Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 113164 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Retno Hadi Astuti
"ABSTRAK
Bentonit merupakan salah satu jenis lempung yang telah banyak diketahui
manfaatnya. Cadangan bentonit di Indonesia sebesar ± 380 juta ton merupakan
aset potensial yang harus dimanfaatkan sebaik-baiknya. Salah satu
pemanfaatan bentonit adalah dalam bentuk organoclay. Organoclay adalah
bentonit yang telah diberi surfaktan agar sifat bentonit yang semula hidrofilik
menjadi organofilik, perubahan sifat ini adalah hasil dari penggantian kation
anorganik pada bentonit dengan kation organik surfaktan. Penelitian ini
bertujuan untuk membuat organoclay yang bahan bakunya berasal dari bentonit
alam Indonesia. Agar bisa menjadi bahan baku organoclay bentonit harus
dipurifikasi dulu dari berbagai pengotor yang terdapat bersamanya di alam.
Purifikasi yang dilakukan meliputi penghilangan karbonat, pengurangan kadar
besi, pengurangan materi organik dan pemisahan mineral pengotor dengan
pengendapan. Setelah dipurifikasi kemudian bentonit dipadukan dengan
surfaktan kationik jenis amonium kuarterner. Surfaktan yang digunakan adalah
alkildimetilbenzil amonium klorida (ADBA) dan di(hydrogenatedtallow)dimetil
amonium klorida (DTDA). Dari hasil pengujian, organoclay menggunakan
surfaktan DTDA lebih baik karena mempunyai d-spacing yang cukup tinggi
sebesar 2,58 nm dan stabil terhadap pemanasan
(suhu awal degradasi 279,950C)."
Depok: [Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia;, ], [2005;2005;2005;2005;2005, 2005]
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Danar Kuriawan
"Penentuan kapasitas tukar kation ( KTK) bentonit alam, bentonit komersil, bentonit alam purifikasi karbonat, dan bentonit komersil purifikasi karbonat menggunakan ion kompleks [Cu(en)2]2+ yang akan dipertukarkan dengan kation-kation yang berada dalam interlayer bentonit. Hasil pengukuran spektrofotometer UV-Vis menunjukkan bentonit yang dipurifikasi memiliki nilai KTK yang lebih kecil dibandingkan bentonit yang belum dipurifikasi. Sintesis organoclay melalui metode ultrasonik menggunakan surfaktan heksadesil trimetil amonium bromida dilakukan dengan variasi konsentrasi 1 KTK dan 2 KTK . Hasil XRD menunjukkan baik organoclay 1 KTK maupun 2 KTK memiliki orientasi bilayer.
Hasil FTIR menunjukkan adanya pita serapan vibrasi uluran antisimetri dan simetri di bilangan gelombang 2850-2920 cm-1 dan pita serapan vibrasi gunting CH2 pada 1463-1473 cm-1 mengindikasikan telah terjadi interkalasi surfaktan pada bentonit. Aplikasi organoclay dilakukan pada p-klorofenol dan hidroquinon. Hasil spektrofometer UV-vis menunjukkan adanya penurunan konsentrasi pada kedua senyawa tersebut. Penyerapan pada p-klorofenol lebih efektif dibandingkan hidroquinon. Data FTIR menunjukkan bahwa kedua senyawa tersebut telah terabsorp oleh organoclay pada bilangan gelombang 3400 cm-1."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
S30463
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Irnawati Hapida
"Modifikasi elektroda BDD dengan organoclay HDTMA-bentonit dilakukan untuk meningkatkan sensitivitas elektroda BDD terhadap deteksi senyawa fenol pada analisis voltametri siklik. Organoclay merupakan material yang mempunyai daya adsorpsi tinggi terhadap polutan organik. Sedangkan elektroda BDD merupakan elektroda dengan berbagai kelebihan diantaranya arus blanko yang rendah dan jangkauan potensial yang lebar. Permukaan elektroda BDD dilapisi dengan campuran organoclay HDTMA-Bentonit dan karbon dengan memvariasikan perbandingan massa keduanya, yaitu pada perbandingan organoclay dan karbon 1:2, 1:3 dan 1:4, serta variasi KTK organoclay yaitu 1 dan 2 KTK. Pada pengukuran fenol dalam larutan NaCl 0.1 M, hasil optimum ditunjukkan pada perbandingan organoclay dan karbon 1:3 pada organoclay 2 KTK dengan sensitivitas sebesar 0.0042 mM/mA. Arus dari hasil oksidasi fenol pada elektroda BDD+OC 2 KTK+CP lebih tinggi dari elektroda BDD yang tak termodifikasi organoclay dengan batas deteksi sebesar 0.017 mM dan reproducibility sebesar 7.181 %.

