Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 139974 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Telah dilakukan penelitian mengenai optimasi ekstraksi total DNA
(metagenom) dan deteksi gen penyandi lipase dari sampel tanah dengan
metode PCR. Sampel tanah yang digunakan berupa tanah gembur dan
tanah lingkungan sampah organik di kawasan PUSPIPTEK, Serpong.
Ekstraksi metagenom menggunakan metode direct extraction dan indirect
extraction. Deteksi gen lipase menggunakan metode PCR dengan primer
bsublip dari gen lipase Bacillus subtilis dan primer geobaclip dari gen lipase
Geobacillus sp. Hasil ekstraksi DNA secara indirect dan optimasi PCR
dengan primer EU forward dan U reverse berhasil mendapatkan gen 16S
rDNA sehingga membuktikan adanya organisme prokariotik pada kedua
sampel tanah tersebut dan tidak adanya inhibitor yang menghambat proses
PCR. Hasil amplifikasi dengan menggunakan primer yang didesain dari
multiple alignment tidak mendapatkan gen penyandi lipase. Desain primer
yang lebih optimal sangat diperlukan untuk penelitian selanjutnya."
Universitas Indonesia, 2009
S31575
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adinda Hening Prameswari
"Eksopolisakarida (EPS) telah banyak diteliti dapat diaplikasikan dalam bidang industri makanan, kesehatan, dan farmasi. Beberapa bakteri asam laktat (BAL) memiliki kemampuan menghasilkan EPS dengan adanya enzim sukrase, baik glukansukrase/ glukosiltransferase (gtf) maupun fruktansukrase/ fruktosiltransferase (ftf). Glukansukrase menghasilkan EPS berupa polimer glukan, sedangkan fruktansukrase menghasilkan polimer fruktan. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi adanya gen ftf penyandi fruktansukrase dari beberapa galur BAL yang diduga memiliki aktivitas fruktansukrase berdasarkan penelitian menggunakan metode visual. Skrining gen tersebut secara molekuler dilakukan dengan teknik Polymerase Chain Reaction (PCR) menggunakan primer degenerate yang berasal dari dua sekuens conserved region gen ftf beberapa galur BAL. Galur BAL yang digunakan untuk konstruksi primer adalah Bacillus subtilis, Bacillus stearothermophilus, Bacillus amyloliquefaciens, Streptococcus mutans, Streptococcus salivarius, dan Lb. reuteri 121. Amplikon berukuran sekitar 700 pb dihasilkan oleh 7dari 21 DNA genomik dari galur yang digunakan, yaitu MBF PDG 3(1), MBF PDG 4, Weissella cibaria MBF WRS 3, Leuconostoc mesenteroides MBF 4-2, Leuconostoc mesenteroides MBF 7-5, Weissella confusa MBF PDG 10(1), dan Leuconostoc mesenteroides MBF WRS 6."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2010
S32689
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rusli Muljono
"ABSTRAK
Salah satu cara untuk mengekstraksi DNA Brugia malayi adalah menggunakan kit yang lebih sederhana dan lebih cepat dibandingkan dengan teknik ekstraksi fenol,
Pada 15 ekor cacing dewasa B.malayi hasil pembiakan dalam gerbil dilakukan ekstraksi DNA dengan menggunakan kit dan metode ekstraksi fenol yang lebih rumit. Pada teknik ekstraksi dengan kit ternyata tidak diperoleh DNA, sedangkan pada ekstraksi fenol diperoleh DNA sejumlah 100 µg/ml yang terlihat sebagai pita 322 bp pada elektroforesis.
Disimpulkan bahwa teknik ekstraksi fenol lebih bailk hasilnya dibandingkan dengan kit karena pemakaian fenol yang lebih sering sehingga lebih banyak DNA yang dapat terekstraksi.

ABSTRACT
Comparison Of DNA Extraction Result from Brugia malayi by using Kit and by using Phenol Extraction Method
One of several ways to extract the Brugia malayi DNA is to use a kit which is more simple and take a shorter time compared to the phenol extraction technique.
