Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 74284 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Anjar Prianto
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2010
S31639
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Arum Albuntana
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2010
S31643
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
"Teripang merupakan salah satu biota yang dapat dijadikan sebagai sumber senyawa
bioaktif dari laut. Senyawa tersebut memiliki efek biologi seperti anti kanker, jamur,
hemolisis dan aktivitas kekebalan tubuh. Tujuan penelitian ini adalah untuk menduga
tingkat toksisitas ekstrak empat jenis teripang yaitu Actinopyga miliaris, Holothuria
leucospilota, Bohadschia argus, dan Bohadschia marmorata dari Pulau Penjaliran
Timur Taman Nasional Kepulauan Seribu (TNKpS) Jakarta. Metode yang digunakan
pada penelitian ini adalah Brine Shrimp Lethalty Test (BSLT). BSLT merupakan salah
satu metode awal untuk menduga tingkat toksisitas suatu substansi bahan alam dengan
menggunakan larva udang Artemia salina. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
keempat jenis teripang tersebut bersifat aktif terhadap uji BSLT yang ditandai dengan
nilai LC50 kurang dari 1000 µg/ml. Keaktifan tertinggi diperoleh jenis B. argus dengan
nilai LC50 sebesar 69,254 µg/ml. Uji BSLT fraksi crude extract jenis H. leucospilota
menunjukkan bahwa fraksi air memiliki keaktifan tertinggi dengan nilai LC50 sebesar
50,968 µg/ml."
620 JITK 3:1 (2011)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Suriyanto
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2010
S31598
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyu Astuti
"Telah dilakukan uji toksisitas ekstrak metanol empat spesies timun laut dari Kepulauan Seribu yaitu Holothuria coluber, Holothuria edulis, Actinopyga lecanora, dan Stichopus sp. Timun laut diekstraksi dengan metanol kemudian ekstrak dari spesies dengan aktivitas tertinggi difraksinasi cair-cair dengan nheksan, etil asetat, dan air. Fraksi yang paling toksik selanjutnya difraksinasi kembali menggunakan kromatografi kolom normal. Pengujian dilakukan dengan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Actinopyga lecanora memiliki toksisitas tertinggi dengan nilai LC50 227,094 μg/ml sementara fraksi paling aktif adalah etil asetat dengan LC50 158,276 μg/ml. Hasil pengujian pada fraksi hasil kolom memberikan nilai LC50 sebesar 84,202 μg/ml sebagai fraksi teraktif. Identifikasi dengan berbagai pereaksi kimia menunjukkan bahwa fraksi paling aktif tersebut diduga mengandung senyawa golongan flavonoid dan steroid/triterpenoid."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2010
S33130
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Zulfa Hanif
"dan berpotensi menjadi obat anti kanker. Penelitian bertujuan untuk mengukur tingkat toksisitas dari ekstrak kasar organospesifik Acanthaster. Uji toksisitas dilakukan pada bagian duri, kulit dan organ tubuh bagian dalam. Uji toksisitas dilakukan dengan metode Brine Shrimp Lethality Test. Hasil uji BSLT menunjukkan bahwa ekstrak kasar duri memiliki tingkat toksisitas tertinggi dibandingkan dengan kulit dan organ dalam dengan nilai LC50 sebesar 227.304 ppm, 483.150 ppm, dan 338.535 ppm.
Hasil BSLT terhadap hasil fraksinasi ekstrak kasar duri menunjukkan nilai LC50 tertinggi dimiliki oleh fraksi n-heksan dengan nilai 276,586 ppm. Hasil KLT menunjukkan bahwa ekstrak duri dan kulit memiliki pola pemisahan bercak yang hampir sama, sedangkan ekstrak organ dalam berbeda. KLT fraksi menunjukkan pola fraksi n-heksan dan etil asetat hampir sama, sedangkan untuk fraksi air memiliki pola bercak yang berbeda.

Acanthaster (Echinoderm) seems to has active compounds which is potential for anti-cancer drugs. The study aims to measure the toxicity level of Acanthaster organospecific crude extract, namely thorns, skin and internal organs. Toxicity tests was conducted by Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) methods. BSLT test results showed that the level of toxicity thorns crude extract has the highest than skin and internal organs crude extract (227,304 ppm, 483,150 ppm, and 338,535 ppm respectily). Fractination was done to separate the toxic compounds.
The results of fractionation BSLT showed that fraction of n-heksan has the highest LC50 (276,586 ppm). TLC results showed that crude extract of thorns and skin have the same separation patterns spots, while the extracts of internal organs has different pattern. TLC fraction showed a similarity pattern between n-hexane fraction and ethyl acetate, meanwhile the water fraction has a different pattern.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2012
S42574
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Hutomo Mahardima
"Didemnum sp. merupakan salah satu organisme laut yang dapat digunakan sebagai salah satu sumber senyawa bioaktif. Penelitian dilakukan untuk menguji toksisitas pada ekstrak Didemnum sp. dari Pulau Semak Daun Kepulauan Seribu Jakarta. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah uji Brine Shrimp Lethality Test (BSLT), fraksinasi dengan kromatografi cair-cair, kromatografi kolom, dan uji biuret.