Modification of BDD electrode with organoclay HDTMA-Bentonite is made to improve sensitivity of BDD electrode for detecting phenol through the analysis of cyclic voltammetry analysis. Organoclay is a material with high adsorption of organic compounds due to its hydrophilic character. While the BDD electrode is an electrode with many of advantages including current and capable of forming a wide potential range. BDD electrode surface is coated with mixture of organoclay HDTMA-Bentonite and carbon powder with variation of mass ratio (1:2, 1:3 and 1:4) and variation of CEC of organoclay (1 CEC and 2 CEC). Optimum result of phenol measurement in 0.1 M NaCl solution are obtained in 1:3 ratio of organoclay and carbon at 2 CEC organoclay with a sensitivity of 0.0042 mM/mA. Current from oxidation phenol on BDD+OC 2 CEC+CP electrode is higher than BDD electrode without modification. BDD+OC 2 CEC+CP electrode has limit of detection of 0.017 mM and 7.181 % reproducibility.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2012
S43635
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Paramita Puspitasari
"Bentonit asal Tasikmalaya dimodifikasi menjadi organoclay dengan menggunaan surfaktan non-ionik Triton X-100 sebagai agen penginterkalasi. Produk hasil modifikasi dikarakterisasi dengan XRD, FTIR, dan EDAX. Sebelum preparasi, dilakukan fraksinasi presipitasi bentonit dan didapat Fraksi 1 yang kaya montmorillonit (MMT) yang kemudian divariasikan kation penyeimbangnya dengan Na+ (menjadi Na-MMT) dan NH4+ (menjadi NH4-MMT). Kemudian nilai KTK Na diperoleh sebesar 66,5 meq/100 gram Na-MMT dengan menggunakan senyawa kompleks [Cu(en)2]2+, dan 65 meq/100 gram Na-MMT dengan menggunakan senyawa kompleks [Cu(NH3)4]2+. Variasi penambahan surfaktan Triton X-100 yang digunakan untuk preparasi organoclay 5360 ppm, 7490 ppm, dan 9630 ppm terhadap d-spacing diamati dengan XRD low angle menunjukkan bahwa terjadinya peningkatan d-spacing dari 15,10 Å untuk Na-MMT masing-masing menjadi 17,26 Å, 16,91 Å, dan 17,28 Å; 15,75 Å untuk MMT menjadi 16,24 A, 16,53 Å, dan 16,42 Å; 12,39 Å untuk NH4-MMT (dari Na-MMT) menjadi 15,02 Å, 14,99 Å, dan 14,88 Å; 12,47 Å untuk NH4-MMT (dari MMT) menjadi 15,11 Å, 14,88 Å, dan 15,07 Å. Data yang diperoleh menunjukkan bahwa d-spacing yang dihasilkan oleh organoclay dari Na-MMT lebih besar dibandingkan dengan organoclay lainnya, dan nilai % kenaikan d-spacing yang baik merupakan organoclay dari NH4-MMT (dari Na-MMT) maupun organoclay dari NH4-MMT (dari MMT).

Bentonite of Tasikmalaya is modified into organoclay by using non-ionic surfactant Triton X-100 as an intercalation agent. The modified product is characterized with XRD, FTIR, and EDAX analysist. Leading to the preparation, the bentonite was fractionated to obtain the fraction 1 which is rich in montmorillonite (MMT). This fraction then modified using variation balancing cations. The cations variation are Na+ (as Na-MMT) and NH4+ (as NH4-MMT). The CEC of the Tasikmalaya bentonite obtained in the research is 66,5 meq/100 g clay with the Cu(en)22+ complex and 65 meq/100 g clay with the Cu(NH3)42+ complex. The Triton X-100 concentration used in the research was 5360 ppm, 7490 ppm, and 9630 ppm. The influence of Triton X-100 surfactant on the d-spacing of the clay was observed with low angle XRD. The result shows that d-spacing increase from 15,10 Å to 17,26, 16,91 Å, and 17,28 Å for Na-MMT; from 15,75 Å to 16,24 A, 16,53 Å, and 16,42 Å for MMT; from 12,39 Å to 15,02 Å, 14,99 Å, and 14,88 Å for NH4-MMT (of Na-MMT source) ; and from 12,47 Å to 15,11 Å, 14,88 Å, and 15,07 Å for NH4-MMT (from MMT source). The highest percentage of the d-spacing number was from both NH4-MMT (from Na-MMT and MMT source)."