DNA extraction by using kit and by using phenol extraction method were done on 15 adult worms of B. malayi which had been cultured in gerbil.
No DNA was extracted by using the kit; whereas 100 µg/ml DNA was obtained by using phenol extraction method. The DNA was seen as a 322 bp band on electrophoresis.
It was concluded that the phenol extraction method result was superior to the result of extraction by using kit, because by using phenol more frequently more DNA would be extracted.
"
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2002
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Rini Puspitaningrum
"Ruang lingkup dan cara penelitian : AFP adalah protein onkofetal yang disintesis pada masa fetus dan ekspresinya ditekan pada. individu dewasa sehat. Kadar AFP ini akan meningkat kembali pada penderita keganasan hati. Telah diketahui bahwa ekspresi gen APP diakhir pada tingkat transkripsi, akan tetapi, mekanisme pengaturan dari faktor yang mendukung proses pengaturan sintesis AFP tersebut masih belum pasti. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi (ragmen DNA yang mengandung elemen promotor gen dan gen penyandi AFP. Fragmen DNA ini selanjutnya akan digunakan dalam penelitian ekspresi gen APP secara in vitro secara efisien. DNA AFP bahan uji yang digunakan adalah bersumber dari sel jaringan hati tikus Rattus navergic's strain Wistar. Tahap penelitian yang harus dikerjakan adalah mengisolasi DNA genam hati tikus dengan atau tanpa menggunakan kit Menelusuri data urutan nukleotida DNA AFP yang akan diisolasi. Merancang sepasang oligonukleotida primer. Mengisolasi fragmen DNA AFP dengan cara PCR dan memurnikannya dengan cara elektroelusi. Selanjutnya memotong fragmen DNA produk PCR tersebut dengan enzim endonuklease restriksi spesifik. Akhirnya membaca urutan nukleotida fragmen tersebut.
Hasil dan Kesimpulan : Diperoleh fragmen DNA AFP produk PCR sepanjang 292pb dengan menggunakan sepasang oligonukleotida primer Twister I (5'CATAAGATAGAAGTGACCCCTGTG3') dan Twister II (5 'GCATCTTA CCTATTCCAAA CTCAT3 ' ). Fragmen DNA tersebut mengandung elemen promotor gen dan gen penyandi AFP dengan urutan nukleatida yang sama dengan urutan nukleotida pada fragmen DNA AFP yang diperoleh dari bank gen. Pemotongan fragmen DNA tersebut dengan menggunakan enzim menghasilkan fragmen DNA sepanjang 110pb yang hanya mengandung gen penyandi AFP. Fragmen DNA ini akan digunakan sebagai kontrol negatif untuk membuktikan pentingnya elemen promotor gen AFP dalam proses pengaturan ekspresi gen AFP."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Bakteri Asam Laktat (BAL) adalah organisme yang memiliki status
GRAS (generally recognized as safe) dan diketahui dapat menghasilkan
banyak molekul Eksopolisakarida (EPS). Molekul EPS dinilai penting secara
ekonomi, bukan saja karena kontribusinya yang positif untuk industri makanan,
tetapi juga karena manfaatnya untuk kesehatan manusia. EPS dapat
dibedakan menjadi dua tipe, yaitu homopolisakarida dan heteropolisakarida.
Untuk sintesis EPS homopolisakarida dari sukrosa, BAL mempekerjakan
enzim ekstraselular besar yaitu glukosiltransferase (GTF) atau glukansukrase,
dan fruktosiltransferase (FTF) atau fruktansukrase. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk mengidentifikasi gen gtf dari DNA genomik beberapa BAL
penghasil EPS yang sebelumnya telah diisolasi dari beberapa sumber lokal.
DNA genomik BAL diekstraksi dari sel yang ditumbuhkan pada media MRS
dengan metode modifikasi Murray dan Thompson [1980] menggunakan CTAB.