Hasil uji BSLT menunjukkan bahwa ekstrak kasar Didemnum sp. bersifat aktif dengan nilai LC50 sebesar 545,113 μg/ml. Hasil fraksinasi yang aktif adalah fraksi etil asetat dan air dengan nilai LC50 sebesar 89,210 μg/ml dan 138,468 μg/ml secara berturut-turut. Fraksinasi dengan kromatografi kolom menghasilkan 7 fraksi. Fraksi yang paling aktif adalah fraksi ke-7 dengan nilai LC50 sebesar 7,449 μg/ml. Uji biuret memberikan hasil negatif.

Didemnum sp. is one of marine organism which can be used as one of bioactive compound resource. This research was conducted to test the toxicity of Didemnum sp. extract from Semak Daun Island Seribu Islands Jakarta. Methods which used in this research were Brine Shrimp Lethality Test (BSLT), fractionation with liquid-liquid chromatography, column chromatography, and biuret test.
The result from BSLT showed that Didemnum sp. crude extract was active with LC50 value 545,113 μg/ml. The active fractionation product was ethyl acetate and water fraction which has LC50 value 89,210 μg/ml and 138,468 μg/ml respectively. Column chromatography fractionation produced 7 fractions. The most active fraction was the 7th fraction which has LC50 value 7,449 μg/ml. Biuret tests were negative.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2014
S53748
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Stefani
"Ikan lepu batu memiliki racun yang paling berbahaya dibandingkan jenis hewan laut beracun lainnya. Racunnya mengandung berbagai komponen bioaktif yang dapat dimanfaatkan, salah satunya yang sudah banyak diinvestigasi adalah stonustoxin (SNTX). Racun ikan lepu batu juga mengandung banyak protein dengan berat molekul sekitar 8-18 kDa yang jarang diteliti lebih lanjut aktivitasnya sehingga penelitian mengenai toksisitas kelompok protein tersebut sangat menarik untuk dilakukan. Salah satu pengujian toksisitas akut sederhana adalah Brine Shrimp Lethality Test (BSLT). Untuk mengetahui manfaat dari sifat toksik tersebut, salah satu caranya adalah dengan pengujian aktivitas antibakteri. Ikan lepu batu yang diperoleh dari Kepulauam Seribu, Indonesia diidentifikasi spesiesnya dan kemudian racunnya dipanen. Pemurnian fraksi 8-18 kDa dilakukan dengan FPLC menggunakan kolom HiTrap Q HP. Kemudian, dilakukan uji Lowry untuk menentukan konsentrasi protein, identifikasi SDS-PAGE, uji toksisitas BSLT, hingga pengujian aktivitas antibakteri. Pada penelitian ini, fraksi 8-18 kDa dengan kemurnian tertinggi diperoleh saat persen elusi garam 0%. Fraksi protein tersebut terbukti memiliki sifat toksik terhadap larva Artemia salina karena memiliki nilai LC50 sebesar 125,49 μg/mL. Hasil pengujian aktivitas antibakteri menunjukkan bahwa kelima varasi konsentrasi racun ikan lepu batu dan fraksi 8-18 kDa yang diberikan tidak dapat menginhibisi pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus, Escherichia coli, dan Salmonella typhii.

Stonefish has the most deadly venom compared to other venomous marine animals. Their venom contain various bioactive components that can be utilized, one of them is stonustoxin (SNTX) which is widely investigated. Stonefish venom has also smaller proteins around 8-18 kDa whose activities are rarely observed. Therefore, it is very interesting to determine those protein’s toxicity. One of simple accute toxicity assay is Brine Shrimp Lethality Test (BSLT). Antibacterial activity test was done to find out the benefit of the toxic nature. Stonefish obtained from Kepulauan Seribu, Indonesia was identified its speices and then harvested. The purification of 8-18 kDa fraction was done by FPLC using HiTrap Q HP column. Then, several tests were carried out, such as Lowry test to determine protein content, identification by SDS-PAGE, toxicity assay using BSLT, and antibacterial activity test. In this study, the fraction of 8-18 kDa with the highest purity was obtained 0% salt elution. The protein fraction is toxic against Artemia salina larvae because the LC50 value is 125,49 μg/mL. The results of antibacterial activity test showed that stonefish venom and the 8-18 kDa fraction could not inhibit the growth of Staphylococcus aureus, Escherichia coli, and Salmonella typhii."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia , 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syatiani Arum Syarie
"Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui toksisitas ekstrak daun Garcinia
porrecta Wall var. schizogyna Boerl dengan metode Brine Shrimp Lethality Test
(BSLT) dan mengetahui senyawa kimia dari fraksi yang aktif. Daun G. porrecta
Wall var. schizogyna Boerl diekstraksi dengan pelarut n-heksana, aseton, dan
metanol. Hasil uji BSLT pada ekstrak menunjukkan bahwa ekstrak metanol
memiliki sifat toksik dengan nilai LC50 sebesar 564,424 ppm, sedangkan ekstrak
n-heksana dan aseton tidak bersifat toksik karena nilai LC50 lebih dari 1000 ppm.