Depok: Universitas Indonesia, 1012
S43213
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1998
S49097
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Denisha Elmoiselle Munaf
"Meningkatnya limbah plastik di Indonesia menjadi salah satu masalah di Indonesia. Tujuan dari penelitian ini adalah membuat membran plastik nanokomposit yang memiliki kemampuan terdekomposisi di alam. Sintesis selulosa asetat murni dan nanokomposit SA/OCT-C16 dengan variasi komposisi organoclay 1 wt%, 3 wt%, 5 wt%, dan 7 wt% telah berhasil dibuat dengan metode solvent casting. Struktur bentonit tetap sama meskipun telah mengalami reaksi pertukaran kation hingga menjadi organoclay.
Hal tersebut dapat dilihat dengan adanya pita serapan khas bentonit berupa deformasi SI-O-Si pada bilangan gelombang 500-400 cm-1 dan adanya pita serapan khas dari karbon CH2 yang berasal dari surfaktan heksadesiltrimetil amonium bromida (HDTMA-Br) pada bilangan gelombang 2930 cm-1 dan 2842 cm-1. Difraktogram organoclay menunjukkan peningkatan nilai basal spacing dari 15,19 Å menjadi 20,14 Å.
Hasil uji tarik menunjukkan bahwa nanokomposit dengan komposisi organoclay 1 wt% memiliki kuat tarik tertinggi yaitu 44,56 MPa dengan kenaikan sebesar 16% dibandingkan dengan selulosa asetat murni. Hasil uji dekomposisi menunjukkan bahwa selulosa asetat mempunyai kemampuan terdekomposisi paling tinggi, yaitu sebanyak 37% sedangkan nanokomposit dengan 1 wt% organoclay terdekomposisi sebanyak 25% selama 60 hari penguburan. Secara umum massa terdekomposisi nanokomposit lebih tinggi daripada massa terdekomposisi plastik komersial.

This research is based on the increasing problem of plastic waste in Indonesia. The focus of this research is to produce a nanocomposite plastic membranes that have the ability to decompose in nature better than commercial plastic. Synthesis of cellulose acetate and nanocomposite SA/OCT-C16 with variation in composition of 1 wt%, 3 wt%, 5 wt%, and 7 wt% of organoclay has been successfully created with a solvent casting method. Bentonite structure remain visible although it has undergone a cation exchange reaction to be an organoclay.
It can be seen with their typical absorption bands of bentonite on the form of the deformation of the Si-O-Si at wave number 500-400 cm-1 and the typical absorption band of carbon CH2 derived surfactant hexadecyltrimethylammonium bromide (HDTMA-Br) at wave number 2930 cm-1 and 2842 cm-1. Difractogram on organoclay show the increase of the value of basal spacing of organoclay from 15,19 Å up to 20,14 Å.
The tensile strength test shows that nanocomposite with 1 wt% composition of organoclay has the graetest tensile strength that is equal 44.56 MPa with an increase of 16% compared to pure cellulose acetate. The result of decomposition test shows that pure cellulose acetate has the ability to decompose the highest, which is about 37% whereas nanocomposite with 1 wt% of organoclay only able to decompose as much as 25% during 60 days of burial. In general, the mass of decomposed nanocomposite is higher than the mass of commercial plastic decomposes.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2016
S63295
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Galih Rakadya
"Organobentonit berhasil dibuat dengan proses interkalasi Na-Bentonit dengan senyawa Alanin. Bentonit yang digunakan berasal dari Tapanuli, Sumatera Utara. Na-Bentonit dibuat dari bentonit hasil sedimentasi untuk memperoleh kandungan montmorillonit yang terdapat pada bentonit. Kemudian dilakukan penyeragaman kation pada interlayer bentonit dengan Na+ menjadi Na-Bentonit.
Hasil penentuan nilai Kapasitas Tukar Kation dengan menggunakan [Cu(en)2]2+, diperoleh nilai KTK sebesar 45,336 mek/100 gram bentonit. Preparasi organobentonit menggunakan Na-Bentonit yang terinterkalasi Alanin, jumlah Alanin yang ditambahkan sesuai dengan 1 KTK dan 2 KTK dengan 3 variasi pH yaitu pH isoelektrik Alanin (pH 6,01), pH < pI (pH 5) dan pH > pI (pH 7). Hasil karakterisasi organobentonit menunjukkan senyawa Alanin telah berhasil terinterkalasi ke dalam bentonit dan terjadi perubahan pada d-spacing.