DNA hasil ekstraksi kemudian dikuantifikasi menggunakan spektrofotometer
GeneQuant® untuk menentukan konsentrasi dan kemurniannya. Identifikasi
gen gtf sendiri dilakukan dengan melakukan metode Polymerase Chain
Reaction (PCR) dengan menggunakan primer degenerate dari daerah katalitik
gen gtf. Sebagai hasil akhir, 18 dari 21 DNA genomik isolat-isolat BAL
penghasil EPS yang digunakan dalam penelitian ini terbukti menghasilkan amplikon dengan ukuran 660 pb yang mengindikasikan adanya gen gtf ."
Universitas Indonesia, 2007
S32620
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Frans Kurnia
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2007
S31527
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Angelyn Pricillya
"Leptospirosis merupakan penyakit akibat infeksi bakteri Leptospira spp. patogen yang umumnya terjadi di negara tropis dan subtropis serta memiliki karakteristik berupa gejala klinis yang kurang spesifik. Vektor dari penyakit tersebut adalah tikus maupun hewan peliharaan, seperti anjing dan sapi. Microscopic agglutination test (MAT) merupakan uji baku emas leptospirosis yang telah ditetapkan WHO. Akan tetapi, uji tersebut kurang sensitif di fase awal terjadinya infeksi dan memiliki prosedur yang rumit. Konfirmasi melalui metode real-time polymerase chain reaction (RT-PCR) dengan gen secY menggunakan darah utuh dan serum dapat dilakukan untuk pengembangan diagnosis leptospirosis. Tujuan dari penelitian ini adalah mendeteksi gen secY pada sampel darah utuh dan serum pada pasien terduga leptospirosis yang meliputi pasien suspek dan probable di Klaten, Jawa Tengah dengan metode RT-PCR. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk membandingkan positivity rate hasil RT-PCR sampel darah utuh dan serum dari 111 pasien terduga leptospirosis di Klaten, Jawa Tengah. Metode penelitian ini meliputi isolasi DNA, kuantifikasi DNA, amplifikasi DNA dengan RT-PCR menggunakan probe dan pewarna ROX, serta analisis hasil RT-PCR. Hasil RT-PCR menunjukkan terdeteksinya gen secY pada sampel darah utuh dan serum, dengan positivity rate darah utuh sebesar 5,41% (6/111) dan serum sebesar 18,92% (21/111), sedangkan positivity rate pada pasien suspek adalah sebesar 19,51% (16/82) dan pada pasien probable sebesar 27,59% (8/29). Dengan demikian, darah utuh dan serum dapat digunakan untuk mendeteksi leptospirosis dengan RT-PCR menggunakan gen secY dengan serum sebagai sampel yang lebih sensitif dibandingkan darah utuh. Akan tetapi, perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan kualitas metode deteksi, berupa proses ekstraksi, optimasi primer, maupun penggunaan gen pendamping. Selain itu, hasil RT-PCR tersebut juga dapat dikonfirmasi melalui analisis sekuens sebagai analisis lanjutan.