Fraksi hasil pemisahan ekstrak metanol secara kromatografi cair vakum diperoleh
10 fraksi M1, M2, M3, M4, M5, M6, M7, M8, M9, dan M10. Fraksi M3
merupakan fraksi yang paling toksik dengan nilai LC50 sebesar 75,366 ppm.
Fraksi M3 difraksinasi kembali dengan kromatografi kolom dan diperoleh 5 fraksi
gabungan yaitu fraksi M31, M32, M33, M34, dan M35. Fraksi yang memiliki
toksisitas tertinggi adalah fraksi M31 dengan nilai LC50 sebesar 9,568 ppm.
Identifikasi golongan senyawa dari fraksi M31 menunjukkan bahwa fraksi tersebut
mengandung senyawa golongan flavonoid."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2010
S33120
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Aulia Rahmi
"ABSTRAK
Proses standardisasi dan kontrol sangat diperlukan untuk menjaga kualitas suatu obat herbal, khususnya analisis kandungan dan pengujian toksisitas dari bahan alam tersebut. Selain itu, kualitas ekstrak juga dapat dipengaruhi faktor lain, seperti waktu ekstraksi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan pengaruh waktu ekstraksi terhadap besar kandungan total flavonoid dan sifat toksisitas ekstrak air daun belimbing manis (Averrhoa carambola L.). Pada metode uji I (AlCl3 tanpa penambahan NaNO2), didapatkan kandungan total flavonoid dari variasi waktu ekstraksi 30,45,60,75, dan 90 menit secara berurutan sebesar 0,1638%, 0,1716%, 0,1681%, 0,1642%, dan 0,1784%. Sedangkan, pada metode uji II (AlCl3 dengan penambahan NaNO2), didapatkan sebesar 0,1856%, 0,2113%, 0,2296%, 0,2097%, dan 0,2042%. Pada pengujian toksisitas dengan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT), didapatkan nilai LC50 dari variasi waktu ekstraksi 30, 45, 60, 75, dan 90 menit secara berurutan sebesar 8232,46 μg/ml, 4175,42 μg/ml, 4885,27 μg/ml, 1056,99 μg/ml, dan 9908,32 μg/ml. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa kandungan total flavonoid dari ekstrak air daun belimbing manis bersifat relatif konstan dan mengalami perubahan yang tidak signifikan seiring bertambahnya waktu ekstraksi. Selain itu, nilai LC50 bersifat fluktuatif dan tidak memiliki aktivitas biologi sebagai toksik seiring bertambahnya waktu ekstraksi.

ABSTRACT
Proses standardisasi dan kontrol sangat diperlukan untuk menjaga kualitas suatu obat herbal, khususnya analisis kandungan dan pengujian toksisitas dari bahan alam tersebut. Selain itu, kualitas ekstrak juga dapat dipengaruhi faktor lain, seperti waktu ekstraksi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan pengaruh waktu ekstraksi terhadap besar kandungan total flavonoid dan sifat toksisitas ekstrak air daun belimbing manis (Averrhoa carambola L.). Pada metode uji I (AlCl3 tanpa penambahan NaNO2), didapatkan kandungan total flavonoid dari variasi waktu ekstraksi 30,45,60,75, dan 90 menit secara berurutan sebesar 0,1638%, 0,1716%, 0,1681%, 0,1642%, dan 0,1784%. Sedangkan, pada metode uji II (AlCl3 dengan penambahan NaNO2), didapatkan sebesar 0,1856%, 0,2113%, 0,2296%, 0,2097%, dan 0,2042%. Pada pengujian toksisitas dengan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT), didapatkan nilai LC50 dari variasi waktu ekstraksi 30, 45, 60, 75, dan 90 menit secara berurutan sebesar 8232,46 μg/ml, 4175,42 μg/ml, 4885,27 μg/ml, 1056,99 μg/ml, dan 9908,32 μg/ml. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa kandungan total flavonoid dari ekstrak air daun belimbing manis bersifat relatif konstan dan mengalami perubahan yang tidak signifikan seiring bertambahnya waktu ekstraksi. Selain itu, nilai LC50 bersifat fluktuatif dan tidak memiliki aktivitas biologi sebagai toksik seiring bertambahnya waktu ekstraksi."
2016
S64277
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>