Organobentonit diuji kemampuan adsorpsinya terhadap ion logam berat Pb2+ dan Cd2+ dengan variasi konsentrasi antara 0,1 mM sampai 0,5 mM, dan membandingkan hasilnya dengan kemampuan adsorpsi dari bentonit alam. Berdasarkan data yang diperoleh menunjukkan bahwa kemampuan menyerap ion logam berat Pb2+ dan Cd2+, organobentonit tidak jauh berbeda dibandingkan Na-Bentonit.

Organobentonite was successfully made with the intercalation process of Na-Bentonite with Alanine compound. The bentonite was from Tapanuli, North Sumatera. Na-Bentonite was made of the bentonite that resulted from sedimentation process to obtain montmorillonite content in bentonite. Then, cation uniformity was done on bentonite interlayer with Na+ became Na-Bentonite.
In determining the value of Cation Exchange Capacity (CEC) by using [Cu(en)2]2+, the value of CEC obtained was 45,336 mek/100 gram bentonite. In the preparation of organobentonite using Alanine intercalated Na-Bentonite, the amount of Alanine added is in accordance to 1 CEC dan 2 CEC with 3 pH variation : isoelectric pH in Alanine (pH 6,01), pH < pI (pH 5), and pH > pI (pH 7). Characterization result of organobentonite shows that Alanine compound has successfully been intercalated into the bentonite and there has been a change in dspacing.
Organobentonite has been tested in its adsorption ability towards heavy metal ions Pb2+ and Cd2+ with the concentration variation lying among 0,1 mM until 0,5 mM and its result has also been compared with the adsorption ability of natural bentonite. Based on obtained data, it shows that organobentonite`s adsorption ability toward heavy metal ions Pb2+ and Cd2+ is not significally different than Na-Bentonite`s.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Robert Ronal Widjaya
"Karakterisasi Bentonit-Cr dan Zeolit komersial HZSM-5 sebagai katalis pada
proses konversi ethanol menjadi biogasolin. Bentonit-Cr memiliki sifat keasaman
yang tinggi serta tahan terhadap kandungan air yang banyak, sehingga selain
mampu memproses umpan yang mengandung kadar air yang cukup besar dari
campuran ethanol-air, juga mempunyai umur katalis yang panjang. Bentonit-Cr
yang kemudian digunakan sebagai material katalis yang hasilnya akan
dibandingkan dengan Zeolit HZSM-5, serta dilakukan karakterisasi kedua katalis
tersebut dengan XRD, SEM, BET, TGA, Catalytic Muffler, dan GC-MS. Dari
hasil analisa tingkat keasaman dengan menggunakan metode gravimetri dapat
diketahui bahwa tingkat keasaman dari Bentonit-Cr yang paling tinggi dan juga
dari hasil XRD dapat diketahui adanya pergeseran sudut 2theta pada Bentonit-Cr,
hal tersebut mengindikasikan bahwa proses pilarisasi berhasil dilakukan, serta
didukung dengan data BET yang menunjukkan bahwa adanya penambahan luas
permukaan spesifik pada Bentonit-Cr dibandingkan dengan bentonit yang belum
dipilarisasi. Selanjutnya dilakukan uji aktivitas katalis dan hasil yang didapatkan
diuji dengan GC-MS. Dari Hasil GC-MS dapat diketahui ethanol telah berubah
menjadi Butanol dan kemungkinan terbentuk Hexanol, Decane, Undecane, serta
Dodecane. Kesemua senyawa tersebut dalam range gasolin yaitu C4 sampai
dengan C12.

Abstract
Characterization of Bentonit-Cr and commercial Zeolit HZSM-5 as catalysts for
ethanol conversion to biogasoline. Bentonit-Cr has high acidity and resistant to a
lot of moisture, so in addition to being able processing feedback which a lot of
moisture from the concentration of ethanol-water mixture, also it?s not easy
deactivated. Bentonit-Cr which is used as catalyst material for ethanol conversion
to biogasoline and the result will be compared using Zeolit catalyst HZSM-5 and
performed characterization of both catalyst with XRD, BET, TGA, Catalytic
Muffler, and GC-MS. The result of this acidity test using gravimetric method are
shown in acidity level of Bentonit-Cr is the highest and also the result of XRD
testing are known that shift angle 2theta on Bentonit-Cr, it?s indication that Cr
element on the Bentonit can interaction, and those supported by BET data are
shown that the addition of specific surface area in Bentonit-Cr compared with
Bentonit which not pillared yet. As for the ETG testing results analyzed by GCMS,
there has been conversion of ethanol into biogasoline, in which butanol and
possibly also hexanol, decane, dodecane, undecane were form. Those compounds
are included in the gasoline range C4 until C12."
Jakarta: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2012
T31425
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>