dan diferensiasi menjadi osteoblas. Analisis statistik menggunakan uji one way Anova dan dilanjutkan uji posthoc untuk jumlah sel inisial, waktu konfluensi, jumlah sel konfluensi dan waktu diferensiasi.
Temuan dan Diskusi Penelitian. Sel punca mesenkimal pada seluruh kelompok penelitian mampu diisolasi, berproliferasi dan berdiferensiasi menjadi osteoblas. Rerata jumlah sel inisial kelompok 1: 3.07 x 106/mL, kelompok 2: 2.11 x 106/mL, kelompok 3: 2.89 x 106/mL dan kelompok 4: 7.35 x 106/mL (p< 0.001). Rerata waktu konfluensi kelompok 1: 25.8 hari, kelompok 2: 35.7 hari, kelompok 3: 26 hari, kelompok 4: 19.7 hari (p< 0.001). Rerata jumlah sel konfluensi kelompok 1: 6.54 x 106/mL, kelompok 2: 4.61 x 106/mL, kelompok 3: 5.94 x 106/mL, kelompok 4: 11.14 x 106/mL (p< 0.001). Rerata waktu diferensiasi kelompok 1: 15.5 hari, kelompok 2: 25.4 hari, kelompok 3: 15.4 hari, kelompok 4: 11.2 hari (p< 0.001). Uji posthoc jumlah sel inisial ditemukan perbedaan pada kelompok 1 dan 4 (p= 0.000), 2 dan 4 (p< 0.001), serta 3 dan 4 (p< 0.001). Uji posthoc waktu konfluensi, jumlah sel konfluensi dan waktu diferensiasi didapatkan perbedaan diantara semua kelompok kecuali kelompok 1 dan 3 (p= 1.000, 0.670, 1.000).
Simpulan. Sel punca mesenkimal darah perifer pasca induksi GCSF mampu diisolasi, berproliferasi dan berdiferensiasi. Pemberian GCSF meningkatkan jumlah sel punca mesenkimal dan mempersingkat durasi kultur. Darah perifer memberikan harapan baru sebagai donor alternatif sel punca mesenkimal.

Introduction. Mesenchymal stem cells, which had been reported to augment fracture healing, were routinely harvested from bone marrow. Bone marrow had several drawbacks regarding its limited aspiration volume and donor site morbidity, therefore alternative donor is needed. Peripheral blood may cover those disadvantages despite the fewer stem cells number. Granulocyte colony stimulating factor (GCSF) administration in aphaeresis technique could mobilized mononuclear cells to hematopoietic stem cells. If it is followed by culture for mesenchymal stem cells expansion, thus will increase peripheral mesenchymal stem cells number therefore might facilitate peripheral blood as an alternative donor. For that reason, further research is needed to evaluate the effect of GCSF induction to peripheral blood as stem cells alternative donor by assessing its capability on mobilization, proliferation and differentiation.
Methods. This is an experimental study using 14 male New Zealand White rabbit, weighted 2-3 kg in Primate Research Centre, Bogor Agricultural Institute. Sample was randomized into 4 groups as follow, control and treatment group (GCSF administration, 10mcg/kg body weight, subcutaneous, 7 days) in which peripheral blood and bone marrow aspiration was collected (group 1: control bone marrow, group 2: control peripheral blood, group 3: treatment bone marrow, group 4: treatment peripheral blood). Isolation, expansion and osteoblast differentiation were followed subsequently. Statistical analysis used one-way Anova and posthoc for initial cell number, confluency time, confluency cell number, and differentiation time.
Result and Discussion. Mesenchymal stem cells in all groups were able to be isolated, proliferate and differentiate to osteoblast. Initial cell number (mean) group 1: 3.07 x 106/mL, group 2: 2.11 x 106/mL, group 3: 2.89 x 106/mL and group 4: 7.35 x 106/mL (p< 0.001). Confluency time (mean) group 1: 25.8 days, group 2: 35.7 days, group 3: 26 days, group 4: 19.7 days (p< 0.001). Confluency cell number (mean) group 1: 6.54 x 106/mL, group 2: 4.61 x 106/mL, group 3: 5.94 x 106/mL, group 4: 11.14 x 106/mL (p< 0.001). Differentiation time group 1: 15.5 days, group 2: 25.4 days, group 3: 15.4 days, group 4: 11.2 days (p< 0.001). Posthoc analysis for initial cell number was found significantly different for group 1 and 4 (p= 0.000), group 2 and 4 (p< 0.001) and group 3 and 4 (p< 0.001). Posthoc analysis for confluency time, confluency cell number and differentiation time was found significantly different for all groups except group 1 and 3 (p= 1.000, 0.670, 1.000).
Conclusion. Peripheral blood mesenchymal stem cells after GCSF induction are able to be isolated, proliferate and differentiate. GCSF administration increase mesenchymal stem cells number and shorten culture duration. Peripheral blood is a promising alternative donor for mesenchymal stem cells.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>