Leptospirosis is a disease caused by infection with pathogenic Leptospira spp. bacteria that commonly occurs in tropical and subtropical countries and has characteristics in the form of less specific clinical symptoms. The vectors of the disease are rats and domestic animals, such as dogs and cattle. Microscopic agglutination test (MAT) is the WHO gold standard test for leptospirosis. However, the test is less sensitive in the early phase of infection and has a complicated procedure. Confirmation through real-time polymerase chain reaction (RT-PCR) method with secY gene using whole blood and serum can be done for the development of leptospirosis diagnosis. The aim of this study is to detect secY gene in whole blood and serum samples of presumed leptospirosis patients including suspected and probable patients in Klaten, Central Java using RT-PCR method. In addition, this study also aimed to compare the positivity rate of RT-PCR results of whole blood and serum samples from 111 presumed leptospirosis patients in Klaten, Central Java. The method of this research includes DNA isolation, DNA quantification, DNA amplification by RT-PCR using ROX probes and dyes, and analysis of RT-PCR results. RT-PCR results showed the detection of secY gene in whole blood and serum samples, with a positivity rate in whole blood is 5.41% (6/111) and in serum is 18.92 (21/111), meanwhile the positivity rate in suspected patients is 19.51% (16/82) and in probable patients is 27.59% (8/29). Thus, whole blood and serum can be used to detect leptospirosis by RT-PCR using the secY gene with serum as the more sensitive sample than whole blood. However, efforts need to be made to improve the quality of the detection method, in the form of the extraction process, primer optimization, and the use of companion genes. In addition, the RT-PCR results can also be confirmed through sequence analysis as a follow-up analysis."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khalil Ahmad Aulia
"Pandemi Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) terjadi akibat cepatnya penyebaran Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus-2 (SARS-CoV-2) sehingga membutuhkan uji yang cepat dan tepat. Real-time polymerase chain reaction(real-time PCR) menggunakan sampel swab nasofaring merupakan standar baku emas, namun sifatnya yang invasif dan tingginya risiko aerosolisasi menjadi kekurangan sampel swab nasofaring. Saliva dinilai dapat menjadi sampel alternatif dalam uji deteksi COVID-19 karena proses koleksi yang tidak invasif, risiko aerosolisasi rendah, serta dapat dilakukan tanpa kontak langsung dengan tenaga kesehatan. Oleh karena itu, tujuan penelitian ini adalah 1) mengevaluasi potensi saliva dalam uji deteksi COVID-19 menggunakan metode real-time PCR dan gen deteksi Envelope (E) serta RNA-dependent RNA polymerase (RdRp), 2) membandingkan hasil real-time PCR sampel swab nasofaring dengan sampel saliva untuk mendapatkan nilai diagnostik, serta 3) mengetahui pengaruh penyimpanan saliva pada suhu -80°C selama tiga dan enam bulan terhadap nilai cycle threshold (Ct) dari real-time PCR yang dilakukan. Metode yang dilakukan meliputi isolasi RNA dengan QIAamp Viral RNA mini kit, kuantifikasi RNA dengan spektrofotometer, amplifikasi dengan real-time PCR, serta analisis data. Hasil real-time PCR menunjukkan bahwa gen E dan RdRp terdeteksi pada 45 dari 128 sampel dengan rentang nilai Ct 14,953—34,8509 dan rata-rata 24,98. Nilai diagnostik yang dihasilkan berupa nilai sensitivitas sebesar 87,2%, spesifisitas 95,1%, positive predictive value (PPV) 91,1%, dan negative predictive value(NPV) 92,8%. Saliva yang disimpan dalam suhu -80°C menunjukkan nilai Ct yang tidak berbeda secara signifikan setelah 3 dan 6 bulan penyimpanan. Kesimpulan penelitian adalah saliva dapat digunakan sebagai sampel alternatif dalam deteksi COVID-19 dengan metode real-time PCR dan gen deteksi E serta RdRp menggunakan sampel yang disimpan selama 3 dan 6 bulan tanpa buffer di suhu -80°C meskipun belum memenuhi kriteria standar WHO.

The Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) pandemic occurred as a result of the rapid spread of Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus-2 (SARS-CoV-2) thus requiring rapid and appropriate testing. Real-time polymerase chain reaction (real-time PCR) using nasopharyngeal swab samples is the gold standard, but its invasive nature and high risk of aerosolization is a shortage of nasopharyngeal swab samples. Saliva is considered to be an alternative sample in the COVID-19 detection test because the collection process is non-invasive, has a low risk of aerosolization, and can be done without direct contact with health workers. Therefore, the aims of this study were 1) to evaluate the potential of saliva in the COVID-19 detection test using the real-time PCR method and the Envelope (E) detection gene and RNA-dependent RNA polymerase (RdRp), 2) to compare the results of real-time PCR nasopharyngeal swab samples with saliva samples to obtain diagnostic value, and 3) to determine the effect of storing saliva at -80°C for three and six months on the cycle threshold (Ct) value of the real-time PCR performed. The methods used included RNA isolation with the QIAamp Viral RNA mini kit, RNA quantification with a spectrophotometer, amplification with real-time PCR, and data analysis. Real-time PCR results showed that the E and RdRp genes were detected in 45 of 128 samples with a Ct value range of 14.953-34.8509 and an average of 24.98. The resulting diagnostic value was a sensitivity value of 87.2%, a specificity of 95.1%, a positive predictive value (PPV) of 91.1%, and a negative predictive value (NPV) of 92.8%. Saliva stored at -80°C showed Ct values that were not significantly different after 3 and 6 months of storage. The conclusion of the study is that saliva can be used as an alternative sample in detecting COVID-19 with the real-time PCR method and detecting E and RdRp genes using samples stored for 3 and 6 months without buffer at -80°C even though they do not meet WHO standard criteria."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Samosir, Yoshida Aussiana
"Keberhasilan deteksi tuberkulosis (TB) relatif rendah pada negara berkembang dengan beban TB tinggi akibat kurangnya akurasi diagnosis. Penegakan diagnosis yang dilakukan dengan uji BTA dan TCM sebagai metode deteksi TB baku emas memiliki kelemahan dalam hal penggunaan spesimen sputum yang kemungkinan tidak tersedia pada pasien pediatrik, serta tidak representatif terhadap infeksi Mtb di luar jaringan paru. Urin dapat menjadi kandidat spesimen alternatif dikarenakan bersifat non-invasif. Deteksi antigen Mtb dalam urin menggunakan kit diagnostik Fujifilm SILVAMP TB LAM berhasil dilakukan pada populasi TB-HIV, namun deteksi gen Mtb secara langsung dalam urin belum banyak diteliti. Metode molekuler PCR telah digunakan dalam studi diagnostik karena memiliki nilai sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi, sehingga dapat memberikan hasil diagnosis yang akurat. Tujuan penelitian adalah melalukan uji deteksi TB pada sampel urin populasi yang telah dinyatakan TB secara bakteriologis (kelompok Definite TB) dan populasi yang didiagnosa TB secara klinis namun tidak menunjukkan hasil laboratorium TB (kelompok Clinically TB) melalui metode multiplex PCR dengan gen target ESAT6, IS6110, dan MPT64 dan mengevaluasi potensi sampel urin sebagai spesimen alternatif diagnosis TB. Nilai positivity rate yang diperoleh adalah 71,43% (10/14) pada kelompok Definite TB dan 60,71% (17/28) pada kelompok Clinically TB. Metode multiplex PCR dengan spesimen urin dapat menjadi petunjuk pada kasus TB non-paru dan populasi yang tidak dapat mengeluarkan sputum berkualitas.

Tuberculosis (TB) screening and diagnostic accuracy is relatively low in developing countries, which has contributed to the high TB burden in such regions. The diagnostic gold standard is the acid-fast bacillus (AFB) smear and GeneXpert test. A major disadvantage for both tests is the utilisation of sputum specimens, which may not be available in paediatric cases and is not representative of extrapulmonary Mtb infection. Urine may be used as an adjunct specimen because of its non-invasive nature of collection. Previous studies have focused on detecting Mtb antigens in urine using the Fujifilm SILVAMP TB LAM diagnostic kit in TB-HIV populations, however direct Mtb DNA detection has not been intensively evaluated. In recent years, PCR techniques have been widely used due to high sensitivity and specificity values which provides rapid and accurate diagnoses. Therefore, the primary objective of this is to conduct a TB detection test in urine samples of two population groups previously tested with AFB smear and GeneXpert test; (1) definite bacteriological cases (Definite TB group), and (2) clinically diagnosed cases (Clinically TB group), using multiplex PCR with target genes ESAT6, IS6110, and MPT64. Specifically, the study aims to evaluate urine as an alternative specimen and supporting tool in TB diagnostics. Observed positivity rate of urine samples was 71.43% (10/14) in the Definite TB group and 60.71% (17/28) in the Clinically TB group. Multiplex PCR using urine specimens indicates effectiveness in rapid detection of extra-pulmonary TB and sputum-scarce cases."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>